Anda di halaman 1dari 29

SISTEM MANAJEMEN KINERJA DAN

PROGRAM LOGIC MODEL


MAKALAH

Ditujukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Sistem Akuntansi Pemerintahan (SAP)

Disusun Oleh:
1. Abdul Rasyid
2. Walmi Sholihat
3. Rendra Febrian

Dosen Pembimbing : Dr. Taufeni Taufik, SE, M.Si, Ak, CA

Fakultas Ekonomi
Jurusan Magister Akuntansi
Universitas Riau
2016
SISTEM MANAJEMEN KINERJA
PENDAHULUAN
Reformasi birokrasi di Indonesia intinya adalah melakukan perubahan tata laksana
pembangunan menuju pemerintahan yang baik (good govenance). Kepemerintahan yang baik
ditandai antara lain dengan tingginya tingkat kinerja, adanya akuntabilitas publik, transparansi,
efisiensi, efektivitas, bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Untuk mendukung terwujudnya kepemerintahan yang baik tentunya diperlukan adanya
sistem pengukuran kinerja yang baik. Sistem pengukuran kinerja ini akan mengintegrasikan
proses peningkatan kinerja melalui tahap mulai perencanaan sampai dengan evaluasi capaiannya.
Sistem pengukuran kinerja yang baik akan bermanfaat untuk berbagai hal diantaranya dapat
digunakan untuk menerapkan sistem reward and punishment, mengevaluasi efisiensi, efektivitas,
dan ekonomis program dan kegiatan, meningkatkan kinerja, dan lain-lain.
Dengan diterbitkan paket undang-undang di bidang keuangan negara (UU Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara, dan UU Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab
Keuangan Negara) terdapat perubahan orientasi dalam menjalankan pemerintahan. Perubahan
orientasi tersebut adalah pemerintahan dijalankan berorientasi pada hasil (result oriented
goverment), bukan pada pada input (lebih spesifik anggaran). Program dan kegiatan
pemerintahan harus mengacu pada hasil yang akan dicapai. Untuk menjalankan program dan
kegiatan tersebut baru disusun anggaran yang dibutuhkan.
Untuk mendukung pelaksanaan sistem pengukuran kinerja ini, pemerintah telah
membuat sistem pengukuran kinerja dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah (SAKIP). Peraturan yang menjadi awal penerapan sistem pengukuran kinerja ini
adalah Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah. Inpres ini menyatakan, dalam rangka lebih meningkatkan pelaksanaan pemerintahan
yang lebih berdaya guna, bersih dan bertanggung jawab dipandang perlu adanya pelaporan
kinerja instansi pemerintah. Pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini dimaksudkan
untuk mengetahui kemampuan pemerintah dalam pencapaian visi, misi, dan tujuan organisasi.
Selanjutnya peraturan terkait SAKIP tersebut terus dilakukan perbaikan dalam rangka
penyempurnaan atas kelemahan yang masih ada.
Terdapat beberapa model dalam sistem pengukuran kinerja organisasi baik yang
berorientasi profit maupun nonprofit. Masing-masing model memiliki keunggulan dan
kekurangan. Unit organisasi dapat memilih model sistem pengukuran kinerja tersebut sesuai
dengan kebutuhan dan keinginan organisasi.
Kinerja dan Sistem Pengukuran Kinerja
Kinerja didefinisikan sebagai hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi
tersebut bersifat profit oriented dan nonprofit orientedyang dihasilkan selama satu periode waktu
(Fahmi, 2010). Bastian (2001) menyatakan kinerja adalah gambaran mengenai tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam perumusan skema strategis suatu organisasi.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah menyatakan kinerja adalah keluaran/hasil dari kegiatan/program yang hendak atau
telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas terukur.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Permenpan) Nomor:
PER/09/M.PAN/5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama di
Lingkungan Instansi Pemerintah mendefinisikan kinerja instansi pemerintah sebagai gambaran
mengenai tingkat pencapaian sasaran ataupun tujuan instansi pemerintah sebagai penjabaran dari
visi, misi, dan strategi instansi pemerintah yang mengindikasikan tingkat keberhasilan dan
kegagalan pelaksanaan kegiatan-kegiatan sesuai dengan program dan kebijakan yang ditetapkan.
Untuk mewujudkan kinerja yang tinggi, tentunya diperlukan adanya manajemen kinerja
yang baik. Terdapat kesepakatan umum tentang pentingnya implementasi manajemen kinerja
pada sektor publik (Pastuszkova dan Palka, 2011). Penerapan manajemen kinerja merupakan
kebutuhan mutlak bagi organisasi untuk mencapai tujuan dengan mengatur kerjasama secara
harmonis dan terintegrasi antara pemimpin dan bawahannya (Wibowo dalam Irfan, 2010). Lebih
lanjut Irfan (2010) mengemukakan manajemen kinerja adalah suatu ilmu yang memadukan seni
di dalamnya untuk menerapkan suatu konsep manajemen yang memiliki tingkat fleksibilitas
yang representatif dan aspiratif guna mewujudkan visi dan misi perusahaan dengan cara
mempergunakan orang yang ada di organisasi tersebut secara maksimal.
Salah satu hal penting dalam manajemen kinerja adalah pengukuran kinerja. Pengukuran
kinerja mendapatkan perhatian sejak munculnya konsep New Public Management (Hood, 1995,
Arnaboli dan Azzone, 2010). Kinerja diukur melalui penggunaan pengukuran kinerja dimana
suatu matrik digunakan untuk mengkuantifikasi efisiensi atau efektivitas dari suatu kegiatan
(Matthews, 2011). Hatry (1999) mendefisinikan pengukuran kinerja sebagai pengukuran secara
reguler terhadap hasil (outcome) dan efisiensi dari pelayanan atau program. Poister (2003)
menyatakan sistem pengukuran kinerja merupakan sistem manajemen yang melacak ukuran
kinerja pilihan secara reguler untuk menilai kinerja meningkatkan pengambilan keputusan
terprogram, kinerja, dan akuntabilitas.
Manajer publik tidak meragukan kemungkinan penggunaan pengukuran kinerja untuk
evaluasi, pengendalian, penganggaran, promosi, dan perbaikan (Behn, 2003). Simon (2000)
mengemukakan dalam pengukuran kinerja sektor swasta terdapat lima keseimbangan yang perlu
diperhatikan yaitu laba, pertumbuhan, pengendalian, hasil jangka pendek terhadap kapabilitas
jangka panjang dan peluang pertumbuhan, harapan kinerja dari konstituen yang berbeda, peluang
dan atensi, dan motif dari perilaku manusia.
Pengukuran kinerja mempunyai banyak manfaat bagi organisasi. Meskipun terdapat
sedikit bukti efektivitasnya, sistem pengukuran kinerja terus diimplementasikan didasarkan pada
asumsi bahwa sistem pengukuran kinerja ini akan mempunyai dampak positif terhadap kinerja
(Bourne, Kennerley & Franco-Santos, 2005). Hatry (1999) mengemukakan pengukuran kinerja
berhubungan dengan aktivitas evaluasi lainnya yaitu evaluasi program dan studi mendalam
lainnya, hubungan dengan audit kinerja, dan perencanaan strategis, penganggaran, dan analisis
kebijakan. Pengukuran dan pelaporan kinerja bermanfaat untuk meningkatkan program dan
akuntabilitas (Hildebrand dan McDavid, 2011). Bourne, Kennerley & Franco-Santos (2005)
lebih lanjut mengemukakan sistem pengukuran kinerja digunakan untuk mendukung berbagai
fungsi manajemen diantaranya:
 Monitoring dan pelaporan
 Perencanaan strategis
 Penganggaran dan manajemen keuangan
 Manajemen program
 Evaluasi program
 Manajemen kinerja
 Peningkatkan kualitas, peningkatan proses
 Manajemen kontrak
 Benchmarking
 Komunikasi dengan publik
Mardiasmo (2004) menjelaskan terdapat tiga maksud dalam pengukuran kinerja yaitu
membantu memperbaiki kinerja pemerintah, pengalokasian sumber daya dan pembuatan
keputusan, dan mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi
kelembagaan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan
Kinerja di Lingkungan Kementerian Keuangan menyatakan maksud pengelolaan kinerja adalah
1. Menjadi pedoman dalam menyusun perencanaan dan penilaian kinerja organisasi dan
pegawai dalam rangka memacu kontribusi maksimal organisasi dan pegawai;
2. Menjadi alat pengendali strategis bagi manajemen secara berjenjang mulai dari tingkat
