Anda di halaman 1dari 34

PENGUKURAN KINERJA SEKTOR PUBLIK

MAKALAH

Disusun untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Akuntansi Sektor Publik

Oleh:

1. DEUIS FITRIANI 176020300111001


2. HARFIAHANI INDAH RAKHMA 176020300111046

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Pengukuran kinerja sektor publik merupakan suatu penilaian kinerja yang bertujuan
untuk membantu pemerintah di sektor publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui
alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk
memenuhi tiga tujuan, pertama membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat
berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan masyarakat.
Kedua untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, yaitu didalam
penggunaan ukuran kinerja sektor publik. Ketiga untuk mewujudkan pertanggungjawaban
publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2002:121).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, kinerja merupakan keluaran atau hasil dari kegiatan atau laporan yang akan atau
telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi pemerintah
dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan hanya untuk
menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan. Akan tetapi, akuntabilitas yang
dimaksudkan adalah kemampuan untuk menunjukkan bagaimana uang publik itu
dibelanjakan secara ekonomi, efisien, dan efektif.
Semakin lama organisasi sektor publik kian pesat perkembangannya, baik pada
tingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi, hal tersebut mengakibatkan munculnya fenomena
semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas publik dan adanya transparasi dari pemerintah.
Selain hal tersebut, timbul tuntutan baru yaitu agar organisasi sektor publik memperhatikan
value for money dalam menjalankan aktivitasnya. Implementasi konsep value for money
dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan memperbaiki kinerja sektor publik.
Manfaat implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik yaitu
meningkatkan efektivitas pelayanan publik, meningkatkan mutu pelayanan publik,
menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan
dalam penggunaan input, alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik,
meningkatkan kesadaran akan uang publik sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik
(Mardiasmo, 2002:7).
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor Publik


Sistem pengukuran kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang bertujuan untuk
membantu manajer publik menilai pencapaian suatu strategi melalui alat ukur finansial dan
non-finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan sebagai alat pengendali organisasi,
karena pengukuran kinerja diperkuat dengan menetapkan reward dan punishment system
(Ulum, 2009). Menurut Stout (1993) dalam Performance Measurement Guide menyatakan
bahwa pengukuran / penilaian kinerja merupakan proses mencatat dan mengukur pencapaian
pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi melalui hasil-hasil yang ditampilkan
berupa produk, jasa ataupun suatu proses. Sedangkan menurut Whittaker (1995) dalam
Government and Result Act, A Mandate for Strategic Planning and Performance
Measurement menyatakan bahwa pengukuran /penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen
untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas. Sementara, Ulupui
(2002) mengartikan pengukuran kinerja sebagai pengukuran kemajuan secara periodik
terhadap tujuan-tujuan yang bersifat jangka panjang dan pendek yang nyata dan pelaporan
hasil-hasilnya untuk para pengambil keputusan sebagai suatu upaya untuk peningkatan
kinerja program.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja sektor publik
merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam
menghasilkan barang dan jasa, kualitas barang dan jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan
maksud yang diinginkan, dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan, visi dan misi
organisasi. Adapun maksud dilakukannya pengukuran kinerja sektor publik antara lain:
1. Membantu memperbaiki kinerja pemerintah, ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat
membantu pemeirntah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam
pembelian pelayanan publik
2. Pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan
3. Mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan
Oleh pihak legislatif, ukuran kinerja digunakan untuk menentukan kelayakan biaya
pelayanan (cost of service) yang disebabkan kepada masyarakat pengguna jasa publik.
Masyarakat tentu tidak mau terus – menerus ditarik pungutan sementara pelayanan yang
mereka terima ada peningkatan kualits dan kuantitasnya. Oleh karena itu, pemerintah
berkewajiban untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan publik. Masyarakat
menghendaki pemeirntah dapat memberikan banyak pelayanan dengan biaya yang murah.
Kinerja sektor publik bersifat multidimensional, sehingga tidak ada indikator tunggal yang
dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja secara komprehensif. Berbeda dengan sektor
swasta, karena sifat output yang dihasilkan sektor publik lebih banak bersifat intangible
output, maka ukuran finansial saja tidak cukup untuk mengukur kenerja sektor publik. Oleh
karena itu perlu dikembangkan ukuran kinerja non – finansial.

2.2 Tujuan dan Manfaat Sistem Pengukuran Kinerja


Secara umum, tujuan dari sistem pengukuran kinerja yaitu :
1. Mengkomunikasikan strategi secara lebih baik (top down dan bottom up)
2. Mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat
ditelusur perkembangan pencapaian strategi
3. Mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan bawah serta
memotivasi untuk mencapai goal congruence
4. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan
kemampuan kolektif yang rasional.
Sedangkan Mahsun (2006:33) menyatakan beberapa manfaat pengukuran kinerja
baik untuk internal maupun eksternal organisasi sektor publik yaitu:
1. Memastikan pemahaman para pelaksana dan ukuran yang digunakan untuk
pencapaian kinerja;
2. Memastikan tercapainya skema kinerja yang disepakati;
3. Memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya dengan
skema kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja;
4. Memberikan penghargaan dan hukuman yang obyektif atas kinerjayang dicapai
setelah dibandingkan dengan skema indikator kinerjayang telah disepakati;
5. Menjadikan alat komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam upaya memperbaiki
kinerja organisasi;
6. Mengindentifikasi apakah kepuasan pelanggan sudah terpenuhi;
7. Membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah;
8. Memastikan bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif;
9. Menunjukkan peningkatan yang perlu dilakukan; dan
10. Mengungkap permasalahan yang terjadi.
2.3 Prinsip-Prinsip Pemilihan Ukuran Kinerja
Berikut ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih ukuran-ukuran
kinerja instansi yang sesuai dengan skema indikator:
1. Evaluasi kembali ukuran yang ada.
Informasi kinerja tetap dibutuhkan oleh manajemen. Apabila skema indikator kinerja
sudah tidak berfungsi, maka manajemen akan mengembangkan skema baru.
2. Mengukur kegiatan yang penting, tidak hanya hasil.
Kinerja selalu berorientasi hasil. Ukuran hasil sering diformulasikan dalam rasio
keuangan. Pencapaian hasil akan menunjukkan adanya permasalahan. Hasil tersebut tidak
akan menunjukkan diagnosis hasil.
3. Pengukuran harus mendorong tim kerja yang akan mencapai tujuan.
Pembagian proses pengukuran menciptakan lingkungan tim kerja yang aktivitasnya
diarahkan pada pencapaian tujuan organisasi.
4. Pengukuran harus merupakan perangkat yang terintegrasi, seimbang dalam penerapannya.
Agar efektif, sistem pengukuran harus diciptakan sebagai perangkat terintegrasi yang
diperoleh dari strategi perusahaan. Sebagian besar perusahaan berusaha meminimalkan
biaya, meningkatkan kualitas, mengurangi waktu pelaksanaan produksi dan menciptakan
pengembalian investasi yang wajar.
5. Pengukuran harus memiliki fokus eksternal jika memungkinkan.
Ukuran internal yang umum dipakai dalam sebuah organisasi perbandingan kinerja dari
tahun ke tahun. Suatu perbandingan tertentu dapat dilakukan ke tingkatan mikro: divisi,
departemen, kelompok, bahkan individu.

2.4 Siklus Pengukuran Kinerja


Terdapat lima tahap untuk melakukan pengukuran kinerja, yaitu perencanaan
strategi, penciptaan indikator kinerja, pengembangan sistem pengukuran data,
penyempurnaan ukuran kinerja, dan pengintegrasian dengan proses manajemen (Bastian,
2006:281).
1. Perencanaan strategi
Siklus pengukuran kinerja dimulai dengan proses penskemaan strategi, yang berkenaan
dengan penetapan visi, misi, tujuan dan sasaran, kebijakan, program operasional san
kegiatan/aktivitas.
2. Penciptaan indikator kinerja
Penciptaan indikator kinerja dilakukan setelah perumusan strategi. Indikator yang mudah
adalah untuk aktivitas yang dapat dihitung, contohnya adalah jumlah klaim yang
diproses.
3. Pengembangkan sistem pengukuran data
Tahap ini terdiri dari tiga langkah, yaitu: pertama, meyakinkan keberadaan data yang
diperlukan dalam siklus pengukuran kinerja. Kedua, mengukur kinerja dengan data yang
tersedia dan data yang dikumpulkan. Ketiga, penggunaan data pengukuran yang
dihimpun, harus dipresentasikan dalam cara-cara yang dapat dimengerti dan bermanfaat.
4. Penyempurnaan ukuran kinerja
Pada tahap ini dilakukan pemikiran kembali atas indikator hasil (outcome) dan indikator
dampak (impact) menjadi lebih penting dibandingkan dengan pemikiran kembali atas
indikator masukan (input) dan keluaran (output).
5. Pengintegrasian dengan proses manajemen
Menggunakan ukuran kinerja tersedia secara efektif merupakan tantangan selanjutnya.
Penggunaan data organisasi dapat dijadikan alat untuk memotivasi tindakan dalam
organisasi.

