Anda di halaman 1dari 26

ANALISIS PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

Dosen Pengampu : Dr. Dra. Gayatri., M.Si., Ak., CA., ACPA

Mata Kuliah : Akuntansi Sektor Publik

Kelas A5

Oleh:

Kelompok 7

1. I Putu Ananda Khrisna Tanaya (2107531086/28)


2. Alinda Chandra Theana (2107531218/29)
3. Emilia Tantra (2107531232/30)
4. Ni Putu Lilis Febriyanti (2107531244/31)
5. I Gusti Ayu Ira Puspitadewi (2107531246/32)

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2022
PEMBAHASAN

1. Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik


a. Pengertian Pengukuran Kinerja
Kinerja merupakan gambaran dari pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan untuk mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan
visi organisasi. Menurut Mardiasmo (2002), sistem pengukuran kinerja
sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk membantu manajer
sektor publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial
dan nonfinansial. Sistem pengukuran kinerja ini dapat dijadikan sebagai alat
pengendalian organisasi.
Maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada
tujuan dan sasaran program unit kerja yang pada akhirnya akan
meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam
memberikan layanan kepada masyarakat.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber
daya dan pembuatan keputusan.
3. Untuk mewujudkan tanggung jawab publik dan memperbaiki
komunikasi kelembagaan.
Selain itu, pihak legislatif menggunakan ukuran kinerja ini untuk
menentukan kelayakan biaya pelayanan (cost of service) yang dibebankan
kepada masyarakat pengguna jasa publik karena mereka tidak mau selalu
ditarik pungutan tanpa adanya peningkatan kualitas dan kuantitas dari
pelayanan yang diterima tersebut.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada
indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara
komprehensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang
dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat intangible output, maka
ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kerja non-finansial.
b. Tujuan Sistem Pengukuran Kinerja
Tujuan sistem pengukuran kinerja antara lain:
1. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down and
bottom up).
2. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang
sehingga dapat ditelusur berkembangan pencapaian strateginya.
3. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level
menengah dan bawah serta motivasi untuk mencapai good congruence.
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
c. Manfaat Pengukuran Kinerja
Berikut ini adalah manfaat dari pengukuran kinerja:
1. Memberikan pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk
menilai kinerja manajemen
2. Memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang ditetapkan.
3. Untuk memonitor dan mengawasi pencapaian kinerja dan
membandingkannya dengan target kinerja serta melakukan tindakan
kolektif untuk memperbaiki kinerja.
4. Sebagai dasar untuk memberikan penghargaan dan hukuman (reward
and punishment).
5. Sebagai alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka
memperbaiki kinerja organisasi.
6. Membantu mengidentifikasikan apakah kepuasan pelanggan sudah
terpenuhi.
7. Membantu memahami kegiatan instansi pemerintah.
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
d. Prinsip-prinsip Pemilihan Ukuran Kinerja
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
memilih ukuran-ukuran kinerja instansi yang sesuai dengan skema
indikator:
Evaluasi kembali ukuran Informasi kinerja tetap dibutuhkan oleh manajemen.
yang ada Apabila skema indikator kinerja sudah tidak
berfungsi, maka manajemen akan mengembangkan
skema baru.
Mengukur kegiatan yang Kinerja selalu berorientasi hasil. Ukuran hasil sering
penting, tidak hanya diformulasikan dalam rasio keuangan. Pencapaian
hasil hasil akan menunjukkan adanya permasalahan. Hasil
tersebut tidak akan menunjukkan diagnosis hasil.
Pengukuran harus Pembagian proses pengukuran menciptakan
mendorong tim kerja lingkungan tim kerja yang aktivitasnya diarahkan
yang akan mencapai pada pencapaian tujuan organisasi.
tujuan
Pengukuran harus Agar efektif, sistem pengukuran harus diciptakan
merupakan perangkat sebagai perangkat terintegrasi yang diperoleh dari
yang terintegrasi, strategi perusahaan. Sebagian besar perusahaan
seimbang dalam berusaha meminimalkan biaya, meningkatkan
penerapannya kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan produksi
dan menciptakan pengembalian investasi yang wajar.
Pengukuran harus Ukuran internal yang umum dipakai dalam sebuah
memiliki fokus eksternal organisasi perbandingan kinerja dari tahun ke tahun.
jika memungkinkan Suatu perbandingan tertentu dapat dilakukan ke
tingkatan mikro: divisi, departemen, kelompok,
bahkan individu.

