MAKALAH
Oleh:
Pengukuran kinerja sektor publik merupakan suatu penilaian kinerja yang bertujuan
untuk membantu pemerintah di sektor publik dalam menilai pencapaian suatu strategi melalui
alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk
memenuhi tiga tujuan, pertama membantu memperbaiki kinerja pemerintah agar dapat
berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan pelayanan masyarakat.
Kedua untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan, yaitu didalam
penggunaan ukuran kinerja sektor publik. Ketiga untuk mewujudkan pertanggungjawaban
publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan (Mardiasmo, 2002:121).
Menurut Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Daerah, kinerja merupakan keluaran atau hasil dari kegiatan atau laporan yang akan atau
telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur. Pengukuran kinerja sangat penting untuk menilai akuntabilitas organisasi pemerintah
dalam menghasilkan pelayanan publik yang lebih baik. Akuntabilitas bukan hanya untuk
menunjukkan bagaimana uang publik dibelanjakan. Akan tetapi, akuntabilitas yang
dimaksudkan adalah kemampuan untuk menunjukkan bagaimana uang publik itu
dibelanjakan secara ekonomi, efisien, dan efektif.
Semakin lama organisasi sektor publik kian pesat perkembangannya, baik pada
tingkat pusat maupun daerah. Akan tetapi, hal tersebut mengakibatkan munculnya fenomena
semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas publik dan adanya transparasi dari pemerintah.
Selain hal tersebut, timbul tuntutan baru yaitu agar organisasi sektor publik memperhatikan
value for money dalam menjalankan aktivitasnya. Implementasi konsep value for money
dapat memperbaiki akuntabilitas sektor publik dan memperbaiki kinerja sektor publik.
Manfaat implementasi konsep value for money pada organisasi sektor publik yaitu
meningkatkan efektivitas pelayanan publik, meningkatkan mutu pelayanan publik,
menurunkan biaya pelayanan publik karena hilangnya inefisiensi dan terjadinya penghematan
dalam penggunaan input, alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik,
meningkatkan kesadaran akan uang publik sebagai akar pelaksanaan akuntabilitas publik
(Mardiasmo, 2002:7).
BAB II
PEMBAHASAN
Jenis informasi non-finansial dapat dinyatakan dalam bentuk variabel kunci (key
variabel) atau sering dinamakan sebagai key succes factor, key result factor, atau
pulse point. Variabel kunci adalah variabel yang mengindikasikan faktor-faktor yang
menjadi sebab kesuksesan organisasi. Jika terjadi perubahan yang tidak diinginkan,
maka variabel ini harus segera disesuaikan. Suatu variabel kunci memiliki beberapa
karakteristik, antara lain:
a. Menjelaskan faktor pemicu keberhasilan dan kegagalan organisasi
b. Sangat volatile dan dapat berubah dengan cepat
c. Perubahannya tidak dapat diprediksi
d. Jika terjadi perubahan perlu diambil tindakan segera
e. Variabel tersebut dapat diukur, baik secara langsung maupun melalui ukuran
antara (surrogate), sebagai contoh, kepuasan masyarakat tidak dapat diukur secara
langsung, akan tetapi dapat dibuat ukuran antaranya, misalnya jumlah aduan,
tuntutan, dan demonstrasi dapat dijadikan variabel kunci.
Contoh variabel kunci:
Dinas/
Variabel Kunci
Unit Kerja
Rumah Sakit dan Tingkat hunian kamar (kamar yang dipakai : jumlah total
Hotel kamar yang tersedia)
Klinik Kesehatan Jumlah pelanggan (masyarakat) yang dilayani per hari
Perusahaan Listrik KWH yang terjual
Negara
Perusahaan Jumlah pulsa yang terjual
Telekomunikasi
Perusahaan Air Jumlah debit air yang terjual
Minum
DLLAJ 1) Jumlah alat angkutan umum
2) Paid seats/capacity seats
Pekerjaan Umum 1) Panjang jalan yang dibangun/diperbaiki
2) Panjang jalan yang disapu/dibersihkan
Kepolisian 1) Jumlah kriminalitas yang tertangani
2) Jumlah kecelakaan/pelanggaran lalu lintas
3) Jumlah pengaduan masyarakat yang tertangani
DPR/DPRD 1) Jumlah pengaduan dan tuntutan masyarakat yang
tertangani
2) Jumlah rapat yang dilakukan
3) Jumlah undang-undang atau perda yang dihasilkam
4) Jumlah peserta rapat per total anggota
Dispenda Jumlah pendapatan yang terkumpul
Agar pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan baik, berikut ini merupakan hal-hal
yang perlu diperhatikan:
a. Membuat suatu komitmen untuk mengukur kinerja dan memulainya dengan
segera. Hal yang perlu dilakukan oleh instansi adalah sesegera mungkin memulai
upaya pengukuran kinerja dan tidak perlu mengharap pngukuran kinerja akan
langsung sempurna. Nantinya, perbaikan atas pengukuran kinerja akan dilakukan.
b. Perlakuan pengukuran kinerja sebagai suatu proses yang berkelanjutan (on-going
process)
c. Pengukuran kinerja merupakan suatu proses yang bersifat interaktif. Proses ini
merupakan suatu cerminan dari upaya organisasi untuk selalu berupaya
memperbaiki kinerja.
d. Sesuaikan proses pengukuran kinerja dengan organisasi Organisai harus
menetapkan ukuran kinerja yang sesuai dengan besranya organisasi, budaya, visi,
tujuan, dan struktur organisasi.
