Anda di halaman 1dari 33

Pengukuran Kinerja

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Mahsun (2009) bahwa sektor publik dapat dipahami sebagai segala sesuatu yang
berhubungan dengan kepentingan umum dan penyediaan barang dan jasa kepada publik yang
dibayar melalui pajak atau pendapatan negara lainnya yang diatur dengan hukum.
Dalam kerangka pemahaman sektor publik maka barang publik yang dimaksud tidak hanya
berupa dalam bentuk barang secara fisik namun juga mengandung makna non fisik yaitu pelayanan
publik(untuk selanjutnya dalam bab ini barang publik juga diartikan sebagai pelayananpublik).
Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi dan manajer dalam
menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan sekedar kemampuan
menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan tetapi meliputi kemampuan menunjukkan
bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien dan efektif.
Pusat pertanggungjawaban berperan untuk menciptakan indicator kinerja sebagai dasar
untuk menilai kinerja. Dipergunakannya system pengukuran kinerja yang handal (reliable)
merupakan salah satu factor kunci suksesnya organisasi.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dari Sistem Pengukuran Kinerja?
2. Apa Manfaat dari Pengukuran Kinerja?
3. Informasi apa aja yang digunakan untukpeengukurran kinerja ?
4. Bagaimana peranan indikator kinerja dalam pengukuran kinerja ?
1.3 Tujuan
1) Memahami konsep Pengukuran Kinerja Organisasi sektor Publik.
2) Memahami dan menjelaskan Informasi sebagai Pengukuran Kinerja.
3) Dapat memahami dan menjelaskan Indikator Kinerja dan Pengukuran Value For Money.
4) Dapat memahami dan menjelaskan Langkah-langkah Pengukuran Value For Money.
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 PENGUKURAN KINERJA
Pengukuran kinerja adalah alat untuk menilai kesuksesan organisasi. Dalam konteks
organisasi sektor publik, kesuksesan organisasi itu akan digunakan untuk mendapatkan legitimasi
dan dukungan publik. Masyarakat akan menilai kesuksesan organisasi sektor publik melalui
kemampuan organisasi dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas.
Pelayanan publik tersebut menjadi bottom line dalam organisasi sektor publik.
Pengukuran kinerja sektor publik digunakan untuk menilai prestasi manajer dan unit
organisasi yang dipimpinnya. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas
organisasi dan manajer dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas
bukan sekedar kemampuan menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan tetapi meliputi
kemampuan menunjukkan bahwa uang publik tersebut telah dibelanjakan secara ekonomis, efisien
dan efektif.
Pusat pertanggungjawaban berperan untuk menciptakan indicator kinerja sebagai dasar
untuk menilai kinerja. Dipergunakannya system pengukuran kinerja yang handal (reliable)
merupakan salah satu factor kunci suksesnya organisasi.
2.2. DEFINISI KINERJA DAN PENGUKURAN KINERJA
Kinerja (performance) adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang
tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Sedangkan pengukuran kinerja (performance measurement) menurut Robertson
(2002) adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa; kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa diserahkan
kepada pelanggan dan sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan); hasil kegiatan dibandingkan
dengan maksud yang diinginkan; dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan.
Sementara menurut Lohman (2003) pengukuran kinerja merupakan suatu aktivitas penilaian
pencapaian target-target tertentu yang diderivasi dari tujuan strategis organisasi. Whittaker (dalam
BPKP, 2000) menjelaskan bahwa pengukuran kinerja merupakan suatu alat manajemen yang
digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Simons (dalam
BPKP, 2000) menyebutkan bahwa pengukuran kinerja membantu manajer dalam memonitor
implementasi strategi bisnis dengan cara membandingkan antara hasil aktual dengan sasaran dan
tujuan strategis.
Jadi pengukuran kinerja adalah suatu metode atau alat yang digunakan untuk mencatat dan
menilai pencapaian pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan, sasaran, dan strategi sehingga dapat
diketahui kemajuan organisasi serta meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas.
2.3 PENGERTIAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA ORGANISASI SEKTOR
PUBLIK
Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non-
finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendalian organisasi, karena
pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan kompensasi dan sanksi (reward and punishment
system).
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik:
 Membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Agar pemerintah dapat berfokus pada tujuan dan
sasaran proggram sehingga diharapkkan akan dapat meningkatkan efesiensi dan efektivitas
organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan publik.
 Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan yang objektif.
 Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan kelayakan biaya
pelayanan (cost of service) yang dibebankan kepada masyarakat pengguna jasa publik. Masyarakat
tentu tidak mau terus menerus ditarik pungutan sementara pelayanan yang mereka terima tidak ada
peningkatan kualitas dan kuantitasnya. Oleh karena itu, pemerintah berkewajiban untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik. Masyarakat menghendaki pemerintah
dapat memberikan banyak pelayanan dengan biaya yang murah (do more with less).
Kinerja sector public bersifat multi dimensional, sehingga tidak ada indicator tunggal yang
dapat digunakkan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan sector swasta,
karena sifat output yang dihasilkan sector publik lebih banyak bersifat intangible output, maka
ukuran financial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sector public. Oleh karena itu perlu
dikembangkan ukuran kinerja non financial.
Secara umum, pengukuran kinerja menunjukkan hasil dari implementasi dari sebuah
kegiatan atau kebijakan, tetapi ukuran kinerja tidak menganalisis alasan hal ini dapat terjadi atau
mengidentifikasi perubahan yang perlu dilakukan terhadap tujuan dari kegiatan atau kebijakan.

Berikut tujuan penilaian kinerja disektor publik (Mahmudi, 2007)

1. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi

Pengukuran kinerja pada organisasi sektor publik digunakan untuk mengetahui ketercapaian
tujuan organisasi. Penilaina organisasi bertujuan sebagai tonggak (milestone) yang menunjukkan
tingkat ketercapaian tujuan ndan juga menunjukkan apakah organisasi berjalan sesuai arah
menyimpang dari tujuan yang ditetapkan. Jika terjadi penyimpangan dari arah yang semestinya,
pimpinan dapat melakakukan tindakan koreksi dan perbaikan dengan cepat.

2. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai

Pengukuran kinerja merupakan pendekatan sistematik dan terintegrasi untuk memperbaiki kinerja
organisasi dalam rangka mencapai tujuan strategik organisasi serta mewujudkan visi dan misinya.
Sistem pengukuran kinerja bertujuan memperbaiki hasil dari usaha yang dilakukan oleh pegawai
dengan mengaitkannya terhadap tujuan organisasi. Pengukuran kinerja merupakan saran untuk
pembelajaran pegawai tentang cara meereka seharusnya bertindak, serta memberikan dasar dalam
perubahan perilaku, sikap, skill, atau pengetahuan kerja yang harus dimiliki pegawai untuk
mencapai hasil kerja terbaik.

3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya

Pengukuran kinerja dilakukan sebagai sarana pembelajaran untuk perbaikan kinerja di masa
mendatang. Penerapan sistem pengukuran kinerja dalam jangka panjang bertujuan membentuk
budaya berprestasi (achivement culture) di dalam organisasi. Budaya kinerja atau budaya
berprestasi dapat diciptakan apabila sistem pengukuran kinerja mampu menciptakan atmosfir
organisasi sehinggasetiap orang dalam organisasi dituntut untuk berprestasi. Untuk menciptakan
atmosfir itu, diperlukan perbaikan kinerja secara terus-menerus. Saat ini, kinerja harus lebih baik
dari kinerja sebelumnya, dan kinerja mendatang harus lebih baik dari pada sekarang.

4. Memberikan pertimbangna yang sistematik dalam pembuatan keputusan pemberian penghargaan


(reward) dan hukuman (punishment)
Pengukuran kinerja bertujuan memberikan dasar sistemantik bagi manajer untuk memberikan
reward (misalnya: kenaikan gaji, tunjangan, dan promosi) atau punishment (misalnya: pemutusan
kerja, penundaan promosi, dan teguran).