2.5 Informasi yang Digunakan untuk Pengukuran Kinerja


1. Informasi Finansial
Penilaian laporan kinerja finansial diukur berdasarkan pada anggaran yang telah
dibuat. Penilaian tersebut dilakukan dnegan menganalisis varians (selisih atau
perbedaan) antara kinerja aktual dengan yang dianggarkan. Analisis varian secara
garis besar berfokus pada :
a. Varians Pendapatan (revenue variance)
b. Varians Pengeluaran/Belanja ( expenditure variance )
1) Varians belanja rutin (recurrent expenditure variance)
2) Varians belanja investasi/modal (capital expenditure variance)

Setelah dilakukan analisis varians, maka dilakukan identifikasi sumber penyebab


terjadinya varian dengan menelusur varians tersebut hingga level manajemen paling
bawah. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui unit spesifik mana yang
bertanggungjawab terhadap terjasinya varians sampai tingka manajemen yang paling
bawah. Penggunaan analisis varians saja belum cukup untuk mengukur kinerja,
karena dalam analisis varians masih mengandung keterbatasan. Keterbatasan analisis
varians di antaranya terkait dengan kesulitan menetapkan signifikansi besarnya
varians.
2. Informasi Non Finansial
Informasi non finansial dapat dijadikan sebagai tolak ukur lainnya. Informasi non
finansial dapat menambah keyakinan terhadap kualitas proses pengendalian
manajemen. Teknik pengukuran kinerja yang komprehensif yang banyak
dikembangkan oleh berbagai organisasi dewasa ini adalah balanced scorecard.
Balanced scorecard merupakan metode terstruktur untuk mengkomunikasikan
pengukuran dan target. Metode ini digunakan sebagai alat untuk mengelola dan
mengkomunikasikan informasi finansial dan non finansial (Shaikh, 2004). Menurut
Robertson (2002) terdapat empat perspektif indikator keberhasilan instansi
pemerintah sebagaimana diadaptasi dari metodologi balanced scorecard, antara lain:
a. Perspektif Finansial
Perspektif ini melihat pada kinerja dari sudut pandang penyedia sumber daya dan
menunjukkan hasil dari apa yang ingin dicapai dalam perspektif lainnya.
b. Perspektif Kepuasan Pelanggan
Perspektif pelanggan merupakan indikator tentang bagaimana pelanggan melihat
organisasi dan bagaimana organisasi memandang mereka. Indikator yang dapat
digunakan untuk menilai bagaimana pelanggan memandang organisasi adalah
tingkat kepuasan pelanggan yang bisa diketahui melalui survei pelanggan, sikap
dan perilaku mereka yang dapat diketahui dari keluhan-keluhan yang mereka
sampaikan.
c. Perspektif Efisiensi Proses Internal
Perspektif ini mencakup indikator produktivitas, kualitas, waktu penyerahan,
waktu tunggu dan sebagainya. Indikator ini memungkinkan kita untuk
menentukan apakah proses telah mengalami peningkatan, sejajar dengan
benchmarks, dan atau mencapai target dan sasaran.
d. Perspektif Inovasi dan Pembelajaran
Perspektif ini memuat indikator tentang sampai seberapa jauh manfaat dari
pengembangan baru atau bagaimana hal ini dapat memberikan kontribusi bagi
keberhasilan di masa depan. Mengukur hasil dari tindakan dan aktivitas dalam
perspektif ini mungkin tidak dapat dilakukan karena hasilnya tidak segera dapat
diketahui dan bersifat jangka panjang. Dalam banyak kejadian, mungkin
diperlukan ukuran pengganti sebagai indikator kinerja.
Mahmudi (2005) mengemukakan bahwa Balanced Scorecard dinilai cocok untuk
organisasi sektor publik karena Balanced Scorecard tidak hanya menekankan pada
aspek kuantitatif-finansial, tetapi juga aspek kualitatif dan nonfinansial. Hal tersebut
sejalan dengan sektor publik yang menempatkan laba bukan hanya sebagai ukuran
kinerja utama. Namun pelayanan yang cenderung bersifat kualitatif dan non
keuangan.

Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci (key
variabel) atau sering dinamakan sebagai key succes factor, key result factor, atau
pulse point. Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang
menjadi sebab kesuksesan organisasi. Jika terjadi perubahan yang tidak diinginkan,
maka variabel ini harus segera disesuaikan. Suatu variabel kunci memiliki beberapa
karakteristik, antara lain:
a. Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi
b. Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat
c. Perubahannya tidak dapat diprediksi
d. Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera
e. Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran
antara (surrogate), sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara
langsung, akan tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan,
tuntutan, dan demonstrasi dapat dijadikan variabel kunci.
Contoh variabel kunci:
Dinas/
Variabel Kunci
Unit Kerja
Rumah Sakit dan Tingkat hunian kamar (kamar yang dipakai : jumlah total
Hotel kamar yang tersedia)
Klinik Kesehatan Jumlah pelanggan (masyarakat) yang dilayani per hari
Perusahaan Listrik KWH yang terjual
Negara
Perusahaan Jumlah pulsa yang terjual
Telekomunikasi
Perusahaan Air Jumlah debit air yang terjual
Minum
DLLAJ 1) Jumlah alat angkutan umum
2) Paid seats/capacity seats
Pekerjaan Umum 1) Panjang jalan yang dibangun/diperbaiki
2) Panjang jalan yang disapu/dibersihkan
Kepolisian 1) Jumlah kriminalitas yang tertangani
2) Jumlah kecelakaan/pelanggaran lalu lintas
3) Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani
DPR/DPRD 1) Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang
tertangani
2) Jumlah rapat yang dilakukan
3) Jumlah undang-undang atau perda yang dihasilkam
4) Jumlah peserta rapat per total anggota
Dispenda Jumlah pendapatan yang terkumpul

Agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik, berikut ini merupakan hal-hal
yang perlu diperhatikan:
a. Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan
segera. Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera mungkin memulai
upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pngukuran kinerja akan
langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas pengukuran kinerja akan dilakukan.
b. Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going
process)
c. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini
merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya
memperbaiki kinerja.
d. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi Organisai harus
menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besranya organisasi, budaya, visi,
tujuan, dan struktur organisasi.

