Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam
suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kerja kelompok
personel. Hampir semua perusahaan sektor publik menggunakan pengukuran kinerja. Karena,
pengukuran kinerja diantaranya bertujuan untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik
(top down dan bottom up) antara atasan dan bawahan agar dapat menciptakan strategi yang
lebih baik untuk berkembangan perusahaan sektor publik dimasa yang akan datang
Sistem manajemen kinerja merupakan suatu pendekatan sistematik untuk memperbaiki
kinerja melalui proses berkelanjutan dan berjangka panjang yang meliputi kegiatan penetapan
sasaran stratejik, pengukuran kinerja, serta analisis dan pelaporan data kinerja untuk digunakan
dalam perbaikan berkelanjutan (Mahmudi, 2005). Oleh karena itu, pengukuran kinerja
digunakan perusahaan untuk mengevaluasi setiap tindakan dan kondisi perusahaan dengan
menggunakan pengukuran finansial dan non finansial untuk membandingkan kinerja
perusahaan terdahulu.
Organisasi sektor publik yang hanya fokus pada pengendalian anggaran dan pemenuhan
standar dengan mengukur anggaran dan realisasi suatu program/kegiatan pada periode tertentu,
belum dapat menunjukkan hasil kinerja organisasi yang sebenarnya. Sedangkan akuntabilitas
kinerja hanya dapat dicapai apabila organisasi sektor publik memiliki manajemen kinerja dan
pengukuran kinerja yang baik. Oleh karena itu diperlukan suatu model manajemen kinerja
yang dapat digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan dan pengawasan kegiatan/program
serta menjadi alat pengendali strategis bagi manajemen yang mampu mengukur keberhasilan
dan kegagalan organisasi.
Balanced Scorecard digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif ke
kinerja keuangan dan non keuangan, serta kinerja jangka pendek dan kinerja jangka panjang.
Menurut Kaplan dan Norton (2000), Balanced Scorecard melengkapi seperangkat ukuran
finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (drivers) kinerja masa depan. Tujuan dan
ukuran scorecard diturunkan dari visi dan misi. Balanced Scorecard memiliki beberapa
keunggulan diantaranya menjadikan sistem manajemen strategik sekarang berbeda secara
signifikan dengan sistem manajemen strategik dalam manajemen tradisional.
Balanced Scorecard (kartu stok berimbang) merupakan sekelompok ukuran yang
berkaitan langsung dengan strategi suatu perusahaan. Balance Scorecard mengarahkan suatu
perusahaan untuk mengaitkan strategi jangka panjangnya dengan sasaran dan tindakan yang
nyata. Balanced Scorecard dapat mengimplementasikan misi dan strategi ke dalam setiap
penaksiran kinerja secara menyeluruh yang akan dapat menghasilkan kerangka kerja untuk
sistem manajemen. Balanced Scorecard System (sistem pengukuran kinerja berimbang)
merupakan sistem pengukuran yang efektif yang menjadi bagian proses manajemen yang dapat
memotivasi peningkatan bidang-bidang penting seperti produk, proses produksi, kepuasan
konsumen serta pengembangan pasar.

1
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah yang dimaksud dengan sistem manajemen kinerja?
1.2.2 Bagaimana kendala dalam pengukuran kinerja?
1.2.3 Bagaimanan pendekatan pengukuran kinerja?
1.2.4 Apakah yang dimaksud konsep balance scorecard?
1.2.5 Bagaimana kelebihan dalam penerapan balance scorecard?
1.2.6 Bagaimana karakteristik balance scorecard?
1.2.7 Bagaimana balance scorecard untuk sektor publik?
1.2.8 Bagaimana penerapan balanced scoredcard untuk organisasi sektor publik di Indonesia
dan beberapa Negara?
1.2.9 Bagaimana dasar hukum yang berlaku pada laporan kinerja?

1.3 Tujuan Pembelajaran


1.3.1 Untuk mengetahui definisi sistem manajemen kinerja.
1.3.2 Untuk mengidentifikasi kendala dalam pengukuran kinerja.
1.3.3 Untuk mengidentifikasi pendekatan pengukuran kinerja.
1.3.4 Untuk mengetahui konsep balance scorecard.
1.3.5 Untuk mengidentifikasi kelebihan dalam penerapan balance scorecard.
1.3.6 Untuk mengidentifikasi karakteristik balance scorecard.
1.3.7 Untuk mengidentifikasi balance scorecard untuk sektor publik.
1.3.8 Untuk mengidentifikasi penerapan balanced scoredcard untuk organisasi sektor publik di
Indonesia dan beberapa Negara.
1.3.9 Untuk mengidentifikasi dasar hukum yang berlaku pada laporan kinerja.