Sistem manajemen kinerja modern diperlukan untuk mendukung sistem gaji berdasarkan kinerja
(permormance based pay) atau disebut juga pembayaran yang berorientasi hasil. Untuk
mengimplementasikan sistem penggajian berbasis kinerja/hasil, organisasi sektor publik harus
memiliki sistem manajemen kinerja yang modern, efektif, dan valid. Organisasi yang berkinerja
tinggi berusaha menciptakan sistem reward, insentif, dan gaji yang memiliki hubungan yang jelas
dengan pengetahuan, kemampuan, dan kontribusi individu terhadap kinerja organisasi.

5. Memotivasi pegawai

Pengukuran kinerja bertujuan meningkatkan motivasi pegawai. Dengan pengukuran kinerja yang
dihubungkan dengan manajemen kompensasi, pegawai yang berkinerja tinggi akan memperoleh
reward. Reward tersebut memberikan motivasi pegawai untuk berkinerja lebih tinggi dengan
harapan kinerja yang tinggi akan memperoleh kompensasi yang tinggi. Hal itu hanya akan berjalan
dengan baik apabila organisasi menggunakan manajemen kompensasi berbasis kinerja.
Pengukuran kinerja juga mendorong manajer untuk memahami proses memotivasi, cara individu
membuat pilihan tindakan berdasarkan pada preferensi, reward, dan prestasi kerjanya.

6. Menciptakan akuntabilitas publik

Pengukuran kinerja merupakan salah satu alat untuk mendorong terciptanya akuntabilitas publik.
Pengukuran kinerja menunjukan seberapa besar kinerja manajerial dicapai, seberapa bagus kinerja
financial organisasi, dan kinerja lainnya yang menjadi dasar penilaian akuntabilitas. Kinerja
tersebut harus diukur dan dilaporkan dalam bentuk laporan kinerja. Pelaporan informasi kinerja
tersebut sangat penting, baik bagi pihak internal maupun eksternal. Bagi pihak internal, manajer
membutuhkan laporan kinerja dari stafnya untuk meningkatkan akuntabilitas manajerial dan
akuntabilitas kinerja. Bagi pihak eksternal, informasi kinerja tersebut digunakan untuk
mengevaluasi kinerja organisasi, menilai tempat transparansi dan akuntabilitas publik.

Menurut Mardiasmo (2004:122) Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja adalah :


 Mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up);
 Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusuri
perkembangan pencapaian strategi.
 Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta memotivasi
untuk mencapai keselarasan goal congruence.
 Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif
yang rasional
Manfaat Pengukuran Kinerja menurut Mardiasmo (2004:122)
 Sebagai pemahaman untuk memberikan mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja
manajemen.
 Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan
 Sebagai media monitor, evaluasi, dan koreksi atas pencapaian kinerja dan membandingkannya
dengan target kinerja serta melakukan tindakan korektif untuuk mmeperbaiki kinerja.
 Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward & punishment) secara obyektif
atas pencapaian prestasi yang diukur sesuai dengan sistem pengukuran kinerja yang telah
disepakati.
 Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja
organisasi.
 Mengidentifikasi tingkat kepuasan pelanggan, apakah sudah terpenuhi.
 Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah.
 Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
Sedangkan menurut Indra Bastian (2006:275) dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik:
Suatu Pengantar mengemukakan bahwa tujuan atau manfaat dari pengukuran kinerja adalah
bahwa: “Manfaat atau tujuan pengukuran kinerja adalah sebagai berikut:
1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk pencapaian kinerja.
2. Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati.
3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan skema kerja
serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja.
4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang objektif atas kinerja yang dicapai setelah
dibandingkan dengan skema indikator kinerja yang telah disepakati.
5. Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki kinerja
organisasi.
6. Mengidentifikasi apakah kepuasan pelanggan telah terpenuhi.
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi perusahaan.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara objektif.
9. Menunjukan peningkatan yang perlu dilakukan.
10. Menungkap masalah yang terjadi.”
Elemen Pokok Pengukuran Kinerja
Dapat disimpulkan elemen pokok suatu pengukuran kinerja antara lain:
1. Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi.
2. Merumuskan indikator dan ukuran kinerja.
3. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi.
4. Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan dan akuntabilitas).
Dari berbagai aspek dan perspektif dalam pengukuran kinerja sebagai tolok ukur penilaian
kinerja organisasi sektor publik. Kategori-kategori ini dapat diterapkan pada setiap jenis organisasi
sektor publik dengan modifikasi sesuai dengan karakteristik dan keunikan organisasi yang
bersangkutan.
1. Menetapkan Tujuan, Sasaran dan Strategi Organisasi
Tujuan adalah pernyataan secara umum (belum secara eksplisit) tentang apa yang ingin dicapai
organisasi. Sasaran merupakan tujuan organisasi yang sudah dinyatakan secara eksplisit dengan
disertai batasan waktu yang jelas. Strategi adalah cara atau teknik yang digunakan organisasi untuk
mencapai tujuan dan sasaran. Tujuan, sasaran, dan strategi tersebut ditetapkan dengan berpedoman
pada visi dan misi organisasi. Berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi tersebut selanjutnya dapat
ditentukan indikator dan ukuran kinerja secara tepat.
2. Merumuskan Indikator dan Ukuran Kinerja
Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak langsung yaitu hal-hal yang sifatnya
hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja. Ukuran kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara
langsung. Indikator kinerja dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat
ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi. Indikator kinerja dapat berbentuk faktor-faktor
keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key performance
indicator). Faktor keberhasilan utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja
unit kerja organisasi. Area ini menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan
variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada kondisi waktu tertentu. Faktor keberhasilan
utama ini harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Sedangkan
indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran
kinerja kunci baik yang bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan
kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor
capain kinerja.
3. Mengukur Tingkat Ketercapaian Tujuan dan Sasaran-Sasaran Organisasi
Jika kita sudah mempunyai indikator dan ukuran kinerja yang jelas, maka pengukuran kinerja bisa
diimplementasikan. Mengukur tingkat ketercapaian tujuan, sasaran dan strategi adalah
membandingkan hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja yang telah ditetapkan. Analisis
antara hasil aktual dengan indikator dan ukuran kinerja ini menghasilkan penyimpangan positif,
penyimpangan negatif, atau penyimpangan.nol Penyimpangan positif berarti pelaksanaan kegiatan
sudah berhasil mencapai serta melampaui indikator dan ukuran kinerja yang
ditetapkan. Penyimpangan negatif berarti pelaksanaan kegiatan belum berhasil mencapai
indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan. Penyimpangan nol berarti pelaksanaan kegiatan
sudah berhasil mencapai atau sama dengan indikator dan ukuran kinerja yang ditetapkan.
4. Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja akan memberikan gambaran kepada penerima informasi mengenai nilai kinerja
yang berhasil dicapai organisasi. Capaian kinerja organisasi dapat dinilai dengan skala pengukuran
tertentu. Informasi capaian kinerja dapat dijadikan feedback dan reward-punishment, penilaian
kemajuan organisasi dan dasar peningkatan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas.

a. Feedback

Hasil pengukuran terhadap capaian kinerja dijadikan dasar bagi manajemen atau pegelola
organisasi untuk perbaikan kinerja pada periode berikutnya. Selain itu, hasil ini pun bisa dijadikan
landasan pemberian reward and punishment terhadap manajer dan anggota organisasi.