kantor pusat hingga kantor operasional;
3. Menjadi standar metode penilaian kinerja organisasi dan pegawai;
4. Sebagai alat manajemen SDM untuk pengembangan kompetensi dan karier pegawai.
5. Untuk membangun organisasi yang terus menerus melakukan penyempurnaan;
6. Membentuk keselarasan antara unit kerja;
7. Mengembangkan semangat kerja tim; dan
8. Menjadi dasar untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi organisasi.
9. Menjadi dasar penataan pegawai;
10. Menjadi dasar pertimbangan pemberian penghargaan bagi pegawai;
11. Mengembangkan iklim kerja yang kondusif dan kompetitif;
12. Mewujudkan pegawai yang kompeten dan memiliki motivasi tinggi serta memberikan
kontribusi maksimal kepada unit kerja;
13. Membangun komunikasi efektif dan hubungan yang harmonis antara bawahan dan
atasan;
14. Menumbuhkan tingkat kepuasan pegawai; dan
15. Mengembangkan budaya kerja yang efektif, menghargai kualitas proses bisnis dan
kualitas pegawai sehingga mampu memberikan kontribusi optimal.
Lebih lanjut, Mardiasmo (2004) menjelaskan tujuan sistem pengukuran kinerja adalah
pertama, untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik. Kedua, untuk mengukur kinerja
finansial dan non-finansial secara berimbang sehingga dapat ditelusur perkembangan pencapaian
strategi. Ketiga, untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level menengah dan
bawah serta memotivasi untuk mencapai goal congruence. Keempat, sebagai alat untuk
mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
Tujuan penilaian kinerja menurut KMK Nomor 454/KMK.01/2011 dikelompokkan
menjadi dua yaitu bagi organisasi dan bagi pegawai.
Manfaat pengukuran kinerja menurut Mardiasmo (2004) adalah pertama memberikan
pemahaman mengenai ukuran yang digunakan untuk menilai kinerja manajemen. Kedua,
memberikan arah untuk mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. Ketiga, untuk memonitor
dan mengevaluasi pencapaian kinerja dan membandingkannya dengan target kinerja serta
melakukan tindakan korektif untuk memperbaiki kinerja. Keempat, sebagai dasar untuk
memberikan penghargaan dan hukuman secara obyektif atas pencapaian prestasi yang diukur
sesuai dengare ;en sistem pengukuran kinerja yang telah disepakati. Kelima, sebagai alat
komunikasi antara bawahan dan pimpinan dalam rangka memperbaiki kinerja organisasi.
Keenam, membantu memahami proses kegiatan instansi pemerintah. Kedelapan, memastikan
bahwa pengambilan keputusan dilakukan secara obyektif.
Model Sistem Pengukuran Kinerja
Sistem pengukuran kinerja terdiri dari tiga komponen (Poister, 2003). Ketiga komponen
tersebut adalah pengumpulan data dan pemrosesan, analisis, dan tindakan lanjutan atau
pengambilan keputusan. Komponen pengumpulan data dan pemrosesan meliputi kegiatan
pengumpulan data, pemrosesan data, komputasi indikator kinerja, dan jaminan kualitas.
Komponen analisis adalah komparasi data terkait waktu, target, unit
organisasi, benchmarks eksternal, dan rincian lain. Komponen tindakan lanjutan terkait dengan
keputusan (strategi, program, pemberian pelayanan, operasi, sumber daya, tujuan, sasaran, target,
dan standar), indikator kinerja, dan evaluasi program.
Powers (2009) mengajukan kerangka untuk pengevaluasian efektivitas sistem
pengukuran kinerja berdasarkan hasil kajian literatur atas sistem pengukuran kinerja. Kerangka
sistem pengukuran kinerja ini meliputi tiga bagian yaitu perancangan dan implementasi,
pelaksanaan, dan penggunaan informasi kinerja. Perancangan dan implementasi terdiri dari
aktivitas perancangan, pembangunan, pengujian, dan penyebaran. Pelaksanaan terdiri dari
kegiatan pengumpulan data, kontrol kualitas data, dan analisis data dan pelaporan kinerja.
Penggunaan informasi kinerja untuk perencanaan/manajemen strategis, manajemen operasi,
penganggaran dan manajemen keuangan, manajemen sumber daya manusia, dan lainnya.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
Perbaikan pemerintahan dan sistem manajemen merupakan agenda penting
dalam reformasi birokrasiyang sedang dijalankan oleh pemerintah saat ini. Sistem manajemen
pemerintahan diharapkan berfokus pada peningkatan akuntabilitas serta sekaligus peningkatan
kinerja yang berorientasi pada hasil (outcome). Maka pemerintah telah menetapkan kebijakan
untuk penerapan sistem pertanggungjawaban yang jelas dan teratur dan efektif yang disebut
dengan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP).
Akuntabilitas merupakan kata kunci dari sistem tersebut yang dapat diartikan sebagai
perwujudan dari kewajiban seseorang atau instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan
pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam
rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui media pertanggungjawaban dan berupa
laporan akuntabilitas yang disusun secara periodik.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah atau disingkat dengan SAKIP tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah yang mana didalamnya menyebutkan SAKIP merupakan rangkaian sistematik dari
berbagai aktivitas, alat dan prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan pengukuran,
pengumpulan data, pengklarifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja pada instansi
pemerintah, dalam rangka pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi pemerintah.
Tujuan Sistem AKIP adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah sebagai salah satu prasyarat untuk terciptanya pemerintah yang baik dan terpercaya.
Sedangkan sasaran dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah:
1. Menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga dapat beroperasi secara efisien,
efektif dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan lingkungannya.
2. Terwujudnya transparansi instansi pemerintah.
3. Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional.
4. Terpeliharanya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.
Penyelenggaraan SAKIP ini dilaksanakan untuk menghasilkan sebuah laporan kinerja yang
berkualitas serta selaras dan sesuai dengan tahapan-tahapan meliputi :
1. Rencana Strategis
Rencana strategis merupakan dokumen perencanaan instansi pemerintah dalam periode 5
(lima) tahunan. Rencana strategis ini menjadi dokemen perencanaan untuk arah pelaksanaan
program dan kegiatan dan menjadi landasan dalam penyelenggaraan SAKIP. Penjelasan lebih
lanjut mengenai rencana strategis akan ditulis pada posting selanjutnya.
2. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja adalah lembar/dokumen yang berisikan penugasan dari pimpinan
instansi yang lebih tinggi kepada pimpinan instansi yang lebih rendah untuk melaksanakan
program/kegiatan yang disertai dengan indikator kinerja. Perjanjian kinerja selain berisi
mengenai perjanjian penugasan/pemberian amanah, juga terdapat sasaran strategis, indikator
kinerja dan target yang diperjanjikan untuk dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun serta memuat
rencana anggaran untuk program dan kegiatan yang mendukung pecapaian sasaran strategis.
Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca di Penyusunan Perjanjian Kinerja.
3. pengukuran kinerja
Pengukuran kinerja merupakan langkah untuk membandingkan realisasi kinerja dengan
sasaran (target) kinerja yang dicantumkan dalam lembar/dokumen perjanjian kinerja dalam
rangka pelaksanaan APBN/APBD tahun berjalan. Pengukuran kinerja dilakukan oleh penerima
tugas atau penerima amanah pada seluruh instansi pemerintah. Penjelasan lebih lanjut mengenai
pengukuran akan ditulis pada posting selanjutnya.
4. Pengelolaan Kinerja
Pengelolaan kinerja merupakan proses pencatatan/registrasi, penatausahaan dan
penyimpanan data kinerja serta melaporkan data kinerja. Pengelolaan data kinerja