2
BAB II
ISI
2.1 Sistem Manajemen Kinerja
Konsep manajemen menurut James A.F. Stoner (1996) menyatakan bahwa manajemen
adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan berbagai
upaya dari anggota organisasi dan proses penggunaan semua sumber daya organisasi demi
tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Selanjutnya Kathryn M. Bartol dan David
C. Marten menyatakan bahwa manajemen adalah proses untuk mencapai tujuan-tujuan
organisasi dengan melakukan kegiatan-kegiatan dari empat fungsi utama, yaitu merencanakan
(planning), mengorganisasikan (organizing), memimpin (leading) dan mengen-dalikan
(controlling). Dari definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah sebuah
proses untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi yang dilakukan oleh seseorang atau
sekelompok orang dengan menggunakan fungsi-fungsi merencanakan, mengorganisasikan,
memimpin dan mengendalikan (pendekatan fungsi).
Manajemen kinerja menurut Surya Dharma (2005) adalah suatu cara untuk mendapatkan
hasil yang lebih baik bagi organisasi, kelompok dan individu dengan memahami dan
mengelola kinerja sesuai dengan target yang telah direncanakan, standar dan persyaratan
kompetensi yang telah ditentukan. Dengan demikian manajemen kinerja adalah sebuah proses
untuk menetapkan yang harus dicapai, dan pendekatannya untuk mengelola dan
pengembangan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa
sasaran akan dapat dicapai dalam suatu jangka waktu tertentu baik jangka pendek maupun
jangka panjang.
Selanjutnya Amstrong (1994) menyatakan bahwa manajemen kinerja berkenaan dengan
proses kerja, manajemen, pengembangan dan imbalan yang saling berhubungan. Lebih lanjut
dikatakan bahwa manajemen kinerja dapat menjadi suatu kekuatan penggabung yang amat
kuat, memastikan bahwa proses tersebut dihubungkan secara tepat sebagai bagian fundamental
dari pendekatan manajemen sumber daya manusia yang harus dilaksanakan dalam organisasi.

2.2 Kendala dalam Pengukuran Kinerja


Mahmud (2009) membuat beberapa kendala yang dihadapi dalam pengukuran kinerja
organisasi sektor publik, antara lain:
1. Tujuan organisasi bukan memaksimalkan laba. Tujuan organisasi sektor public adalah
peningkatan pelayanan publik dan penyediaan barang public.
2. Sifat output adalah kualitatif, intangible dan indirect. Output yang dihasilkan dari
kegiatan organisasi publik pada umumnya bersifat kualitatif, tidak berwujud dan tidak
langsung dirasakan pada saat itu sehingga kinerja organisasi sulit diukur.
3. Antara input dan output tidak mempunyai hubungan secara langsung. Dalam konsep
akuntansi pertanggungjawaban, organisasi sektor publik merupakan sebuah entitas
yang harus diperlakukan sebagai pusat pertanggungjawaban. Sedangkan disisi lain
karakteristik input (biaya) yang terjadi sebagian besar tidak dapat ditelusuri secara
langsung dengan output. Hal ini menyebabkan sulitnya ditetapkan standar tolok ukur
kinerja.

3
4. Tidak beroperasi berdasarkan market force sehingga memerlukan instrument pengganti
mekanisme pasar. Organisasi sektor publik tidak beroperasi sebagaimana adanya
market competition sehingga tidak semua output yang dihasilkan tersedia di pasar. Oleh
karena itu ada pembanding yang independen maka dalam pengukuran kinerja
diperlukan instrument pengganti mekanisme pasar.
5. Berhubungan dengan kepuasan pelanggan (masyarakat). Organisasi sektor publik
menyediakan jasa pelayanan bagi masyarakat yang sangat heterogen, dengan demikian
mengukur kepuasan masyarakat yang mempunyai kebutuhan dan harapan yang
beraneka ragam adalah pekerjaan yang tidak mudah.

2.3 Pendekatan Pengukuran Kinerja


Kinerja organisasi sektor publik yang bersifat multidimensional memiliki makna bahwa
tidak ada indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan
secara komprehensif untuk semua jenis organisasi sektor publik, dengan begitu indikator
kinerja yang dipilih akan sangat bergantung pada faktor kritikal keberhasilan yang telah
diindentifikasi. Karena adanya sifat multidimensional atas kinerja organisasi sektor publik
tersebut maka pengukuran kinerja instansi pemerintah haruslah dibuat sekomprehensif
mungkin dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang dapat mempengaruhi kinerja.
Menurut Niven (2003) terdapat enam konsep pengukuran kinerja organisasi sektor publik
dan organisasi non profit, yaitu:
1. Financial Accountability Adalah Pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang
hanya berfokus pada seberapa besar anggaran yang telah dikeluarkan.
2. Program products or output Adalah pengukuran kinerja organisasi sektor publik
bergantung pada jumlah produk atau jasa yang dihasilkan dan beberapa jumlah
orang yang dilayani.
3. Adherence to standards quality in service delivery Pengukuran kinerja yang
terkonsentrasi pada pelayanan yang mengarah pada ketentuan badan sertifikasi dan
akreditasi pemerintah. Badan tersebut juga bertujuan untuk menjaga kualitas dan
konsistensi produk/jasa yang mereka berikan.
4. Participant related measures Pengukuran kinerja yang menekankan pentingnya
kepastian pemberian pelayanan hanya kepada mereka yang sangat membutuhkan,
oleh karena itu organisasi sektor publik akan melakukan penilaian klien atau
pelanggan yang akan dilayani berdasarkan status demografinya, sehingga bisa
ditentukan mana pelanggan yang layak mendapatkan pelayanan terlebih dahulu.
5. Key performance indicators Pengukuran kinerja yang berdasarkan pada
pembentukan kriteria-kriteria tertentu yang dapat mewakili semua area yang ingin
dinilai, untuk kemudian disusun indikator-indikator yang mampu mengukur
kriteria tersebut.
6. Client satisfaction pengukuran kinerja organisasi publik didasarkan pada kepuasan
pelanggan atas penyediaan barang atau pelayanan publik. Beberapa faktor utama
yang menentukan kepuasan pelanggan yaitu: ketepatan waktu pelayanan,
kemudahan untuk mendapat layanan dan kepuasan secara keseluruhan.