Nilai
Input Process Output Outcome Tujuan
Input (Rp)
Cost-
Effectiveness
Rasio Efisiensi tidak hanya dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi dalam bentuk
relatif. Unit A adalah lebih efisien dibanding unit B. Unit A lebih efisien
dibanding unit tahun lalu, dan seterusnya. Karena efisiensi diukur dengan
membandingkan keluaran dan masukan, maka perbaikan efisiensi dapat dilakukan
dengan cara :
a. Meningkatkan output pada tingkat input yang sama
b. Meningkatkan output dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
peningkatan input
c. Menurunkan input pada tingkatan output yang sama.
d. Menurunkan input dalam proporsi yang lebih besar daripada proporsi
penurunan output.
Penyebut atau input sekunder seringkali diukur dalam bentuk satuan mata uang.
Pembilang atau output dapat diukur baik dalam jumlah mata uang ataupun satuan
fisik. Dalam pengukuran kinerja Value for Money, efisiensi dapat dibagi menjadi
dua, yaitu:
a. Efisiensi alokasi, terkait dengan kemmapuan untuk mendayagunakan sumber
daya input pada tingkat kapasitas optimal
b. Efisiensi teknis (manajerial), terkait dengan kemampuan mendaygunakan
sumber daya input pada tingkat output tertentu.
Contoh: Untuk memproduksi suatu jenis output tertentu dengan jumlah tertentu
yang sama terdapat tiga cara:
a. Cara 1 membutuhkan 5 unit material A dan 2 jam kerja sebagai input.
b. Cara 2 membutuhkan 6 unit material A dan 3 jam kerja sebagai input.
c. Cara 3 membutuhkan 7 unit material A dan 4 jam kerja sebagai input.
Maka dikatakan bahwa cara 1 lebih efisien dari cara 2 dan 3. Karena rasio input
dan output (i/o) pada cara 1, lebih kecil dibandingkan dengan rasio input dan
output (i/o) pada cara 2 dan cara 3.
3. Pengukuran efektivitas
Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.
Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka organisasu tersebut
dikatakan telah berjalan dengan efektif. Hal terpenting yang perlu dicatat adalah
bahwa efektivitas tidak menyatakan tetang berapa besar biaya yang telah
dikeluarkan untuk mencapai tujuan tersebut. Biaya boleh jadi melebihi apa yang
telah dianggarkan, boleh jadi dua kali lebih besar atau bahkan tiga kali lebih besar
daripada yang telah dianggarkan. Efektivitas hanya melihat apakah suatu program
atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Contoh: Pemerintah Daerah X memiliki program pelayanan bus yang bertujuan
untuk mengurangi tingkat penggunaan kendaraan pribadi di dalam kota.
Outputnya pelayanan bus yang diukur dengan jumlah kilometer pelayanan bus.
Dalam rangka pelaksanaan program tersebut, Pemerintah Daerah X melakukan
pembelian bus baru.
Indikator Kinerja Utama dikatan baik apabila IKU tersebut setidaknya mempunyai
karakteristik sebagai berikut :
Specific (spesifik)
Measurable (dapat diukur)
Achievable (dapat dicapai)
Result Oriented (berorientasi kepada Hasil)
Relevan (berkaitan dengan tujuan dan sasaran)
Penetapan Indiktor Kinerja Utama wajib menggunakan Azas Konservatisme yaitu azas
kehati-hatian, kecermatan, keterbukaan guna menghasilkan informasi yang handal. Dalam
hal IKU menimbulkan dampak negatif terhadap kinerja organisasi secara keseluruhan
pimpinan unit organisasi melaporkan kepada unit organisasi diatasnya. Penggunaan IKU,
adalah untuk:
Perencanaan Jangka Menengah
Perencanaan Tahunan
Penyusunan dokumen Penetapan Kinerja
Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Evaluasi Kinerja
Pemantauan dan pengendalian Kinerja
LAKIP yang selama ini disusun dan disajikan secara terpisah dengan laporan keuangan,
harus disusun dan disajikan secara terintegrasi dengan laporan keuangan, sehingga memberi
informasi yang komprehensif berkaitan dengan keuangan dan kinerja. Pentingnya LAKIP
bermanfaat bagi dilaksanakannya Evaluasi Kinerja. Fungsi Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP), antara lain:
1. Media hubungan kerja organisasi
2. Media akuntabilitas
3. Media informasi umpan balik perbaikan kinerja
4. LAKIP sebagai Instrumen Peningkatan Kinerja Berkesinambungan:
Hal-hal yang harus termuat dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(LAKIP):
1. LAKIP menyajikan informasi kinerja berupa hasil pengukuran kinerja, evaluasi, dan
analisis akuntabilitas kinerja, termasuk menguraikan keberhasilan dan kegagalan,
hambatan/kendala, permasalahan, serta langkah-langkah antisipatif yang akan diambil.
2. Disertakan uraian mengenai aspek keuangan yang secara langsung mengaitkan hubungan
antara anggaran negara yang dibelanjakan dengan hasil atau manfaat yang diperoleh
(akuntabilitas keuangan)
3. Diuraikan juga secara singkat Renstra dan Renja tahun bersangkutan beserta sasaran yang
ingin dicapai pada tahun itu dan kaitannya dengan capaian tujuan, misi, dan visi.
RPJM
Rencana
RANSTRA
Kerja
Rencana
Perjanjian
Kerja dan
KInerja
Anggaran
Kinerja
Aktual
Laporan
Pengukuran Kinerja &
Keuangan
Pengeluaran Data
Kinerja
Laporan
Kinerja
Review &
Evaluasi
Kinerja