mempertimbangkan kebutuhan instansi pemerintah sebagai kebutuhan manajerial, data/laporan
keuangan yang dihasilkan dari sistem akuntansi dan statistik pemerintah. Penjelasan lebih lanjut
mengenai pengelolaan kinerja akan ditulis pada posting selanjutnya.
5. Pelaporan Kinerja
Pelaporan kinerja adalah proses menyusun dan menyajikan laporan kinerja atas prestasi
kerja yang dicapai berdasarkan Penggunaan Anggaran yang telah dialokasikan. Laporan kinerja
tersebut terdiri dari Laporan Kinerja Interim dan Laporan Kinerja Tahunan. Laporan Kinerja
Tahunan paling tidak memuat perencanaan strategis, pencapaian sasaran strategis instansi
pemerintah, realisasi pencapaian sasaran strategis dan penjelasan yang memadai atas pencapaian
kinerja. Penjelasan lebih lanjut dapat dibaca di Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah.
6. Review dan Evaluasi Kinerja
Review merupakan langkah dalam rangka untuk meyakinkan keandalan informasi yang
disajikan sebelum disampaikan kepada pimpinan. Review tersebut dilaksanakan oleh Aparat
pengawasan intern pemerintah dan hasil reviu berupa surat pernyataan telah direviu yang
ditandatangani oleh Aparat pengawasan intern pemerintah. Sedangkan evalusi kinerja merupakan
evaluasi dalam rangka implementasi SAKIP di instansi pemerintah.
Perencanaan dan Penetapan Kinerja
Inpres Nomor 7 Tahun 1999 menjelaskan kegiatan dalam tahap perencanaan dan
penetapan kinerja adalah pertama, mempersiapkan dan menyusun perencanaan strategik. Kedua,
merumuskan visi, misi, faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan, sasaran dan strategi instansi
pemerintah. Ketiga, merumuskan indikator kinerja instansi pemerintah.
Untuk memudahkan menyusun indikator kinerja instansi pemerintah, Kementerian
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara menerbitkan Peraturan Menteri PAN Nomor
PER/09/M.PAN/5/2007 tahun 2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja Utama
(IKU) di Lingkungan Instansi Pemerintah. Tujuan penetapan IKU adalah untuk memperoleh
informasi kinerja yang penting dan diperlukan dalam menyelenggarakan manajemen kinerja
secara baik dan untuk memperoleh ukuran keberhasilan dari pencapaian suatu tujuan dan sasaran
strategis organisasi yang digunakan untuk perbaikan kinerja dan peningkatan akuntabilitas
kinerja.
IKU pada tingkat kementerian atau lembaga (K/L), pemerintah provinsi (Pemprov),
Pemerintah kabupaten/kota (Pemkab/Pemkot) adalah indikator hasil (outcome) sesuai dengan
kewenangan, tugas dan fungsi. IKU pada unit organisasi setingkat eselon I adalah indikator hasil
(outcome) dan atau keluaran (output), sedangkan IKU pada unit organisasi setingkat eselon II ke
bawah adalah indikator keluaran (output).
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan dan penetapan IKU adalah
pertama, rencana pembangunan jangka menengah nasional/daerah (RPJMN/D). Kedua, bidang
kewenangan, tugas dan fungsi, serta peran lainnya. Ketiga, kebutuhan informasi kinerja untuk
penyelenggaraan akuntabilitas kinerja. Keempat, kebutuhan data statistik pemerintah. Kelima,
kelaziman pada bidang tertentu dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Lebih lanjut, Permenpan nomor PER/09 tersebut menyatakan terdapat beberapa
karakteristik indikator kinerja yang baik. Karakteristik tersebut adalah spesifik, dapat dicapai,
relevan, menggambarkan keberhasilan sesuatu yang diukur, dan dapat dikuantifikasi dan diukur.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Permenpan dan RB) Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja
dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan penetapan kinerja
dinyatakan dalam dokumen Penetapan Kinerja. Dokumen Penetapan Kinerja merupakan suatu
dokumen pernyataan kinerja/kesepakatan kinerja/perjanjian kinerja antara atasan dan bawahan
untuk mewujudkan target kinerja tertentu berdasarkan sumber daya yang dimiliki oleh instansi.
Dokumen ini memuat pernyataan dan mencantumkan sasaran strategis, indikator kinerja utama
organisasi, beserta target kinerja dan anggarannya. Penetapan kinerja perlu mempertimbangkan
perencanaan jangka menengah, perencanaan kinerja tahunan, dan anggaran. Pada penyusunan
dokumen penetapan kinerja yang terpenting adalah pencantuman target hasil (outcome) dan
keluaran (output). Indikator kinerja yang disajikan adalah IKU yang menggambarkan
keberhasilan instansi yang menyusunnya (Permenpan Nomor PEW 20 M.PAN 1111 2008)
Penetapan kinerja mempunyai beberapa manfaat bagi instansi pemerintah. Pertama,
untuk memantau dan mengendalikan pencapaian kinerja organisasi. Kedua, untuk melaporkan
capaian realisasi kinerja dalam LAKIP. Ketiga, untuk menilai keberhasilan organisasi.
Pelaksanaan Program dan Kegiatan
Tahap berikutnya dalam tahapan SAKIP adalah pelaksanaan program dan kegiatan
organisasi. Pada tahap ini, K/L akan menjalankan program dan kegiatan yang telah direncanakan
sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Pengukuran Kinerja
Tahap selanjutnya adalah pengukuran kinerja. Setiap akhir periode instansi pemerintah
melakukan pengukuran pencapaian target kinerja yang telah ditetapkan dalam dokumen
penetapan kinerja. Pengukuran pencapaian target kinerja dilakukan dengan membandingkan
antara target kinerja dan realisasi kinerja. Data-data yang diperlukan dalam pengukuran kinerja
adalah dokumen penetapan kinerja, realisasi capaian output/outcome, pagu anggaran, dan
realisasi anggaran. Output yang dihasilkan dalam tahap pengukuran kinerja ini formulir
pengukuran kinerja. Hasil pengukuran kinerja yang tertuang dalam formulir pengukuran kinerja
ini selanjutnya dilaporkan dalam laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (LAKIP).
Pelaporan Kinerja
Tahap berikutnya dalam SAKIP adalah pelaporan kinerja. Pelaporan kinerja ini
diwujudkan dalam bentuk laporan. Terdapat perbedaan nama laporan antara peraturan dalam
Permenpan Nomor 29 Tahun 2010 dengan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006.
Permenpan dan RB No. 29 Tahun 2010 menamakan Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP).
Laporan akuntabilitas kinerja adalah laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban
kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan/sasaran strategis instansi. Laporan ini berisi ikhtisar
pencapaian sasaran sebagaimana yang ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja dan
dokumen perencanaan. Pencapaian sasaran sekurang-kurangnya menyajikan informasi tentang
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, realisasi pencapaian indikator kinerja utama
organisasi, penjelasan atas pencapaian kinerja, dan pembandingan capaian indikator kinerja
sampai dengan tahun berjalan dengan target kinerja lima tahunan yang direncanakan. Fokus
laporan ini untuk K/L adalah melaporkan pencapaian tujuan/sasaran strategis yang bersifat hasil
(outcome). Unit kerja organisasi eselon I pada K/L fokus pada pencapaian tujuan/sasaran
strategis yang bersifat hasil (outcome) dan atau keluaran (output).
PP 8 tahun 2006 menyebut pelaporan kinerja ini dengan nama Laporan Kinerja. Laporan
kinerja adalah ikhtisar yang menjelaskan secara ringkas dan lengkap tentang capaian kinerja
yang disusun berdasarkan rencana kerja yang ditetapkan dalam rangka pelaksanaan
APBN/APBD. Laporan ini berisi ringkasan tentang keluaran dari masing-masing kegiatan dan
hasil yang dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen
pelaksanaan APBN/APBD. Lebih lanjut PP 8 tahun 2006 ini menggambarkan alur proses
penyusunan laporan kinerja seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Hubungan Laporan Kinerja dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
Kementerian Negara/Lembaga
Kuasa Pengguna Menteri/ Menteri Menteri Pemerintah
Menneg PAN
Anggaran Pimpinan Keuangan Perencanaan (Presiden)
Lembaga

