Anda di halaman 1dari 30

SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH

BALANCED SCORECARD SISTEM MANAJEMEN


KINERJA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Sistem Akuntansi Pemerintahan

Dosen Pengampu :
Prof. Dr. Vince Ratnawati, S.E., M.Si., Ak., CA

Disusun oleh Kelompok 6 :


AREADY
CHAIRA ASTAMI PUTRI

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS RIAU
2024
BAB I
PENDAHULUAN

Dari awal sangat perlu dipahami mengapa pengukuran kinerja organisasi (perusahaan)
sangat penting dan vital. sSebuah organisasi dalam hal ini perusahaan yang beroperasi tanpa
system pengukuran kinerja, seperti pesawat terbang yang terbang tanpa sebuah kompas,
seorang pembalap F1 yang mengemudi dan matanya ditutup.Atau seorang CEO yang
menjalankan bisnis tanpa sebuah rencana strategis. Tujuan dari pengukuran kinerja tidak
hanya bertujuan untuk mengetahui bagaimana kinerja bisnis akan tetapi mampu untuk
menciptakan kinerja yang lebih baik. Tujuan utama melaksanakan sistem pengukuran kinerja
adalah untuk meningkatkan kinerja organisasi sehingga dapat lebih baik melayani pelanggan,
karyawan, pemilik, dan stakeholder. Dimana, hasil pengukuran kinerja yang baik akan
menjadi informasi bagaimana keberadaan bisnis tersebut dan bagaimana hal tersebut
dilakukan, dan dimana itu terjadi.

Selama ini pengukuran kinerja hanya dilakukan secara tradisional yaitu dengan
menitikberatkan pada sisi keuangan. Manajer yang berhasil mencapai tingkat keuntungan
yang tinggi akan dinilai berhasil dan memperoleh imbalan yang baik dari perusahaan.
Penilaian kinerja perusahaan yang semata-mata dari sisi keuangan akan dapat menyesatkan,
karena kinerja keuangan yang baik saat ini dapat dicapai dengan mengorbankan kepentingan-
kepentingan jangka panjang perusahaan. Dan sebaliknya, kinerja keuangan yang kurang baik
dalam jangka pendek dapat terjadi karena perusahaan melakukan investasi-investasi demi
kepentingan jangka panjang.

Untuk mengatasi masalah tentang kelemahan system pengukuran kinerja perusahaan


berfokus pada aspek keuangan dan mengabaikan kinerja non keuangan, seperti kepuasan
pelanggan, produktivitas karyawan, dan sebagainya, maka diciptakanlah sebuah model
pengukuran kinerja yang tidak hanya mencakup keuangan saja melainkan non keuangan pula,
yaitu konsep Balanced Scorecard (BSC).

Konsep Balanced Scorecard menjadi suatu sarana untuk mengkomunikasikan


persepsi strategis dalam suatu perusahaan secara sederhana dan mudah dimengerti oleh
berbagai pihak dalam perusahaan, terutama pihak-pihak dalam organisasi yang akan
merumuskan strategi perusahaan. Pengertian Balanced Scorecard sendiri jika diterjemahkan
bisa bermakna sebagai rapor kinerja yang seimbang (Balanced). Scorecard adalah kartu yang
digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja seseorang dan/atau suatu kelompok, juga untuk
mencatat rencana skor yang hendak diwujudkan.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penerapan konsep Balance Scorecard


sangat berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan sebab Balanced Scorecard yang
telah dilakukan dapat menghasilkan perbaikan dan perubahan strategis yang dilakukan untuk
pencapaian kinerja yang akan dicapai dalam pengelolaan unit usaha perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN

Setiap perusahaan pasti membutuhkan alat ukur untuk mengetahui performa


kinerjanya. Hanya saja parameter yang akan diukur lazimnya berupa aspek kuantitatif
maupun aspek kualitatif. Untuk aspek kuantitatif tentunya lebih mudah pengukurannya.
Sebaliknya, untuk aspek kualitatif jelas membutuhkan perangkat ukur yang lebih kompleks
bila dibandingkan dengan aspek kuantitatif.

