Anda di halaman 1dari 16

PERAN MANAJERIAL SKPD DALAM PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN

DAN KEJELASAN SASARAN ANGGARAN

Untuk Memenuhi Ujian Tengah Semester

Pada Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik

Dosen Pengampuh :

Oleh :
ELBEN BALTHASAR THIUS (176020300111031)

Kelas EG

PROGRAM MAGISTER ILMU AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI & BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

Era sekarang masyarakat semakin sadar terhadap penyelenggaraan administrasi public,


yang gejolaknya berakar dari ketidakpuasan masyarakat terhadap kinerja manajerial
pemerintah. Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja manajerial yaitu kejelasan sasaran
anggaran dan partisipasi dalam penyusunan anggarannya. Untuk itu saat ini masyarakat
mendorong pemerintah untuk lebih transparan dalam menjalankan administrasi pemerintah
khususnya yang berhubungan dengan anggaran. Anggaran disusun untuk membantu
manajemen mengkomunikasikan tujuan organisasi semua manajer pada unit organisasi di
bawahnya, untuk mengkoordinasi kegiatan, dan untuk mengevaluasi kinerja manager
(Supriyono, 1999). Agar tujuan tersebut dapat dicapai secara efektif maka perlu
memperhatikan partisipasi dalam penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran.
Anggaran merupakan alat perencanaan dan pengendalian yang sangat penting,
sehingga proses penyusunan anggaran merupakan aspek penting dalam pencapaian
keberhasilan dari suatu organisasi (Prihandini, 2011). Agar anggaran itu tepat sasaran dan
sesuai dengan tujuan maka diperlukan kerjasama yang baik antara bawahan dan atasan,
pegawai dan manajer dalam penyusunan anggaran yang dinamakan dengan partisipasi
anggaran. Partisipasi anggaran melibatkan bawahan dalam proses penyusunannya, sehingga
bawahan yang kinerjanya diukur berdasarkan anggaran akan termotivasi untuk mencapai
kinerja sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam anggaran. Partisipasi dalam penyusunan
anggaran merupakan pendekatan manajerial yang umumnya dinilai dapat meningkatkan
kinerja manajerial.

Mardiasmo (2005: 63) menyatakan bahwa terdapat beberapa alasan pentingnya


anggaran sektor publik yaitu: (a).anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk
mengarahkan pembangunan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan
kualitas hidup masyarakat, (b).anggaran diperlukan karena adanya masalah keterbatasan
sumber daya (scarcity of resources), pilihan (choice) dan trade off. (c).anggaran diperlukan
untuk meyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggungjawab terhadap rakyat. Dalam hal ini
anggaran publik merupakan instrumen pelaksanaan akuntabilitas publik oleh lembagalembaga
publik yang ada. Mengingat pentingnya anggaran sektor publik, maka APBD harus disusun
berdasarkan prinsip-prinsip pokok anggaran sektor publik. Permendagri No. 26 tahun 2006
tentang Pedoman Penyusunan APBD tahun anggaran 2007 menyatakan bahwa dalam
penyusunan APBD harus memperhatikan prinsip-prinsip, sebagai berikut; (a).partisipasi
masyarakat; (b).transparansi dan Akuntabilitas Anggaran; (c). disiplin anggaran; (d).keadilan
anggaran; (e).efisiensi dan efektivitas anggaran, dan (f).taat azas.

Proses anggaran diawali dengan penetapan tujuan, target dan kebijakan. Kesamaan
persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan
berbagai program yang akan dilakukan, sangat penting bagi kesuksesan anggaran. Di tahap
ini, proses distribusi sumber daya mulai dilakukan. Pencapaian konsensus alokasi sumber
daya menjadi pintu pembuka bagi pelaksanaan anggaran. Proses panjang dari penentuan
tujuan ke pelaksanaan anggaran seringkali melewati tahap yang melelahkan, sehingga
perhatian terhadap tahap penilaian dan evaluasi sering diabaikan. Kondisi inilah yang
tampaknya secara praktis sering terjadi (Bastian, 2006a: 188).

Partisipasi Penyusunan Anggaran adalah suatu proses yang didalamnya terdapat


individu yang terlibat dan mempunyai pengaruh terhadap penyusutan target anggaran yang
akan di evaluasi dan perlunya penghargaan atas pencapaian target anggaran tersebut (Puput,
2007).