b. Penilaian Kemajuan Organisasi

Pengukuran kinerja yang dilakukan setiap periode waktu tertentu sangat bermanfaat untuk menilai
kemajuan yang telah dicapai organisasi. Kriteria yang digunakan untuk menilai kemajuan
organisasi ini adalah tujuan yang telah ditetapkan. Dengan membandingkan hasil aktual yang
tercapai dengan tujuan organisasi yang dilakukan secara berkala (triwulan, semester, tahunan)
maka kemajuan organisasi bisa dinilai. Semestinya ada perbaikan kinerja secara berkelanjutan dari
periode ke periode berikutnya. Jika pada suatu periode, kinerja yang dicapai ternyata lebih rendah
daripada periode sebelumnya, maka harus diidentifikasi dan ditemukan sumber penyebabnya dan
alternatif solusinya.

c. Meningkatkan Kualitas Pengambilan Keputusan dan Akuntabilitas

Pengukuran kinerja menghasilkan informasi yang sangat bermanfaat untuk pengambilan


keputusan manajemen maupun stakeholders. Keputusan-keputusan yang bersifat ekonomis dan
strategis sangat membutuhkan dukungan informasi kinerja ini. Informasi kinerja juga membantu
menilai keberhasilan manajemen atau pihak yang diberi amanah untuk mengelola dan mengurus
organisasi.
Di samping beberapa hal yang sudah disinggung di atas, pengukuran kinerja juga merupakan
salah satu faktor penting dalam pengimplementasian manajemen strategik. Hal ini penting karena
pengukuran kinerja merupakan salah satu tahapan dalam siklus manajemen strategis.
Dengan memahami siklus manajemen strategis tersebut dapat diketahui bahwa pengukuran
kinerja merupakan tahapan yang sangat vital bagi keberhasilan implementasi manajemen
strategis. Rencana strategis yang telah ditetapkan oleh organisasi membutuhkan wahana untuk
mewujudkannya dalam bentuk aktivitas keseharian organisasi. Implementasi rencana strategis
akan dapat mencapai kualitas yang diinginkan jika ditunjang oleh pola pengukuran kinerja yang
yang berada dalam koridor manajemen strategis. Pengukuran kinerja yang dimulai dari penetapan
indikator kinerja dan diikuti dengan implementasinya memerlukan adanya evaluasi mengenai
kinerja organisasi dalam rangka perwujudan visi dan misi organisasi.
Jadi, diperlukan adanya suatu pengukuran kinerja terhadap manajer organisasi sektor publik,
sebagai orang yang diberi amanah oleh masyarakat. Pengukuran tersebut akan melihat seberapa
jauh kinerja yang telah dihasilkan dalam suatu periode tertentu dibandingkan dengan yang telah
direncanakan.
Apabila dalam melaksanakan kegiatannya ditemukan hambatan-hambatan ataupun kendala
yang mengganggu pencapaian kinerjanya, juga akan diungkapkan dalam pengukuran kinerja
tersebut. Pengukuran kinerja ini sangat penting baik bagi pihak yang memberikan amanah maupun
pihak yang diberi amanah. Bagi pemberi amanah, pengukuran kinerja dapat digunakan untuk
menilai kinerja para manajer sektor publik, apakah mereka telah menjalankan tugasnya sesuai
dengan yang diamanahkan atau tidak.
Sedangkan bagi yang diberi amanah, pengukuran dapat digunakan sebagai media untuk
pertanggungjawaban atas pelaksanaan amanah yang telah dipercayakan kepada mereka. Selain itu
pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai umpan balik bagi mereka untuk mengetahui
seberapa jauh prestasi yang telah berhasil diraihnya.
2.4 Informasi yang digunakan untuk pengukuran kinerja

 Informasi Finansial (keuangan)


Penilaian kinerja finansial dilakukan dengan cara pengukuran anggaran dengan menganalisis
varians antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan.
Analisis Varians:
1. Varians Pendapatan
2. Varians Pengeluaran, meliputi :
 Varians belanja rutin (recurrent expenditure variance )
 Varians belanja modal (Capital expenditure variance )
Setelah analisis varians dilanjutkan dengan mengidentifikasi sumber penyebab terjadinya varians
tersebut (apa, siapa / bagian mana, kenapa, dan bagaimana).
Keterbatasan analisis varians diantaranya adalah kesulitan menetapkan batasan besarnya
varians. Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikasi sumber penyebab
terjadinya varians dengan menelusur varians tersebut hingga level manajemen paling bawah. Hal
tersebut dilakukan guna mengetahui unit spesifik mana yang bertangguang jawab terhadap
terjadinya varians sampai tingkat manajemem paling bawah.

Penggunaan analisis varians saja belum cukup untuk mengukur kinerja, karena dalam
analisis varians masih mengandung keterbatasan (constrain). Keterbatasan analisis varians
diantaranya terkait dengan kesulitan menetapkan signifikansi besarnya varians.

Ukuran-ukuran didalam inforamasi finansial :

a. Ukuran Biaya (Finansial)


1. Kemampuan untuk mencapai pengurangan biaya yang telah dianggarkan (budgeted cost
reductions).
2. Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana dianggarkan dalam satu
periode secara efisien.
3. Kemampuan untuk merealisasikan pengeluaran atau biaya sebagaimana direncanakan dalam
anggaran fleksibel satu periode secara efisien (misalnya biaya-biaya yang bisa dikeluarkan dalam
batas toleransi tertentu untuk setiap unit produk atau layanan yang dihasilkan dan disediakan).

b. Ukuran Pendapatan

Kemampuan untuk mencapai penjualan (penyediaan layanan) atau target pertumbuhan


penjualan (penyediaan layanan) sebagaimana dianggarkan dengan efektif. Kemampuan untuk
mencapai peningkatan atau perluasan market share (pangsa pasar) dengan efektif.

c. Ukuran Tingkat Pengembalian dan Surplus

 Kemampuan untuk mencapai marjin kontribusi sebagaimana ditargetkan.


 Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus atau income tertentu sebagai ditargetkan.
 Kemampuan untuk mencapai arus kas tertentu sebagaimana ditargetkan.
 Kemampuan untuk mencapai tingkat surplus setelah mempertimbangkan investasi total atau
beban biaya modal (misalnya dengan menghitung residual income-nya)
 Kemampuan untuk mencapai return on asset (ROA), return on investment (ROI), dan return on
equity (ROE).
Peningkatan harga pasar saham organisasi jika organisasi yang bersangkutan go public melalui
pasar modal.

 Informasi non finansial


Informasi Non Finansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi non-Fiansial
dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian manajemen. Teknik
pengukuran kinerja yang komprehensif dan banyak dipakai atau dkembangkan di berbagai
organisasi adalah Balanced Scorecard. Dengan Balance Scorecard kinerja organisasi diukur tidak
hanya berdasarkan aspek finansialnya saja, akan tetapi juga aspek non – Finansial.
Pengukuran dengan Balanced Scorecard melibatkan aspek:
1. Perspektif Finansial
2. Perspektif Kepuasan Pelanggan
3. Perspektif Efisiensi Proses Internal
4. Perspektif Pembelajaran & Pertumbuhan
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci (key variable)
atau key success factor/key result factor/pulse point. Variabel kunci adalah variabel yang
mengindikasikan faktor-faktor yang menjadi penyebab kesuksesan organisasi. key performance
indicators), atau indikator kinerja utama (IKU) dalam bahasa Indonesia, adalah metrik finansial
ataupun non-finansial yang digunakan untuk membantu suatu organisasi menentukan dan
mengukur kemajuan terhadap sasaran organisasi. KPI digunakan dalam intelijen bisnis untuk
menilai keadaan kini suatu bisnis dan menentukan suatu tindakan terhadap keadaan tersebut. KPI
sering digunakan untuk menilai aktivitas-aktivitas yang sulit diukur seperti keuntungan
pengembangan kepemimpinan, perjanjian, layanan, dan kepuasan. KPI umumnya dikaitkan
dengan strategi organisasi yang contohnya diterapkan oleh teknik-teknik seperti kartu skor
berimbang (BSC, balanced scorecard).
KPI berbeda tergantung sifat dan strategi organisasi. KPI merupakan bagian kunci suatu
sasaran terukur yang terdiri dari arahan, KPI, tolok ukur, target, serta kerangka waktu. Sebagai
contoh: "meningkatkan pendapatan rata-rata per pelanggan dari 10 ribu ke 15 ribu rupiah pada
akhir tahun 2008". Dalam contoh ini, 'pendapatan rata-rata per pelanggan' adalah suatu KPI.
Karakteristik Key Variable
 Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat;
 Perubahannya tidak dapat diprediksi;
 Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera;
 Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran antara (surrogate).
(Dapat dikuantifikasi dan diukur

 Spesifik (Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi )

 Dapat Dicapai

 Relevan:
 Menggambarkan keberhasilan sesuatu yg diukur

Sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara langsung; akan tetapi dapat dibuat
ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan, tuntutan, demonstrasi dapat dijadikan variable kunci.