4
Disamping itu, menurut Mahsun (2009) terdapat empat pendekatan pengukuran kinerja yang
dapat diaplikasikan pada organisasi sektor publik, yaitu:
1. Analisis anggaran. Pengukuran kinerja yang dilakukan dengan cara
membandingkan anggaran pengeluaran dengan realisasinya. Hasil yang diperoleh
berupa selisih lebih (favourable variance) atau selisih kurang (unfavourable
variance). Teknik ini berfokus pada kinerja input yang bersifat finansial dan data
yang digunakan adalah data anggaran dan realisasi anggaran. Analisis anggaran ini
bersifat analisis kinerja yang tradisional karena tidak melihat keberhasilan program,
kinerja instansi pemerintah dikatakan baik jika realisasi pengeluaran anggaran lebih
kecil daripada anggaranya dan sebaliknya jika realisasi pengeluaran anggaran lebih
besar daripada anggarannya maka kinerja instansi pemerintah tersebut dinilai tidak
baik.
2. Analisis rasio laporan keuangan. Berikut dibawah ini beberapa pendapat mengenai
definisi analisis laporan keuangan yang dikutip dari Mahsun (2009), antara lain:
1) Menurut Bernstein (1983), analisis laporan keuangan mencakup penerapan
metode dan analisis atas laporan keuangan dan data lainnya untuk melihat
dari laporan itu ukuran-ukuran dan hubungan tertentu yang sangat berguna
dalam proses pengambilan keputusan. Analisis pengukuran..., Putu
Wirasata, FE UI, 2010. 22 Universitas Indonesia
2) Menurut Foster (1986), analisis laporan keuangan adalah mempelajari
hubungan-hubungan dalam satu set laporan keuangan pada suatu saat
tertentu dan kecenderungan-kecenderungan dari hubungan ini sepanjang
waktu.
3) Menurut Helfert (1982), analisis laporan keuangan merupakan alat yang
digunakan dalam memahami masalah dan peluang yang terdapat dalam
laporan keuangan.
3. Balanced scoredcard Pengukuran kinerja organisasi sektor publik yang berbasis
pada aspek finansial dan non finansial yang diterjemahkan dalam empat perspektif
kinerja, yaitu perspektif finansial, persektif kepuasan pelanggan, perspektif bisnis
internal dan perspektif pertumbuhan/pembelajaran.
4. Audit kinerja (value for money) Adalah pengukuran kinerja yang didasarkan pada
konsep value for money yang merupakan perluasan ruang lingkup dari audit
finansial. Indikator pengukuran kinerjanya terdiri dari ekonomi, efisiensi dan
efektivtas. Pengukuran kinerja ekonomi berkaitan dengan pengukuran seberapa
hemat pengeluaran yang dilakukan dengan cara membandingkan realisasi
pengeluaran dengan anggarannya. Efisiensi berhubungan dengan pengukuran
seberapa besar daya guna anggaran dengan cara membandingkan realisasi
pengeluaran untuk memperoleh pendapatan dengan realisasi pendapatan.
Sedangkan efektifitas berkaitan dengan seberapa tepat dalam pencapaian target
dengan cara membandingkan outcome dengan output.
2.4 Konsep Balanced Scorecard
Pada pertama kali dikenalkannya konsep balance scorecard (BSC) pada tahun 1990 oleh
Robert S. Kaplan dan David P. Norton, BSC hanya digunakan sebagai alat pengukuran kinerja
5
pada untuk organisasi yang berorientasi pada profit walaupun sebenarnya BSC juga dapat
diterapkan pada organisasi sektor publik. Bila BSC pada setiaplevel dikomunikasikan dengan
jelas ke seluruh organisasi, individu dalam organisasi dapat menyesuaikan aktivitas sehari-hari
dengan strategi dan secara otomatis akan membantu organisasi dalam mencapai tujuan
strategisnya. Hal ini relevan tidak hanya bagi organisasi sektor privat tetapi juga bagi
organisasi sektor publik termasuk organisasi pemerintahan.
Menurut Kaplan dan Norton (1996) Balanced Scorecard terdiri dari 2 kata, yaitu:
Scorecard yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang yang
nantinya digunakan untuk membandingkan dengan hasil kinerja yang sesungguhnya.
Balanced adalah menunjukkan bahwa kinerja personel atau karyawan diukur secara seimbang
dan dipandang dari 2 aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka
panjang dan dari segi intern maupun ekstern.
Pada organisasi sektor publik BSC dapat digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi
kinerja organisasi pada perspektif proses internal (misalnya jumlah sampah yang diangkut,
kepuasan pelanggan), keuangan (misalnya tingkat kredit, saldo dana) dan pada perspektif
lainnya. Secara umum terdapat perbedaan-perbedaan perspektif BSC yang diterapkan pada
organisasi bisnis yang berorientasi laba dan pada organisasi sektor publik yang berorientasi
pelayanan pada publik (Bloncher dkk., 2005:50).
Meskipun organisasi publik tidak bertujuan untuk mencari profit, organisasi ini terdiri atas
unit-unit yang saling terkait yang mempunyai misi yang sama, yaitu melayani masyarakat.
Untuk itu, organisasi publik harus dapat menerjemahkan visinya ke dalam strategi, tujuan,
ukuran serta target yang ingin dicapai. Selanjutnya dikomunikasikan kepada unit-unit yang ada
untuk dapat dilaksanakan sehingga semua unit mempunyai tujuan yang sama, yaitu mencapai
misi organisasi. Untuk itu, organisasi publik dapat menggunakan BSC dalam menerjemahkan
misi organisasi ke dalam serangkaian tindakan untuk melayani masyarakat. Dengan adanya
perbedaan-perbedaan antara organisasi bisnis dan publik, maka BSC harus dimodifikasikan
terlebih dahulu agar sesuai dengan kebutuhan organisasi publik (Rohm, 2003).
BSC pada dasarnya merupakan ukuran kinerja yang tidak hanya mendasarkan dari pada
ukuran kinerja tradisional yang berorientasi pada perspektif keuangan tetapi juga pada aspek
nonkeuangan. Kaplan dan Norton (1996:25-29) menjelaskan ada empat perspektif dalam BSC
yaitu:
1. Perspektif Keuangan (Finansial)
Pemahaman perspektif finansial dalam manajemen BSC sangat penting karena
keberlangsungan suatu unit bisnis strategis sangat tergantung pada posisi dan
kekuatan finansial. Berkaitan dengan hal ini, berbagai rasio finansial dapat
diterapkan dalam pengukuran strategis untuk perspektif finansial. Manajemen
bisnis harus memperhatikan agar semua analisis rasio finansial menunjukkan hasil
yang baik. Hal itu penting karena manajemen harus mampu membayar utang, baik
kepada kreditor jangka pendek maupun jangka panjang, termasuk kemampuan
menghasilkan keuntungan untuk pemegang saham.
2. Perspektif Pelanggan (Customer)
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan harus mengidentifikasikan pelanggan dan
segmen pasar di mana mereka akan berkompetisi. Elemen yang paling penting