A. KONSEP BALANCE SCORECARD


Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC adalah pendekatan
terhadap strategi manajemen yang dikembangkan oleh Dr. Robert S. Kaplan (Harvard
Business School) and David P. Norton pada awal tahun 1990. Menurut Robert S. Kaplan dan
David P. Norton (2000, p8), Balanced Scorecard adalah suatu sistem manajemen penilaian
dan pengendalian yang secara cepat, tepat dan komprehensif dapat memberikan pemahaman
kepada manajer tentang kinerja bisnis. Kaplan dan Norton telah memperkenalkan Balanced
Scorecard pada tingkat organisasi enterprise. Prinsip dasar dari Balanced Scorecard ini adalah
titik pandang penilaian sebuah perusahaan hendaknya tidak hanya dilihat dari segi finansial
saja tetapi juga harus ditambahkan dengan ukuran-ukuran dari perspektif lainnya seperti
tingkat kepuasan pelanggan, proses internal dan kemampuan melakukan inovasi. Balanced
Scorecard lebih dari sekedar sistem pengukuran taktis atau operasional. Perusahaan yang
inovatif menggunakan Balanced Scorecard sebagai sistem manajemen strategis, untuk
mengelola strategi jangka panjang dan menghasilkan proses manajemen seperti:
 Memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.
 Mengkomunikasikan dan mengkaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis.
 Merencanakan, menetapkan sasaran, dan menyelaraskan berbagai inisiatif strategis.
 Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis.

BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor).
Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-
keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance
yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu
skor) yaitu kartu yang digunakan untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor
juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di
masa depan.

Mula-mula BSC digunakan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif.


Awal penggunaannya kinerja eksekutif diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian
berkembang menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian digunakan untuk mengukur
kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses
bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.

BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi
dan strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat
manajemen yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam
mengimplementasikan strategi bisnisnya.

Konsep BSC didasarkan pada asumsi bahwa efisiensi penggunaan modal investasi
tidak lagi menjadi penentu tunggal untuk keunggulan kompetitif, tapi faktor seperti modal
intelektual, penciptaan pengetahuan atau orientasi pelanggan yang sangat baik menjadi lebih
penting. BSC digunakan untuk berkomunikasi dan mengkoordinasikan deskripsi strategi
bisnis. Kesenjangan antara perencanaan strategis dan operasi bisa dijembatani dan
pencapaian jangka panjang dari tujuan strategis dijamin dengan aplikasi yang konsisten dan
perumusan strategi bisnis yang sebelumnya ditetapkan dalam empat perspektif BSC. (Figge,
Hahn, Schaltegger, dan Wagner, 2002)

Dengan adanya konsep Balanced Scorecard akan terus memelihara arah dan kemajuan
organisasi sesuai dengan apa yang menjadi visi dan misi organisasi. Selain itu Balanced
Scorecard akan membantu perusahaan dalam menyelaraskan tujuan dengan satu strategi yang
ingin diterapkan, karena Balanced Scorecard membantu mengeliminasi berbagai macam
strategi manajemen puncak yang tidak sesuai dengan strategi karyawan dengan cara
membantu karyawan untuk memahami bagaimana peran serta mereka dalam rangka
peningkatan kinerja organisasi secara keseluruhan. (Ciptani, 2000)

Banyak perusahaan menerapkan konsep balanced scorecard untuk meningkatkan


kinerja sistem pengukuran. Mereka mencapai hasil yang nyata, tetapi terbatas. Mengadopsi
konsep tersebut memberikan klarifikasi, konsensus, dan fokus pada peningkatan kinerja yang
diinginkan. Baru-baru ini, kita telah melihat perusahaan memperluas penggunaan balanced
scorecard, menggunakan itu sebagai dasar dari suatu sistem manajemen strategi terpadu.
Banyak perusahaan menggunakan scorecard untuk :
 Mengklarifikasi dan memperbaharui strategi.
 Mengkomunikasikan strategi ke perusahaan.
 Menyelaraskan tujuan masing-masing unit dan individu dengan strategi
 Menghubungkan tujuan strategis untuk target jangka panjang dan budget tahunan.
 Mengidentifikasi dan menyelaraskan gagasan strategi
 Melakukan tinjauan kinerja secara berkala untuk mempelajari dan meningkatkan
strategi.