Contoh Variabel Kunci

Dinas/unit kerja Variabel Kunci

Rumah sakit dan hotel Tingkat hunian kamar yang dipakai (kamar yang
dipakai: jumlah total kamar yang tersedia)

Klinik Kesehatan Jumlah pelanggan (masyarakat) yg dilayani per hari

Perusahaan Listrik negara KWH yang terjual

Perusahaan Telekomunikasi Jumlah pulsa yang terjual

Perusahaan air minum Jumlah debit air yang terjual

DLLAJ Jumlah alat angkutan umum (paid seats/capacity


seats)

Pekerjaan Umum Panjang jalan yang diperbaiki

Panjang jalan yang disapu atau dibersihkan

Kepolisian Jumlah kriminalitas yang tertangani

Jumlah kecelakaan atau pelanggaran lalu lintas

Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani

DPR/DPRD Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang


tertangani

Jumlah rapat yang dilakukan

Jumlah undang – undang atau perda yang dihasilkan

Jumlah peserta rapat per total anggota

Dipenda Jumlah pendapatan yang terkumpul


2.5 Indikator Kinerja
Karakteristik Indikator Kinerja
Monitoring dan review terhadap indikator kinerja harus terus dilakukan sebagai bagian dari
upaya menciptakan kultur perbaikan kinerja secara berkelanjutan. Review secara rutin terhadap
indikator kinerja bertujuan untuk menguji validitas dan keandalan indikator yang dibuat agar dapat
menyesuaikan perubahan kebutuhan layanan sehingga dalam jangka panjang menghasilkan
ukuran kinerja yang lebih baik dan efektif. Menurut Mahmdi (2005:97) dalam bukunya
Manajemen Kinerja Sektor Publik menyatakan karekteristik indikator kinerja sebagai berikut:
Indikator kinerja yang dikembangkan hendaknya memiliki karakteristik seperti berikut:
1. Sederhana dan mudah dipahami,
2. Dapat diukur,
3. Dapat dikualifikasikan, misalnya dalam bentuk rasio persentase dan angka,
4. Diakitkan dengan standar atau target kinerja,
5. Berfokus pada costumer service, kualitas dan efisiensi,
6. Dikaji secara teratur.
Informasi mengenai kinerja sangat penting dalam rangka menciptakan good governance.
Informasi kinerja tersebut diorientasikan sebagai pedoman bukan sebagai alat pengendalian.
Indikator kinerja memiliki peran penting sebagai proses pembentukan organisasi pembelajar
(learning organization). Jika organisasi terus menerus belajar bagaimana memperbaiki kinerja,
meningkatkan kepuasan pelanggan dan mencapai target, maka indikator kinerja akan bersifat
mendorong dan memotivasi dalam cara yang positif.
Untuk melakukan pengukuran kinerja, variable kunci yang sudah teridentifikasi tersebut
kemudian dikembangkan menjadi indicator kinerja untuk unit kerja yang bersangkutan. Untuk
dapat diketahui tingkat capaian kinerja, indicator kinerja tersebut kemudian dibandingkan dengan
target kinerja atau standar kinerja. Tahap terkhir adalah evaluasi kinerja yang hasilnya berupa
feedback, reward, dan punishment kepada manajer pusat pertanggungjawaban. Indikator kinerja
digunakan sebagai indicator pelaksanaan strategi yang telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut
dapat berbentuk factor – factor keberhasilan utama organisasi (critical success factor) dan
indicator kinerja kunci (key performance indicator).
Faktor Keberhasilan Utama adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit
kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi manajerial dengan memperhatikan variable –
variable kunci financial dan non Finansial pada kondisi waktu tertentu. Critical success factor
tersebut harus secara konsisten mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi.

Indikator Kinerja Kunci merupakan sekumpulan indicator yang dapat dianggap sebagai ukuran
kinerja kunci baik yang bersifat Finansial maupun non Finansial untuk melaksanakan operasi dan
kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor
capaian kinerja.

Penggunaan Indikator Kinerja Utama


 Perencanaan Jangka Menengah

 Perencanaan Tahunan

 Penyusunan dokumen Penetapan Kinerja

 Pelaporan Akuntabilitas Kinerja

 Evaluasi Kinerja

 Pemantauan dan pengendalian Kinerja

Pengembangan Indikator Kerja

Penggunaan indicator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktifitas atau
program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap – tiap unit organisasi
berbeda – beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan indicator kinerja perlu
mempertimbangkan komponen berikut:

a. Biaya Pelayanan (cost of service)

b. Penggunaan (utilization)

c. Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)

d. Cakupan pelayanan (coverage)

e. Kepuasan (satisfaction)

Indikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost), misalnya biaya per
unit pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki, jumlah ton sampah yang terangkut, biaya persiswa).
Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentuksn biaya unitnya, karena output yang dihasilkan
tidak dapat dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan. Untuk
kondisi tersebut dapat dibuat indicator kinerja proksi misalnya belanja per kapita (misalnya
belanja per 1000 penduduk).

Membuat Sistem Pengukuran Kinerja

Langkah 1 : Memperkirakan Kesiapan Organisasi


Langkah 2 : Merumuskan Tujuan
Langkah 3 : Menyiapkan Pertanyaan Kebijakan
Langkah 4 : Mengembangkan Rencana Kerja
Langkah 5 : Memulai Orientasi dan Pelatihan
Langkah 6 : Memilih Bidang Pelayanan Yang Akan Diukur
Langkah 7 : Merumuskan Misi, Tujuan dan Sasaran
Langkah 8 : Mengenali Pengukuran
Langkah 9 : Membuat Sistem Pengumpulan Data, Analisa dan Pelaporan
Langkah 10 : Pemantuan dan Evaluasi
Indikator Kinerja
Hal-hal yang diperlukan dalam menentukan indikator kinerja:
 Sistem perencanaan dan pengendalian
 Spesifikasi teknis dan standardisasi
 Kompetensi teknis dan profesionalisme
 Mekanisme ekonomi dan dan mekanisme pasar (Mekanisme ekonomi terkait dengan
pemberian penghargaan dan hukuman (reward & punishment) yang bersifat finansial, sedangkan
mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin terpenuhinya value for
money ).
 Mekanisme sumber daya manusia
Sumber Data Kinerja:

 Data Kinerja Primer, Data kinerja yang diperoleh langsung dari responden
 Data Kinerja Sekunder, Data kinerja yang diperoleh secara tidak langsung dari responden
tetapi dari instansi/pihak lain