e. Skala Pengukuran
Skala pengukuran dapat dibedakan menjadi empat, yaitu:
a) Skala Nominal
Skala nominal merupakan skala pengukuran yang paling rendah
tingkatannya karena denga skala ini obyek pengukuran hanya dapat
dikelompokkan berdasarkan ciri-ciri yang sama, yang berbeda dengan
kelompok lain. Kelompok-kelompok atau golongan tidak dibedakan
berdasarkan tingkatan, karena kelompok yang satu tidak dapat dikatakan
lebih rendah atau lebih tinggi tingkatannya dari pada kelompok yang lain,
tetapi hanya sekedar berbeda.
b) Skala Ordinal
Skala ini lebih tinggi tingkatannya atau lebih baik dari pada skala
nominal karena selain memiliki ciri-ciri yang sama dengan skala nominal,
yaitu dapat mengolongkan obyek dalam golongan yang berbeda, skala
ordinal juga mempunyai kelebihan dari skala nominal, yaitu bahwa
golongan-golongan atau klasifikasi dalam skala ordinal ini dapat dibedakan
tingkatannya. Ini berarti bahwa suatu golongan dapat dikatakan lebih tinggi
atau lebih rendah dari pada golongan yang lain.
c) Skala Interval
Skala interval memiliki kelebihan yaitu mempunyai unit
pengukuran yang sama, sehingga jarak antara satu titik dengan titik yang
lain, atau antara satu golongan dengan golongan yang lain dapat diketahui.
d) Skala rasio
Skala rasio merupakan skala yang paling tinggi tingkatannya karena
skala ini mempunyai ciri-ciri yang dimiliki oleh semua skala di bawahnya.
Skala rasio memiliki titik nol yang sebenarnya yang berarti bahwa apabila
suatu obyek diukur dengan skala rasio dan berada pada titik nol, maka gejala
atau sifat yang diukur benar-benar tidak ada.
f. Siklus Pengukuran Kinerja
Pengukuran kinerja dilakukan dengan melalui lima tahapan berikut ini:
1. Perencanaan strategi: siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses
penskemaan strategi, yang berkenaan dengan penetapan visi, misi,
tujuan dan sasaran, kebijakan, program operasional san
kegiatan/aktivitas.
2. Penciptaan indikator kinerja: penciptaan indikator kinerja dilakukan
setelah perumusan strategi. Indikator yang mudah adalah untuk
aktivitas yang dapat dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang
diproses.
3. Mengembangkan sistem pengukuran kinerja: tahap ini terdiri dari tiga
langkah, yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang diperlukan
dalam siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data
yang tersedia dan data yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data
pengukuran yang dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara
yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4. Penyempurnaan ukuran: pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali
atas indikator hasil (outcomes) dan indikator dampak (impacts) menjadi
lebih penting dibandingkan dengan pemikiran kembali atas indikator
masukan (inputs) dan keluaran (outputs).
5. Pengintegrasian dengan proses manajemen: bagaimana menggunakan
ukuran kinerja tersedian secara efektif merupakan tantangan
selanjutnya. Penggunaan data organisasi dapat dijadikan alat untuk
memotivasi tindakan dalam organisasi.

2. Informasi yang Digunakan untuk Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Sistem Pengukuran Kinerja Sektor Publik adalah suatu sistem yang


bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu
strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran
kinerja dapat dijadikan alat pengendalian organisasi, karena pengukuran
kinerja diperkuat dengan menetapkan reward and punishment systems.
Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga
maksud:
1. Pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk membantu
memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan
untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran
program unit kerja. Hal ini pada ahkirnya akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam pemberian
Pelayanan publik.
2. Ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian
sumber daya dan pembuatan keputusan.
3. Ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan
pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, Sehingga tidak ada
indikator tunggal yang dapat digunakan untuk menunjukan kinerja secara
komperhensif. Berbeda dengan sektor swasta, karena sifat output yang
dihasilkan sektor publik lebih banyak bersifat ingtangible output, maka
ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kinerja sektor publik.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan ukuran kinerja non-finansial.
3. Peranan Indikator dalam Pengukuran Kinerja Sektor Publik

Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksana strategi


yang telah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-
faktor keberhasilan utama organisasi (critical success factors) dan indikator
kinerja kunci (key performance indicator). Faktor keberhasilan utama
adalah suatu area yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja
organisasi. Area ini merefleksikan prefensi manajerial dengan
memperhatikan variabel-variabel kunci finansial dan nonfinansial pada
kondisi waktu tertentu. Indikator kinerja kunci merupakan sekumpulan
indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang
bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan
kinerja unit bisnis. Indikator ini digunakan oleh manajer untuk mendeteksi
dan memonitor capaian kinerja.