SAKIP

Pengikhti
saran LKj

LKj KPA LKj KPA

Kompilasi

LKj KL
LKj KL LKj KL LKj KL

Monitoring Kompilasi
LK KPA LK KL LK KL

LKj PP
Penyusuna
n LKPP

LKj PP
LKPP LKj PP
Audited LKPP
Audited

RUU P2
APBN

DPR

Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006

LKj PP : Laporan Kinerja Pemerintah Pusat LKPP : Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
LKj KL : Laporan Kinerja Kementerian/Lembaga LKKL : Laporan Keuangan kementerian/Lembaga
LKj KPA : Lap. Kinerja Kuasa Pengguna Anggaran LK KPA : Lap. Keuangan Kuasa Pengguna Anggaran
RUU P2 APBN: RUU Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN
Gambar 1 menunjukkan alur proses penyusunan laporan kinerja Pemerintah Pusat.
Laporan kinerja yang merupakan output dari SAKIP pada tingkat K/L akan dikompilasi menjadi
satu untuk dihasilkan laporan kinerja tingkat K/L. Selanjutnya laporan kinerja tingkat K/L akan
dikompilasi untuk menghasilkan laporan kinerja gabungan tingkat Pemerintah Pusat. Pada
praktiknya penggabungan laporan kinerja tingkat Pemerintah Pusat belum berjalan, sehingga
laporan kinerja masih terpisah-pisah untuk masing-masing K/L.
Permenpan 29 tahun 2010 menyatakan terdapat beberapa manfaat laporan akuntabilitas
kinerja. Manfaat tersebut adalah pertama, sebagai bahan evaluasi akuntabilitas kinerja bagi pihak
yang membutuhkan. Kedua, dipergunakan untuk penyempurnaan dokumen perencanaan periode
yang akan datang. Ketiga, dipergunakan untuk penyempurnaan pelaksanaan program dan
kegiatan yang akan datang. Keempat, dipergunakan untuk penyempurnaan berbagai kebijakan
yang diperlukan.
Berdasarkan uraian di atas, maka tahapan SAKIP tingkat kementerian/lembaga (K/L) dapat
digambarkan dalam Gambar 2 berikut.
Gambar 2. Tahapan SAKIP Tingkat K/L
Pelaksanaan Kegunaan
Perencanaan
Informasi
Perencana Penetapan Pengukuran Pelaporan Kinerja
an Kinerja Kinerja Kinerja Kinerja

 Dokumen  Formulir  LAKIP/  Evaluasi


Penetapa Pengukuran Laporan Kinerja
Output

n Kinerja Kinerja Kinerja  Perencanaan


 Penyempurn
aan Program
 Kontrak Kinerja Presiden  Dokumen  Formulir dan Kegiatan
dengan Menteri Penetapan Pengukura  Kebijakan
 RPJMN/D Kinerja n Kinerja Lain
 Rencana Strategis  Realisasi
Input

 Rencana Kinerja Tahunan Output/Outc


 Rencana Kerja dan ome
Anggaran  Pagu dan
 Daftar Isian Pelaksanaan Realisasi
Anggaran Anggaran