2.6 Peranan Indikator Kinerja dalam Pengukuran Kinerja


Untuk melakukan pengukuran kinerja, variabel kunci yang sudah teridentifikasi
tersebut kemudian dikembangkan menjadi indikator kinerja untuk unit kerja yang
bersangkutan. Untuk dapat diketahui tingkat pencapaian kinerja, Indikator kinerja tersebut
kemudian dibandingkan dengan target kinerja atau standart kinerja. Tahap terahkir adalah
evaluasi kinerja yang hasilnya berupa feedback, reward, dan punishment kepada manajer
pusat pertanggungjawaban. Indikator kinerja digunakan sebagai indikator pelaksanaan
strategi yang sudah ditetapkan. Indikator kinerja tersebut dapat berbentuk faktor-faktor
keberhasilan utama organisasi ( critical succes factors ) atau bisa juga dikenal dengan CSF
dan indikator kinerja kunci ( key performance indicator ) atau bisa juga disebut dengan KPI.
Faktor Keberhasilan Kunci atau CSF adalah suatu area yang mengindifikasikan
kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area ini merefleksikan preferensi manajerial dengan
memperhatikan variabel variabel kunci finansial dan non finansial pada kondisi waktu
tertentu. Critical succes factor tersebut harus secara konsisten mengikuti perubahan yang
terjadi dalam organisasi. Indikator Kinerja Kunci atau KPI merupakan sekumpulan indikator
yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang bersifat financial maupun non-
financial untuk melaksanakan oporasi dan kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan
oleh manajer untuk mendeteksi dan memonitor pencapaian kinerja.
Penggunaan indikator kinerja sangat penting untuk mengetahui apakah suatu aktivitas
atau program telah dilakukan secara efisien dan efektif. Indikator untuk tiap-tiap unit
organisasi berbeda-beda tergantung pada tipe pelayanan yang dihasilkan. Penentuan Indikator
kinerja perlu mempertimbangankan komponen berikut :
1. Biaya pelayanan ( cost of service )
Idikator biaya biasanya diukur dalam bentuk biaya unit, misalnya biaya per unit
pelayanan (panjang jalan yang diperbaiki, jumlah ton sampah yang terangkat). Beberapa
pelayanan mungkin tidak dapat ditentukan biaya unitnya, karena output yang dihasilkan
tidak dapat di kuantitatifkasi atau tidak ada keseragaman tipe pelayanan yang diberikan.
Untuk kondisi tersebut dapat dibuatkan indikator kinerja proyeksi misalnya belanja per
kapita.
2. Penggunaan ( utilization )
Indikator penggunaan pada dasarnya membandingkan antara jumlah pelayanan yang
ditawarkan dengan permintaan publik. Indikator ini harus mempertimbangkan prefensi
publik, sedangkan pengukurannya biasanya berupa volume absolut atau persentase
tertentu, misalnya persentase penggunaan kapasitas. Contohnya adalah rata – rata jumlah
penumpang per bus yang dioperasikan. Indikator kinerja ini digunakan unutk mengetahui
frekuensi operasi atau kapasitas kendaraan yang digunakan pada tiap – tiap jalur.
3. Kualitas dan standart pelayanan ( quality and standarts )
Kualitas dan standart pelayanan merupakan indikator yang paling sulit diukur, karena
menyangkut pertimbangan yang bersifatnya subyektif. Penggunaan indikator kualitas dan
standar pelayanan harus dilakukan secara hati – hati karena kalau terlalu menekankan
indikator ini justru dapaat menyebabkan kontra produktif. Contohnya perubahan jumlah
komplain masyarakat atas pelayanan tertentu.
4. Cakupan pelayanan ( coverage )
Indokatur cakupan pelayan perlu ditimbangkan apabila terdapat kebijakan atau peraturan
perundang – undangan yang mesnyaratkan untuk memberikan pelayanan denangan
tingkat pelayanan minimal yangtelah ditetapkan
5. Kepuasan ( satisfaction )
Indikator kepuasan biasanya diukur elalui metode jajak pendapatan secara langsung. Bagi
pemerintah daerah. Metode penjaringan aspirasi asyrakat (need assessment) dapat juga
digunakan untuk menetapkan indikator kepuasan. Namun demikian, dapat juga digunakan
indikator proksi misalnya jumlah komplain. Pembuatan indikator kinerja tersbeut
memerlukan kerja sama antar unit kerja.

2.7 Indikator Kinerja dan Pengukuran Value For Money


Value for money merupakan inti pengukuran kinerja pada organisasi pemerintah.
Kinerja pemerintah tidak dapat dinilai dari sisi output yang dihasilkan saja, akan tetapi harus
mempertimbangkan input, output dan outcome secara bersama-sama. Bahkan, untuk
beberapa hal perlu ditambahkan pengukuran distribusi dan cakupan layanan ( equity &
service coverage ). Permasalahan yang sering dihadapi oleh pemerintah dalam melakukan
pengukuran kinerja adalah sulitnya mengukur output, karena output yang dihasilkan tidak
selalu berupa output yang berwujud, akan tetapi lebih banyak intangible output. Istilah
“ukuran kinerja” pada dasarnya berbeda dengan istilah “indikator kinerja”. Ukuran kinerja
mengacu pada penilaian kinerja secara langsung. Sedangkan indikator kinerja mengacu pada
penilaian kinerja secara tidak langsung, yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan
indikasi-indikasi kinerja. Untuk dapat mengukur kinerja pemerintah, maka perlu diketahui
indikator-indikator kinerja sebagai dasar penilaian kinerja. Mekanisme untuk menentukan
indikator kinerja tersebut memerlukan hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem Perencanaan dan pengendalian, Sistem perencanaan dan pengendalian meliputi
proses, prosedur dan struktur yang memberi jaminan bahwa tujuan organisasi telah
dijelaskan dan dikomunikasikan ke seluruh bagian organisasi dengan menggunakan rantai
komando yang jelas yang didasarkan pada spesifikasi tugas pokok dan fungsi,
kewenangan serta tanggung jawab
2. Spesifikasi teknis dan standardisasi, Kinerja suatu kegiatan, program, dan organisasi
diukur dengan menggunakan spesifikasi teknis tersebut dijadikan sebagai standart
penilaian
3. Kompetensi teknis dan profesionalisme, Untuk memberikan jaminan terpenuhinya
spesifikasi teknis dan standarisasi yang ditetapkan, maka diperlukan personel yang
memiliki kompetensi dan profesional dalam bekerja.
4. Mekanisme ekonomi dan mekanisme pasar, Mekanisme ekonomi terkait dengan
pemberian penghargaan dan hukuman ( reward & punishment ) yang bersifat finansial,
sedangkan mekanisme pasar terkait dengan penggunaan sumber daya yang menjamin
terpenuhinya value for money. Ukuran kinerja digunakan sebagai dasar untuk
memberikan penghargaan dan hukuma ( alat pembinaan )
5. Mekanisme sumber daya manusia, Pemerintah perlu menggunakan beberapa mekanisme
untuk memotivasi stafnya untuk memperbaiki kinerja personal dan organisasi

2.7.1 Pengukuran Value For Money


Kriteria pokok yang mendasari pelaksanaan manajemen publik dewasa ini adalah
ekonomi, efisiensi, efektivitas, transparasi dan akuntabilitas publik. Tujuan yang dikehendaki
oleh masyarakat mencakup pertanggungjawaban mengenai pelaksanaan value for money,
yaitu ekonomi ( hemat cermat ) dalam pengadaan dan alokasi sumber daya, efisien ( berdaya
guna ) dalam penggunaan sumber daya, dalam arti penggunaannya diminimalkan dan
hasilnya dimaksimalkan (maximizing benefits and minimizing cost ), serta efektif ( berhasil
guna ) dalam arti mencapai tujuan dan sasaran. Agar dalam menilai kinerja organisasi dapat
dilakukan secara obyektif, maka diperlukan indikator kinerja. Indikator kinerja yang indeal
harus terkait pada efisiensi biaya dan kualitas pelayanan. Sementara itu kualitas terkait
dengan kesesuaian dengan maksud dan tujuan ( fitness for purpose), konsistensi, dan
kepuasan publik ( public satistaction). Kepuasan masyarakat dalam konteks tersebut dapat
dikaitkan dengan semakin rendahnya complaint dari masyarakat.

2.7.2 Pengembangan Indikator Value For Money


Peranan indikator kinerja adalah untuk menyediakan informasi sebagai pertimbangan
untuk pembuatan keputusan. Hal ini tidak berarti bahwa suatu indikator akan memberikan
ukuran pencapaian program yang definitif. Indikator value for money dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
1. Indikator Alokasi Biaya ( ekonomi dan efisiensi ), dan
2. Indikator kualitas pelayanan ( efektivitas )
Indikator kinerja harus dapat dimanfaatkan oleh pihak internal maupun eksternal.
Pihak Internal dapat menggunakannya dalam rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas
pelayanan serta efisiensi biaya. Dengan kata lain, indikator kinerja berperan untuk
menunjukan, memberi indikasi atau memfokuskan perhatian pada bidang yang relevan
dilakukan tindakan perbaikan. Pihak eksternal dapat menggunakan indikator kinerja sebagai
kontrol dan sekaligus sebagai informasi dalam rangka mengukur tingkat akuntabilitas publik.
Pembuatan dan penggunaan indikator kinerja tersebut membantu setiap pelaku utama dalam
proses pengeluaran publik. Indikator kinerja akan membantu para manajer publik untuk
memonitor pencapaian program dan mengidentifikasi masalah yang penting.
Pengembangan indokator kinerja sebaiknya memusatkan perhatian pada pertanyaan
mengenaik ekonomi, efisiensi, dan efektifitas program dan kegiatan. Berikut ini mengenai
konsep value for money atau yang dikenal 3E, yang sebagai berikut :
1. Ekonomi, hubungan antara pasar dan masukan (Cost Of Input). Dengan kata lain ekonomi
adalah praktek pembelian barang dan jasa input dengan tingkat tertentu pada harga
terbaik yang memungkinkan (spending less).
2. Efisiensi berhubungan erat dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisien dilakukan
dengan menggunakan perbandingan antara output yang dihasilkan terhadap input yang
digunakan (cost of output). Indikator efisiensi, adalah suatu indikator yang
menggambarkan hubungan antara masukan sumber daya oleh suati unit organisasi (
misalnya staff, upah, biaya administratif ) dan keluaran yang dihasilkan indikator tersebut
memberikan informasi tentang konversi masukan menjadi keluara ( efisiensi dari proses
internal )
3. Efektivitas, pada dasarnya berhubungan dengan pencapaian tujuan atau target kebijakan.
Indikator efektifitas, adalah suatu indokator yang menggambarjan jangakauan akibat dan
dampak (outcome) dari keluaran (output) program dalam mencapau tujuan program.
Dari uraian tersebut, ketiga pokok value for money sangat terkait satu sama lain.
Ekonomi membahas mengenai masukan (input), efisiensi membahas masukan (input) dan
keluaran (ouput), dan efektivitas membahas mengenai keluaran (output) dan dampak
(outcome). Hubungan ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Pengukuran Value For Money