Tingkatan Indikator Kinerja Utama


 Tingkat Satuan Kerja
 Tingkat Unit Kerja

 Tingkat Kementerian/Lembaga

2.6 VALUE FOR MONEY


Pengertian Value for Money Menurut Mahmudi (2005:89) adalah, bahwa: “Value for Money
merupakan konsep penting dalam organisasi sektor publik dimana Value for Money memiliki
pengertian penghargaan terhadap nilai uang.”
Value for money merupakan konsep pengelolaan organisi. Kriteria pokok yang mendasari
pelaksanaan manajemen publik dewasa ini adalah ekonomi, efisiensi, transparansi dan
Akuntabilitas Publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencakup pertanggungjawaban
mengenai pelaksanaan Value for Money, yaitu: ekonomis (hemat cermat) dalam pengadaan dan
alokasi sumber daya, efisien (berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti
penggunaannya diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and minimizing
costs) dan efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran. Agar dalam menilai
kinerja organisasi dapat dilakukan secara objektif, maka diperlukan indikator kinerja yang ideal
harus terkait pada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan. Kualitas terkait dengan kesesuaian
dengan maksud dan tujuan (fitness for purpose), konsistensi dan kepuasan publik (public
statisfication). Kepuasan masyarakat dalam konteks tersebut dapat dikaitkan dengan semakin
rendahnya complaint dari masyarakat. sektor publik yang mendasarkan pada tiga elemen utama,
yaitu: ekonomi, efisiensi, dan efektivitas.
Ekonomi : pemerolehan input dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada harga yang terendah.
Ekonomi merupakan perbandingan input dengan input value yang dinyatakan dalam satuan
moneter.
Efisiensi : pencapaian output yang maksimum dengan input tertentu atau penggunaan input yang
rendah untuk mencapai output tertentu. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang
dikaitkan dengan standard kinerja atau target yang telah ditetapkan.
Efektivitas : tingkat pencapaian hasil program dengan target yang ditetapkan. Secara sederhana
efektivitas merupakan perbandingan outcome dengan output
Langkah-langkah Pengukuran Value For Money :
Pengukuran Ekonomi
Konsep ekonomi sangat terkait dengan konsep biaya untuk memperoleh unit input.
Ekonomi berarti sumber daya input hendaknya diperoleh dengan harga lebih rendah (spending
less), yaitu harga yang mendekati harga pasar.

Untuk memahami aspek ekonomi dengan lebih baik, diperlukan pemahaman tentang input
itu sendiri. Input adalah semua jenis sumber daya masukan yang digunakan dalam suatu proses
tertentu untuk menghasilkan output. Input tersebut dapat berupa tenaga kerja (tenaga, keahlian,
dan keterampilan), serta aset-aset seperti gedung, peralatan, dan sebagainya. Input dibagi menjadi
dua, yaitu input primer dan input sekunder. Input primer adalah kas, sedangkan input sekunder
adlah bvahan baku, orang, infrastruktur, dan masukan lainnya yang digunakan untuk proses
menghasilkan output. Kalau sebuah organisasi hanya memiliki input primer, maka input primer
tersebut harus diubah menjadi input sekunder. Sebagai contoh, untuk bisa melakukan proses
belajar mengajar, suatu universitas membutuhkan input berupa dosen, infrastruktur, seperti ruang
kuliah, papan tulis, mesin pendingin ruangan, baku, dan sebagainya, bukan uang kas secara
langsung. Kas tersebut diperlukan untuk membeli sumber daya input sekunder untuk diolah
menjadi output tertentu.

Indikator ekonomi merupakan indikator tentang penggunaan input. Dalam konteks dua jenis
input tersebut, keekonomian dapat dianalisis dengan membandingkan input sekunder dengan
membandingkan input sekunder pada input jumlah input primer yang dibutuhkan. Misalnya untuk
melaksankan sebuah kegiatan penyuluhan, dibutuhkan input 3 ruang kelas (input sekunder). Untuk
dapat menyewanya, dibutuhkan dana Rp 30 juta (input primer). Perbandingan input sekunder pada
kualitas tertentu dengan input primer yang dikeluarkan akan menghasilkan kesimpulan tentang
keekonomiannya.

Bagaimana dengan konsep ekonomi untuk memperoleh staf atau tenaga kerja? Konsep
ekonomi dalam membeli staf atau tenaga kerja berarti organisasi hendaknya memperoleh staf yang
memiliki kompetensi, keahlian, keterampilan, dan motivasi tinggi sesuai dengan yang diharapkan
organisasi dengan tingkat biaya/harga yang paling murah. Konsep ekonomi untuk memperoleh
staf menimbulkan banyak argumentasi yang berbeda. Apakah ekonomi dalam memperoleh staf
tidak berarti pemerasan tenaga kerja karena kesan tenaga kerja dibayar terlalu murah? Di sisi lain,
tenaga kerja yang murah merupakan alat untuk memperoleh keunggulan bersaing. Pada dasarnya,
ekonomi dalam hal adalah bagaimana memperoleh, mempertahankan, dan mengamankan staf
denagn biaya lebih rendah yang mungkin bisa dilakukan, dan tidak sebatas permasalahan gaji.

Pengukuran Efisiensi

Efisiensi adalah hubungan antara barang dan jasa (output) yang dihasilkan sebuah
kegiatan/aktivitas denagn sumber daya (input) yang digunakan. Suatu organisasi, program, atau
kegiatan dikatakan efisien apabila mampu menghasilakn output tertentu dengan input tertentu
mampu menghasilkan output sebesar-besarnya (spending well).

output
Efisiensi =
input

Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money. Efisiensi diukur
dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin
tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi.

Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk relative. Unit A
adalah lebih efisien dibandingkan unit B, unit A lebih efisien tahun ini disbanding tahun lalu, dan
seterusnya. Karena efisiensi diukur dengan membandingkan keluaran dan masukan, maka
perbaikan efisiensi dapat dilakukan dengan cara:

1. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama


2. Meningkatkan output dalam proprsi yang lebih besar daripada proporsi peningkatan input.
3. Menurunkan inout pada tingkatan output yang sama
4. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi penurunan output
Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata uang. Pembilang
atau output dapat diukur baik dalam jumlah uang ataupun satuan fisik. (Catatan: efisiensi
seringkali juga dinyatakan dalam bentuk input/output, dengan interpretasi yang sama dengan
bentuk input/output, contoh: biaya per unit output).
Dalam pengukuran kinerja value for money , efisiensi dapat dibagi menjasi dua: (a) efisiensi
alokasi (efisiensi 1), dan (b) efisiensi teknis atau efisiensi manajerial (efisiensi 2). Efisiensi
alokasi terkait dengan kemampuan untuk mendayagunakan sumber daya input pada tingkat
kapasitas optimal. Efisiensi teknis (manajerial) terkait dengan kemampauan mendayagunakan
sumber daya input pada tingkat output tertentu.
Pengukuran Efektifitas
Efektifitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya. Apabila
suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasi tersebut dikatakan telah berjalan
dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah bahwa efektifitas tidak menyatakan berapa
besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa
yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada
yang telah dianggarkan. Efektifitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan telah
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat. Outcome lebih
tinggi nilainya daripada output, karena output hanya mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya
terhadap masyarakat, sedangkan outcome mengukur kualitas outputdan danpak yang dihasilkan
(Smith, 1996). Pengukuran outcome memiliki dua peran yaitu peran retrospektif dan prospektif.
Peran retrospektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu, sedangkan peran prospektif terkait
dengan perencanaan kinerja masa yang akan dating.
Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome di gunakan untuk mengarahkan keputusan
alokasi sumber daya publik. Analisis retrospektif memberikan bukti terhadap praktik yang baik
(good management). Bukti tersebut dapat menjadi dasar untuk menetapkan target di masa yang
akan dating dan mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik. Atau dapat juga bukti
tersebut digunakan untuk membantu pembuat keputusan dalam menentukan program mana yang
perlu dilaksanakan dan metode terbaik mana yang perlu digunakan untuk melaksanakan program
tersebut..
Manfaat Implementasi Konsep Value for Money

 Meningkatan efektivitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan yang diberikan tepat
sasaran
 Meningkatkan mutu pelayanan publik
 Menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya
penghematan dalam penggunan input
 Alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik
 Meningkatkan kesadaran akan uang publik (public costs awareness) sebagai akar
pelaksanaan akuntanbilitas publik
Estimasi indikator kinerja, meliputi :
1. Kinerja tahun lalu. Kinerja tahun lalu (merupakan benchmark (perbandingan) bagi unit tersebut
untuk melihat seberapa besar kinerja yang telah dilakukan).
2. Expert. Expert judgment (menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam mengestimasi
indikator kinerja.)
3. Trend. Trend (Trend digunakan dalam mengestimasi indikator kinerja karena adanya pengaruh
waktu dalam pencapaian kinerja unit kerja).
4. Regresi.