Balanced scorecard memungkinkan perusahaan untuk menyesuaikan proses


manajemen dan seluruh organisasi berfokus pada pelaksanaan strategi jangka panjang. Pada
National Insurance, scorecard menyediakan CEO dan manajernya dengan kerangka kerja
terpusat, mereka dapat merancang ulang setiap bagian dari sistem manajemen perusahaan.
Dan karena hubungan sebab akibat yang melekat dalam scorecard, perubahan dalam satu
komponen sistem yang diperkuat perubahan sebelumnya yang dibuat di tempat lain. Oleh
karena itu, setiap perubahan yang dilakukan selama periode 30 bulan ditambah dengan
momentum yang membuat organisasi bergerak maju dalam arah yang telah disepakati.

Tanpa balanced scorecard, kebanyakan organisasi tidak dapat mencapai visi dan
tindakan yang sama secara konsisten sebagai usaha mereka untuk mengubah arah dan
memperkenalkan strategi dan proses baru. Balanced scorecard memberikan kerangka kerja
untuk mengelola pelaksanaan strategi sementara juga memungkinkan strategi itu sendiri
untuk berkembang sebagai respon terhadap perubahan dalam pasar kompetitif perusahaan,,
dan lingkungan teknologi. (Kaplan dan Norton, 1996)

B. Keunggulan Balanced Scorecard


Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses
mencapai tujuannya. BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi
manajemen tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi
dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat
tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal
intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut
melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu:
keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.

Balance Scorecard memiliki sejumlah keunggulan bila dibandingkan dengan alat ukur
lainnya. Keunggulan tersebut meliputi :
1. Bersifat menyeluruh
Bila sebelumnya parameter penilaian hanya seputar kondisi finansial, dengan BSC
parameter penilaian mencakup proses bisnis (kondisi internal), customer, dan
pembelajaran pertumbuhan. Dengan pengukuran yang menyeluruh maka perusahaan
pun semakin jeli dalam merumuskan strateginya sehingga dapat menghasilkan
kebijakan yang tepat sasaran.
2. Mampu menjelaskan hubungan sebab akibat
Setiap parameter penilaian memiliki obyek strategi (target yang hendak dicapai
perusahaan) yang bisa jadi lebih dari satu. Hubungan sebab akibat dari obyek strategi
masing-masing parameter tersebut harus bisa dijelaskan dengan baik.
3. Memberikan keseimbangan
BSC memberikan cakupan pengukuran yang meliputi pihak internal maupun eksternal,
periode jangka pendek hingga jangka panjang serta aspek finansial dan non finansial.
4. Mampu mengukur aspek kuantitatif maupun aspek kualitatif
Bila semua parameter bisa diukur dengan baik, maka pertumbuhan perusahaan bisa
terpantau sehingga upaya perbaikannya menjadi lebih mudah.
5. Mampu meningkatkan kinerja perusahaan karena parameter yang diukur merupakan
parameter yang benar-benar penting dan berkontribusi dalam memajukan perusahaan.