Nilai
Input Process Output Outcome Tujuan
Input (Rp)

Ekonomi Efisiensi Efektivitas


(Hemat) (Berdaya Guna) (Berhasil Guna)

Cost-
Effectiveness

Gambar 1. Pengukuran Value For Money

2.7.3 Langkah – Langkah Pengukuran Value For Money


1. Pengukuran Ekonomi
Pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang dipergunakan.
Ekonomi merupakan ukuran relatif, Pertanyaan sehubungan dengan pengukuran
ekonomi adalah:
a. Apakah biaya organisasi lebih besar dari yang telah dilanggarkan oleh
organisasi?
b. Apakah biaya organisasi lebih besar daripada biaya organisasi lain yang
sejenis yang dapat diperbandingkan?
c. Apakah organisasi telah menggunakan sumber daya finansialnya secara
optimal?
Contoh: Untuk menilai penggunaan dana publik dalam rangka perolehan input
yang dibutuhkan adalah: Barang A dapat dibeli di toko B seharga
Rp200.000.000,00. Dengan cara pembayaran, kualitas dan layanan purnajual yang
sama Barang A dapat dibeli di toko C dengan harga Rp180.000.000,00. Jika
entitas membeli di toko B maka dikatakan entitas tersebut telah melakukan
pemborosan atau ketidak ekonomisan sebesar Rp20.000.000,00.
2. Pengukuran Efisiensi, Efisiensi merupakan hal penting dari tiga pokok
bahasan Value for Money. Efisiensi diukur dengan rasio
antara output dengan input. Semakin besar output dibanding input, maka semakin
𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡
tinggi tingkat efisiensi suatu organisasi. Perhitungannya : 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡

Rasio Efisiensi tidak hanya dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk
relatif. Unit A adalah lebih efisien dibanding unit B. Unit A lebih efisien
dibanding unit tahun lalu, dan seterusnya. Karena efisiensi diukur dengan
membandingkan keluaran dan masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan
dengan cara :
a. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama
b. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
peningkatan input
c. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
d. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
penurunan output.

Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata uang.
Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah mata uang ataupun satuan
fisik. Dalam pengukuran kinerja Value for Money, efisiensi dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Efisiensi alokasi, terkait dengan kemmapuan untuk mendayagunakan sumber
daya input pada tingkat kapasitas optimal
b. Efisiensi teknis (manajerial), terkait dengan kemampuan mendaygunakan
sumber daya input pada tingkat output tertentu.
Contoh: Untuk memproduksi suatu jenis output tertentu dengan jumlah tertentu
yang sama terdapat tiga cara:
a. Cara 1 membutuhkan 5 unit material A dan 2 jam kerja sebagai input.
b. Cara 2 membutuhkan 6 unit material A dan 3 jam kerja sebagai input.
c. Cara 3 membutuhkan 7 unit material A dan 4 jam kerja sebagai input.
Maka dikatakan bahwa cara 1 lebih efisien dari cara 2 dan 3. Karena rasio input
dan output (i/o) pada cara 1, lebih kecil dibandingkan dengan rasio input dan
output (i/o) pada cara 2 dan cara 3.
3. Pengukuran efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.
Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasu tersebut
dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah
bahwa efektivitas tidak menyatakan tetang berapa besar biaya yang telah
dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang
telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar
daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program
atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Contoh: Pemerintah Daerah X memiliki program pelayanan bus yang bertujuan
untuk mengurangi tingkat penggunaan kendaraan pribadi di dalam kota.
Outputnya pelayanan bus yang diukur dengan jumlah kilometer pelayanan bus.
Dalam rangka pelaksanaan program tersebut, Pemerintah Daerah X melakukan
pembelian bus baru.

Misalnya, Biaya pengoperasian setahun bus merek A Rp1.000.000.000,


sedangkan biaya pengoperasian bus merek B juga Rp1.000.000.000. Kilometer
yang dilayani bus A 250.000 km setahun, sedangkan bus B 225.000 km setahun.
Tetapi, dengan bus A penggunaan kendaraan pribadi turun sebesar 10%.
Sedangkan dengan bus B, penggunaan kendaraan pribadi turun sebesar 30%.

Kesimpulannya dari sisi efektifitas (hubungan antara output dan outcome)


penggunaan bus B lebih efektif (tetapi tidak lebih efisien). Untuk melakukan
pemeriksaan atas efektivitas suatu entitas, maka pertanyaan-pertanyaan berikut
perlu dipertimbangkan:
a. Apakah output yang dihasilkan telah dimanfaatkan sebagaimana diharapkan?
b. Apakah output yang dihasilkan konsisten dengan tujuan?
c. Apakah dampak yang dinyatakan berasal dari output yang dihasilkan dan
bukan dari pengaruh lingkungan luar?
4. Estimasi Indikator Kinerja
Estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan:
a. Kinerja Tahun Lalu
Digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi indikator kinerja. Karena
merupakan perbandingan bagi unit untuk melihat seberapa besar kinerja yang
telah dilakukan. Disamping itu terdapat time lag antara aktivitas yang telah
dilakukan dengan dampak yang timbul dari aktivitas tersebut. Dampak yang
timbul pada tahun sekarang dapat dirasakan pada tahun yang akan datang.
b. Expert Judgement
Digunakan karena kinerja tahun lalu yang sangat berpengaruh terhadap kinerja
berikutnya. Teknik ini menggunakan pengetahuan dan pengalaman dalam
mengestimasi indikator kinerja. Expert judgrment digunakan untuk melakukan
estimasi kinerja. Selain itu dari segi biaya juga tidak terlalu mahal. Tetapi
mempunyai kelemahan yaitu sangat tergantung pada pandangan subyektif para
pengambil keputusan. Dampak dari pencapaian kinerja tidak secara otomatis
dapat dikatakan bahwa unit tersebut mengalami peningkatan kinerja.
c. Trend
Digunakan dalam mengestimasi indikator kinerja karena adanya pengaruh
waktu dalam pencapaian kinerja unit kerja.
d. Regresi
Regresi dilakukan untuk menentukan seberapa besar pengaruh variabel-
variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen.

2.8 Pelaporan Kinerja Organisasi Sektor Publik


Pelaporan kinerja merupakan rekleksi kewajiban untuk mempresentasikan dan
melaporkan semua aktivitas dan sumber daya yang perlu dipertangungjawabkan. Pelaporan
ini merupakan wujud dari proses akuntabilitas. Entitas yang mempunyai kewajiban membuat
pelaporan kinerja organisasi sektor publik dapat diidentifikasi sebagai pemerintah pusat,
pemerintah daerah, unit kerja pemerintah dan unir pelaksana teknis. Pelaporan tersebut
diserahkan kepada masyarakat secara umum dan dewan perwakilan rakyat sehingga
masyarakat dan DPR bisa menerima informasi yang lengkap dan tajam tentang kinerja
program pemerintah serta unitnya. Dalam memenuhi akuntibilitas publik, pemerintah
melaporkan kinerja secara detail. Berbagai fakta lapangan yang penting harus dipilah
sebelum pelaporan disusun. Kriteria informasi pelaporan yang dipercaya dan menyajikan hal-
hal yang penting dapat dipilih menjadi tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu
1. Mengetahui apa yang dianggap penting oleh pemakai. Pelaporan kinerja yang baik
dicerminkan dengan pemahaman pemakainya tentang hal-hal yang penting diketahui, apa
yang dapat dilakukan dengan laporan kinerja tersebut dan bagaimana menggunakan
laporan tersebut. Jadi, target penyusun laporan kinerja publik adalah laporan yang dapat
dipercaya, dapat dipahami, dan dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh para
pemakainya. Komunikasi dua arah antara penyusun dan pemakai laporan sangatlah
penting. Tanggung jawab penyusun laporan bukan hanya apa yang akan disajikan kepada
publik, tetapi juga membantu pemakai untuk memahami informasi dan menggunakannya
secara efektif. Jadi, laporan yang berkualitas dapat diinterpretasikan sebagai laporan yang
komunikatif.
2. Memuat informasi tentang tujuan utama pelaporan kinerja dan komitmen-komitmennya
pada pencapaian hasil. Fokus pelaporan kinerja merupakan tanda kualitas laporan yang
terkait dengan tujuan pokok dan komitmennya.
3. Memuat informasi yang dinilai penting oleh organisasi sektor publik dari aspek kinerja.
Kualitas pelaporan kinerja dapat ditandai dengan kesimpulan kegagalan atau kesuksesan
organisasi tersebut dalam melakukan pelayanan publik.
Format laporan harus dapat mengakomodasi informasi penting. Laporan kinerja yang
disajikan seharusnya berisi perbandingan antara program dan kinerja yang dihasilkan. Format
pelaporan kinerja harus memiliki:
1. Informasi, baik berupa informasi kualitatif, kuantitatif atau kombinasi dari keduannya
2. Penjelasan tentang nilai hasil kinerja yang tidak diharapkan
3. Penjelasan tentang pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap hasil.
4. Ringkasan hal-hal penting yang dapat membantu pemakai laporan dalam mencari hal
yang sesuai dengan kepentingannya
5. Laporan harus diidentifikasi sebagai laporan hasil
6. Informasi di dalam laporan kinerja harus jelas, langsung dan ringkas