6
dalam suatu bisnis adalah kebutuhan pelanggan, sehingga kebutuhan pelanggan
harus diidentifikasi secara tepat. Misalnya demografi, aktivitas umum pembeli,
posisi atau tanggung jawab pembeli dan karakteristik pribadi pembeli. Di samping
itu, konsep segmentasi pasar juga penting untuk diketahui karena akan bermanfaat
bagi penilaian pasar dan penetapan strategi memasuki pasar (strategi pemasaran).
Selanjutnya mengidentifikasi kekuatan kompetitif dan dilakukan analisis agar dapat
diketahui dan pasar realistic dapat diidentifikasi.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam perspektif ini, manajer harus mengidentifikasi proses-proses yang paling
kritis untuk mencapai tujuan peningkatan nilai bagi pelanggan (perspektif
pelanggan) dan tujuan peningkatan nilai bagi pemegang saham (perspektif
finansial). Banyak organisasi memfokuskan untuk melakukan peningkatan proses-
proses operasional. Yang bisa digunakan untuk BSC adalah model rantai nilai
proses bisnis internal yang terdiri dari tiga komponen utama, yaitu:
1) Proses inovasi, mengidentifikasi kebutuhan pelanggan masa kini dan masa
mendatang serta mengembangkan solusi baru untuk kebutuhan pelanggan.
2) Proses operasional, mengidentifikasi sumber-sumber pemborosan dalam
proses operasional serta mengembangkan solusi masalah yang terdapat
dalam proses operasional itu untuk meningkatkan efisiensi produksi,
meningkatkan kualitas produk dan proses, memperpendek siklus waktu
sehingga meningkatkan penyerahan produk berkualitas secara tepat waktu
dan lain-lain.
3) Proses pelayanan, berkaitan dengan pelayanan kepada pelanggan, seperti
pelayanan purnajual, menyelesaikan masalah yang timbul pada pelanggan
dalam kesempatan pertama secara cepat, melakukan tindak lanjut proaktif
dan tepat waktu, memberikan sentuhan pribadi (personal touch) dan lain-
lain.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Perspektif keempat dalam BSC adalah mengembangkan tujuan dan ukuran-ukuran
yang mengendalikan pembelajaran dan pertumbuhan organisasi. Tujuan-tujuan
yang ditetapkan dalam perspektif finansial, pelanggan dan proses bisnis internal
mengidentifikasi yang mana organisasi harus unggul untuk mencapai terobosan
kinerja, sementara itu tujuan dalam perspektif ini memberikan infrastruktur yang
memungkinkan tujuan-tujuan ambisius dalam ketiga perspektif itu tercapai.
Tujuan-tujuan dalam perspektif ini merupakan pengendali untuk mencapai
keunggulan outcome ketiga perspektif. Terdapat tiga kategori penting dalam
perspektif ini yaitu (1) kompetensi karyawan, (2) infrastruktur teknologi dan (3)
kultur perusahaan.

7
Gambar 1
Kerangka BSC
Berdasarkan keempat perspektif BSC, Kaplan dan Norton (1996:6) menggambarkan kerangka
BSC seperti gambar 1 di atas ini:
Dari gambar 1, dapat dilihat bahwa agar suatu manajemen strategic dapat berjalan dengan baik
maka visi dan strategi organisasi harus diterjemahkan ke dalam empat perspektif BSC. Dari tiap-
tiap perspektif tersebut harus ditunjukkan tujuan (objectives), ukuran-ukuran (measures), kinerja
yang digunakan, target yang akan dicapai dan inisiatif strategik yang harus dilakukan untuk
mencapai target yang telah ditetapkan sekaligus untuk mencapai misi organisasi. Kemampuan
organisasi untuk dapat menerjemahkan visi dan misi ke dalam tindakan nyata sangat menentukan
keberhasilan implementasi strategi tersebut. Setelah tujuan, ukuran kinerja, target kinerja, dan
insiatif kinerja ditetapkan, langkah berikutnya adalah membuat kaitan antara item-item dalam
kartu skor yang mencakup empat perspektif. Kaitan tersebut menunjukkan adanya hubungan
sebab-akibat antara satu sasaran strategik dengan sasaran strategik lainnya.
2.5 Kelebihan dalam Penerapan Balance Scorecard
Dari berbagai literatur dapat disimpulkan bahwa kelebihan dalam penerapan pada suatu
organisasi sebagai berikut:
1. Mencakup pengukuran kinerja non finansial dan sisi eksternal. Balanced scorecard
mengukur kinerja non finansial melalui perpektif kepuasan pelanggan, bisnis internal
dan pertumbuhan serta pembelajaran. Sedangkan pengukuran kinerja pada sisi
eksternal adalah perspektif kepuasan pelanggan. Dengan demikian, balanced scorecard
dipandang telah secara komprehensif mengukur kinerja suatu organisasi.
2. Pengukuran kinerja yang koheren. Maksudnya pengukuran kinerja dengan
menggunakan balanced scorecard menunjukkan adanya hubungan sebab akibat antara
masing-masing item ukuran kinerja yang diarahkan untuk mencapai visi organisasi.