Balanced scorecard memberi manfaat bagi organisasi dalam beberapa cara:

 menjelaskan visi organisasi


 menyelaraskan organisasi untuk mencapai visi itu
 mengintegrasikan perencanaan strategis dan alokasi sumber daya
 meningkatkan efektivitas manajemen dengan menyediakan informasi yang tepat untuk
mengarahkan perubahan

Dalam menerapkan balanced scorecard, Robert Kaplan dan David Norton,


mensyaratkan dipegangnya lima prinsip utama berikut:
1. Menerjemahkan sistem manajemen strategi berbasis balanced scorecard ke dalam
terminologi operasional sehingga semua orang dapat memahami
2. Menghubungkan dan menyelaraskan organisasi dengan strategi itu. Ini untuk memberikan
arah dari eksekutif kepada staf garis depan
3. Membuat strategi merupakan pekerjaan bagi semua orang melalui kontribusi setiap orang
dalam implementasi strategis
4. Membuat strategi suatu proses terus menerus melalui pembelajaran dan adaptasi
organisasi dan
5. Melaksanakan agenda perubahan oleh eksekutif guna memobilisasi perubahan.

Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001,


p.18) adalah mampu menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai
berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur

Perspektif dalam Balanced Scorecard


Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC adalah sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan
BSC memakai tolak ukur kinerja keuangan seperti laba bersih dan ROI, karena tolak
ukur tersebut secara umum digunakan dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur
keuangan saja tidak dapat menggambarkan penyebab yang menjadikan perubahan kekayaan
yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000). Balanced
Scorecard adalah suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan
antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap
keberhasilan. BSC dapat menjelaskan lebih lanjut tentang pencapaian visi yang berperan di
dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000)
sebagai berikut:
1. Peningkatan customer yang puas sehingga meningkatkan laba (melalui peningkatan
revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan komitmen karyawan sehingga meningkatkan laba
(melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan
mengurangi modal yang digunakan atau melakukan investasi daiam proyek yang
menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting,
di mana yang pertama adalah semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang
menunjukkan implementasi dari strategi yang sudah direncanakan dan yang kedua adalah
akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya tentang target yang harus dicapai
dalam mencapai tujuan organisasi.

Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth),
bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut
mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu
bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis memiliki produk baru yang dirasa sangat
potensial bagi bisnis tersebut.

Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya
untuk mengembangkan produk baru dan meningkatkan layanan, membangun serta
mengembangkan fasilitas yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan
jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya hubungan kerja secara menyeluruh
dalam mengembangkan hubungan yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan
fmansial pada tahap ini adalah mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan
tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.

Tahap selanjutnya adalah sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan
mengenai akan ditariknya investasi atau melakukan investasi kembali dengan
mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan
fmansial yang hendak dicapai adalah untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu usaha
akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau
badan usaha akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini
adalah untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.

2. Perspektif Pelanggan

Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu menentukan segmen


pasar dan pelanggan yang menjadi target bagi organisasi atau badan usaha. Selanjutnya,
manajer harus menentukan alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit
opetasi dalam upaya mencapai target finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin
mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus menciptakan
dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka
(Kaplan, dan Norton, 1996). Dalam perspektif ini, pengukuran dilakukan dengan lima aspek
utama yaitu :

o pengukuran pangsa pasar, pengukuran terhadap besarnya pangsa pasar perusahaan


mencerminkan proporsi bisnis dalam satu area bisnis tertentu yang diungkapkan dalam
bentuk uang, jumlah customer, atau unit volume yang terjual atas setiap unit produk yang
terjual.
o customer retention, pengukuran dapat dilakukan dengan mengetahui besarnya prosentase
pertumbuhan bisnis dengan jumlah customer yang saat ini dimiliki oleh perusahaan.
o customer acquisition, pengukuran dapat dilakukan melalui prosentase jumlah
penambahan customer baru dan perbandingan total penjualan dengan jumlah customer
baru yang ada.
o customer satisfaction, pengukuran terhadap tingkat kepuasan pelanggan ini dapat
dilakukan dengan berbagai macam teknik diantaranya adalah : survei melalui surat (pos),
interview melalui telepon, atau personal interview.
o customer profitability, pengukuran terhadap customer profitability dapat dilakukan
dengan menggunakan teknik Activity Based-Costing (ABC).

Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada
biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang
diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential
customer sehingga perlu melakukan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik
berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada.

Ada 2 kelompok pengukuran dalam perspektif pelanggan, yaitu:

1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).


Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi
kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan
merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita
mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan),
retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas
pelanggan.
2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur
nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka
masuki. Kelompok pengukuran ini juga dapat menggambarkan pemacu kinerja yang
menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan,
loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan
atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk menciptakan
loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan,
termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan
pelanggan setelah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk
menarik pelanggan untuk berhubungan dengan perusahaan, atau membeli produk.

3. Perspektif Proses Bisnis Internal


Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit
bisnis untuk memberi value proposition yang mampu menarik dan mempertahankan
pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan harapan para pemegang
saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi
pelanggannya.

Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses inovasi adalah bagian terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada
juga perusahaan yang menempatkan inovasi di luar proses produksi. Di dalam proses
inovasi itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan
melakukan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila
hasil inovasi dari perusahaan tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk
tidak akan mendapat tanggapan positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi tambahan
pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada
proses penelitian dan pengembangan.

2. Proses operasi.
Proses operasi adalah aktivitas yang dilakukan perusahaan, mulai dari saat penerimaan
order dari pelanggan sampai produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan
kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan tepat waktu. Proses ini,
berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar
organisasi.
3. Pelayanan puma jual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, dapat berupa garansi, penggantian
untuk produk yang rusak, dll.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan


Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif
sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu badan usaha saat melakukan investasi tidak hanya pada peralatan untuk
menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melakukan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber
daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses
bisnis internal dapat mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada
dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu badan
usaha harus melakukan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan
kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang prosedur yang ada.

Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan mencakup 3 prinsip kapabilitas yang


terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:

1. Kapabilitas Pekerja.

KapabiLitas pekerja adalah merupakan bagian kontribusi pekerja pada perusahaan.


Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh
manajemen:
a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas,
tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang dapat diukur
dalam kepuasan pekerja adalah keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan,
pengakuan, akses untuk mendapatkan informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan
menggunakan inisiatif, serta dukungan dari atasan.
b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja adalah kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam
perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang
bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan karena keinginan
perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja
diukur dengan persentase turnover di perusahaan.
c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari pengaruh keseluruhan dari peningkatan
keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya
adalah untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah
pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.

2. Kapabilitas sistem informasi.

Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi adalah tingkat
ketersediaan informasi, tingkat ketepatan informasi yang tersedia, serta jangka waktu
untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan.

3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan adalah penting
untuk menciptakan pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal
tersebut di atas adalah jumlah saran yang diberikan pekerja.

C. PENGGUNAAN BALANCED SCORECARD

Balanced scorecard digunakan dalam hampir keseluruhan proses penyusunan


rencana. Tahapan penyusunan rencana pada dasarnya meliputi enam kegiatan berikut:
perumusan strategi, perencanaan strategis, penyusunan program, penyusunan anggaran,
implementasi dan pemantauan.

1. Perumusan Strategi
Tahap ini ditujukan untuk menghasilkan misi, visi, keyakinan dan nilai dasar, dan
tujuan institusi. Proses perumusan strategi dilakukan secara bertahap, yaitu: analisis
eksternal, analisis internal, penentuan jati diri, dan perumusan strategi itu sendiri.

Analisis Eksternal dan Internal


ANALISIS EKSTERNAL terdiri dari analisis lingkungan makro dan mikro. Analisis
lingkungan makro bertujuan mengidentifiksasi peluang dan ancaman makro yang berdampak
terhadap value yang dihasilkan organisasi kepada pelanggan. Obyek pengamatan dalam
analisis ini adalah antara lain: kekuatan politik dan hukum, kekuatan ekonomi, kekuatan
teknologi, kekuatan sosial, faktor demografi.

Analisis eksternal mikro diterapkan pada lingkungan yang lebih dekat dengan institusi
yang bersangkutan. Dalam dunia perusahaan, lingkungan tersebut adalah industri di mana
suatu perusahaan termasuk di dalamnya. Analisis yang dilakukan dapat menggunakan teori
Porter mengenai persaingan, yaitu: kekuatan tawar pemasok, ancaman pendatang baru,
kekuatan tawar pembeli, ancaman produk atau jasa pengganti.