Kejelasan sasaran anggaran juga akan membantu pegawai untuk mencapai kinerja
manjerial yang diharapkan, dimana dengan mengetahui sasaaran anggaran maka tingkat
kinerja yang diharapkan dapat tercapai. Adanya sasaran anggaran yang jelas, maka akan
mempermudah untuk mempertanggung jawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan
tugas organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang telah
di tetapkan sebelumnya. Ketidak jelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksana
anggaran menjadi bingung, tidak tenang dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini akan
menyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja yang di harapkan
(Deki, 2013).

Sudah banyak penelitian tentang partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan anggaran


terhadap kinerja manajerial SKPD. Salah satu penelitian yang telah di lakukan sebelumnya
yaitu penelitian mengenai pengaruh kejelasan sasaran anggaran terhadap kinerja pemerintah
pada pemerintahan Aceh oleh Nurhalimah,dkk (2011). Hasil penelitiannya menunjukan
bahwa kejelasan sasaran anggaran berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan pada
pemerintahan Aceh, sedangkan partisipasi penyusunan anggaran tidak berpengaruh pada
kinerja aparatur perangkat daerah. Untuk itu berdasarkan penelitian penelitian sebelumnya,
dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui lebih dalam apakah peran dari manajerial
SKPD ini dalam partisipasi penyusunan anggaran dan kejelasan sasaran anggaran yang
mempengaruhi kinerja mereka.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Teori

2.1.1 Penelitian Terdahulu


Untuk melengkapi tinjauan pustaka dalam penelitian ini, maka akan dikaji
beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan kejelasan sasaran
anggaran dan partisipasi penyusunan anggaran. Meskipun penelitian yang sama
dengan penelitian ini namun paling tidak dengan adanya penelitian terdahulu akan
dapat menjadi acuan yang bermanfaat.
Sehubungan dengan hal yang di maksud diatas, maka perlu untuk melihat
hasil penelitian dari Nurhalimah,dkk (2013) yang meneliti tentang “PENGARUH
PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN DAN KEJELASAN SASARAN
ANGGARAN TERHADAP KINERJA APARATUR PERANGKAT DAERAH DI
PEMERINTAH ACEH” yang menyimpulkan secara terpisah bahwa partisipasi
penyusunan anggaran berpengaruh terhadap kinerja aparatur perangkat daerah,
sedangkan kejelasan sasaran anggaran tidak berpengaruh terhadap kinerja aparatur
perangkat daerah di Pemerintah Aceh.
Disamping dengan kajian penelitian di atas, selanjutnya kita kaji penelitian
dari Fladimir Edwin Mbon (2013) yang meneliti tentang “PENGARUH
PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN, KEJELASAN SASARAN
ANGGARAN, DAN AKUNTABILITAS PUBLIK TERHADAP KINERJA
APARAT PEMERINTAH DAERAH”. Hasil penelitian menunjukan bahwa 1)
Partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
aparat pemerintah daerah , 2) Kejelasan sasaran anggaran berpengaruh signifikan
positif terhadap kinerja aparat pemerintah daerah , dan 3) Akuntabilitas publik
berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja aparatp emerintah daerah. Hasil
penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang telah dilakukan peneliti
sebelumnya yang menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran, kejelasan
sasaran anggaran dan akuntabilitas publik berpengaruh positif terhadap kinerja
aparat pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil-hasil kajian di atas, maka dengan jelas terlihat bahwa
partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial SKPD memang
mempunyai hubungan yang erat dan saling mempengaruhi. Namun untuk
kejelasan sasaran anggaraan dengan kinerja manajerial SKPD masih belum saling
mempengaruhi di beberapa tempat/kota.