Komponen yang digunakan dalam penentuan indikator kinerja :

a) Biaya pelanggan (cost of service)


Indikator biaya diukur dalam bentuk biaya unit (unit cost),
misalnya biaya per unit pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki,
jumlah ton sampah yang terangkat, biaya per siswa, dan
sebagainya). Beberapa pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan
biaya unitnya karena output yang dihasilkan tidak dapat
dikuantifikasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang
diberikan. Untuk kondisi tersebut maka dibuat indikator kinerja
produksi, misalnya belanja per kapita.
b) Penggunaan (utilization)
Indikator ini membandingkan antara jumlah pelayanan yang
ditawarkan (supply of service) dengan permintaan publik (public
demand). Indikator ini harus mempertimbangkan prefensi publik
sedangkan pengukurannya berupa volume absolut atau presentase
tertentu, misalnya presentase penggunaan kapasitas. Contoh lain
yaitu rata-rata jumlah penumpang per bus yang dioperasikan.
Indikator kinerja ini digunakan untuk mengetahui frekuensi operasi
atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada tiap-tiap jalur.
c) Kualitas dan standar pelayanan (quality and standards)
Indikator ini merupakan indikator yang paling sulit diukur
karena menyangkut pertimbangan yang sifatnya subjektif.
Contohnya yaitu perubahan jumlah komplain masyarakat atas
pelayanan tertentu.
d) Cakupan pelayanan (coverage)
Indikator ini perlu dipertimbangkan jika terdapat kebijakan
atau peraturan perundangan yang mensyaratkan untuk memberikan
pelayanan dengan tingkat pelayanan minimal yang telah ditetapkan.
e) Kepuasan (satisfaction)
Indikator kepuasan diukur melalui metode jajak pendapat
secara langsung. Bagi pemerintah daerah, metode penjaringan
aspirasi masyarakat (need assessment) dapat juga digunakan untuk
menetapkan indikator kepuasan. Namun, dapat juga digunakan
indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator
kinerja tersebut memerlukan kerja sama antar unit kerja.

Adapun contoh pengembangan indikator kinerja sebagai berikut :


Dinas/ Unit Indikator Kinerja
Kerja
Rumah Sakit 1. Biaya total rata-rata rawat jalan per pasien yang masuk
2. Biaya rata-rata pelayanan medis dan paramedis per
pasien yang masuk
3. Biaya rata-rata pelayanan umum (nonklinis) per pasien
yang masuk
4. Penggunaan fasilitas
5. Rata-rata masa tinggal pasien di rumah sakit, dan
sebagainya

Klinik Jumlah pelanggan yang dilayani per hari/ jumlah total penduduk
Kesehatan yang untuk wilayah tertentu
Pekerjaan 1. Panjang jalan yang dibangun atau diperbaiki/ total
Umum panjang jalan
2. Kondisi jalan
3. Keamanan jalan

Kepolisian 1. Tingkat presentase jumlah kriminalitas yang tertangani/


jumlah kriminalitas yang terdeteksi
2. Tingkat presentase jumlah kecelakaan atau pelanggaran
lalu lintas
3. Tingkat presentase jumlah pengaduan masyarakat
tertangani/ jumlah total pengaduan masyarakat yang
masuk

DPR/ DPRD 1. Tingkat presentase jumlah pengaduan dan tuntutan


masyarakat yang tertangani/ jumlah total aspirasi yang
masuk
2. Jumlah rapat yang dilakukan per bulan/ tahun
3. Jumlah peraturan yang dihasilkan per bulan/ tahun
4. Tingkat presentase jumlah peserta rapat per total anggota
Dipenda Tingkat presentase jumlah pendapatan yang terkumpul/ potensi