8
3. Penilaian kinerja yang terukur. Semua sasaran strategis dapat diukur dengan jelas
dengan menggunakan model balanced scorecard baik untuk perspektif yang bersifat
kuantitaif maupun kualitatif.
4. Keseimbangan dalam pengukuran berbagai aspek kinerja. Keseimbangan dalam
perencanaan strategis diwujudkan kedalam kinerja setiap perspektif balanced scorecard
baik untuk perencanaan jangka panjang atau pendek, aspek finansial atau non finansial,
ukuran kinerja masa lalu atau kinerja masa yang akan datang serta sisi eksternal
ataupun untuk internal organisasi.B

2.6 Karakteristik Balance Scorecard


Kaplan dan Norton (2000) menyebutkan bahwa Balanced Scorecard merupakan sebuah sistem
manajemen untuk mengimplementasikan strategi, mengukur kinerja yang tidak hanya dari sisi
finansial semata melainkan juga melibatkan sisi non finansial, serta untuk mengkomunikasikan
visi, strategi, dan kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain pengukuran kinerja tidak
dilakukan semata-mata untuk jangka pendek saja, tetapi juga untuk jangka panjang. Sehingga
suatu organisasi menggunakan fokus pengukuran Balanced Scorecard dalam rangka untuk
menghasilkan berbagai proses manajemen penting, yaitu:
1. Menerjemahkan visi dan misi organisasi
Untuk menentukan ukuran kinerja perusahaan, visi organisasi dijabarkan ke dalam
tujuan dan sasaran. Visi adalah gambaran kondisi yang akan diwujudkan oleh
organisasi di masa mendatang yang biasanya dinyatakan dalam suatu pernyataan atau
beberapa kalimat singkat. Untuk mewujudkan kondisi yang digambarkan dalam visi,
perusahaan perlu merumuskan suatu strategi. Tujuan adalah kondisi perusahaan yang
akan diwujudkan di masa mendatang dan merupakan penjabaran lebih lanjut visi
perusahaan yang mana menjadi salah satu landasan bagi perumusan strategi untuk
merumuskannya. Dalam proses perencanaan strategik, tujuan ini dijabarkan ke dalam
sasaransasaran strategik dengan ukuran-ukuran pencapaiannya.
2. Komunikasi dan Hubungan
Balanced scorecard memperlihatkan kepada setiap karyawan apa yang dilakukan
perusahaan untuk mencapai apa yang menjadi keinginan para pemegang saham dan
konsumen karena oleh tujuan tersebut dibutuhkan kinerja karyawan yang baik. Untuk
itu, balanced scorecard menunjukkan strategi yang menyeluruh yang terdiri dari tiga
kegiatan: 1) Comunicating and Educating, 2) Setting Goals dan 3) Linking Reward to
Performance Measures
3. Rencana Bisnis
Rencana bisnis memungkinkan organisasi mengintegrasikan antara rencana bisnis dan
rencana keuangan mereka. Hampir semua organisasi saat mengimplementasikan
berbagai macam program yang mempunyai keunggulannya masing-masing saling
bersaing antara satu dengan yang lainnya. Keadaan tersebut membuat manajer
mengalami kesulitan untuk mengintegrasikan ide-ide yang muncul dan berbeda di
setiap departemen. Akan tetapi dengan menggunakan balanced scorecard sebagai
dasar untuk mengalokasikan sumber daya dan mengatur mana yang lebih penting untuk

9
diprioritaskan, akan menggerakkan ke arah tujuan jangka panjang perusahaan secara
menyeluruh.
4. Umpan Balik dan Pembelajaran
Proses keempat ini akan memberikan strategic learning kepada perusahaan. Dengan
balanced scorecard sebagai pusat sistem perusahaan, maka perusahaan dapat
melakukan monitoring terhadap apa yang telah dihasilkan perusahaan dalam jangka
pendek, dari tiga pespektif yang ada yaitu: konsumen, proses bisnis internal serta
pembelajaran dan pertumbuhan untuk dijadikan sebagai umpan balik dalam
mengevaluasi strategi.