2.1.2 Anggaran
Merupakan estimasi kinerja yang hendak dicapai selama periode tertentu
yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Anggaran adalah :
”Proses atau metoda untuk mempersiapkan suatu anggaran/penganggaran dalam
organisasi sektor publik merupakan tahapan yang cukup rumit dan mengandung
nuansa politik yang tinggi. Penganggaran sektor publik terkait dengan proses
penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktifitas dalam satuan
moneter.” (Mardiasmo, 2009).
Mardiasmo (2009) menjelaskan anggaran adalah: Alat utama kebijakan
fiskal adalah anggaran. Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi
kinerja yang akan dicapai oleh suatu organisasi dalam periode tertentu yang
dinyatakan dalam ukuran financial. Dari beberapa pengertian di atas, disimpulkan
bahwa anggaran merupakan suatu rencana kerja di masa mendatang yang
dinyatakan secara formal dan diukur dalam satuan moneter yang biasanya
mencakup periode satu tahun untuk membawa perusahaan dalam
kondisi/mencapai tujuan yang telah ditentukan

2.1.3 Fungsi Anggaran :


Mardiasmo (2009) menjelaskan fungsi-fungsi anggaran dalam 8 aspek :
a. Sebagai alat perencanaan. Anggaran merupakan alat perencanaan
manajemen untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Anggaran sebagai alat Pengendalian (Control Tool).
c. Anggaran sebagai alat kebijakan fiskal. Digunakan pemerintah untuk
menstabilkan ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
d. Anggaran sebagai alat politik.
e. Anggaran sebagai alat koordinasa dan komunikasi.
f. Anggaran sebagai alat penilaian Kinerja.
g. Anggaran sebagai alat motifasi.
h. Anggaran sebagai alat untuk menciptakan ruang politik.

2.1.4 Kejelasan Sasaran Angggaran


Putra (2013) menjelaskan bahwa kejelasan sasaran anggaran
merupakan sejauh mana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik
dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang
bertanggung-jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Kejelasan
sasaran anggaran berimplikasi pada aparat untuk menyusun anggaran sesuai
dengan sasaran yang ingin dicapai instansi pemerintah. Ketidakjelasan sasaran
anggaran akan meyebabkan pelaksana anggaran menjadi bingung, tidak tenang
dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini meyebabkan pelaksana anggaran tidak
termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan.

2.1.5 Partisipasi Anggaran


Pada Bukunya Aimee & Carol (2006) menjelaskan partisipasi anggaran
adalah:
“Menemukan mekanisme input partisipasi warga negara mempunyai pengaruh
langsung pada keputusan anggaran. Keuntungan penggunaan input warga
negara kedalam operasional kota bisa membantu dewan dalam menjalankan
tanggung jawabnya unuk mewakili konstituen dan memberikan visi, arahan
kebijakan jangka panjang”.
Partisipasi anggaran merupakan keterlibatan antara manajer atas
dengan bawah untuk menentukan proses penggunaan sumber daya pada
aktivitas dan operasi perusahaan (Eker, 2007). Menurut Eker (2007), terdapat
dua keuntungan utama dari partisipasi bawahan dalam partisipasi anggaran
dilihat dari prespektif psikologikal dan kognitif, yaitu :
a. Karena dilibatkan dengan tujuan anggaran, partisipasi berhubungan dengan
kinerja, yang mana menambah motivasi dan komitmen pada anggaran.
b. Partisipasi anggaran dapat menghasilkan kualitas keputusan yang tinggi.
Hal ini karena adanya perbaikan informasi antara atasan dan bawahan.
Partisipasi anggaran menunjukkan pada luasnya partisipasi bagi aparat
pemerintah daerah dalam memahami anggaran yang diusulkan oleh unit
kerjanya dan pengaruh tujuan pusat pertanggung jawaban anggaran mereka.
Partisipasi anggaran pada sektor publik terjadi ketika antara pihak eksekutif
dan legislatif dan masyarakat bekerja sama dalam pembuatan anggaran.
Anggaran dibuat oleh kepala daerah melalui usulan-usulan dari setiap unit
kerja yang disampaikan kepada Kepala Bagian dan diusulkan kepada kepala
daerah, dan setelah itu DPRD bersama-sama menetapkan anggaran yang dibuat
sesuai dengan peraturan daerah yang berlaku.