4. Mengukur Kinerja dengan Metode Value for Money


a. Pengukuran Value for Money

Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik


dewasa ini adalah:ekonomi, efisiensi, efektivitas transaparansi, dan
akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat mencakup
pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money, yaitu:
ekonomi (hemat cermat) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien
(berdaya guna) dalam penggunaan sumber daya dalam arti penggunaannya
diminimalkan dan hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and
minizing cost), serta efektif (berhasil guna) dalam arti mencapai tujuan dan
sasaran. Agar dalam menilai kinerja dapat dilakukan secara obyektif maka
diperlukan indikator: kinerja. Indikator kinerja yang ideal harus terkait pada
efisiensi biaya dan indikator:kinerja. Indikator kinerja yang ideal harus
terkait pada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan. Sementara itu, kualitas
terkait dengan kesesuaian dengan maksud dan masyarakat dalam konteks
tersebut dapat dikaitkan dengan semakin rendahnya complaint dari
masyarakat.
b. Pengembangan Indikator Value for Money
Peranan indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi
sebagai pertimbangan untuk pembuatan keputusan. Hal ini tidak berarti
bahwa suatu indikator akan memberikan ukuran pencapaian program yang
definitif. Indikator value for money dibagi menjadi dua yaitu: (1) indikator
alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi) dan (2) indikator pelayanan
(efektivitas). Indikator kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal
maupun eksternal. Pihak internal dapat menggunakannya dalam rangka
meningkatkan kuantitas dna kualitas pelayanan serta efisiensi biaya.
Dengan kata lain, indikator kinerja berperan untuk menunjukkan, memberi
indikasi atau memfokuskan perhatian pada bidang yang relevan dilakukan
tindakan perbaikan.
Pihak eksternal dapat menggunakan indikator kinerja sebagai
kontrol dan sekaligus sebagai informasi dalam rangka mengukur tingkat
akuntabilitas publik. Indikator kinerja akan membantu para manajer publik
untuk memonitor pencapaian program dan mengidentifikasi masalah yang
penting. Selain itu, indikator kinerja juga akan membantu pemerintah dalam
proses pengambilan keputusan anggaran dan dalam mengawasi kinerja
anggaran. Indikator kinerja memudahkan bagi DPR/DPRD dalam mengkaji
dan mengawasi alokasi dan penggunaan anggaran, khususnya melalui
proses pembahasan pada sidang-sidang dewan.

Tiga Pokok Bahasan dalam Indikator Value for Money


Sebagaimana telah disebutkan di muka bahwa value for money
merupakan inti pengukuran kinerja pada unit-unit kerja pemerintah.
Pengembangan indikator kinerja sebaiknya memusatkan perhatian pada
pertanyaan mengenai ekonomi, efisiensi, dan efektivitas program dan
kegiatan. Berikut ini akan disajikan mengenai konsep value for money atau
yang dikenal dengan 3E. Ekonomi adalah hubungan antara pasar dan
masukan (cost of input). Dengan kata lain, ekonomi adalah praktik
pembelian barang dan jasa input dengan tingkat kualitas tertentu pada harga
terbaik yang dimungkinkan (spending less). Pengertian ekonomi
(hemat/tepat guna) sering disebut kehematan yang mencakup juga
pengelolaan secara hati-hati atau cermat (prudency) dan tidak ada
pemborosan. Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis bila dapat
menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu. Dengan demikian,
pada hakekatnya ada pengertian yang serupa antara efisiensi dengan
ekonomi, karena kedua-duanya menghendaki penghapusan atau penuruan
biaya (cost reduction). Terjadinya peningkatakan biaya mestinya terkait
dengan peningkatan manfaat yang lebih besar.
Pengertian efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas.
Pengukuran efisiensi dilakukan dengan menggunakan perbandingan antara
output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan (cost of output).
Proses kegiatan operasional dapat dikatakan efisien apabila suatu produk
atau hasil kerja tertentu dapat dicapai dengan penggunaan sumber daya dan
dana yang serendah-rendahnya (spending well). Indikator efisiensi
menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suatu unit
organisasi (misalnya: staf, upah, biaya administratif) dan keluaran yang
dihasilkan. Indikator tersebut memberikan informasi tentang konversi
masukan menjadi keluaran (yaitu: efisiensi dari proses internal). Pengertian
efektivitas pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau
target kebijakan (hasil guna). Efektivitas merupakan hubungan antara
keluaran dengan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan
operasional dikatakan efektif apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan
sasaran akhir kebijkan (spending wisely). Indikator efektivitas
menggambarkan jangkauan akibat dan dampak (outcome) dari keluaran
(output) program dalam mencapai tujuan program. Semakin besar
kontribusi output yang dihasilkan terhadap pencapaian tujuan atau sasaran
yang ditentukan maka semakin efektif proses kerja satu unit organisasi. Dari
uraian di atas, jelaskan bahwa ketiga pokok bahasan dalam value for money
sangat terkait satu dengan lainnya. Ekonomi membahas mengenai masukan
(input), efisiensi membahas masukan (input) dan keluaran (output), dan
efektivitas membahas mengenai keluaran (outoput) dan dampak (outcome).
Hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Indikator Efektivitas Biaya (Cost-Effectiveness)