2.7 Balance Scorecard untuk Sektor Publik


Pada awalnya balanced scorecard didesain untuk organisasi bisnis yang bergerak di sektor
swasta, namun pada perkembangannya balanced scorecard dapat diterapkan pada organisasi
sektor publik dan organisasi non profit lainnya. Perbedaan utama organisasi sektor publik
dengan sektor swasta terutama adalah pada tujuannya (bottom line), dimana sektor publik lebih
berorientasi pada pelayanan publik sedangkan pada sektor swasta berorientasi pada laba.
Berikut tabel 1 dibawah ini perbandingan balanced scorecard pada sektor publik dan swasta:

Perspektif Sektor Swasta Sektor Publik


Keuangan (Financial) Bagaimana kita melihat Bagaimana kita meningkatkan
pemegang saham? pendapatan dan mengurangi
biaya? Bagaimana kita
melihat pembayar pajak?
Pelanggan (Customer) Bagaimana pelanggan melihat Bagaimana masyarakat
kita? sebagai pengguna pelayanan
publik melihat kita?
Proses Bisnis Internal Keunggulan apa yang harus Bagaimana kita membangun
kita miliki? keunggulan?
Pertumbuhan dan Bagaimana kita terus Bagaimana kita terus
Pembelajaran memperbaiki dan melakukan perbaikan dan
menciptakan nilai? menambah nilai bagi
pelanggan dan stakeholder?
Tabel 1
Perbandingan BSC antara organisasi sektor swasta dan sektor publik
Modifikasi balanced scorecard kedalam organisasi sektor publik juga memerlukan
beberapa adaptasi dari model organisasi sektor swasta, hal ini juga dapat dilihat dari strategy
mapping pada organisasi sektor publik. Strategy mapping bertujuan untuk membuat kerangka
kerja bagi strategi organisasi kedalam item-item ukuran kinerja yang merupakan derivasi dari
visi organisasi (Kaplan dan Norton dalam Tunggal, 2009).
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya bahwa organisasi sektor publik
menempatkan perpektif pelanggan sebagai prioritas utama dalam menjalankan organisasi,
artinya strategi organisasi sektor publik akan ditujukan untuk peningkatan pelayanan publik.
Setiap target kinerja pada perspektif keuangan, bisnis internal dan pertumbuhan serta
pembelajaran akan diarahkan pada upaya-upaya peningkatan kepuasan pelanggan. Dengan

10
demikian strategy mapping balanced scorecard pada organisasi sektor publik akan menjadi
sebagai berikut:

Pelanggan

Finansial

Proses Bisnis Internal

Pertumbuhan dan Pembelajaran


Gambar 2
Strategy Mapping BSC pada Organisasi Sektor Publik

Pada gambar diatas menunjukkan ukuran finansial bukan merupakan tujuan utama
organisasi, tetapi ukuran outcome lebih dominan pada organisasi sektor publik dimana
perpektif pelanggan menjadi misi utama organisasi. Hal ini sejalan dengan fungsi instansi
pemerintah yang dituntut untuk dapat merespon berbagai keinginan dan kebutuhan masyarakat
akan penyediaan barang dan pelayanan publik. Strategi yang diterapkan bagi instansi
pemerintah adalah bagaimana agar masyarakat/pelanggan dapat merasakan pelayanan yang
diberikan oleh pemerintah dengan sebaik-baiknya tanpa harus memperhatikan berapa
pendapatan yang akan diterima dari masyarakat jika pemerintah menyediakan barang dan
pelayanan publik tertentu. Cara pandang demikian dikarenakan masyarakat berkewajiban
membayar pajak yang dipungut oleh pemerintah sebagai sumber pembiayaan barang dan jasa
publik, sehingga pemerintah sebagai imbal jasanya diwajibkan pula memberikan pelayanan
yang optimal bagi masyarakat.
Berdasarkan strategy map balanced scorecard untuk organisasi sektor publik diatas, maka
dapat disusun kerangka instrumen penilaian balanced scorecard pada sektor publik sebagai
berikut:
1. Perspektif Kepuasan Pelanggan
Tujuan dari perspektif kepuasan pelanggan antara sektor publik dengan sektor swasta
pada intinya sama yaitu untuk mengetahui bagaimana pelanggan melihat organisasi,
sedangkan perbedannya terletak pada siapa yang menjadi pelanggan. Pada organisasi
sektor publik yang menjadi pelanggan utama adalah masyarakat pembayar pajak dan
masyarakat pengguna layanan publik, sehingga pertanyaan yang muncul diatas
dimodifikasi menjadi bagaimana masyarakat pembayar pajak dan pengguna layanan
publik melihat organisasi. Dengan begitu fokus utama organisasi sektor publik pada
perspektif ini adalah penyediaan barang dan jasa publik yang berkualitas dengan harga
yang terjangkau.