2.1.6 Kinerja Manajerial


Menurut Mahoney dalam Saragih (2008) menyebutkan bahwa kinerja
manajerial merupakan kinerja para individu anggota organisasi dalam
kegiatan-kegiatan manajerial. Kinerja manajerial didasarkan pada fungsi-
fungsi manajemen yang ada dalam teori manajemen klasik, yaitu (Hafiz,
2007):
a. Perencanaan
Perencanaan meliputi pemilihan strategi, kebijakan, program dan
prosedur untuk mencapai tujuan perusahaan. Tanggungjawab untuk
perencanaan tidak dapat sama sekali dipisahkan dari pelaksanaan
manajerial sebab semua merencanakan, baik manajemen puncak, tengah,
atau dasar dari suatu struktur organisasi” (Koontz et al., dalam Hafiz,
2007).
b. Investigasi
Menurut Supomo dan Indriantoro dalam Hafiz (2007), laporan dari
setiap manajer pada pusat pertanggungjawaban yang dipimpinnya,
menjelaskan kinerja manajerial yang bersangkutan. Untuk menyusun
laporan tersebut, manajer melaksanakan salah satu fungsi manajemen yaitu
investigasi. Dalam hal ini, manajemen bertugas untuk mengumpulkan dan
menyampaikan informasi untuk catatan, laporan dan rekening, mengukur
hasil, menentukan persediaaan, dan analisa pekerjaan.
c. Koordinasi
Koontz et al., dalam Hafiz (2007) mengungkapkan bahwa setiap fungsi
manajerial adalah pelaksana koordinasi. Kebutuhan akan
mengsinkronisasikan tindakan individu yang timbul dari perbedaan dalam
pendapat mengenai bagaimana cita-cita kelompok dapat dicapai atau
bagaimana tujuan individu atau kelompok diperpadukan.
d. Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu fungsi pokok manajemen yang
digunakan untuk menilai atau mengukur proposal, kinerja, penilaian
pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan, dan
pemeriksaan produk” (Supomo dan Indriantoro dalam Hafiz, 2007).
e. Pengawasan
Koontz et al dalam Hafiz (2007) menyebutkan pengawasan adalah
pegukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk
menjamin pelaksanaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.
f. Staffing
Menurut Terry dan Rue dalam Hafiz (2007), penataan staff adalah suatu
proses yang terdiri dari spesifikasi pekerjaan (job description), pergerakan
tenaga, spesifikasi pekerja, seleksi dan penyusunan organisasi untuk
mempersiapkan dan melatih karyawan agar melaksanakan pekerjaan
dengan baik.
g. Negosiasi
Komunikasi merupakan salah satu cara untuk mendapatkan informasi
dari bawahan kepada atasan agar dapat menentukan suatu keputusan.
Berbagai gangguan menyebabkan pesan yang disampaikan dalam
komunikasi tidak diterima dengan tepat. Oleh karena itu, untuk
memperbaiki komunikasi dalam kelompok dapat dilakukan melalui
negosiasi (Gibson et al., dalam Hafiz, 2007).
h. Perwakilan
Perwakilan adalah fungsi manajemen untuk menghadiri pertemuan
dengan perusahaan lain, pertemuan perkumpulan bisnis, pidato untuk acara
kemasyarakatan, pendekatan ke masyarakat, dan mempromosikan tujuan
umum perusahaan (Supomo dan Indriantoro dalam Hafiz, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Konsep Agensi dalam Penganggaran.