2.9 Pendalaman Materi (Contoh Kasus Pengukuran Kinerja Sektor Publik)


1. Judul: Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah Daerah Dalam Perspektif Value For Money
2. Penulis: Dhimas Angga Permana
3. Jurnal: Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol. 6, No. 5, Mei 2017 Hal.2163-2180
4. Intisari:
a. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengukuran kinerja
Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya tahun 2015 melalui
pendekatan Value for Money dengan objek penelitian yang terdapat pada Laporan
Kinerja (LKJ) yang dihasilkan oleh suatu Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (SAKIP) yang diselenggarakan oleh masing-masing entitas pelaporan
dan entitas ekonomi.
b. Adapun komponen SAKIP yang menjadi objek penelitian yaitu 1) Tujuan,
sasaran dan strategi organisasi berupa visi dan misi Dinas Komunikasi dan
Informatika Kota Surabaya dalam hal ini yaitu terwujudnya tata kelola
pemerintahan yang baik yang ditandai dengan peningkatan kualitas layanan
publik, peningkatan daya saing kota untuk mendukung iklim investasi serta
peningkatan kualitas pendidikan, 2) Merumuskan indikator kinerja (lihat tabel 3
dan 4), 3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran organisasi
(perspektif value for money), dan 4) Evaluasi kinerja (feedback, penilaian
kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan
akuntabilitas).
c. Penilaian kinerja mengacu pada indikator masukan (input), indikator keluaran
(output), indikator hasil (outcome).
d. Hasil penelitian ini menunjukkan Dinas Komunikasi dan Informatika Kota
Surabaya dalam segi ekonomi yang mengacu pada anggaran (input) dengan
realisasi anggaran. Pengukuran efisiensi terlihat dari jumlah realisasi output yang
dihasilkan terhadap input. Sedangkan pengukuran efektivitas dapat dilihat dari
output maupun outcome yang dinilai berhasil berdasarkan tujuan instansi dalam
melaksanakan program dan kegiatan, dengan menggunakan ukuran ekonomi,
efisien, dan efektif.
e. Dalam menilai kinerja efektivitas perlu untuk memperhatikan manfaat yang telah
diperoleh masyarakat yang menerima manfaat program yang dilaksanakan.
f. Dari segi ekonomi, berdasarkan tabel 1 laporan kinerja tahun 2015 Anggaran
Belanja Dinas Komunikasi dan Informatika pada tahun 2015 sebesar Rp
45.142.709.838. Sedangkan realisasi belanja tahun 2015 adalah sebesar Rp
41.091.081.912 yang terdiri dari belanja tidak langsung. Berarti ada penghematan
dana sebesar Rp 4.051.627.926 atau 91%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
sesuai dengan pengertian pengukuran ekonomis suatu kinerja organisasi,
dikatakan ekonomis apabila realisasi anggaran lebih kecil daripada target
anggaran dan dapat mencapai output (keluaran) sesuai dengan yang ditetapkan.
g. Dari segi efisiensi, kinerja Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya
selama tahun 2015 secara umum dapat dikatakan efisien (lihat tabel 2). Penilaian
efisiensi terlihat dari capaian atau realisasi dari indikator keluaran (output) yang
dihasilkan dalam merealisasikan kegiatan operasi terhadap indikator masukan
(input) yang digunakan. Seperti yang bisa dilihat dari tabel efisiensi hal.2173,
yang menjelaskan adanya program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun,
kegiatan pelaksanaan pemanfaatan layanan internet dilaksanakan dengan output
waktu pada 5 lokasi selama 12 bulan yang terealisasi 100% dari yang ditargetkan,
dan menekan angka pengeluaran anggaran sebesar Rp 876.900 yang sebelumnya
rencana anggaran sebesar Rp 87.042.630 namun yang terealisasi sebesar Rp
86.165.730 sehingga capaian kinerjanya mencapai 98,99%.
h. Dari segi efektivitas, semua program yang dilaksanakan mempunya nilai capaian
efektivitas 91% ≤ 100% (lihat tabel 4) yang menurut skala ordinal masuk dalam
kategori sangat tinggi (ST). Program/kegiatan yang telah direncanakan Dinas
Komunikasi dan Informatika Kota Surabaya dapat dilaksanakan semua dengan
begitu tujuan di tahun 2015 telah tercapai.

2.10 Akuntabilitas Kinerja Pemerintah


Latar belakang perlunya penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (LAKIP), antara lain:
 Dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang lebih berdayaguna,
berhasil guna, bersih dan bertanggungjawab dipandang perlu adanya pelaporan AKIP
 Untuk melaksanakan pelaporan AKIP perlu dikembangkan Sistem AKIP
 Sebagai wujud pertanggungjawaban dalam mencapai misi dan tujuan instansi pemerintah
dan dalam rangka perwujudan good governance telah dikembangkan media
pertanggungjawaban LAKIP

Laporan Akuntabilitas Kinerja adalah dokumen yang berisi gambaran perwujudan


Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang disusun dan disampaikan secara sistematik
dan melembaga. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan kewajiban
suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan
melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi
kewajiban untuk mempertanggujawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi
organisasi yang terdiri dari berbagai komponen yg merupakan suatu kesatuan yaitu
perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran kinerja dan pelaporan kinerja.
Perencanaan Stratejik merupakan Suatu proses yg berorientasi pada hasil yg ingin dicapai
dalam kurun waktu 1-5 tahun secara sistematis dan berkesinambungan. Proses ini
menghslkan suatu rencana statejik yg memuat visi, misi, tujuan, sasaran, dan program yang
realistis dan mengantisipasi masa depan yang diinginkan dan dapat dicapai.
Perencanaan Kinerja merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan indikator kinerja
berdasarkan program , kebijakan, sasaran yang telah ditetapkan dalam rencana
stratejik. Hasil dari proses ini berupa Rencana Kinerja Tahunan. Pengukuran Kinerja dengan
mempergunakan Indikator Kinerja Utama (IKU).
 IKU pada tingkat Kementerian Negara/ Departemen/LPND adalah Indikator Hasil
(Outcome) sesuai dengan kewenangan tugas dan fungsi.
 IKU pada tingkat Eselon I adalah Indikator hasil (Outcome) dan atau keluaran (Output),
setingkat lebih tinggi dari keluaran (Output) unit kerja dibawahnya.
 IKU pada tingkat Eselon II sekurang-kurangnya adalah Indikator keluaran (Output).

Bahan-bahan dan data untuk penyusunan pelaporan kinerja bersumber:


1. Dokumen RPJMN
2. Dokumen Renstra
3. Kebijakan Umum Instansi
4. Bidang kewenangan, tugas dan fungsi
5. Informasi Data Kinerja
6. Data statistik
7. Kelaziman pada bidang tertentu dan perkembangan ilmu pengetahuan

Indikator Kinerja Utama dikatan baik apabila IKU tersebut setidaknya mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
 Specific (spesifik)
 Measurable (dapat diukur)
 Achievable (dapat dicapai)
 Result Oriented (berorientasi kepada Hasil)
 Relevan (berkaitan dengan tujuan dan sasaran)

Penetapan Indiktor Kinerja Utama wajib menggunakan Azas Konservatisme yaitu azas
kehati-hatian, kecermatan, keterbukaan guna menghasilkan informasi yang handal. Dalam
hal IKU menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan
pimpinan unit organisasi melaporkan kepada unit organisasi diatasnya. Penggunaan IKU,
adalah untuk:
 Perencanaan Jangka Menengah
 Perencanaan Tahunan
 Penyusunan dokumen Penetapan Kinerja
 Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
 Evaluasi Kinerja
 Pemantauan dan pengendalian Kinerja

LAKIP yang selama ini disusun dan disajikan secara terpisah dengan laporan keuangan,
harus disusun dan disajikan secara terintegrasi dengan laporan keuangan, sehingga memberi
informasi yang komprehensif berkaitan dengan keuangan dan kinerja. Pentingnya LAKIP
bermanfaat bagi dilaksanakannya Evaluasi Kinerja. Fungsi Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), antara lain:
1. Media hubungan kerja organisasi
2. Media akuntabilitas
3. Media informasi umpan balik perbaikan kinerja
4. LAKIP sebagai Instrumen Peningkatan Kinerja Berkesinambungan:

Hal-hal yang harus termuat dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP):
1. LAKIP menyajikan informasi kinerja berupa hasil pengukuran kinerja, evaluasi, dan
analisis akuntabilitas kinerja, termasuk menguraikan keberhasilan dan kegagalan,
hambatan/kendala, permasalahan, serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil.
2. Disertakan uraian mengenai aspek keuangan yang secara langsung mengaitkan hubungan
antara anggaran negara yang dibelanjakan dengan hasil atau manfaat yang diperoleh
(akuntabilitas keuangan)
3. Diuraikan juga secara singkat Renstra dan Renja tahun bersangkutan beserta sasaran yang
ingin dicapai pada tahun itu dan kaitannya dengan capaian tujuan, misi, dan visi.