Indikator efisiensi dan efektivitas harus digunakan secara bersama-
sama. Karena di satu pihak, mungkin pelaksanaannya sudah dilakukan
secara ekonomis dan efisien akan tetapi output yang dihasilkan tidak sesuai
dengan target yang diharapkan. Sedangkan dipihak lain, sebuah program
dapat dikatakan efektif dalam mencapai tujuan tetapi mungkin dicapai
dengan cara yang tidak ekonomis dan efisien. Jika suatu program efektif dan
efisien maka program tersebut dapat dikatakan cost-effectiveness. Indikator
efektivitas biaya merupakan kombinasi informasi efisiensi dan efektivitas
serta memberikan ukuran kinerja bottom line yang dalam sektor publik
analog dengan pelayanan masyarakat.
c. Langkah-Langkah Pengukuran Value for Money
Pengukuran Ekonomi
Pengukuran efektivitas hanya memperlihatkan keluaran yang didapat,
sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang
dipergunakan. Ekonomi merupakan ukuran relatif. Pertanyaan sehubungan
dengan pengukuran ekonomi adalah;
1. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dianggarakan oleh
organisasi?
2. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang
sejenis yang dapat diperbandingkan?
3. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara
optimal?

Pengukuran Efisiensi
Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasan value for money.
Efisiensi diukur dengan rasio antara output dengan input. Semakin besar
output dibanding input maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu
organisasi.
Efiensi = OutputInput
Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolut tetapi dalam bentuk
relatif. Unit A adalah lebih efisien dibanding unit B, unit A lebih efisien
tahun ini dibanding tahun lalu dan seterusnya. Karena efisiensi diukur
dengan membandingkan keluaran dan masukan maka perbaikan efisiensi
dapat dilakukan dengan cara:
1. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama.
2. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
peningkatan input.
3. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
4. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
penurunan output.
Penyebut atau input sekunder sering kali diukur dalam bentuk satuan mata
uang. Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah uang ataupun
satuan fisik. (Catatan: efisiensi seringkali juga dinyatakan dalam bentuk
input/output dengan interpretasi yang sama dengan bentuk bentuk
input/output). Dalam pengukuran kinerja value for money, efisiensi dapat
dibagi menjadi dua: (a) efisiensi alokasi (efisiensi 1) dan (b) efisiensi teknis
atau manajerial (efisiensi 2). Efisiensi alokasi terkait dengan kemampuan
untuk mendayagunakan sumber daya input pada tingkat kapasitas optimal.
Efisiensi teknis (manajerial) terkait dengan kemampuan mendayagunakan
sumber daya input pada tingkat output tertentu.
Pengukuran Efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai
tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka
organisasi tersebut dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting
yang perlu dicatat adalah bahwa efektivitas tidak menyatakan tentang
berapa besar biaya yang telah dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Biaya boleh jadi melebihi apa yang telah dianggarkan, boleh jadi dua kali
lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar daripada yang telah
dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program atau kegiatan
telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pengukuran Outcome
Outcome adalah dampak suatu program atau kegiatan terhadap masyarakat.
Outcome lebih tinggi nilainya daripada output, karena output hanya
mengukur hasil tanpa mengukur dampaknya terhadap masyarakat,
sedangkan outcome mengukur kualitas output dan dampak yang dihasilkan
(Smith, 1996). Pengukuran outcome memiliki dua peran yaitu pektif dan
prospektif. Peran retrospektif terkait dengan penilaian kinerja masa lalu
sedangkan peran prospektif terkait dengan perencanaan kinerja di masa
yang akan datang. Adapun elemen-elemen kinerja VFM sebagai berikut:

Sebagai peran prospektif, pengukuran outcome digunakan untuk


mengarahkan keputusan alokasi sumber daya publik. Analisis retrospektif
memberikan bukti terhadap praktik yang baik (good management). Bukti
tersebut dapat menjadi dasar untuk menetapkan target di masa yang akan
datang dan mendorong untuk menggunakan praktik yang terbaik atau dapat
juga bukti tersebut digunakan untuk membantu pembuatan keputusan dalam
menentukan program mana yang perlu dilaksanakan dan metode terbaik
mana yang perlu digunakan untuk melaksanakan program tersebut.
Estimasi Indikator Kinerja
Suatu unit organisasi perlu melakukan estimasi untuk menentukan target
kinerja yang juga dicapai pada periode mendatang. Penentuan target
didasarkan pada perkembangan cakupan pelayanan atau indkator kinerja.
Estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan (1) kinerja tahun lalu, (2)
exper judgment, (3) trend, dan (4) regresi.
1. Kinerja Tahun Lalu
Kinerja unit tahun lalu dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengestimasi indikator kinerja. Hal tersebut merupakan benckmark
(perbandingan) bagi unit tersebut untuk melihat seberapa besar kinerja
yang telah dilakukan. Alasan lainnya adalah karena terdapat time log
antara aktivitas yang telah dilakukan dengan dampak (outcome) yang
timbul dari aktivitas tersebut. Hal ini terjadi karena dampak dari
aktivitas yang dilakukan dalam hal ini baru dapat dirasakan beberapa
tahun kemudian.
2. Exper Judgment
Exper judgment digunakan karena kinerja tahun lalu akan sangat
berpengaruh terhadap kinerja selanjutnya. Teknik ini digunakan
pengeathuan dan pengalama dalam mengestimasi indikator kinerja.
Selain penggunannya yang sederhana, dari segi biaya tidak terlalu
mahal. Namun demikian, kelemahannya adalah bahwa teknik ini sangat
tergantung pada pandangan subjektif para pengambil keputusan. Di
samping itu, dampak adanya pencapaian tujuan kinerja tidak secara
otomatis dapat dikatakan bahwa unit tersebut mengalami peningkatakan
kinerja. Kadang keberhasilan suatu unit kerja akan mempengaruhi
kinerja unit lain.
3. Trend
Trend digunakan dalam mengestimasi indikator kinerja adanya
pengaruh waktu dalam pencapaian kinerja unit kerja.
Y = a + bt
Keterangan :
Y = indikator kinerja
a = indikator kinerja autonomus
t = time log
4. Regresi
Regresi menggunakan rumus:
Y =a+bX +bX +e
1 1 2 2

Y a+bX +bX +e
1 1 2 2
Dengan menggunakan rumus regresi sederhana dapat dilakukan
estimasi kinerja unit kerja. Hal ini dilakukan untuk menentukan
seberapa besar pengaruh variabel-variabel independen mampu
mempengaruhi variabel dependen (kinerja unit).
Pertimbangan dalam Membuat Indikator Kinerja
Langkah pertama dalam membuat indikator kinerja ekonomi,
efisiensi, dan efektivitas adalah memahami operasi dengan mengganalisis
kegiatan dan program yang akan dilaksanakan. Secara garis besar terdapat
dua jenis tindakan kebijakan yaitu indput dan proses yang mempunyai
tujuan untuk mengatur alokasi sumber daya input untuk dikonversi menjadi
output melalui satu atau beberapa proses konversi atau operasi. Hasil
kebijakan ada tiga jenis yaitu keluaran (output), akibat (tujuan fungsional)
dan dampak (outcome) dan distribusi manfaat (distribution of benefits).
Keluaran yang diproduksi diharapkan akan memberikan sejumlah akibat
dan dampak positif (beberapa mungkin menghasilkan akibat dan dampak
negatif) terhadap tujuan program. Pengaruh neto dari akibat dan dampak
positif dan negatif tersebut dinamakan outcome program.
Apabila ukuran numerik outcome tidak tersedia dan ukuran
efektivitas suatu program yang dapat dikualifikasi tidak dapat ditentukan
maka perlu dikembangkan ukuran kinerja antara (surrogate). Karena ukuran
pengganti tersebut tidak dapat mengukur secara tepat pencapaian program,
maka ukuran tersebut harus digunakan dengan hati-hati. Terlalu banyak
perhatian terhadap ukuran pengganti tersebut dapat menyebabkan perlikau
difungsional pada manajer dan pengambil keputusan. Adapun contoh
indikator kinerja di perguruan tinggi sebagai berikut:

Pertimbangan Input
Input Mahasiswa • Latar belakang ekonomi
• Latar belakang budaya
• Kemampuan diri
• Hamabatan atau kesulitan
• Tingkat ekspetasi mahasiswa dan orang tua
• Prestasi akademik

Sumber Daya
Staf • Kualitas dosen
• Tingkat perpindahan dosen (turnover)
• Sikap dan perilaku staf

Perkuliahan • Frekuensi temu kelas dan konsultasi


• Rasio dosen/mahasiswa
• Metode mengajar
• Mismatch antara kehalian yang dimiliki dosen
dengan mata kuliah yang diasuh

Kurikulum • Mata kuliah utama


• Mata kuliah pilihan
• Mata kuliah keahlian (spesifik)
• Sistem ujian
• Koordinasi kurikulum
• Dokumentasi kurikulum