Konsep Agency Theory menurut Scott (2009) merupakan sebuah hubungan atau kontrak antara
principal dan agent, dimana principal adalah pihak yang memberikan tugas kepada agent agar melakukan
tugas untuk kepentingan principal dalam sektor swasta dapat dikatakan bahwa principal yang mempekerjakan
agent, sedangkan agent adalah pihak yang menjalankan kepentingan principal tersebut.
Hubungan keagenan pada sektor publik dalam kaitannya dengan penganggaran publik adalah antara
(1) pemilih dan legislator, (2) legislator dan pemerintah, (3) menteri keuangan dan pengguna anggaran, (4)
Birokrat dan pejabat pemberi pelayanan. Dalam sebuah pemerintahan daerah, Kepala Daerah yang notabene
sebagai agent dari DPRD sebaga wakil rakyat, juga mempunyai peran ganda sebagai principal bagi staf-
stafnya dalam hal ini kepala SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Selanjutnya berturut-turut juga terdapat
peran ganda dalam konsep keagenan pada sektor publik. Seorang kepala SKPD yang notabene sebagai
manajer publik, selain sebagai agent dari kepala daerah, dia juga bertindak sebagai principal bagi staf-staf yang
ada dibawahnya, yakni para kepala bidang. Begitu juga para pejabat eselon III, sebagai kepala bidang tersebut,
juga berperan sebagai
principal bagi mereka para kepala seksi yang berada dibawahnya, begitu seterusnya kepala seksi juga sebagai
principal bagi staf yang ada dibawahnya lagi. Sehingga begitu lebih kompleks nya permasalahan yang
nantinya timbul dalam konsep keagenan ini pada sektor publik.
Memang secara umum terdapat sejumlah problem dalam hubungan principal-agent. Pertama adanya
perbedaan kepentingan, prinsipal mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai dan agen juga memiliki
keinginan sendiri yang berbeda dengan tujuan prinsipal (Scott 2009). Problem ini akan menimbulkan konflik.
Dalam upaya menjaga supaya agen berperilaku sesuai dengan keinginan prinsipalnya diciptakan sejumlah
mekanisme kontrol ini menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost. Problem selanjutnya muncul
jika mekanisme pengendalian dalam pemantauan agen tidak dilakukan maka agen akan berperilaku
disfungsional. Mereka akan menggunakan sumber dari kantornya untuk kepentingan pribadi.
Selanjutnya Belkoui (2004) menjelaskan potensi permasalahan yang timbul diakibatkan oleh
hubungan keagenan ini setidaknya ada sebelas hal diantaranya adalah permasalahan ketika pendistibusian
informasi dan kepercayaan awal; adanya uraian dari sejumlah periode; uraian fungsi produksi sebuah
organisasi; terkait tugas pokok dan fungsi seorang agent; permasalahan terkait jumlah dan kompetisi agent;
adanya sistem informasi yang
layak; permasalahan hukum terkait legalitas dan sebagainya; terkait gaji, insentif, honor; adanya peran dari
kepentingan pribadi; yang kesemuanya membutuhkan sebuah konsep solusi dan optimalisasi yang praktis dan
aplikatif.
Perhatian teori keagenan adalah bahwa kesejahteraan prinsipal tidak dapat dimaksimalkan karena
tujuan yang berbeda dan preferensi risiko prinsipal dan agen (Saam 2007). Pada sektor publik, kesejahteraan
prinsipal dalam hal ini adalah terkait pencapaian tujuan, prioritas, yang sesuai dengan agenda politik khususnya
oleh kepala daerah, sebagai kontrak politik kepada rakyat ketika mereka berkampanye dan memberikan janji
kepada calon
pemilih dan yang sekarang adalah kepada seluruh warga pada wilayah pemerintahannya.
Teori keagenan mempunyai masalah khas dalam hubungan keagenan dan saran sebagai solusi adalah
secara umum berasal dari prinsipal. Adanya masukan, usulan atau kritikan dari bawahan memang
dimungkinkan, namun pada akhirnya keputusan dalam penentuan solusi yang terbaik adalah dari sisi prinsipal.
Maka teori keagenan mengasumsikan secara implisit adanya asimetri kekuasaan yang sangat mendukung
prinsipal.
Perspektif kekuatan sosial membuka jalan untuk mekanisme solusi baru yang oleh teori agensi belum
diklasifikasikan. Dalam semua situasi dimana masalah keagenan ada, prinsipal memiliki kekuatan rujukan.
Pengidentifikasian sistem adalah mekanisme solusi baru yang cepat dan praktis. Perspektif kekuatan sosial
terbatas pada masalah keagenan tertentu, namun cocok untuk memecahkan semua masalah keagenan.
Disisi lain Politisi menggunakan pengaruh dan kekuasaan untuk menentukan alokasi sumber daya
yang kemudian akan memberikan keuntungan kepada mereka secara pribadi atau secara kelompok. Politisi
dalam hal ini adalah para anggota dewan dapat memanfaatkan posisinya untuk memperoleh keuntungan
pribadi, sebuah conflict of interest khususnya keuntungan ekonomi, memperkaya diri sendiri, melakukan
manipulasi politik atas kebijakan publik yang tentunya dapat menyebabkan pengalokasian sumber daya dalam
anggaran tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini juga dikarenakan kondisi biaya politik yang sangat tinggi
mempengaruhi perilaku para anggota dewan dalam membuat keputusan, tentunya dengan mengutamakan
kepentingan pribadinya dahulu. Selanjutnya juga terkait representasi politik yang tidak layak, serta kondisi
institusi yang lemah, birokrasi yang belum baik, kesemuanya mengakibatkan banyak peluang untuk
melakukan political corruption.