2.11 Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)


Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 mengamanatkan bahwa penyelenggaraan
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada Kementerian
Negara/Lembaga dilaksanakan oleh entitas Akuntabilitas Kinerja secara berjenjang dengan
tingkatan entitas Akuntabilitas Kinerja Satuan Kerja, entitas Akuntabilitas Kinerja Unit
Organisasi dan entitas Akuntabilitas Kinerja Kementerian Negara/Lembaga. Pedoman ini
menjadi bagian pelaksanaan reformasi birokrasi yang terkait dengan pengelolaan
akuntabilitas kinerja kementerian. Seperti tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 29
Tahun 2014 bahwa penyelenggaraan SAKIP mencakup 6 (enam) unsur, yakni: Rencana
Strategis, Perjanjian Kinerja, Pengukuran Kinerja, Pengelolaan Data Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Reviu dan Evaluasi Kinerja. Mekanisme pelaksanaan dari unsur-unsur tersebut
sudah jelas tertuang dalam ketentuan perundangan-undangan, termasuk petunjuk teknisnya.
Namun, perlu adanya pedoman dalam proses pelaksanaan dari setiap unsur tersebut yang
dapat dijadikan sebagai petunjuk bagi setiap entitas akuntabilitas yang ada di lingkungan
internal kementerian. Pedoman ini harus dipatuhi, karena berdampak pada capaian dari setiap
entitas kinerja serta penilaian dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Dalam peraturan tersebut
Akuntabilitas Kinerja adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan Program dan Kegiatan yang
telah diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi organisasi secara
terukur dengan sasaran/target Kinerja yang telah ditetapkan melalui laporan kinerja instansi
pemerintah yang disusun secara periodik. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
atau disingkat SAKIP adalah rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan prosedur
yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran, pengumpulan data,
pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja dalam rangka pertanggungjawaban
dan peningkatan kinerja instansi pemerintah.

2.11.1 Tujuan Penyelenggaraan SAKIP


Tujuan penyelenggaraan SAKIP adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah, sedangkan sasaran yang ingin dicapai dari SAKIP tersebut antara
lain:
1. menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara
efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya
2. terwujudnya transparansi instansi pemerintah
3. terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
4. terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

SAKIP dilaksanakan untuk menghasilkan Laporan Kinerja sesuai dengan ketentuan


perundangan dan dilaksanakan secara selaras dan sesuai dengan penyelenggaraan sistem
Akutansi Pemerintahan dan tata cara pengendalian serta evaluasi pelaksanaan rencana
pembangunan.
2.11.2 Pengorganisasian SAKIP
SAKIP merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan
yang telah ditetapkan melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik. Dalam SAKIP
terdapat dokumen perencanaan yang mempunyai keterkaitan yang sangat erat, antara
Rencana Strategis dan Perjanjian Kinerja. Rencana Strategis memberikan arah pembangunan
organisasi jangka menengah, sedangkan Perjanjian Kinerja merupakan target dan komitmen
kinerja yang akan diwujudkan pada suatu tahun tertentu. Persyaratan dasar yang diperlukan
dalam pengelolaan SAKIP agar berjalan dengan baik sebagai berikut:
1. mengacu pada sistem dan peraturan yang dapat menjamin penggunaan sumber daya yang
konsisten dengan azas-azas umum penyelenggaraan negara yang disepakati bersama
2. komitmen pimpinan dan seluruh staf instansi yang bersangkutan
3. berorientasi pada pencapaian visi, misi, hasil dan manfaat yang diperoleh
4. penerapan SAKIP secara jujur, obyektif, transparan, dan akurat
5. menyajikan keberhasilan dan kegagalan dalam pencapaian sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan serta keberhasilan lain yang dibanggakan
Siklus Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