Daya Dukung • Forum-forum ilmiah (seminar, workshop, kuliah


Pendidikan tamu, dsb)
• Sarana olahraga
• Aktivitas masyarakat
• Jaringan dengan industri dan dunia bisnis
• Aktivitas cultural dan lingkungan ekstra kulikuler

Organisasi • Manajemen perguruan tinggi


• Organisasi mahasiswa
• Tingkat keterlibatan tokoh masyarakat

Mutuality • Tingkat ekspetasi dosen


• Tingkat tanggung jawab mahasiswa
• Reward/punishment system

Indikator Output
Mahasiswa • Sikap dan perilaku mahasiswa
• Tingkat kehadiran, ketidakhadiran, kemangkiran
• Keterlambatan
• Kinerja akademik dan perkembangannya tiap
semester
• Partisipasi kegiatan ekstra kulikuler
• Indeks prestasi kumulatif rata-rata mahasiswa yang
lulus
• Keahlian teknis 9skor TOEFL, rata-rata, komputer,
GMAT, dsb)
• Waiting time rata-rata mahasiswa

Dosen • Tingkat kehadiran, ketidakhadiran, dan kemangkiran


• Keterlamabatan
• Jumlah publikasi (buku, jurnal, dan artikel)
• Jumlah penelitian

5. Mengukur Kinerja dengan Metode Balance Scorecard


a. Balanced Scorecard
Terdiri dari dua kata, yaitu scorecard dan balanced, di mana
scorecard adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil
kinerja seseorang. Dengan menggunakan kartu skor, personel dapat
membandingkan skor yang sesungguhnya dengan rencana kerja.
Balanced Scorecard adalah metode penilaian kinerja perusahaan
dengan menggunakan aspek keuangan dan non keuangan yang
dituangkan dalam empat perspektif dalam mengukur kinerja
perusahaan, yaitu:
• Perspektif Keuangan
Dalam Balanced Scorecard, perspektif keuangan merupakan
perspektif yang tidak bisa diabaikan. Pengukuran kinerja
keuangan menunjukkan apakah perencanaan, implementasi
dan pelaksanaan serta strategi memberikan perbaikan
mendasar. Perbaikan yang dimaksud dapat berupa gross
operating income, return on investement atau economic
value-added.
Balanced Scorecard dapat menjelaskan lebih lanjut
mengenai pencapaian visi yang berperan dalam mewujudkan
pertambahan kekayaan, yaitu:
▪ Peningkatan kepuasan customer melalui peningkatan
revenue
▪ Peningkatan produktifitas dan komitmen karyawan
melalui cost effectiveness sehingga terjadi
peningkatam laba
▪ Peningkatan kemapuan perusahaan untuk
menghasilkan financial returns dengan mengurangi
modal yang digunakan atau melakukan investasi
dalam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.

Pada prinsipnya, dalam balanced scorecard harus ada


keseimbangan anatar perspektif keuangan dan perspektif non
keuangan. Pengukuran perspektif keuangan bisa dilakukan
dengan analisis rasio keuangan. Misalnya dengan
menganalisis tren keuangan, comon size value antara
perusahaan dan pesaing, dan rasio keuangan seperti; rasio
liabilitas, rasio aktivitas, rasio hutang, rasio keuntungan, dan
rasio solvabilitas.

• Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terebih
dahulu menentukan segmen pasar dan pelanggan yang akan
menjadi target. Kemudian, manajer harus menentukan alat
ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit
operasi dalam upaya mencapai target finansial. Jika suatu
unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang besar
dalam jangka panjang, unit bisnis tersebut harus
menciptakan dan menyajikan suatu produk baru atau jasa
yang bernilai lebih baik kepada pelanggan.
Tolak ukur pelanggan dapat dibedakan menjadi:
▪ Core meansurement group (kelompok inti). Yang
terdiri dari pangsa pasar atau market share, tingkat
perolehan pelanggan baru atau customer acquitition,
kemampuan perusahaan mempertahankan para
pelanggan lama atau customer retention, tingkat
kepuasan pelanggan atau customer satisfaction, dan
tingkat profitabilitas pelanggan atau customer
profitability.
▪ Customer value proposition (kelompok penunjang).
Yang terdiri dari atribut-atribut produk, hubungan
dengan pelanggan, serta citra dan reputasi.
• Perspektif Proses Bisnis Internal
Perspektif ini menampilkan proses kritis yang
memungkinkan unit bisnis untuk memberikan value
proposition yang mampu menarik dan mempertahankan
pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan
memuaskan para pemegang saham.
Secara umum, tiap perusahaan mempunyai proses dan nilai
yang unik bagi pelanggannya yang dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu:
▪ Proses inovasi, terdiri atas identifkasi keinginan
pelanggan dan melakukan proses perancangan
produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan.
Jika hasil inovasi tidak sesuai dengan keinginan
pelanggan, maka produk tidak akan mendapatkan
tanggapan positif dari pelanggan.
▪ Proses operasi, dilihat dari perencanaan,
pembentukan bahan mentah hingga menjadi produk
jadi, proses marketing, hingga proses transaksi antara
perusahaan dan pembeli. Proses operasi menekankan
kepada penyampaian produk kepada pelanggan
secara efisien dan ketepatan waktu.
▪ Pelayanan purna jual, layanan yang diberikan oleh
perusahaan atau bisnis kepada konsumen sebagai
jaminan mutu produk yang telah dibeli oleh
konsumen. Bentuk dari layanan ini adalah seperti
layanan konsultasi, perbaikan, perawatan, hingga
garansi.
• Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya
ketiga perspektif sebelumnya serta untuk menghasilkam
pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip
kapabilitas, yaitu:
▪ Kapabilitas kerja, yang perlu diperhatikan dari
kapabilitas kerja oelh manajemen adalah kepuasan
pekerja, retensi pekerja, dan produktivitas pekerja.
▪ Kapabilitas sistem informasi, yang menjadi tolak
ukur untuk kapabilitas ini adalah tingkat ketersediaan
informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia,
serta jangka waktu untuk memperoleh informasi
yang dibutuhkan.
▪ Iklim organisasi, hal ini merupakan hal yang penting
untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Tolak
ukur dari hal tersebut adalah jumlah saran yang
diberikan oleh pekerja.
b. Fungsi Balanced Scorecard
Balanced Scorecard pada awalnya hanya digunakan untuk
memperbaiki sistem pengukuran keuangan. Kemudian meluas dan
digunakan untuk mengukur empat perspektif.
Selain itu, balanced scorecard memiliki fungsi, yaitu:
• Sebagai alat ukur perusahaan apakah visi dan misi yang
dianut telah tercapai.
• Sebagai alat ukut keunggulan kompetitif yang dimiliki
perusahaan.
• Sebagai panduan strategis untuk menjalankan bisnis.
• Memberikan gambaran kepada perusahaan terkait SWOT
yang dimiliki
• Sebagai alat komunikasi, informasi, dan sistem analisis
pembelajaran perusahaan
c. Keunggulan dan Kelemahan Balanced Scorecard
Keunggulan penilaian kinerja dengan metode ini adalah:
• Komprehensif
• Koheren
• Seimbang
• Terukur

Kelemahan penilaian kinerja dengan metode balanced scorecard:

• Terpaku pada hasil keuangan


• Korelasi yang buruk antara ukuran non-keuangan dengan
hasilnya
• Memiliki banyak ukuran sehingga kehilangan fokus karena
melakukan pengukuran yang banyak di suatu waktu yang
bersamaan
• Tolak ukur balanced scorecard yang digunakan oleh
perusahaan tidak dikaji ulang kembali untuk membuat yang
baru sehingga tolak ukur yang didasarkan pada strategi yang
lalu terus digunakan oleh perusahaan.
KESIMPULAN

Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan
untuk membantu manajer sektor publik untuk menilai pencapaian suatu strategi
melalui alat ukur finansial dan nonfinansial. Ukuran kinerja digunakan untuk
membantu kinerja pemerintah agar dapat berfokus pada tujuan dan sasaran program
unit kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas
organisasi sektor publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Dalam
pengukuran kinerja sektor publik dapat menggunakan metode Value for Money dan
metode Balanced Scorecard.
DAFTAR PUSTAKA

Balanced Scorecard: Definisi, Konsep dan Perspektifnya. (n.d.). Retrieved from


jurnal entrepreneur: https://www.jurnal.id/id/blog/balanced-scorecard/

Mardiasmo. (2018). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: ANDI.

PENGUKURAN KINERJA PADA SEKTOR PUBLIK. (n.d.). Retrieved from


academia.edu:
https://www.academia.edu/12391806/PENGUKURAN_KINERJA_PADA
_SEKTOR_PUBLIK

Sukma, N. P., & Krisnadewi, K. A. (2013). PENILAIAN KINERJA BERBASIS


BALANCED SCORECARD PADA BANK UTAMA. E-JURNAL
AKUNTANSI UNIVERSITAS UDAYAN 5.2, 501-503.

Anda mungkin juga menyukai