Model SAKIP seperti terlihat pada gambar 2 di atas menunjukkan adanya suatu
kemajuan dari waktu ke waktu. Penyempurnaan oleh Pemerintah dilakukan dengan membuat
peraturan pelaksanaan yang lebih baik. Penyempurnaan ini dilakukan untuk memperbaiki
kelemahan-kelemahan yang ada atau menambahkan hal-hal yang kurang.
Meskipun SAKIP telah dilakukan penyempurnaan seperti yang telah dijelaskan pada
uraian sebelumnya, sampai saat ini penulis berpendapat masih terdapat beberapa kekurangan
atau kelemahan. Beberapa kekurangan yang masih ada diantaranya pertama, dasar hukum yang
mengatur pelaksanaan SAKIP. Dasar hukum berupa peraturan tertinggi yang mengatur SAKIP
adalah peraturan pemerintah (PP). Dari segi hirarki perundang-undangan, PP berada di bawah
undang-undang (UU). Akan lebih kuat dasar hukumnya apabila SAKIP ini diamanahkan dalam
UU.
Kedua, terdapat perbedaan nama laporan antara yang diatur pada PP No. 8 Tahun 2006
dan Permenpan dan RB No. 29 Tahun 2010. PP No. 8 Tahun 2006 memberi nama Laporan
Kinerja, sedangkan Permenpan dan RB No. 29 Tahun 2010 memberi nama LAKIP. Hal ini
tentunya perlu dipertimbangkan untuk menjaga konsistensi penamaan laporan yang dihasilkan.
Ketiga, belum dilakukan penggabungan atau kompilasi Laporan Kinerja/LAKIP K/L
menjadi Laporan Kinerja/LAKIP Pemerintah Pusat. Sampai saat ini penyusunan Laporan
Kinerja/LAKIP K/L baru pada tingkat K/L. Hal ini tentu menjadi bahan pemikiran untuk mulai
merancang sistem penggabungan atau kompilasi laporan kinerja/LAKIP ini menjadi satu pada
tingkat Pemerintah Pusat.
Keempat, belum dilakukan audit atas laporan kinerja/LAKIP dari pihak eksternal. Yang
sudah ada adalah evaluasi oleh pihak internal pemerintah terhadap laporan kinerja/LAKIP K/L.
Hasil evaluasi ini kemudian diberikan penilaian.
HASIL ANALISIS
Sistem pengukuran kinerja di Indonesia dikenal dengan nama sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (SAKIP). Instruksi Presiden RI Nomor 7 Tahun 1999 merupakan peraturan
perundangan pertama yang mengatur sistem pelaporan kinerja pemerintahan di Indonesia. Dalam
Peraturan ini, Presiden mengintruksikan kepada para Menteri, Panglima TNI, Gubernur BI, Jaksa
Agung, Kepala Polri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pimpinan Sekretariat
Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, Gubernur, dan Bupati/Walikota antara lain untuk
melaksanakan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagai wujud pertanggungjawaban
instansi pemerintah dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Bentuk akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah tersebut diwujudkan dengan menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (LAKIP) kepada Presiden.
Untuk menyusun LAKIP tersebut dibuatlah SAKIP. Tujuan SAKIP adalah untuk
mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Sasaran yang ingin dicapai dari
SAKIP tersebut antara lain pertama, menjadikan instansi pemerintah yang akuntabel sehingga
dapat beroperasi secara efisien, efektif, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat dan
lingkungannya. Kedua, terwujudnya transparansi instansi pemerintah. Ketiga, terwujudnya
partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Terakhir, terpeliharanya
kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Selanjutnya SAKIP ini dikembangkan secara
terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem perbendaharaan, dan sistem
akuntansi pemerintahan (PP 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah).
Tahapan dalam SAKIP meliputi perencanaan dan penetapan kinerja, pelaksanaan
program dan kegiatan, pengukuran capaian kinerja, pelaporan kinerja, dan pengevaluasian
kinerja.
KESIMPULAN
Pemerintah Indonesia sudah memiliki model dalam sistem pengukuran kinerja. Model
sistem pengukuran kinerja ini sudah diterapkan dengan nama sistem akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah (SAKIP). SAKIP menghasilkan laporan berupa LAKIP/Laporan Kinerja. Sebagai
suatu sistem, SAKIP terus menerus disempurnakan oleh pemeirntah.
Walaupun sudah diterapkan dan disempurnakan, SAKIP masih memliki beberapa
kekurangan atau kelemahan. Kekurangan tersebut adalah dasar hukum paling tinggi yang
mengatur adalah PP, masih terdapat perbedaan nama laporan, belum dilakukan penggabungan
atau kompilasi laporan kinerja/LAKIP pada level Pemerintah Pusat, dan belum dilakukan audit
atas laporan kinerja.
IMPLIKASI
Berdasarkan uraian sebelumnya, terdapat beberapa implikasi dari evaluasi sistem
pengukuran kinerja ini yaitu pertama, pemerintah perlu terus menyempurnakan model SAKIP
untuk memperbaiki beberapa kelemahan dan menambah hal-hal yang kurang. Kedua, perlu
menjadi pemikiran bersama untuk memperkuat dasar hukum pelaksanaan SAKIP. Ketiga,
pemerintah perlu menambahkan prosedur dalam penggabungan atau kompilasi laporan
kinerja/LAKIP tingkat Pemeirntah Pusat. Keempat, perlu menjadi pemikiran bersama terkait
audit atas laporan kinerja/LAKIP.
PROGRAM LOGIC MODEL
PENDAHULUAN
Sejak tahun 2004 Pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk melaksanakan sistem
penganggaran berbasis kinerja. Sistem ini merupakan amanat Undang-Undang Nomor 17 tahun
2003 tentang Keuangan Negara.
Setelah sistem ini diterapkan selama beberapa tahun, Pemerintah melakukan
penyempurnaan dalam penerapan sistem penganggaran berbasis kinerja tersebut.
Penyempurnaan yang mulai diterapkan untuk penyusunan anggaran tahun 2015 antara lain
dengan menerapkan penganggaran berbasis outcome secara penuh.
Penerapan sistem penganggaran berbasis outcome ini tentu berbeda dengan pendekatan
sebelumnya yang lebih fokus pada output. Oleh karena itu, untuk bisa menerapkan
penganggaran berbasis outcome secara penuh dilakukan penataan arsitektur kinerja dalam
perencanaan kerja dan anggarannya.
Perubahan arsitektur kinerja yang baru menggunakan pendekatan kerangka logika (logic
model) program dengan basis pada hasil (outcome). Penyusunan anggaran dengan pendekatan
kerangka logika (logic model) tidak mudah. Oleh karena itu kementerian negara/lembaga harus
memperhatikan titik-titik kritis dalam tahapan penyusunan informasi kinerja. Penyusunan
informasi kinerja yang tidak tepat dapat menyebabkan program tidak dapat berjalan dengan baik
dan tidak mencapai hasil yang diharapkan.
Pemaparan mengenai Logic Models
Logic Models merupakan cara logis untuk membuat perencanaan yang mudah dievaluasi
dan logis. Logic Models memberikan gambaran atas suatu program, yang berbentuk grafik dan
tulisan yang menunjukan hubungan antara berbagai aktivitas dalam suatu program dengan hasil
dan outcome yang akan dicapai. Logic Models dapat didefinisikan sebagai alat atau rerangka
konsep yang membantu mengidentifikasi suatu program melalui perencanaan dengan analisis
atas sumber daya (resources), proses dan aktivitas yang akan dilakukan (activities), Outputs yang
ingin dicapai, orang yang menjadi sasaran program (Customers), dan Outcomes.
Logic Models dapat digunakan untuk mengevaluasi hasil dari suatu program. Tahap
pertama dalam mengimplementasi Logic Models terhadap suatu program adalah analisis
mengenai How to do the Program. Suatu program akan menggunakan sumber daya tersentu,
untuk melakukan suatu proses, yang menghasilkan output tertentu, sehingga customer dapat
melakukan perubahan sesuai outcome yang ingin dituju. Dengan demikian, hasil dari suatu
progam sesuai target.
Pada bagian Resources (Input) harus dilakukan analisis terlebih dahulu mengenai sumber
daya yang dimiliki sehingga dapat mendukung berjalannya suatu program. Pada bagian
Activities, dilakukan analisis mengenai berbagai proses yang dilakukan dalam suatu program.
Kemudian, pada bagian Output merupakan hasil keluaran dari suatu program, yang dapat berupa
jasa atau produk yang dihasilkan dimana mengilustrasikan implementasi target yang sesuai
tujuan dalam perencanaan. Pada bagian Customer, dilakukan analisis mengenai sasaran dari
suatu program, pengguna jasa atau produk dari suatu program, dan juga perlu dilakukan analisis
untuk meraih audiens sesuai target dari suatu program yang akan dilakukan.
Tahap selanjutnya adalah analisis mengenai Why We Do The Program, yang berisi
mengenai outcomes yang ingin dituju. Pada bagian Outcomes, hasil yang ingin dicapai dibagi
menjadi 3 yaitu, Shor-term, Intermediates, dan Long-term. Dalam Short-term Outcomes,
dilakukan analisis mengenai perubahan pemahaman (understanding), kemampuan (skill),
attitude, pengetahuan (knowledge) dari customer. Dalam Intermediates Outcomes, terjadi
perubahan dalam perilaku praktek dan pengambilan keputusan pada customer. Kemudian, pada
long-term outcomes, terjadi perubahan kondisi sesuai outcomes yang ditarghetkan dari suatu
program.
Terdapat banyak manfaat dari penggunaan Logic Models. Dengan dilakukannya Logic
Models terlebih dahulu atas suatu program, maka ada gambaran atas teori logis mengenai
bagaimana suatu program akan dilakukan. Logic Models juga membuat perencana program lebih
fokus dengan hubungan utama antara aksi yang harus dilakukan dan hasil yang ingil dicapai.
Logic Models membuat pemahaman seluruh stakeholders menjadi lebih jelas dan membantu
pelaksana suatu program menginformasikan desain atas program tersebut kepada masyarakat.
Kemudian, Logic Models juga dapat menemukan gap dari suatu program dan mengidentifikasi
cara untuk menyelesaikannya secara lebih awal.
Salah satu keunggulan Logic Models adalah dapat digunakan dalam melakukan perencanaan
yang efektif atas program dari sektor publik.
Manfaat Logic Model:
• Mengambarkan alur logika program dan kegiatan
• Memberikan penekanan pada hubungan yang paling penting antara tindakan dan hasil.
• Membangun pemahaman bersama di berbagai level organisasi dan para pemangku
kepentingan.
• Membantu dalam mengelola hasil dan menginformasikan desain program.
• Menemukan gap dalam logika program dan kemudian menyelesaikannya.
Tahapan-tahapan Penyusunan Informasi Kinerja
Sebelum membahas tahapan-tahapan dalam penyusunan informasi kinerja dengan logic
model, mari kita lihat apa maksud dari logic model ini. Logic model dalam Enhancing Program
Performance with Logic Models yang diterbitkan University of Wisconsin-Extension adalah
gambar sederhana dari sebuah program, inisiatif, atau intervensi yang merupakan respon
terhadap situasi tertentu. Gambar tersebut menunjukkan hubungan logis antara sumber daya yang
diinvestasikan, aktivitas yang diambil, dan manfaat atau perubahan yang terjadi.
Penjelasan Paul F. McCawley memberikan penguatan untuk apa logic model yaitu
menggambarkan hubungan logis antara sumber daya program, aktivitas, output, audiences, dan
hasil baik untuk jangka pendek, menengah, dan panjang yang berhubungan dengan masalah atau
situasi tertentu. Dengan penyusunan logic model digambarkan narasi proses yang mendekati
kondisi nyata untuk asumsi yang mendasari aktivitas yang diharapkan untuk mencapai ke hasil
tertentu. Hubungan logis elemen-elemen dalam penyusunan sebuah program dengan pendekatan
kerangka logika (logic model) dapat dilihat pada Gambar 1
Gambar 1
Elemen-elemen Logic Model
Sumber : Maksi UGM, 2013.
Untuk membuat dan mengembangkan informasi kinerja dengan logic model harus
diperhatikan tahapan-tahapannya. Tahapan-tahapan dalam membuat dan mengembangkan
informasi kinerja dengan logic model antara lain :
1. Analisis situasi.
Langkah awal kita harus menganalisis situasi yang meliputi analisis kebutuhan (need) atau
masalah yang dihadapi. Selain itu, perlu juga diidentifikasi siapa customer yang dilayani.
2. Merumuskan outcome, indikator, dan targetnya.
Outcome merupakan hasil atau efek dari program yang dijalankan. Outcome hendaknya
merupakan jawaban atas perubahan yang diinginkan dari situasi yang telah dianalisis
sebelumnya. Untuk mengawal pencapaian outcome harus disusun indikator yang tepat.
3. Merumuskan output, indikator, dan targetnya.
Output merupakan produk langsung bisa berupa barang atau jasa yang diharapkan akan
berkontribusi pada pencapaian outcome. Output yang dirumuskan harus terkait dengan
pencapaian outcome.
4. Menyusun aktivitas.
Aktivitas adalah tindakan yang diperlukan untuk mengimplementasikan program untuk
mencapai outcome dan tujuan program.
5. Mengidentifikasi input.
Untuk melaksanakan aktivitas dalam rangka mencapai outcome, diperlukan sumber daya
(input). Jadi input disusun berdasarkan kebutuhan sumber daya yang diperlukan dalam
menjalankan aktivitas. Input tidak disusun berdasarkan keinginan tetapi kebutuhan nyata.