11
Untuk melihat tingkat kepuasan pelanggan, Valarie Zeithaml, A. Parasuraman, dan
Leonard A. Berry (1996) telah mengembangkan sebuah instrumen yang dinamakan
Service Quality (servqual) yang terbukti mampu mengukur tingkat kepuasan pelanggan
atas pelayanan yang mereka terima kedalam 5 dimensi yaitu:
1) Wujud fisik (tangibles), adalah penampilan fisik seperti: tempat pelayanan,
sarana dan prasarana yang dapat dilihat langsung secara fisik oleh pelanggan.
2) Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang
dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.
3) Daya tanggap (responsiveness), adalah kemampuan pegawai untuk membantu
pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4) Jaminan (assurance), adalah pengetahuan dan keramahan pegawai yang dapat
menimbulkan kepercayaan diri pelanggan terhadap perusahaan.
5) Empati (emphaty), adalah ketersediaan pegawai perusahaan untuk peduli,
memberikan perhatian pribadi kepada pelanggan dan kenyamanan dalam
melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan
pelanggan.
2. Perspektif Keuangan
Dalam organisasi sektor publik perspektif keuangan untuk menjawab pertanyaan
bagaimana kita meningkatkan pendapatan dan mengurangi biaya? Dan bagaimana kita
melihat pembayar pajak. Perspektif keuangan menjelaskan apa yang diharapkan oleh
penyedia sumber daya terhadap kinerja keuangan organisasi sektor publik, dalam hal
ini adalah masyarakat pembayar pajak. Dimana masyarakat tersebut mengharapkan
uang yang telah dibayarkan dapat digunakan oleh pemerintah secara ekonomi, efisien
dan efektif (value for money) serta memenuhi prinsip-prinsip transparansi dan
akuntabilitas publik. Indikator kinerja pada perpektif keuangan adalah (a) Ekonomi, (b)
Efisiensi, (c) Efektivitas, (d) Likuiditas, dan (e) Solvabilitas.
3. Perspektif Bisnis Internal
Pada dasarnya perspektif bisnis internal adalah membangun keunggulan organisasi
melalui perbaikan proses internal organisasi yang berkelanjutan, dan perspektif ini
harus mampu menjawab pertanyaan kita harus unggul dibidang apa serta bagaimana
kita membangun keunggulan. Beberapa aspek yang dapat memberikan gambaran
kinerja perspektif ini, yaitu: (a) Sarana dan prasarana, adalah variabel yang
menggambar kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki dalam mendukung kegiatan
internal, (b) Proses, maksudnya adalah untuk mengetahui tingkat kemampuan pegawai
atas suatu rangkaian pekerjaan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan publik
dan (c) Kepuasan berkerja, adalah variabel yang menggambarkan tingkat kepuasan
berkerja pegawai.
4. Perspektif Pertumbuhan dan Pembelajaran
Dalam organisasi sektor publik perspektif pertumbuhan dan pembelajaran difokuskan
untuk menjawab pertanyaan bagaimana organisasi terus melakukan perbaikan dan
menambah nilai bagi pelanggan dan stakeholdersnya. Dengan demikian organisasi
sektor publik harus terus berinovasi, berkreasi dan belajar untuk melakukan perbaikan

12
secara terus- menerus dan menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan. Indikator
kinerja yang dapat menggambarkan perspektif ini adalah:
a. Motivasi (rewards and punishment), variabel ini menggambarkan tingkat kepuasan
pegawai atas kebijakan-kebijakan yang diambil manajemen dalam menjalankan
organisasi.
b. Kesempatan mengembangkan diri, adalah variabel yang menggambarkan tingkat
kepuasan pegawai atas program-program pengembangan diri yang diterapkan oleh
organisasi.
c. Inovasi, merupakan variabel yang menunjukkan adanya kesempatan bagi pegawai
untuk kreatif dan menemukan hal-hal baru dalam upaya peningkatan pelayanan publik.
d. Suasana dalam berkerja, adalah variabel yang menggambarkan tingkat kepuasan
pegawai atas suasana kerja, hubungan antara pegawai dengan pimpinan dan kerjasama
tim dalam menyelesaikan pekerjaan.
Tabel 2
Kerangka Instrumen Penilaian BSC pada Sektor Publik
Perspektif Pertanyaan Instrumen Penilaian
Pelanggan 1. Bagaimana masyarakat a. Wujud fisik (tangibles) b.
pengguna pelayanan Keandalan (reliability) c.
publik melihat kita? Daya tanggap
(responsiveness) d. Jaminan
(assurance) e. Empati
(emphaty)
Keuangan 1. Bagaimana kita a. Ekonomi b. Efisiensi c.
meningkatkan pendapatan Efekivitas d. Likuiditas e.
dan mengurangi biaya? Solvabilitas
2. Bagaimana kita melihat
pembayar pajak?
Proses Bisnis Internal 1. Bagaimana kita a. Sarana dan prasarana b.
membangun keunggulan? Proses c. Kepuasan bekerja
Pertumbuhan dan 1. Bagaimana kita terus a. Motivasi b. Kesempatan
Pembelajaran melakukan perbaikan dan mengembangkan diri c.
menambah nilai bagi Inovasi d. Suasana dalam
pelanggan dan berkerja
stakeholder?

2.8 Penerapan Balanced Scoredcard untuk Organisasi Sektor Publik di Indonesia dan Beberapa
Negara
Dibawah ini terdapat beberapa contoh penerapan balanced scorecard untuk organisasi
sektor publik di beberapa negara yang diambil dari berbagai sumber, sebagai berikut:
1. Metode balanced scorecard di Indonesia mulai diterapkan di lingkungan Kementerian
Keuangan sejak tahun 2010 melalui Keputusan Menteri Keuangan No
30/KMK.01/2010 Tentang Reformasi Birokrasi Departemen Keuangan. Pada awalnya