Berikut contoh konsep dan praktik pengukuran kinerja di lingkungan Organisasi Sektor
Publik (pada Instansi Pemerintahan Daerah )
Pengukuran kinerja Pemerintah Daerah (Pemda) harus mencakup pengukuran kinerja
keuangan dan non keuangan. Indikator Kinerja Pemda, meliputi indikator input, indikator proses,
indikator output, indikator outcome, indikator benefit dan indikator impact.
1. Indikator Masukan (Inputs), misalnya:
a. Jumlah dana yang dibutuhkan;
b. Jumlah pegawai yang dibutuhkan;
c. Jumlah infra struktur yang ada;
d. Jumlah waktu yang digunakan.
2. Indikator Proses (Process), misalnya:
a. Ketaatan pada peraturan perundangan;
b. Rata-rata yang diperlukan untuk memproduksi atau menghasilkan layanan jasa.
3. Indikator keluaran (Output), misalnya:
a. Jumlah produk atau jasa yang dihasilkan;
b. Ketepatan dalam memproduksi barang atau jasa.
4. Indikator hasil (outcome), misalnya:
a. Tingkat kualitas produk dan jasa yang dihasilkan;
b. Produktivitas para karyawan atau pegawai.
5. Indikator manfaat (benefit), misalnya:
a. Tingkat kepuasan masyarakat;
b. Tingkat partisipasi masyarakat.
6. Indikator impact, misalnya:
a. Peningkatan kesejahteraan masyarakat
b. Peningkatan pendapatan masyarakat.
Karakteristik Pemda sebagai pure non profit organization menempatkan organisasi ini
mempunyai keunikan yang sangat berbeda dengan perusahaan bisnis. Pemda mempunyai
tanggung jawab besar di bidang ekonomi dan sosial secara bersama. Pengukuran kinerja Pemda
harus mempertimbangkan indikator-indikator ekonomi dan sosial secara komprehensif yang
mencakup:
1. Kondisi Ekonomi Nasional:
a. Tingkat pertumbuhan produk domestik bruto
b. Produk domestik bruto riil per kapita
c. Tingkat tabungan
d. Defisit/surplus keuangan daerah.
e. Utang dalam dan luar negeri.
f. Cadangan emas dan devisa.
2. Lingkungan Bisnis:
a. Indeks kebebasan ekonomi.
b. Perlindungan hak milik
c. Indek persepsi korupsi.
d. Kebebasan bank.
3. Stabilitas dan Pengembangan
a. Sebaran pendapatan.
b. Paritas upah tenaga kerja pria/wanita.
c. Tingkat pengangguran.
d. Partisipasi politik.
e. Jumlah pengungsi.
f. Kepastian hukum.
g. Jumlah kendaraan pribadi dan umum.
h. Kondisi keamanan daerah.
4. Kesehatan
a. tingkat akelahiran.
b. Harapan hidup.
c. Tingkat kematian.
d. Program pemeliharaan kesehatan.
e. Pengeluaran untuk keshatan.
f. Perbandingan penduduk dengan dokter/tenaga medis.
5. Pendidikan
a. Tingkat partisipasi pendidikan.
b. Anggaran pendidikan.
c. Kualitas tenaga pengajar.
d. Kecukupan sarana dan prasarana pendidikan.
e. Rata-rata tingkat pendidikan masyarakat.
f. Pemerataan pendidikan.
2.7 PELAPORAN KINERJA
Informasi tentang kinerja menjadi informasi penting yang dibutuhkan disetiap fase
perjalanan organisasi sektor publik dalam mencapai visi dan misinya. Dalm aspek perencanaan,
informasi tentang kinerja memberiakn gambaran penting dan fundamental tentang kondisi saat ini
yang menjadi basis perencanaan. Sebauh program pemberantasan buta huruf misalnya,
membutuhkan data pencapaian tingkat buta huruf yang ada. Tanpa informasi itu, pemerintah akan
menagalami keracunan dalam menetapkan target keberhasilan dan menghitung jumlah sumber
daya yang dibutuhkan.
Informasi tentang kinerja juga dibutuhkan pada saat pelaksanaan kegiatan. Seperti layaknya
indikator dan rambu saat berkendara, informasi kinerja berguna bagi organisasi untuk mengetahui
posisi dan keberadaannya sehingga dapat mengatur strategi dan terobosan yang diperlukan.
Informasi tentang kinerja dalam bentuk laporan pertanggungjawaban menjadi informasi
yang paling krusial untuk kepentingan evaluasi. Tanpa laporan kinerja dalam proses
pertanggungjawaban, siklus penganggaran berbasis kinerja menjadi tidak lengkap. Anggaran
kinerja merencanakan uang dan kinerja. Karena itu, penggunaan uang dan pencapaian kinerja yang
bersangkutan harus dipertanggungjawabkan pada akhir periode penganggaran. Proses audit pun
seharusnya menjadi satu kesatuan antara audit laporan keuangan dan audit kinerja.