RPJM

Rencana
RANSTRA
Kerja

Rencana
Perjanjian
Kerja dan
KInerja
Anggaran

Kinerja
Aktual
Laporan
Pengukuran Kinerja &
Keuangan
Pengeluaran Data
Kinerja

Laporan
Kinerja

Review &
Evaluasi
Kinerja

2.11.3 Mekanisme Pengelolaan SAKIP


Mekanisme pengelolaan SAKIP mencakup alur koordinasi pemantauan dan
pengendalian serta penyampaian dokumen hasil penyusunan perjanjian kinerja, pengukuran,
pengelolaan data kinerja, pelaporan kinerja, dan evaluasi kinerja.
2.11.4 Komponen SAKIP
Sebagai suatu sistem, SAKIP terdiri dari komponen-komponen yang merupakan satu
kesatuan, yaitu :
1. Rencana Strategis
Dalam implementasi SAKIP, perencanaan strategis merupakan langkah awal untuk
melaksanakan mandat dari pemerintah berdasarkan RPJMN.
Dari bagan di atas terlihat bahwa rumusan visi, misi dan tujuan merupakan langkah awal
yang harus dilakukan untuk menetapkan sasaran strategis kementerian. Proses
rumusannya melibatkan pimpinan kementerian untuk selanjutnya menetapkan arah
kebijakan dan strategi. Berdasarkan arah dan strategi pembangunan ditetapkan program -
program yang akan dilakukan serta kegiatan yang akan dilakukan untuk melaksanakan
program tersebut.
2. Perjanjian Kinerja
Setiap entitas kinerja tingkat eselon I, eselon II dan UPT membuat Perjanjian kinerja
yang berisikan penugasan dari pimpinan untuk melaksanakan program/kegiatan yang
disertai dengan indikator kinerja. Perjanjian Kinerja ini merupakan wujud komitmen
penerima amanah dan kesepakatan antara penerima dan pemberi amanah atas kinerja
terukur tertentu berdasarkan tugas, fungsi dan wewenang serta sumber daya yang
tersedia. Kinerja yang disepakati tidak dibatasi pada kinerja yang dihasilkan atas
kegiatan tahun bersangkutan, tetapi termasuk kinerja (outcome) yang seharusnya
terwujud akibat kegiatan tahun-tahun sebelumnya. Dengan demikian target kinerja yang
diperjanjikan juga mencakup outcome yang dihasilkan dari kegiatan tahun-tahun
sebelumnya, sehingga terwujudkesinambungan kinerja setiap tahunnya.
 Tujuan penyusunan Perjanjian Kinerja :
a. sebagai wujud nyata komitmen antara penerima dan pemberi amanah untuk
meningkatkan integritas, akuntabilitas, transparansi, dan kinerja aparatur
b. menciptakan tolok ukur kinerja sebagai dasar evaluasi kinerja aparatur
c. sebagai dasar penilaian keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran
organisasi dan sebagai dasar pemberian penghargaan dan sanksi
d. sebagai dasar bagi pemberi amanah untuk melakukan monitoring, evaluasi dan
supervisi atas perkembangan atau kemajuan kinerja penerima amanah
e. sebagai dasar dalam penetapan sasaran kinerja pegawai.
 Penyusunan Perjanjian Kinerja
Pihak yang menyusun Perjanjian Kinerja
a. Menteri, Penjanjian Kinerja di tingkat Kementerian ditandatangani oleh Menteri
sebagai pimpinan tertinggi
b. Pimpinan Unit Kerja (Eselon I), Perjanjian Kinerja di tingkat unit kerja (Eselon I)
ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan dan disetujui oleh Menteri
c. Pimpinan Satuan Kerja (Eselon II) Perjanjian Kinerja di tingkat satuan kerja
(Eselon II) ditandatangani oleh pimpinan satuan kerja dan pimpinan Unit Kerja
(Eselon I).
d. Pimpinan UPT untuk Perjanjian Kinerja unit organisasi yang mengelola Anggaran
dan DIPA sendiri dan ditandatangani oleh pimpinan Unit Organisasi dan
pimpinan Unit Kerja (Eselon I).
 Waktu Penyusunan Perjanjian Kinerja, Perjanjian Kinerja harus disusun setelah
Kementerian menerima dokumen pelaksanaan anggaran (DIPA), paling lambat satu
bulan setelah dokumen anggaran disahkan.
 Penggunaan Sasaran dan Indikator, Perjanjian Kinerja menyajikan Indikator Kinerja
Utama yang menggambarkan hasil-hasil yang utama dan kondisi yang seharusnya,
tanpa mengesampingkan indikator lain yang relevan.
a. Untuk tingkat Kementerian sasaran yang digunakan menggambarkan dampak dan
outcome yang dihasilkan serta menggunakan Indikator Kinerja Utama
Kementerian dan indikator kinerja lain yang relevan.
b. Untuk tingkat Eselon I sasaran yang digunakan menggambarkan dampak pada
bidangnya dan outcome yang dihasilkan serta menggunakan Indikator Kinerja
diperhatikan muatan yang disajikan Utama Eselon I dan indikator kinerja lain
yang relevan.
c. Untuk tingkat Eselon II sasaran yang digunakan menggambarkan outcome dan
format Perjanjian Kenerja (PK) terdiri dari 2 (dua) bagian, yaitu Pernyataan
Perjanjian Kinerja dan Lampiran Perjanjian Kinerja.
d. Output pada bidangnya serta menggunakan Indikator Kinerja Utama Eselon II dan
indikator kinerja lain yang relevan.
Untuk tingkat unit organisasi sasaran yang digunakan menggambarkan outcome dan
output pada bidangnya serta menggunakan Indikator Kinerja Utama Unit Organisasi
dan indikator kinerja lain yang relevan.
 Format Perjanjian Kinerja, Secara umum dalam Perjanjian Kinerja terdiri atas 2 (dua)
bagian, yaitu Pernyataan Perjanjian Kinerja dan Lampiran Perjanjian Kinerja. Selain
itu juga harus diperhatikan muatan yang disajikan dalam perjanjian kinerja tersebut.
a. Pernyataan Perjanjian Kinerja, Pernyataan Perjanjian Kinerja ini paling tidak
terdiri atas :
8. Pernyataan untuk mewujudkan suatu kinerja pada suatu tahun tertentu
9. Tanda tangan pihak yang berjanji atau para pihak yang bersepakat
Format Pernyataan Perjanjian Kinerja terdapat pada lampiran :
 Formulir 1 : Pernyataan Perjanjian Kinerja Kementerian
 Formulir 2 : Pernyataan Perjanjian Kinerja Unit Kerja Eselon I, Satuan
Kerja Eselon II dan UPT
b. Lampiran Perjanjian Kinerja, Lampiran Perjanjian Kinerja merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam dokumen perjanjian kinerja. Informasi yang
disajikan dalam lampiran perjanjian kinerja disesuaikan dengan tingkatnya,
sebagaimana pada lampiran:
1. Formulir 3 : Lampiran Perjanjian Kinerja Kementerian
2. Formulir 4 : Lampiran Perjanjian Kinerja Unit Kerja Eselon I
3. Formulir 5 : Lampiran Perjanjian Kinerja Satuan Kerja Eselon II dan UPT
 Revisi dan Perubahan Perjanjian Kinerja, Perjanjian Kinerja dapat direvisi atau
disesuaikan dalam hal terjadi kondisi sebagai berikut:
a. terjadi pergantian atau mutasi pejabat
b. perubahan dalam strategi yang mempengaruhi pencapaian tujuan dan sasaran
(perubahan program, kegiatan dan alokasi anggaran)
c. perubahan prioritas atau asumsi yang berakibat secara signifikan dalam proses
pencapaian tujuan dan sasaran.
3. Pengukuran Kinerja dilakukan oleh masing-masing entitas kinerja untuk mengetahui
proses tahapan kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dengan menggunakan
indikator-indikator kinerja yang telah ditetapkan dalam perjanjian kinerja.
 Indikator Kinerja
1. Indikator kinerja Kementerian harus selaras antar tingkatan unit organisasi.
Indikator kinerja yang digunakan harus memenuhi kriteria spesifik, dapat diukur,
dapat dicapai, relevan, dan sesuai dengan kurun waktu tertentu.
2. Indikator Kinerja Utama (IKU) merupakan ukuran keberhasilan yang
menggambarkan kinerja utama Kementerian sesuai dengan tugas fungsi serta
mandat (core business) yang diemban.
3. IKU dipilih dari seperangkat indikator kinerja yang berhasil diidentifikasi dengan
memperhatikan proses bisnis organisasi dan kriteria indikator kinerja yang baik.
4. IKU perlu ditetapkan oleh Menteri sebagai dasar penilaian untuk setiap tingkatan
organisasi. Indikator Kinerja sekurang-kurangnya adalah indikator hasil (outcome)
sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsi Kementerian.
5. Indikator kinerja pada unit kerja (setingkat Eselon I) adalah indikator hasil
(outcome) dan atau keluaran (output) yang setingkat lebih tinggi dari keluaran
(output) unit kerja dibawahnya.
6. Indikator kinerja pada satuan kerja (setingkat Eselon II) sekurang-kurangnya
adalah indikator keluaran (output).
 Tujuan Pengukuran Kinerja, Pengukuran Kinerja dilakukan dalam rangka menjamin
adanya peningkatan dalam pelayanan publik dan meningkatkan akuntabilitas dengan
melakukan klarifikasi output dan outcome yang akan dan seharusnya dicapai untuk
memudahkan terwujudnya organisasi yang akuntabel
 Metode Pengukuran Kinerja, Pengukuran kinerja dilakukan dengan membandingkan
antara kinerja yang (seharusnya) terjadi dengan kinerja yang diharapkan.
 Waktu dan Pelaksanaan Pengukuran kinerja
a. Pengukuran kinerja dilakukan secara berkala (triwulan) dan tahunan. Pengukuran
dan pembandingan kinerja dalam laporan kinerja harus cukup menggambarkan
posisi kinerja setiap Unit Kerja dan Satuan Kerja.
b. Pengukuran Kinerja dilakukan oleh semua tingkatan organisasi yang telah
membuat Perjanjian Kinerja atau membuat komitmen kinerja dan mengelola
anggaran
c. Laporan hasil pengukuran kinerja dilakukan secara berjenjang dari satuan kerja
eselon II dan UPT ke unit kerja eselon I dan dari unit kerja eselon I ke tingkat
kementerian. Penyampaian laporan dalam bentuk softcopy dan hardcopypaling
lambat dua minggu setiap awal triwulan berikutnya
4. Pengelolaan Data kinerja, Setiap entitas kinerja tingkat eselon I, eselon II dan UPT
memiliki unit yag bertanggung jawab terhadap pengelolaan data kinerja yang melakukan
proses pengumpulan, pencatatan, pengolahan dan pelaporan data kinerja. Pengelolaan
data kinerja tersebut mempertimbangkan kebutuhan informasi pada setiap tingkatan
organisasi, kebutuhan manajerial, data laporan keuangan yang dihasilkan dari sistem
akuntansi, dan statistik pemerintah.
 Tujuan Pengelolaan Data kinerja, Pengelolaan data kinerja bertujuan :
a. sebagai salah satu bentuk transparansi dan akuntabilitas kinerja
b. bahan informasi capaian kinerja untuk para pimpinan
c. bahan evaluasi dan pelaporan, serta untuk memonitor pelaksanaan program dan
kegiatan guna mengetahui permasalahan dan kendala yang dihadapi sejak dini
dalam rangka optimalisasi target capaian yang dihasilkan.
 Teknik Pengelolaan Data Kinerja
a. Setiap Unit Kerja, Satuan Kerja dan UPT melakukan pengelolaan data kinerja
yang terintegrasi secara elektronik melalui sistem informasi yang tersedia dalam
laman portal kementerian
b. Unit Kerja menunjuk petugas yang bertanggung jawab terhadap data informasi
kinerja dan unggahan data kinerja Satuan Kerja atau Unit Kerjanya. Penunjukkan
dilakukandalam bentuk surat tugas yang ditandatangani oleh Sekretariat Ditjen
atau Badan paling lambat pada bulan Desember di akhir tahun anggaran.
c. Mengunggah data kinerja setiap bulan, paling lambat tujuh hari kerja pada bulan
berikutnya
d. Satuan Kerja dan Unit Kerja yang tidak atau terlambat melakukan pengunggahan
data sesuai waktu yang ditetapkan akan ditayangkan pada laman portal
kementerian.
5. Pelaporan Kinerja, Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan
tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap Unit Kerja atas penggunaan anggaran.
Setiap entitas kinerja menyusun laporan kinerja sebagai pengukuran dan evaluasi serta
pengungkapansecara memadai hasil analisis terhadap pengukuran kinerja.
 Tujuan pelaporan kinerja :
a. memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas kinerja
yang telah dan seharusnya dicapai
b. sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Unit Kerja untuk meningkatkan
kinerjanya.
 Format Laporan kinerja, Pada dasarnya laporan kinerja disusun oleh setiap tingkatan
unit kerja dan satuan kerja yang menyusun perjanjian kinerja dan menyajikan
informasi tentang:
a. Uraian singkat organisasi
b. Rencana dan target kinerja yang ditetapkan
c. Pengukuran kinerja
d. Evaluasi dan analisis kinerja untuk setiap sasaran strategis atau hasil
program/kegiatan dan kondisi terakhir yang seharusnya terwujud. Analisis ini
juga mencakup atas efisiensi penggunaan sumber daya.
 Mekanisme Penyampaian Laporan Kinerja
a. Pimpinan Satuan Kerja Eselon II dan UPT menyusun dan menyampaikan
Laporan Kinerja kepada Pimpinan Unit Kerja Eselon I dengan tembusan
Sekretaris Jenderal paling lambat satu minggu setelah tahun anggaran berakhir;
b. Pimpinan Unit Kerja menyusun laporan kinerja tahunan tingkat unit kerja
berdasarkan perjanjian kinerja yang disepakati dan menyampaikannya kepada
Menteri dengan tembusan Sekretaris Jenderal paling lambat dua minggu setelah
tahun anggaran berakhir
c. Menteri menyusun Laporan Kinerja tahunan tingkat Kementerian berdasarkan
perjanjian kinerja yang ditandatangani dan menyampaikan kepada Menteri
Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun
anggaran berakhir.
6. Tata Cara Reviu Atas Laporan kinerja, Unit Pengawasan Internal melakukan reviu berupa
penelaahan atas laporan kinerja untuk memastikan bahwa laporan kinerja telah
menyajikan informasi kinerja yang andal, akurat dan berkualitas.
 Reviu bertujuan :
a. Membantu penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja Kementerian.
b. Memberikan keyakinan terbatas mengenai akurasi, keandalan, dan keabsahan
data/informasi kinerja Unit Kerja sehingga dapat menghasilkan Laporan Kinerja
yang berkualitas.
Apabila dalam reviu ditemukan kelemahan dalam penyelenggaraan manajemen
kinerja dan kesalahan penyajian data atau informasi dan penyajian laporan kinerja,
maka unit pengelola kinerja harus segera melakukan perbaikan atau koreksi atas
kelemahan atau kesalahan tersebut secara berjenjang.
 Tata Cara Reviu
a. Pihak yang melaksanakan reviu, Laporan kinerja harus direviu oleh Aparat
Pengawasan Internal pemerintah (APIP) sebagai unit Pengawasan Internal.
b. Waktu pelaksanaan reviu, Tahapan reviu laporan kinerja merupakan bagian tidak
terpisahkan dari tahapan pelaporan kinerja. Reviu dilaksanakan secara paralel
dengan pelaksanaan manajemen kinerja dan penyusunan Laporan Kinerja Unit
Kerja. Reviu harus sudah selesai sebelum ditandatangani Menteri dan kemudian
disampaikan kepada Menteri PAN dan RB.
c. Ruang lingkup pelaksanaan reviu
 Metode pengumpulan data/informasi, Hal ini dilakukan terkait untuk menguji
keandalan dan akurasi data/informasi kinerja yang disajikan dalam Laporan
Kinerja.
 Penelaahan penyelenggaraan SAKIP secara ringkas, Penelaahan dilakukan
untuk menilai keselarasan antara perencanaan strategis di tingkat kementerian
dengan perencanaan strategis unit dibawahnya, terutama dalam hal
keselarasan sasaran, indikator kinerja, program dan kegiatannya.
 Penyusunan kertas kerja reviu, Kertas kerja reviu, setidaknya mencakup hal-
hal sebagai berikut:
 Hasil pengujian atas keandalan dan akurasi data atau informasi kinerja
dalam laporan kinerja
 Telaahan atas aktivitas penyelenggaraan SAKIP
 Hal yang direviu dan langkah-langkah reviu yang dilaksanakan
 Hasil pelaksanaan langkah-langkah reviu dan kesimpulan atau catatan
APIP.
 Setelah melakukan reviu, APIP harus membuat surat pernyataan telah direviu
dan surat tersebut merupakan bagian dari laporan kinerja.
 Reviu dilakukan hanya atas laporan kinerja tingkat Kementerian saja.
 Pelaporan Reviu
a. Rangkaian aktivitas dalam pelaporan reviu dititikberatkan pada
pertanggungjawaban pelaksanaan reviu yang pada pokoknya mengungkapkan
prosedur reviu yang dilakukan, kesalahan atau kelemahan yang ditemui, langkah
perbaikan yang disepakati, langkah perbaikan yang telah dilakukan dan saran
perbaikan yang tidak atau belum dilaksanakan, laporan tersebut merupakan dasar
penyusunan pernyataan telah direviu.
b. Hasil pelaporan reviu merupakan dasar bagi APIP untuk membuat pernyataan
telah direviu, yang antara lain menyatakan bahwa :
1. Reviu telah dilakukan atas laporan kinerja untuk tahun yang bersangkutan.
2. Reviu telah dilaksanakan sesuai dengan pedoman reviu laporan kinerja.
3. Semua informasi yang dimuat dalam laporan reviu adalah penyajian
manajemen
4. Tujuan reviu adalah untuk memberikan keyakinan mengenai akurasi,
keandalan dan keabsahan informasi kinerja dalam laporan kinerja kepada
pimpinan Unit Kerja.
5. Simpulan reviu yaitu apakah laporan kinerja telah menyajikan informasi
kinerja yang handal, akurat dan absah.
BAB III
KESIMPULAN