Kecendrungan dalam ketidaktepatan pengalokasian penganggaran dan pengeluaran pada sektor


publik adalah akibat dari negosiasi politik, lobi politik, sebuah titik temu yang sering alot antara pihak eksekutif
dan legislatif dalam pemerintahan. Pada pemerintahan daerah, program unggulan, anggaran, kegiatan yang
sesuai prioritas kepala daerah haruslah disetujui oleh para anggota dewan. Disinilah sarat terjadi konflik.
Apalagi apabila partai pemenang yang mengusung kepala daerah berbeda dengan dominasi partai pada jajaran
anggota dewan. Maka proses negosiasi dan lobi yang dilakukan akan lebih alot lagi. Keterampilan lobi politik
oleh kepala daerah dalam hal ini sangatlah dibutuhkan.

3.2 Proses Penganggaran.


Untuk proses penganggaran pada pemerintah daerah, Menteri Dalam Negeri telah menerbitkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2014 (Permendagri 37/2014) terkait Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2015. Dalam peraturan Dalam menyusun APBD Tahun
Anggaran 2015, pemerintah daerah dan DPRD harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : bahwa
penetapan APBD harus tepat waktu, paling lambat adalah tanggal 31 Desember 2014 sebagaimana diatur
dalam Pasal 116 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011. Selanjutnya pemerintah daerah harus
memenuhi jadwal proses penyusunan APBD, mulai dari penyusunan dan penyampaian rancangan Kebijakan
Umum Anggaran (KUA) dan rancangan Plafon dan Prioritas Anggaran Sementara (PPAS) kepada DPRD
untuk dibahas dan disepakati bersama paling lambat akhir bulan Juli 2014. Selanjutnya KUA dan PPAS yang
telah disepakati, menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk menyusun, menyampaikan dan membahas
rancangan APBD Tahun Anggaran 2015 antara pemerintah daerah dengan DPRD sampai dengan tercapainya
persetujuan bersama antara kepala daerah dengan DPRD terhadap rancangan Peraturan Daerah tentang
APBD, paling lambat tanggal 30 November 2014, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 105 ayat (3c)
Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011.
Fakta yang terjadi pada pemerintahan daerah, bahwa dimulainya program kegiatan, sesuai dengan
DPA yang telah disetujui oleh DPRD, praktis hampir selalu dimulai pada sekitar bulan maret pada tahun
tersebut. Hal ini yang kemudian seharusnya dapat lebih dipertimbangkan untuk pelaksanaan di tahun-tahun
mendatang agar dalam realisasi dan penyerapan anggaran dapat lebih meningkat lagi, kegiatan lebih efektif
dan efisien, setelah perencanaan anggaran mengawali dalam hal perbaikan.
3.3 Partisipatif Penyusunan Anggaran
Anggaran partisipatif merupakan suatu proses dimana individu yang berada dan terlibat didalamnya
mempunyai kontribusi dan pengaruh dalam penyusunan target anggaran kinerja yang nantinya akan dievaluasi
serta dimungkinkan adanya penghargaan atas pencapain anggaran tersebut (Brownel 1982). Penganggaran
partisipatif juga merupakan wujud inovasi, kreativitas dalam penentuan kebijakankebijakan dalam sebuah
pemerintahan, yang tentunya juga melibatkan masyarakat. Sedangkan partisipasi anggaran merupakan proses
dalam sebuah organisasi yang mana melibatkan semua pihak dalam penentuan tujuan anggaran yang menjadi
tanggung jawab (Usman, Paranoan 2013)
Dengan partisipasi anggaran, maka individu yang berada didalam sebuah organisasi berpengaruh
terhadap target anggaran sebagai tujuan yang ingin dicapai. Dengan begitu diharapkan dapat meningkatkan
kinerja anggota organisasi yang telah berpartisipasi tersebut. Rasa tanggung jawab diharapkan muncul ketika
terdapat keterlibatan dalam penyusunan anggaran. Anggaran juga berperan dalam peningkatan pengendalian
sebuah organisasi disamping sebagai alat utama dalam perencanaan (Usman, Paranoan 2013).
Dalam konteks sebuah SKPD, apabila keterlibatan pegawai dilakukan, sehingga berperan langsung
dalam proses penyusunan anggaran, disertai dengan pengendalian oleh atasan langsung juga oleh pimpinan,
maka akan cenderung timbul ide-ide pegawai, kreativitas, juga dari berbagai potensi dan latar belakang yang
dimiliki oleh para pegawai tersebut mejadikan adanya diskusi intensif baik antar pegawai maupun dengan
atasan, tentunya dalam agenda pencapaian tujuan suatu organisasi tersebut (Yanida et al, 2013)
Adanya budaya kerja pada sebuah organisasi juga berperan dalam pencapaian tujuan organisasi
tersebut. Dalam organisasi pemerintahan, dalam hal ini adalah SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), maka
tujuan SKPD nya adalah yang tercantum dalam dokumen Perencanaan Stategik (Renstra), kemudian pada
Rencana Kerja Anggaran (RKA) dan kemudian setelah disahkan maka menjadi Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA).