ANALISIS INTERNAL ditujukan untuk merumuskan kekuatan dan kelemahan


perusahaan. Kekuatan suatu perusahaan antara lain: kompetensi yang unik, sumberdaya
keuangan yang memadai, keterampilan yang unggul, citra yang baik, keunggulan biaya,
kemampuan inovasi tinggi, dll. Sedangkan kelemahan perusahaan antara lain: tidak ada arah
strategi yang jelas, posisi persaingan yang kurang baik, fasilitas yang ‘usang’, kesenjangan
kemampuan manajerial, lini produk yang sempit, citra yang kurang baik, dll.

Penentuan Jati Diri


Penentuan jati diri organisasi terdiri dari perumusan misi, visi, keyakinan dasar, nilai
dasar dan tujuan organisasi.
MISI menjelaskan lingkup, maksud atau batas bisnis organisasi, yaitu kebutuham
pelanggan apa yang akan dipenuhi oleh organisasi, siapa dan di mana; serta produk inti apa
yang dihasilkan, dengan teknologi inti dan kompetensi inti apa. Misi ditulis sederhana,
ringkas, terfokus. Unsur-unsur misi meliputi produk inti, kompetensi inti, dan teknologi inti.
Yang dimaksud dengan produk inti adalah barang atau jasa yang dipersepsi bernilai tinggi
oleh pelanggan, berupa komponen kunci dilindungi hak paten dan menghasilkan laba
terbesar. Kompetensi inti adalah kemampuan kunci yang dimiliki organisasi dalam
menghasilkan produk inti. Sedang teknologi inti adalah know-how, perangkat keras dan
perangkat lunak yang menjadi basis kompetensi inti.

Beberapa contoh misi adalah sebagai berikut.


“To engineer, produce, and market the world’s finest automobiles, known for
uncompromised levels of distinctiveness, comfort, convenience, and refined performance.”
(Cadillac Motor Co.)
“To produce outstanding financial returns by providing totally reliable, competitively
superior global air-ground transportation of high priority goods and document that require
rapid, time-sensitive delivery.” (FedEx).

VISI menggambarkan akan menjadi apa suatu organisasi di masa depan. Ia bersifat
sederhana, menumbuhkan rasa wajib, memberikan tantangan, praktis dan realistik, dan ditulis
dalam satu kalimat pendek. Contoh-contoh visi adalah:
“We will be an outstanding company by exceeding pelanggan expectations through
empowered people, guided by shared values.” (PepsiCo.)
“From managing a world-class port, we shall grow into world-class corporation with
network of perts, logistics and related businesses throughout the world. We shall be
recognized everywhere for quality and value.” (Otoritas Pelabuhan Singapore).
“Menjadi perusahaan jasa konsultan perencana nomor satu di Jakarta.”
“Menjadi BPR terbesar, tangguh dan dihargai di Cianjur Selatan.”

Visi perlu diperinci dalam berbagai perspektif. Dalam perspektif finansial, misalnya:
“Kami akan menyerahkan nilai superior jangka panjang secara konsisten kepada pemegang
saham”. Dalam perspektif pelanggan: “Kami akan memberikan nilai terbaik pada setiap
penawaran yang memenuhi kebutuhan pelanggan dalam pasar yang dipilih untuk dilayani.”
Dalam perspektif proses internal: “Kami akan meningkatkan nilai pelanggan melalui berfikir
kembali, meningkatkan dan memperlancar (mengefisienkan) proses bisnis kami.” Dalam
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan: “Kami akan selalu berfikir tentang pelanggan dan
bangga sebagai orang yang bertanggungjawab terhadap pelanggan.”