Pengukuran kinerja merupakan alat manajemen untuk meningkatkan kualitas


pengambilan keputusan. Dengan dilakukannya pengukuran kinerja maka kita bisa
memastikan apakah pengambilan keputusan dilakukan secara tepat dan obyektif. Selain itu
kita juga bisa memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kinerja dan membandingkannya
dengan rencana kerja serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kinerja periode
berikutnya. Terjadinya peningkatan atau penurunan produktivitas bisa ditunjukkan dari
kegiatan ini. Pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap
tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya.
Dalam rangka menciptakan system pengukuran kinerja, sebaaiknya organisasi
mempertimbangkan indikator input, indikator output, indikator outcome, indikator manfaat,
indikator dampak. Indikator input adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan
kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan output. Indikator proses adalah segala besaran
yang menunjukkan upaya yang dilakukan dalam rangka mengolah input menjadi output.
Indikator output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang
dapat berupa fisik dan / atau non fisik. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang
mencerminkan berfungsinya output kegiatan pada jangka menengah. Indikator manfaat
adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Indikator dampak
adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif maupun negatif pada setiap tingkatan
berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bibl iog raphy

Bastian, I. (2006). Akuntansi Sektor Publik. Jakarta: Erlangga.


Mahmudi. (2005). Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.
Mahsun, M. (2006). Pengukuran Kinerja Sektor Publik. Jakarta: BPFE.
Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi.
Permenpan Nomor 29 Tahun 2010 Tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja Dan
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah
Peraturan Pemerintah Republik Inodeesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2014 tentang Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Neara dan Reformasi Birokrasi.
Permana, D. A. (2017). Pengukuran Kinerja Instansi Pemerintah Daerah dalam Perspektif
Value For Money. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi, Vol. 6 No. 5, Hal. 2163-2180.
Robertson, G. (2002). Review Kinerja. Lokakarya Review Kinerja. BPKP dan Executive
Education.
Shaikh, J. M. (2004). Measuring and Reporting of Intellectual Capital Performance Analysis.
Journal of American Academy of Business.
Stout, L. D. (1993). Performance Measurement Guide. New Jersey: Prentice-Hall.
Ulum, I. (2009). Audit Sektor Publik. Malang: Bumi Aksara.
Ulupui, I. (2002). Petunjuk Menuju Penilaian Kinerja pada Sektor Publik. Jurnal Akuntansi
dan Keuangan Sektor Publik, Vol. 3 No.1, Hal. 10-16.
Whittaker , J. B. (1995). The Government Performance and Result Act of 1993;1995, A
Mandate for Strategic Planning and Performance Measurement. Virginia, USA:
Educational Service Institute.

Anda mungkin juga menyukai