3.4 Kejelasan Sasaran Anggaran


Untuk dapat menghasilkan struktur anggaran yang sesuaii dengan harapan dan kondisi
normatif maka APBD yang pada hakikatnya merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan
sasaran pemerintah daerah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam
struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya, APBD harus
mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas
berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuaii dengan kondisi,
potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan
demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan
dapat memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang
berorientasi pada kepentingan public.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) disusun berdasarkan pendekatan
kinerja, yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja dari
perencanaan alokasi biaya yang ditetapkan. Berdasarkan pendekatan kinerja, APBD disusun
berdasarkan pada sasaran tertentu yang hendak dicapai dalam satu tahun anggaran. Dalam
rangka menyiapkan Rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama Legislatif Daerah
menyusun kebijakan umum APBD yang memuat petunjuk dan ketentuan- ketentuan umum
yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan APBD. Kebijakan anggaran yang dimuat
dalam kebijakan umum APBD, selanjutnya menjadi dasar untuk penilaian kinerja keuangan
daerah selama satu tahun anggaran.
Dalam menyusun anggaran tahunan, mekanisme dan proses penjaringan informasi
pada dasarnya merupakan bagian dari upaya pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran yang
telah ditetapkan dalarn rencana strategis daerah. Namun demikian, dalam proses ini kebijakan
anggaran harus dijadikan payung bagi eksekutif khususnya unit kerja dalam menyusun
kebijakan anggaran tahunan. Dalam penyusunan rencana kerja masing-masing program harus
sudah memuat secara lebih rinci uraian mengenai nama program, tujuan dan sasaran
program output yang akan dihasilkan, sumber daya yang dibutuhkan, periode pelaksanaan
program, lokasi dan indikator kinerja. Seluruh program yang telah dirancang oleh masing-
masing unit kerja, selanjutnya diserahkan ke Panitia Eksekutif. Panitia eksekutif
selanjutnya menganalisis dan bila perlu menyeleksi program-program yang akan dijadikan
rencana kerja di masing-masing unit kerja berdasarkan program kerja yang masuk ke Panitia
Eksekutif, selanjutnya disusun dan dirancang draft Kebijakan Pembangunan Dan Kebijakan
Anggaran Tahunan (APBD) yang nantinya akan dibahas dengan pihak Legislatif
(kepmendagri No. 29 Tahun 2005). Dalam UU No. 17 Tahun 2005 dijelaskan bahwa
sebagai instrumen kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan
dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan
bernegara. Dalam upaya urituk meluruskan kembali tujuan dan fungsi anggaran tersebut
perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses
penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan
dalam UUD 1945. Sehubungan dengan itu, dalam undang undang ini disebutkan bahwa
belanja negara/daerah dirinci sampai dengan unit organisasi, fungsi, program, kegiatan dan
jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi,
antar kegiatan, dan antar jenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD.