KEYAKINAN DASAR adalah pernyataan yang perlu dipegang direksi dan


karyawan dalam menghadapi hambatan dan ketidakpastian. Pernyataan ini untuk mendorong
semangat manajemen dan karyawan dalam menghadapi hambatan dan ketidakpastian.
Contoh: “We believe that customer service and satisfaction are fundamental to any succesful
long-term partnership. We shall provide our customers with service of high quality and at the
right price.” (PSA Co.)

NILAI DASAR adalah untuk membimbing manajemen dan karyawan dalam


memutuskan pilihan yang dapat muncul setiap saat. Contoh: nilai dasar PepsiCo adalah:
Diversity – menghargai perbedaan setiap orang, Integrity – melakukan apa yang dikatakan,
Honesty – berbicara terbuka dan bekerja keras memahami dan menyelesaikan masalah,
Teamwork – bekerja untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, Accountability – kesungguhan
memenuhi harapan, Balance – menghargai keputusan seseorang untuk mencapai
keseimbangan dalam hidup.

TUJUAN adalah pernyataan tentang apa yang akan diwujudkan sebagai penjabaran
visi organisasi. Tujuan dijabarkan dalam empat perpektif pula: Apa tujuan yang berkaitan
dengan perspektif pelanggan? Apa tujuan yang berkaitan dengan perspektif finansial ? Apa
proses bisnis internal yang akan mendukung pencapaian tujuan pelanggan dan finansial? Apa
tujuan yang berkaitan dengan perspektif pembelajaran dan pertumbuhan?

Contoh-contoh pernyataan tujuan adalah: “Menjadi perusahaan jasa konstruksi paling


menguntungkan di Indonesia pada tahun 2005 berdasarkan keunggulan dalam manajemen,
teknologi, dan sumber daya manusia.” ”Mencapai oplah 100.000 eksemplar pada tahun
2006.” “Membangun 15.000 unit RSS per tahun sejak tahun 2007 dengan model yang paling
diminati, didukung teknologi terbaik, dilaksanakan oleh pekerja bangunan yang handal dan
berkomitmen.”

Perumusan Strategi
Strategi dibuat dalam beberapa tingkatan: tingkat organisasi, tingkat unit bisnis, dan
tingkat fungsional. Dalam menentukan strategi perlu dikenali penghalang intern yang
dihadapi, antara lain management barrier: di mana management system didisain secara
tradisional untuk pengawasan pelaksanaan kegiatan dan terkait dengan anggaran, bukan
strategi, vision barrier: dimana strategi seringkali tidak dimengerti oleh mereka yang harus
menerapkannya, operational barrier: dimana proses-proses penting tidak dibuat untuk
menggerakkan strategi, dan people barrier: dimana tujuan orang per orang, peningkatan
kemampuan dan pengetahuan karyawan tidak terkait dengan implementasi strategi
organisasi.

Strategi yang baik umumnya mengikuti kriteria sebagai berikut: konsisten secara
intern, realistik, berfokus pada pencarian peluang dan penyelesaian akar masalah,
meningkatkan customer value, menonjolkan keunggulan kompetitif, fleksibel, mudah
dilaksanakan dalam perusahaan, dan tanggap terhadap lingkungan eksternal.1

2. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis meliputi proses penentuan sasaran, tolok ukur, target dan
inisiatif.

SASARAN adalah kondisi masa depan yang dituju. Sasaran bersifat komprehensif:
sesuai dengan tujuan dan strategi, merumuskan sasaran secara koheren, seimbang dan saling
mendukung. Beberapa pedoman dalam menentukan sasaran adalah: sasaran harus
menentukan hasil tunggal terukur yang harus dicapai, sasaran harus menentukan target
tunggal atau rentang waktu untuk penyelesaian, sasaran harus menentukan faktor-faktor biaya
maksimum, sasaran harus sedapat mungkin spesifik dan kuantitatif (dan oleh karenanya bisa
diukur dan dapat diuji), sasaran harus menentukan hanya apa dan kapan; harus menghindari
spekulasi kata mengapa dan bagaimana, sasaran harus dalam arah mendukung, atau sesuai
dengan, rencana strategis organisasi dan rencana tingkat tinggi lainnya, dan sasaran harus
realistik dan dapat dicapai, tetapi tetap menggambarkan tantangan yang berat. Antara visi,
tujuan dan sasaran harus saling terkait dalan alur logikanya jelas.