2.8 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAHAN


Untuk mendororng proses pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja secara lebih sistemtis,
pemerintah Indonesia mempunyai sebuah pedoman penyusunan laporan kinerja yang disebut
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerinttah (LAKIP).
Setiap instansi pemerintah wajib menyiapkan, menyusun, dan menyampaikan laporan
kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk
mengomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu tahun anggaran yang
dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Instansi pemerintah
yang bersangkutan harus mempertanggungjawabkan serta menjelaskan keberhasilan dan
kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Kemudian, pelaporan kinerja oleh instansi pemerintah
ini dituangkan dalam dokumen LAKIP. LAKIP dapat dikategorikan sebagai laporan rutin karena
paling tidak disusun dan disampaikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan setahun sekali.
Penanggung jawab penyusun LAKIP adalah pejabat yang secara fungsional bertanggung
jawab melakukan dukungan administrasi di instansi masing-masing. Sebagaimana tersebut dalam
Inpres Nomor 7 Tahun 1999, pimpinan instansi dapat menentukan tim kerja yang bertugas
membantu penanggung jawab LAKIP di instansinya masing-masing dengan mengacu pada
pedoman ini. Apabila dipandang perlu, tim kerja dan penanggung jawab LAKIP dimaksud dapat
berkonsultasi dengan Lembaga Administrasi Negara (LAN) serta Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP). Konsultasi dimaksud memberitahukan terlebih dahulu secara lisan
maupun tertulis.
Penyusunan LAKIP harus mengikuti prinsip – prinsip pelaporan pada umumnya, yaitu
laporan harus disusun secara jujur, objektif, akurat dan transparansi. Disamping itu, perlu pula
diperhatikan hal-hal berikut.
a. Prinsip lingkup pertangunggjawaban. Hal-hal yang dilaporkan harus proporsional dengan lingkup
kewenangan dan tanggung jawab masing-masing serta memuat kegagalan dan keberhasilan.
b. Prinsip prioritas. Hal-hal yang dilaporkan adalah hal-hal yang penting dan relevan bagi
pengambilan keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang diperlukan untuk upaya-upaya
tindak lanjutnya.
c. Prinsip manfaat, yaitu manfaat laporan harus lebih besar daripada biaya penyusunannya, dan
laporan harus bermanfaat bagi peningkatan pencapaian kinerja.
Dalam hubungan itu, beberapa ciri laporan yang baik perlu diperhatikan, seperti relevan,
tepat waktu, dapat dipercaya/diandalkan, mudah dimengerti (jelas dan cermat) dalam bentuk yang
menarik (tegas dan konsisten, tidak kontradiktif antarbagian), berdaya banding tinggi (reliable),
berdaya uji (verifiable), lengkap, netral, padat, dan mengikuti standar laporan yang ditetapkan.
Agar LAKIP dapat lebih berguna sebagai umpan balik bagi pihak-pihak yang
berkepentingan, bentuk dan isinya diseragamkan tanpa mengabaikan keunikan setiap instansi
pemerintah. Format LAKIP ini dimaksudkan untuk mengurangi perbedaan isi dan cara penyajian
yang dimuat dalm LAKIP sehingga memudahkan pembandingan ataupun evaluasi akuntabilitas
yang harus dilakukan.
LAKIP menyajikan uraian tentang kinerja instansi pemerintah dalam arti keberhasilan dan
kegagalan pencapaian sasaran serta tujuan instansi pemerintah. Di samping itu, aspek keuangan
yang secara langsung mengaitkan hubungan antara anggaran belanja yang dibelanjakan dengan
hasil atau manfaat yang diperoleh perlu dimasukkan dalam LAKIP. Format Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah minimal terdiri atas hal-hal berikut.
IKHTISAR EKSEKUTIF
Bagian ini menyajikan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana strategis serta
sejauh apa instansi pemerintah mencapai tujuan dan sasaran utama tersebut, serta kendala-
kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya. Bagian ini menyebutkan pula langkah-langkah
yang telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dan langkah antisipatif untuk
menanggulangi kendala yang mungkin akan terjadi pada tahun mendatang.
I. PENDAHULUAN
Bagian ini menjelaskan hal-hal umum tentang instansi dan uraian singkat mandat yang
dibebankan kepada instansi (gambaran umum tupoksi).
II. RENCANA STRATEGIS
Bab ini menyajikan gambaran singkat mengenai rencana strategis dan rencana kinerja. Bagian
awal pada bab ini menyajikan gambaran singkat tenatng sasaran yang ingin diraih instansi pada
tahun yang bersangkutan serta bagaimana kaitannya dengan capaian visidan misi instansi.
III. AKUNTABILITAS KINERJA
Bagian ini menyajikan uraian hasil pengukuran kinerja, evaluasi dan analisis akuntabilitas
kinerja, termasuk didalamnya menguraikan keberhasialn dan kegagalan, hambatan kendala,
permasalahan yang dihadapi, serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil secara
sistematis.
IV. PENUTUP
Penutup mengemukakan tinjauan secara umum tentang keberhasilan dan kegagalan,
permasalahan dan kendala utama yang berkaitan dengan kinerja instansi yang bersangkutan,
serta strategi pemecahan masalah yang akan dilaksanakan di tahun mendatang.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Setiap bentuk penjelasan lebih lanjut, perhitungan-perhitungan gambar, dan aspek pendukung,
seperti SDM, sarana prasarana, metode, serta aspek lain dan data yang relevan hendaknya tidak
diuraikan dalam badan teks laporan, tetapi dimuat dalam lampiran. Keputusan-keputusan atau
peraturan-peraturan dan perundang-undangan tertentu yang merupakan kebijakan yang
ditetapkan dalm rangka pencapian visi, misi, dan tujuan, dan sasaran perlu dilampirkan. Jika
jumlah lampiran cukup banyak, hendaknya dibuat daftar lampiran, daftar gambar, dan daftar
tabel secukupnya.
Penyusunan LAKIP harus dilandasi dengan pengertian dan kesadaran bahwa laporan akan
dapat bermanfaat bagi terwujudnya kepemerintahan yang baik, pemerintahan yang bersih, dan
produktivitas di lingkungan instansi pemerintahan. Mengingat LAKIP merupakan media
pertanggung jawaban dan menjadi bahan evaluasi untuk menilai kinerja instansi pemerintah.
LAKIP harus dibuat secara tertulis dan disampaikan secara periodik. LAKIP tersebut harus
disampaikan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

Contoh Pengukuran Kinerja untuk Daerah (SKPD)


Sistem pengukuran kinerja adalah suatu proses yang obyektif dan sistematis dalam
mengumpulkan, menganalisa dan menggunakan informasi untuk menentukan seberapa efektif dan
efisien pelayanan pemerintah daerah disediakan dan sasaran dicapai.
Cara yang efektif untuk mengukur suatu program pemerintah adalah dengan :
o Pertama, definisikan outcome (hasil) dari program yang ingin dicapai.
o Kedua, ukur kinerja program yang berkaitan dengan pencapaian hasil yang diinginkan.
o Ketiga, laporkan hasil kepada para pengambil keputusan yang bisa mengambil tindakan berdasarkan
informasi yang diberikan.
Alasan perlunya dilakukan pengukuran kinerja adalah bahwa masyarakat secara terus
menerus membutuhkan pemerintahan yang responsif dan cakap. Daerah memiliki pendapatan
yang terbatas, sementara harapan masyarakat terhadap pelayanan yang disediakan sangat tinggi.
Tanpa indikator kinerja, sulit menilai keberhasilan atau kegagalan suatu unit kerja.
Penggunaan sistem pengukuran kinerja memberikan manfaat dalam hal-hal berikut:
Pembuatan Kebijakan dan Pengawasannya – meningkatkan perumusan kebijakan dengan
menyediakan dasar-dasar yang memadai bagi para pengambil keputusan untuk mengajukan
pertanyaan-pertanyaan mengenai kebutuhan dan kinerja pelayanan serta membuat keputusan
realokasi sumber daya jika diperlukan.
Arahan Operasional – Memberikan cara yang lebih sistematis bagi para manajer untuk mendeteksi
kekuatan dan kelemahan operasional serta untuk melakukan analisa program yang berkelanjutan.
Akuntabilitas – Dapat membantu dinas dan seluruh organisasi dalam memperoleh kepercayaan
masyarakat dengan memperlihatkan hasil yang baik dari pendapatan yang diterima.
Perencanaan – Memfasilitasi perencanaan strategis dan operasional dengan cara menyediakan
informasi yang dibutuhkan dalam menetapkan tujuan dan sasaran serta merencanakan program-
program untuk pencapaian tujuan dan sasaran tersebut
Pengelolaan – Memberikan dasar bagi identifikasi awal dari adanya penurunan efisiensi
operasional dan cara untuk memperlihatkan seberapa efisien sumber daya digunakan dalam
penyediaan pelayanan dan pencapaian tujuan.
Penganggaran – Memperbaiki proses anggaran dengan sebisa mungkin membuat keputusan yang
obyektif mengenai alokasi dan redistribusi sumber daya, pengurangan biaya, dan
menginvestasikan kelebihan/surplus dana.
Menyerahkan penyediaan pelayanan kepada pihak luar – Membantu terciptanya iklim yang
kompetitif dalam penyediaan pelayanan oleh pihak luar dengan cara memberikan data biaya dan
kinerja yang didokumentasikan dengan baik serta memonitor kinerja pihak kontrakor berkaitan
dengan kualitas pelayanan
Pengawasan Kerja – berguna dalam mencapai kinerja pegawai yang lebih baik dengan
memberikan dasar yang obyektif bagi penetapan target kinerja dan memberikan masukan dan
insentif.
Indikator kinerja disusun oleh para pegawai/staf dengan:
• Mengumpulkan ide/masukan dari mereka yang terlibat dalam penyusunan indikator
dan/atau ide/masukan tersebut bisa menjadi alat kontrol
• Memberdayakan dan memotivasi pegawai untuk maju dan meraih target
• Usaha dari setiap pegawai dapat membawa perbedaan yang terukur.
Tolok ukur kinerja digunakan dalam penyusunan anggaran kinerja, tolok ukur kinerja adalah
bagian penting dari penganggaran kinerja. Tolok ukur kinerja merupakan:
• Bagian dari rencana strategis dan TUPOKSI setiap dinas; tolok ukur menunjukkan
bagaimana kemajuan dalan pencapaian tujuan dan sasaran dinas akan diukur.
• Digunakan oleh para pengambil keputusan dalam mengalokasikan sumber daya dan
menetapkan jumlah anggaran.
• Dimaksudkan untuk membantu usaha-usaha dinas dalam mencapai tujuan dan
sasaran prioritas.
• Alat monitor untuk membantu pemerintah daerah dan menjadikan pemerintah
daerah bertanggungjawab kepada masyarakatnya.
Jenis Indikator Kinerja