Gambar.Contoh Logic Model Sederhana

Titik Kritis Dalam Penyusunan Informasi Kinerja


Analisis situasi merupakan tahapan awal dalam penyusunan informasi kinerja. Tahapan ini
sangat penting dan mempunyai dampak besar terhadap keberhasilan pelaksanaan program.
Situasi merupakan dasar pengembangan program berdasarkan logic model. Sehingga pencapaian
hasil dipengaruhi oleh analisis situasi yang tepat. Dengan demikian maka analisis situasi
merupakan tahapan kritis dalam penyusunan informasi kinerja berdasarkan logic model.
Diperlukan waktu yang cukup untuk memahami situasi dan mendiagnosa masalah yang
terjadi. Kesalahan umum yang seringkali terjadi adalah karena tidak cukup waktu yang tersedia,
maka kita yang dianalisis hanya "gejala" saja bukan akar penyebab masalah. Sehingga hal ini
menyebabkan program yang dibuat tidak menghasilkan outcome seperti yang diharapkan.
Pemahaman situasi dan diagnosa masalah yang tepat akan menghasilkan outcome yang
sesuai dengan tujuan program. Selanjutnya kita bisa menjalankan program dengan efektif dan
efisien. Efektifitas dan efisiensi dapat dicapai karena output, aktivitas, dan input yang
dirumuskan terkait dengan pencapaian outcome. Tetapi jika kita salah memahami situasi dan
salah mendiagnosa masalah, maka segala sesuatu yang mengikuti selanjutnya mungkin akan
salah.

MONITORING DAN EVALUASI DENGAN LOGIC MODEL


Teori dan Konsep Monitoring dan Evaluasi
Berdasarkan Handbook on Planning, Monitoring and Evaluating for Development Results,
terdapat empat bidang utama yang fokus untuk diidentifikasi secara konsisten jika ingin
meningkatkan keberhasilan suatu tujuan, yaitu :
1. Definisi Perencanaan, Program dan proyek. Proyek dan program memiliki kesempatan lebih besar
untuk nehrasil jika tujuan dan ruang lingkup program atau proyek didefinisikan dengan baik dan
jelas. Hal ini akan mengurangi kemungkinan timbulnya tantangan besar dalam implementasi.
2. Keterlibatanstakeholder. Keterlibatan pengguna, klien dan stakeholder yang besar dalam
program dan proyek-proyek akan mempertinggi keberhasilan suatu program.
3. Komunikasi.Komunikasi yang baik dapat memperoleh dan memobilisasi para pemangku
kepentingan . Selain itu, komunikasi meningkatkan kejelasan tentang harapan, peran dan
tanggung jawab, serta informasi terkait kemajuan dan kinerja. Kejelasan ini membantu untuk
memastikan penggunaan optimal dari sumber daya.
4. Monitoring dan evaluasi. Program dan proyek dengan komponen monitoring dan evaluasi yang
kuat cenderung untuk tetap di trek. Selain itu, masalah sering terdeteksi sebelumnya, yang
mengurangi kemungkinan kelebihan biaya besar atau penundaan waktu.
Perencanaan yang baik, dikombinasikan dengan monitoring dan evaluasi yang efektif,
dapat memainkan peran utama dalam meningkatkan efektivitas program dan proyek-proyek
pembangunan. Perencanaan yang baik membantu kita fokus pada hasil yang penting, sementara
pemantauan dan evaluasi membantu untuk belajar dari kesuksesan masa lalu, tantangan dan
menginformasikan pengambilan keputusan sehingga inisiatif saat ini dan masa depan lebih
mampu meningkatkan dan memperluas pilihan.
Gambar. Pendekatan Melalui Siklus The RBM(Result Based Management)