Kajian teoritis sebagai dasar dalam penelitian ini masih banyak menggunakan kajian teoritis
pada sektor privat yang berhubungan dengan variabel-variabel yang diteliti. Kejelasan tujuan
anggaran menunjukkan luasnya tujuan anggaran yang dinyatakan secara spesifik dan jelas,
dan dimengerti oleh siapa saja yang bertanggungg jawab.
KESIMPULAN

Anggaran adalah instrumen pemerintah untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang


telah direncanakan. Anggaran juga dapat menjadi tumpuan dalam melaksanakan program dan
kegiatan yang menjadi prioritas pemerintahan. Maka dengan partisipasi anggaran individu yang
berada didalam sebuah organisasi berpengaruh terhadap target anggaran sebagai tujuan yang ingin dicapai.
Dengan begitu diharapkan dapat meningkatkan kinerja anggota organisasi yang telah berpartisipasi tersebut.
Sedangkan untuk kejelasan sasaran anggaran sendiri harus dilihat dari APBD itu sendiri yang mana APBD
harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan besarnya pembiayaan atas
berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas-tugas dan fungsi pokok sesuaii dengan kondisi,
potensi, aspirasi dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Dengan
demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan
dapat memberikan manfaat yang benar-benar dirasakan masyarakat dan pelayanan yang
berorientasi pada kepentingan public.

Faktor lain yang juga berpengaruh dalam pembangunan khususnya pada pembangunan
daerah adalah tingkat kecerdasan para pengelola pemerintahan dan pembangunan, dan kita
menyebut kualitas kecerdasan yang melahirkan kota-kota atau daerah yang sukses adalah
sebuah governance intelligence sehingga hal tersebut menjadi menarik untuk dibahas pada
penelitian berikutnya.
REFRENSI

Aimee, F dan Carol, (2004) Alingning Priorities In Local Budgeting Proces. Journal of Publik Budgeting,
Accounting & Financial Management. Boca Raton Summer 2004 Vol. 16. Iss 2; pg 210, 18 pgs.s

Bastian, Indra, 2006, Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Jakarta, Salemba empat

Deki, Putra. 2013. Pengaruh Akuntabilitas Publik dan Kejelasan Sasaran Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial
Satuan Kerja Perangkat Daerah, Studi Empiris pada Satuan Kerja Perangakat Daerah Kota Padang.
Jurnal. Universitas Negeri Padang

Eker, Melek, 2007. “The Impact of Budget Participation on Managerial Performance via Organizational
Commitment: A Study on The Top 500 Firms in Turkey”, Journal, Ankara University, Turkey.

Fladimir E.M. (2013), Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Kejelasan Sasaran Anggaran dan
Akuntabilitas Publik terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah. Skripsi, Universitas Atmajaya
Jogyakarta.

Hafiz, F. W. 2007. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial pada PT. Cakra
Compact Alumunium Industries. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Mardiasmo. (2009). Akuntansi Sektor Publik. Edisi Keempat. Andi, Yogyakarta.

Nurhalimah et al. (2013) Pengaruh Partisipasi Penyusunan anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap
Kinerja Aparatur Perangkat daerah di Pemerintah Aceh. Jurnal Akuntansi Vol 2, No 1. Februari 2013,
hal 1.

Prihandini, A.N. (2011). Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja Aparat Pemerintah
Daerah dengan Budaya Organisasi dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating. Skripsi,
Universitas Atma Jaya Yogyakarta.

Saragih, Yan Saputra. 2008. Pengaruh TQM dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial pada PT
Perkebunan Nusantara III (Persero). Skripsi. Akuntansi Universitas Sumatra Utara. Medan.
Scott, William R. 2009. Financial Accounting Theory. Toronto: Pearson Canada Inc

Supriyono, RA. (2004). “Pengaruh Variabel Intervening Kecukupan Anggaran dan Komitmen Organisasi
Terhadap Hubungan Partisipasi Penganggaran dan Kinerja Manajer di Indonesia”. Jurnal Ekonomi dan
Bisnis, Nomor 3, 2004: 282-298.

Usman, E. Dan Paranoan S. 2013. Anggaran Partisipatif dalam Menunjang Kinerja Aparatur Pemerintah Daerah.
Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol.4, No.1, Hlm. 127-135.

Yanida, M, M Sudarna dan A. Fuad Rahman. 2013. Pengaruh Partisipasi Anggaran terhadap Kinerja Aparatur
Pemerintah. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, Vol.4, No.3, Hlm. 389-401.

Anda mungkin juga menyukai