1. Tolok ukur jangka pendek


• Masukan/Input
• Keluaran/Output
• Hasil/Outcome

2. Tolok Ukur jangka Panjang


• Manfaat/Benefit
• Dampak/Impact
Mengidentifikasi (input) jumlah sumber daya yang dibutuhkan untuk menyediakan barang dan
jasa tertentu. Mencakup tenaga, material, peralatan, dan perlengkapan. Mencerminkan faktor
permintaan seperti misalnya karakteristik dari populasi target, pelayanan yang berkaitan dengan
pelayanan lain.
Hal-hal yang diperlukan dalam menentukan input:

 Jumlah dana yang dibutuhkan


 Sumber daya manusia yang dibutuhkan
 Peralatan yang digunakan
 Jumlah Bahan yang digunakan
 Beban kerja atau lainnya
Tolok ukur kinerja output menggambarkan jumlah barang atau jasa dan/ataupelayanan yang akan
disediakan
Contoh dari output sebagai berikut :
Jumlah pelayanan yang direncanakan:
• Jumlah orang yang diimunisasi atau divaksinasi
• Jumlah permohonan yang diproses
• Jumlah pelatihan/peserta pelatihan
Jumlah barang yang dibeli/dihasilkan:
• Jumlah gedung /jembatan yg dibangun
• Jumlah meter panjang jalan yang dibangun/direhabilita
Outcome menggambarkan tingkat pencapaian hasil yang lebih luas dari output. Contoh dari
outcome indikator termasuk diantaranya pengetahuan baru, peningkatan ketrampilan, perubahan
sikap atau nilai, modifikasi perilaku, kondisi yang lebih baik, atau perubahan status. Indikator
outcome dapat digunakan untuk menunjukkan hasil apa yang telah dicapai dalam bentuk output
sehingga bisa memberikan kegunaan yang lebih besar bagi masyarakat. Indikator outcome diukur
dengan melakukan penilaian terhadap outcome/keluaran dari indikator output, apakah output
tersebut berfungsi atau tidak. Outcome memastikan pencapaian suatu sasaran.
Contoh dari outcome:
 Jumlah atau persentase hasil dari kegiatan:
Tingkat Pemahaman peserta terhadap materi pelatihan
Tingkat kepuasan dari konsumen
Jumlah kemenangan tim dlm setiap putaran pertandingan
 Peningkatan tren untuk hal-hal yang positif:
Kenaikan nilai para siswa yang lulus
Peningkatan daya tahan bangunan
Peningkatan daya tampung sekolah dalam menerima siswa
 Penurunan tren untuk hal-hal yang negatif:
Penurunan Tingkat Kemacetan
Penurunan Tingkat Pelanggaran Lalu lintas
Identifikasi manfaat
Indikator kinerja ini menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator hasil/outcome.
Indikator ini seperti hasil/outcome antara yang diharapkan akan mengarah pada akhir yang
diharapkan namun bukan merupakan akhir dari semuanya (seperti misalnya waktu tanggap
pelayanan, yang merupakan pertimbangan bagi konsumen dalam melakukan panggilan namun
tidak menunjukkan secara langsung mengenai tingkat keberhasilan melakukan panggilan) Manfaat
dapat diukur dalam jangka menengah dan panjang. Dengan melihat tujuan akhir yang ingin dicapai
dapat ditentukan indikator manfaat
Contoh identifikasi manfaat
Peningkatan hal yang positif dalam jangka menengah dan panjang panjang
 % Kenaikan Lapangan kerja
 Peningkatan kegiatan ekonomi masyarakat
Penurunan hal yang negatif dlm jangka panjang
 Penurunan Tingkat Penyakit TBC
 Penurunan Tingkat Kriminalitas
 Penurunan Tingkat Kecelakaan lalulintas
Identifikasi dampak dapat dilakukan dengan melihat hasil akhir yang dicari (seperti misalnya
masyarakat mempunyai jalan yang bersih atau penurunan angka kebakaran)
Indikator dampak memberikan manfaat untuk mengungkapkan dasar pemikiran dibalik kenapa
kegiatan tertentu dilaksanakan, dan menggambarkan aspek makro pelaksanaan kegiatan di tingkat
sektoral, regional dan nasional.
Indikator dampak biasanya dapat diukur berupa aspek kesehatan, keamanan, pendidikan, tenaga
kerja, dan pendapatan, atau tinggal di rumah yang layak seperti misalnya:
 Menurunkan angka penyakit tertentu
 Meningkatkan angka hasil ujian murid
 Tingkat kejahatan yang lebih rendah
 Menurunkan jumlah keluarga yang tinggal di rumah dibawah standard.
 Meningkatkan pendapatan riil keluarga.
Contoh dari dampak
Peningkatan tren yang bersifat positif dalam jangka panjang:
 Persentase kenaikan pendapatan perkapita
 Peningkatan cadangan pangan
 Peningkatan PDRB sektor tertentu
Penurunan dalam tren negatif dalam jangka panjang:
 Penurunan tingkat kemiskinan
 Penurunan tingkat kematian
BAB 3
PENUTUP

Sistem pengukuran kinerja sector publik adalah suatu system yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur financial dan non
financial. Sistem pengukuran kinerja merupakan salah satu alat pengendalian organisasi karena
diperkuat dengan adanya mekanisme reward and punishment. Pengukuran kinerja sector publik
dimaksudkan untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah, memperbaiki pengalokasian
sumber daya dan pembuatan keputusan, serta untuk memfasilitasi terwujudanya akuntabilitas
publik.
Inti pengukuran kinerja pemerintah adalah pengukuran value for money. Kinerja pemerintah
harus diukur dari sisi input,outpur dan outcome. Tujuan pengukuran value for money yaitu
mengukur tingkat keekonomisan dalam alokasi sumber daya, efisiensi dalam penggunaan sumber
daya dan hasil yang maksimal, serta efektifitas dalam penggunaan sumber daya.
DAFTAR PUSTAKA

Nordiawan, Deddi dan Ayuningtyas Hertianti. 2011. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: salemba 4.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengukuran_kinerja
http://magussudrajat.blogspot.com/2011/06/pengukuran-kinerja-sektor-publik.html

http://rajapresentasi.com/2010/09/indikator-kinerja-utama-contoh-indikator-kinerja-utama-2/

http://perencanaan.ipdn.ac.id/kajian-perencanaan/kajian-perencanaan/indikatorkinerjautama
http://mohmahsun.blogspot.com/2011/04/konsep-dasar-pengukuran-kinerja.html

Anda mungkin juga menyukai