13
penerapan balanced scorecard di Kemenkeu dari tahun 2010-2009 pada awalnya hanya
diimplementasikan pada tingkat eselon II dan dianggap cukup berhasil, namun begitu
untuk lebih memaksimalkan kinerja Kemenkeu maka pada tahun 2010 diterbitkanlah
Keputusan Menteri Keuangan No 12/KMK.01/2010 tentang Pengelolaan Kinerja di
Lingkungan Departemen Keuangan. Dimana pelaksanaan balanced scorecard di
Kemenkeu akan diturunkan keseluruh unit organisasi yang ada dibawahnya yaitu ke
eselon I, II, III, IV dan sampai ke tingkat pelaksana teknis organisasi. Diharapkan
penerapan balanced scorecard sampai pada level kebawah ini dapat lebih
meningkatkan profesionalisme dan kinerja Kemenkeu dalam mengelola keuangan
negara.
2. Departement of Energy Federal Procurement System merupakan salah satu organisasi
sektor publik pertama di Amerika yang mengadopsi metode balanced scorecard
sebagai sistem pengengendalian manajemen strategiknya. Hasilnya pada tahun 2002
sebanyak lebih dari 85% pelanggan menyatakan puas atas pelayanan yang diberikan
pemerintah serta sebanyak lebih dari 90% pelanggan menyatakan kepuasan nya atas
kualitas barang yang disediakan oleh pemerintah.
3. Defence Financial Accounting Services (DFAS) merupakan organisasi keuangan
terbesar milik pemerintah Amerika yang memberikan layanan bantuan/investasi
keuangan bagi para tentara dan pegawai sipil militer. Konsep balanced scorecard pada
DFAS diterapkan berdasarkan rencana strategis organisasi yaitu merestrukturisasi
perusahaan dan memberikan pelayanan yang terbaik (best value) untuk meningkatkan
kepuasan pelanggan. Hasilnya pada tahun 2002 investasi pelanggan pada DFAS
meningkat menjadi $ 140 juta dari tahun sebelumnya.

2.9 Dasar Hukum


Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah Pasal 2 disebutkan bahwa, “Dalam rangka pertanggungjawaban
pelaksanaan APBN/APBD, setiap Entitas Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan Laporan
Keuangan; dan Laporan Kinerja.
Dalam Bab V dibahas secara khusus mengenai Laporan Kinerja dikatakan bahwa:
Pasal 17
(1) Laporan Kinerja berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil
yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen
pelaksanaan APBN/APBD.
(2) Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kerja dan
anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait

Pasal 18
(1) Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja dan
menyampaikannya kepada Menteri Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
(2) Laporan Kinerja disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.

14
Pasal 19
(1) Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan
Kinerja dan menyampaikannya kepada gubernur/bupati/walikota, dan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara.
(2) Laporan Kinerja disampaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran
berakhir.

Pasal 20
(1) Laporan Kinerja dihasilkan dari suatu sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang
diselenggarakan oleh masing-masing Entitas Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi.
(2) Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dikembangkan secara terintegrasi dengan
sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi
Pemerintahan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
(4) Peraturan Presiden diusulkan oleh Menteri Keuangan setelah berkoordinasi dengan
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara, dan Menteri Dalam Negeri.
(5) Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah setidak-tidaknya mencakup
perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-
masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.
(6) Hubungan Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan digambarkan pada diagram.

15
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem manajemen strategis adalah proses merumuskan dan mengimplementasikan strategi
untuk mewujudkan visi secara terus menerus secara terstruktur. Strategi adalah pola tindakan
terpilih untuk mencapai tujuan tertentu.
Balanced Scorecard adalah sebuah cara pandang baru bagaimana suatu organisasi akan
dapat lebih baik lagi dikelola. Balanced scorecard merupakan bagian dari sistem manajemen
strategis, yang perlu dirumuskan oleh setiap organisasi, agar dapat mencapai visi dan misinya
secara efektif. Balanced scorecard memberikan prosedur bagaimana tujuan organisasi dirinci
ke dalam sasaran-sasaran dalam berbagai perspektif secara lengkap, dengan ukuran-ukuran
yang jelas. Balanced scorecard merupakan mekanisme untuk membuat organisasi, termasuk
organisasi pemerintah, berfokus pada strategi, karena penerapan balanced
scorecard memungkinkan semua unit dalam organisasi memberikan kontribusi secara terukur
pada pelaksanan strategi organisasi. Balanced scorecard dikembangkan oleh setiap organisasi
pemerintah untuk mempertajam perannya dalam menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan,
sehingga membedakannya dengan organisasi pemerintah lain. Tugas pengawasan oleh DPR
terhadap pemerintah akan dipermudah jika instansi pemerintah memiliki strategi berbasis
balanced scorecard. Perumusan balanced scorecard bukan suatu pekerjaan sekali jadi,
melainkan tugas yang terus menerus, dengan setiap saat ada proses penyempurnaan dan yang
terpenting adalah ia dimanfaatkan untuk mencapai visi dan misi organisasi.
3.2 Saran
Dari pembahasan yang telah diuraikan pada makalah ini, penulis menyarankan kepada
mahasiswa dan pembaca umumnya untuk dapat memahami implementasi Balance Scorecard
(BSC) ini dalam sebuh organisasi, terutama organisasi sektor publik. Karena bagaimanapun
juga setiap metode pengukuran kinerja dengan BSC memiliki keunggulan dan kelemahan.
Pembaca disarankan untuk mampu menganalisis setiap topik bahasan dalam materi ini agar
memperoleh pemahaman yang jelas dan baik.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kaplan R.S. & Norton, D.P.; The Balanced Scorecard, Translating Strategy into Action.
1996. Harvard Business School Press.
Kaplan R.S. & Norton, D.P.; The Strategy Focused Organizations. 2001. Harvard Business
School Press.
Kaplan R.S. & Norton, D.P.; The Strategy Maps: Converting Intangible Assets Into Tangible
Outcomes. 2001. Harvard Business School Press.
Kaplan R.S. & Norton, D.P.; Alignment. 2006. Harvard Business School Press.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja
Instansi Pemerintah
Wirasata, Putu. 2010. Analisis Pengukuran Kinerja RSUD Tg. Uban di Provinsi Kepulauan
Riau secara Komprehensif dengan Menggunakan Konsep Balanced Scorecard. Tesis Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

17

Anda mungkin juga menyukai