Pada gambar diatas menunjukkan saling keterkaitan antara perencanaan, monitoring dan
evaluasi. Pada pelaksanaannya tiga tahapan tersebut tidak harus dilakukan secara berurutan,
dimana pelaksanaan evaluasi tidak selalu terjadi pada akhir siklus. Evaluasi dapat dilakukan pada
setiap titik waktu selama siklus pemprograman. Gambar diatas bertujuan untuk menggambarkan
sifat saling terkoneksi perencanaan, monitoring dan evaluasi. Terkait perencanaan
untukmonitoring dan evaluasi harus dilakukan pada tahap perencanaa.
Monitoring dapat didefinisikan sebagai proses yang berkelanjutan dimana para pemangku
kepentingan memperoleh umpan balik secara reguler terkait kemajuan yang dibuat dalam
mencapai tujuan dan sasaran. Dengan kata lain, monitoring tidak hanya fokus pada pertanyaan
"Apakah kita mengambil tindakan sesuai dengan yang kita katakan dan kita lakukan?" Tetapi
juga "Apakah kita membuat kemajuan dalam mencapai hasil yang kita ingin capai?" Evaluasi
adalah penilaian yang ketat dan independen pada saat kegiatan selesai atau sedang berlangsung
untuk menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan tercapai dan memberikan kontribusi
untuk pengambilan keputusan.
Evaluasi, seperti monitoring, dapat berlaku untuk banyak hal, termasuk kegiatan, proyek,
program, strategi, kebijakan, topik, tema, sektor atau organisasi. Perbedaan utama antara
keduanya adalah bahwa evaluasi dilakukan secara independen untuk memberikan penilaian
objektif kepada manajer dan staf apakah mereka berada di jalur yang telah ditetapkan. Evaluasi
juga lebih ketat dalam prosedur, desain dan metodologi, dan umumnya melibatkan analisis yang
lebih luas. Namun, tujuan dari monitoring dan evaluasi sangat mirip yaitu untuk memberikan
informasi yang dapat membantu memberikan informasi dalam keputusan, meningkatkan kinerja
dan mencapai hasil yang direncanakan.
Pustaka lain mendefinisikan bahwa monitoring adalah pelacakan rutin dan pelaporan
prioritas informasi terkait tentang proyek atau program: terkait tentang input, proses,
output,hasil dan dampak. Sedangkan evaluasi adalah pengumpulan sistematis informasi
tentangkegiatan, karakteristik dan hasil dari program khusus untuk menentukan jasa atau nilai.
Jika program dinilai memiliki makna maka penting untuk menentukan terkait dengan biaya.
Evaluasimemberikan informasi yang dapat dipercaya untuk meningkatkan program,
mengidentifikasi pelajaran, dan menginformasikan keputusan tentang sumber daya masa depan
dan alokasinya.

MONITORING EVALUASI
Mengklarifikais Tujuan Program Menganalisa mengapa hasil yang diinginkan
tercapai atau tidak
Menghubungkan kegiatan dan sumber daya Menilai kontribusi sementara yang spesifik
untuk mencapai tujuan dari kegiatan terhadap hasil
Menerjemahkan tujuan kedalam indikator Mengeskplorasi proses implementasi
kinerjadan menetapkan target
Secara rutin mengumpulkan data terkait Mengeksplorasi hasil yang tidak diinginkan
indikator, membandingkan dengan hasil
sebenarnya dengan target
Laporan perkembangan untuk manajer, Menekankan prestasi atau program yang
pembuatan kebijakan dan atau donor dan potensial untuk memberikan pelajaran,
mengingatkan mereka jika ada masalah menawarkan rekomendasi atau
untuk perbaikan
Tabel . Peran Monitoring dan evaluasi

Kerangka(Framework) Monitoring dan Evaluasi


Logic model merupakan kerangka yang dapat digunakan untuk menggambarkan kompen
utama dari sebuah program dan melihat bagaimana semua elemen bekerjasama untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Kerangka ini memfasilitasi perencanaandan pelaksanaan program,
tetapi juga membantu prioritas pengaturanuntukku monitoring dan evaluasi suatu program. Data
monitoring dan evaluasi harus dikumpulkan agar dapat digunakan (ini sering disebut sebagai
pendekatan pemanfaatan yang berfokus di monitoring dan evaluasi).
Biasanya, jenis data yang diperlukan adalah data input yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan program serta untuk menjelaskan kegiatan itu sendiri dan data outputnya
(yaitu, efek langsung). Pada beberapa program, output ini kemudian dimaksudkan untuk
menyebabkan hasil (yaitu, efek menengah) yang pada gilirannya dimaksudkan untuk
menimbulkan dampak (yaitu, efek jangka panjang).
Kerangka logic Model menyajikan perkembangan logis dan hubungan dari komponen
strategis program (input, proses, output, outcome, dan impact) dan hubungan sebab akibat,
indikator, dan asumsi risiko yang dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan program.
Dengan demikian, kerangka ini tidak hanya memfasilitasi monitoring dan evaluasi program
tetapi juga perencanaan dan pelaksanaan program itu sendiri. Dalam mengembangkan Logic
Model, mungkin menjadi jelas bahwa program terlalu ambisius atau tidak cukup ambisius, atau
hubungan logis antara tujuan, sasaran, dan aktivitas yang terlewati.
Elemen Program Logic Model biasanya adalah:
a. Asumsi dan konteks. Berhubungan dengan faktor-faktor sosial, politik, dan ekonomi yang ada di
lokal di mana program ini dilaksanakan dan pengaruh ini pada potensi keberhasilan program.
Asumsi didasarkan pada pemahaman yang menyeluruh tentang faktor-faktor kontekstual serta
teori dan pengetahuan berbasis bukti yang mungkin tersedia dari program serupa di lokasi yang
sama.
b. Pernyataan masalah. Menggambarkan sifat dan tingkat masalah yang perlu ditangani.
c. Input, proses, output, outcome, dan impact. input yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
program, menjelaskan kegiatan itu sendiri, dan kemudian output langsung. untuk beberapa
program, output kemudian dimaksudkan untuk menyebabkan hasil yang pada gilirannya
dimaksudkan untuk menimbulkan dampak.
Tahapan Dalam Proses Monitoring dan Evaluasi

Gambar . Tahapan-Tahapan Dalam Proses Monitoring dan Evaluasi

Ketika merencanakan melakukan monitoring dan evaluasi, sangat penting untuk


mempertimbangkan apakah dana, waktu dan staf dapat dialokasikan, karena monitorng dan
evaluasi adalah proses yang berkelanjutan yang memerlukan komitmen yang signifikan.
Pertimbangan utama lainnya adalah mitrauntuk merancang dan melaksanakannya. Selain itu
menggunakan tenaga profesional dari luar dapat menambah perspektif. Melibatkan masyarakat
dan para pemangku kepentingan dapat menjadi salah satu strategi untuk menunjukkan
akuntabilitas hasil dari monitoring dan evaluasi. Diagram di bawah menguraikan langkah-demi-
langkah proses yang luas untuk melakukan melakukan monitoring dan evaluasi.
Berdasarkan gambar diatas, terdapat sembilan tahapan dalam melakukan proses
monitoring dan evaluasi, yaitu:
1. Logic model dan Indikator: Setelah menyelesaikan model logika untuk perencanaan dan
tujuan dari manajemen, terkait indikator harus dibuat melalui konsultasi dengan para
pemangku kepentingan untuk memantau pencapaian pada setiap tahapan dari program,
dari input dan kegiatan untuk pencapaian output dan outcome. Indikator harus spesifik,
terukur (measurable), dapat terjangkau (achievable), relevan dan tepat waktu (timely).
Sering disingkat dengan kata SMART.
2. Melakukan validasi Indikator dengan stakeholder. Mengembangkan indikator adalah
kesempatan penting bagi partisipasi masyarakat. Dengan memberikan masukan pada
indikator, anggota masyarakat tidak hanya dibuat sadar, tetapi yang lebih penting
memberikan masukan, desain proyek dan pengaturan tujuan. Proses indikator
pemeriksaan membantu membangun rasa memiliki dan transparansi.
3. Melakukan penilaian awal (baseline assesment). Penilaian terhadap kondisi saat ini
diperlukan dalam rangka menciptakan dasar untuk mengukur kemajuan dari waktu ke
waktu.
4. Menentukan target skala penilaian. Setelah menyelesaikan daftar indikator yang akan
diukur untuk memantau kemajuan, target harus ditetapkan untuk setiap indikator. Target
adalah tujuan yang untuk dicapai dalam waktu tertentu
5. Monitoring Input, Output dan Hasil. Siklus pengumpulan data sebuah program yang
khusus akan tergantung pada timeline dari target program tersebut, pengumpulan data
periodik sejalan dengan upaya pelaporan triwulanan adalah cara yang baik untuk
mengintegrasikan pengembangan masyarakat ke dalam proses bisnis. Pengumpulan data
idealnya harus partisipatif dengan melibatkan masyarakat. Keterlibatan masyarakat
dalam monitoring dapat membuat para pemangku kepentingan dapat terus mengikuti
kemajuan dan membuat saran dalam rangka melakukan perbaikan-perbaikan, sedangkan
mitra proyek bisa mendapatkan keuntungan dari peningkatan dukungan sebagai akibat
dari transparansi tersebut.
6. Konsultasikan hasil pemantauan kepada para pemangku jabatan. Dengan melaporkan
data kinerja yang dikumpulkan melalui pemantauan, instansi dapat memenuhi harapan
masyarakat untuk transparansi dan melanjutkan pembahasan tentang desain program,
manajemen dan kinerja. Informasi yang dikembangkan dari pemantauan harus
diungkapkan dalam bentuk budaya yang ada, sehingga dapat diakses oleh semua
pemangku kepentingan eksternal (dalam bahasa lokal, mungkin dibacakan di radio lokal
atau dalam pertemuan komunitas bukannya disajikan secara eksklusif dalam bentuk
tertulis, dan lain-lain) .
7. Membuat Penyesuaian Program. Membuat para pemangku kepentingan tertarik melalui
pengumpulan data dan pelaporan akan membantu manajer program mendapatkan
informasi tentang bagaimana program harus disesuaikan untuk lebih memastikan bahwa
tujuan terpenuhisecara konsisten. Penyesuaian proyek harus dilakukan untuk
meningkatkan kinerja. Ini adalah siklus berulang yang harus diulang sepanjang program
dilakukan.
8. Evaluasi Dampak Program: Evaluasi Program terjadi setelah program telah selesai. Ini
adalah analisis yang membantu untuk menjelaskan mengapa program dilakukan atau
tidak dilakukan untuk hasil tertentu. Tidak seperti monitoring,ini tidak digunakan untuk
manajemen berkelanjutan, tetapi berfokus pada hasil akhir. Evaluasi dapat dilakuakn
dalam survei skala besar dengan bantuan kelompok eksternal yang memiliki keahlian
ilmu statistik dan sosial, seperti universitas. Evaluasi tidak hanya dapat membantu
mengklarifikasi terkait biaya untuk sebuah program dibenarkan tetapi juga
menginformasikan keputusan pada desain dan manajemen program di masa depan dan
berfungsi sebagai mekanisme pertanggungjawaban.
9. Laporan dan Keterlibatan Stakeholde. Sebuah langkah terakhir dalam monitoring dan
evaluasi adalah untuk memberikan informasi tentang dampak proyek dengan pemberi
dana, para pemangku kepentingan dan masyarakat luas melalui berbagai saluran.
Pelaporan tidak harus dilihat sebagai tujuan itu sendiri, melainkan sebagai undangan
untuk dialog dengan pemangku kepentingan eksternal. Instansi dapat menggunakan
monitorng dan evaluasi untuk menginformasikan kepada publik terkait kemajuan
program dan sebagai proses pembelajaran, serta mengundang tanggapan dari luas terkait
upaya pengembangan instansi ke depannya.
Simpulan
Dalam penyusunan informasi kinerja dengan pendekatan logic model program ini maka
penyusun program harus berhati-hati dalam tahapan awal yaitu analisis situasi. Tahapan penting
dan strategis karena membantu kita memahami situasi dan mendiagnosa masalah. Jika kita salah
memahami situasi dan salah mendiagnosa masalah, maka segala sesuatu yang mengikuti
selanjutnya mungkin akan salah.
Agar analisis situasi dapat dilakukan dengan tepat maka penyusun program sebaiknya
menyediakan waktu yang cukup. Penyusun program juga sebaiknya melibatkan stakeholder
terkait agar diperoleh informasi relevan dan akurat. Penyusun program selanjutnya
mensimulasikan elemen-elemen logic model sehingga diperoleh gambaran utuh bagaimana
program ini akan dijalankan dan keterkaitan logis antar elemen.
DAFTAR PUSTAKA
Arnaboldi, Michela dan Giovanni Azzone. 2010. Constructing Performance Measurement in The
Public Sector. Critical Perspectives on Accounting 21, pp. 266-282.
Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi UGM,
Yogyakarta.
Behn, Robert D. 2003. Why Measure Performance? Different Purposes Require Different
Measures. Public Administration Review Vol. 63 No. 5, pp. 586-606.
Bourne, Kennerley & Franco-Santos. 2005. Managing Through Measures: a Study of Impact on
Performance. Journal of Manufacturing Technology Mangement, Vol. 16, No. 4, pp. 373-395.
Fahmi, Irfan. 2010. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Penerbit Alfabeta, Bandung.
Hatry, Harry P. Performance Measurement Getting Results. The Urban Institute Press,
Washington D.C.
Hildebrand, Richard dan James C. McDavid. 2011. Joining Public Accountability and
Performance Management: A Case study of Lethbridge, Alberta. Canadian Public
Administration/Administration Publique Du Canada Volume 54, No. 1 (March/Mars 2011), pp.
41-72.
Hood, Christopher. 1995. The New Public Management in the 1980s: Variations on a theme.
Accounting, Organization and Society, Vol. 20 No.2/3, pp. 93-109.
Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi, Yogyakarta.
Matthews, Joseph R. 2011. Assesing Organizational Effectiveness: The Role of Performance
Measures. Library Quarterly Vol. 81 No. 1, The University of Chicago.
Pastuszkova dan Palka. 2011. Performance Management in The Sphere of Public Administration.
Annuals of DAAAM for 2011 & Proceedings of the 22nd International DAAAM Symposium,
Volume 22 No. 1, Published by DAAAM International, Vienna, Austria.
Poister, Theodore H. 2003. Measuring Performance in Public and Nonprofit Organizations.
Jossey-Bass A Wiley Imprint, San Francisco, CA.
Powers, Lori Criss. 2009. A Framework for Evaluating the Effectiveness of Performance
Measurement System. RealWorld Systems Research Series 2009. Diunduh
darihttp://ssrn.com/abstract=1371158.
Simon, Robert. 2000. Performance Measurement & Control System for Implementing Strategy.
Prentice-Hall Inc. Upper Sadlle River, New Jersey 07458.
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung
Keuangan Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi
Pemerintah.
Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Peraturan Menteri PAN Nomor PER/09/M.PAN/5/2007 tahun 2007 tentang Pedoman Umum
Penetapan Indikator Kinerja Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah.
Peraturan Menteri PAN Nomor PEW 20 M.PAN 1111 2008 tahun 2008 tentang Penyusunan
Indikator Kinerja Utama.
Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Nomor 29 Tahun
2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 454/KMK.01/2011 tentang Pengelolaan Kinerja di
Lingkungan Kementerian Keuangan.
Yvone M. Watson, US Environmental Protection Agency
(http://www.epa.gov/evaluate/lm-training/index.htm, diakses pada 6 Juni 2013, pada 11:02”06”)
Hansen, Mowen (2009). Akuntansi Manajerial Jilid 2, ed 8. Yogyakarta: Salemba Empat.
Kuncoro, Mudrajad. (2008), Ekonomika Indonesia. Yogyakarta : UPP STIM YKPN Yogyakarta.
Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 139/PMK.02/2014.
W. K. Kellog Foundation, Logic Model Development Guide, 2014
Paul F. McCawley, The Logic Model for Program Planning and Evaluation.
University of Wisconsin-Extension, Enhancing Program Performance with Logic Models, 2003.
Tim Maksi UGM, Bahan Ajar Workshop Konsep Dasar dan Implementasi Logic Model Dalam
Penganggaran Berbasis Kinerja, Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan, 2013.

Anda mungkin juga menyukai