Sasaran juga harus dijabarkan dalam berbagai perspektif. Contoh: Perspektif


finansial: “Kami akan mencapai suatu hasil total yang secara konsisten akan menempatkan
perusahaan kami diantara 125 organisasi puncak yang terdaftar pada the S&P 500”.
Perspektif pelanggan: “Kami akan secara terus-menerus meningkatkan persepsi pelanggan
tentang nilai-nilai yang ditawarkan perusahaan kami sehingga jumlah pelanggan yang tidak
memberikan nilai “sangat baik” akan menurun sebanyak 40% ketika melakukan survei
pelanggan pada tahun 1998”. Perspektif proses internal: “Pada tahun 1998, rasio biaya total
operasional kami akan turun sepertiga (33,33%)”. Perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran: “Sasaran kami adalah peningkatan tahunan pada skor yang ditetapkan oleh
survei benchmark. Selain itu, kami akan memantau kemajuan kami melalu pengumpulan
opini karyawan, baik secara formal maupun non-formal, secara periodik”.

TOLOK UKUR adalah alat untuk mengukur kemajuan sasaran. Tolok ukur terdiri
dari dua jenis: tolok ukur hasil (lag indicator) dan tolok ukur pemacu kinerja (lead indicator).
Keduanya merupakan key performance indicators. Indikator kinerja kunci harus merupakan
faktor-faktor yang bisa diukur, masuk secara logis dalam area hasil kunci tertentu yang
sasarannya jelas, mengidentifikasi apa yang akan diukur, bukan berapa banyak atau ke arah

1
Contoh-contoh strategi perusahaan swasta secara garis besar adalah antara lain: memperluas pasar, diversifikasi
terpusat, integrasi horizontal, merjer, bertahan, likuidasi, downsizing.
mana, merupakan faktor-faktor yang dapat ditelusuri asalnya (tracked) secara terus-menerus
sampai tingkat yang memungkinkan.

Jika outcome indicator berfokus pada hasil-hasil kinerja pada akhir periode waktu
atau aktivitas dan merefleksikan keberhasilan masa lalu atau aktivitas-aktivitas dan
keputusan-keputusan yang telah dilaksanakan, maka output indicator mengukur proses-
proses dan aktivitas-aktivitas antara dan hipotesis dari hubungan sebab-akibat strategik.
Contoh ukuran hasil dalam konteks peningkatan profit: pertumbuhan pendapatan, sedang
ukuran pemacunya: revenue mix. Dalam konteks meningkatkan kepercayaan pelanggan,
ukuran hasil: persentase pendapatan dari pelanggan baru, sedang ukuran pemacu:
pertumbuhan pelanggan baru.

TARGET berfungsi memberikan usaha tambahan tetapi tidak bersifat melemahkan


semangat, berjangka waktu dua sampai lima tahun agar memberikan banyak waktu untuk
melakukan terobosan, membatasi banyak target, berfokus pada terobosan dalam satu atau
dua area kunci, tergantung pada nilai (value), kesenjangan (gap), ketepatan waktu
(timeliness), hasrat/keinginan (appetite), keterampilan (skill). Target dapat ditentukan dengan
menggunakan hasil benchmarking. Benchmarking adalah untuk mendapat informasi praktek
terbaik, untuk membangun suatu kasus yang jelas guna mengkomunikasikan betapa
pentingnya mencapai target-target itu.

INISIATIF adalah langkah-langkah jangka panjang untuk mencapai tujuan. Inisiatif


tidak harus spesifik pada satu bagian, tetapi dapat bersifat lintas fungsi/bagian,
mengindentifikasi hal-hal penting yang harus dilakukan oleh organisasi agar mencapai
tujuan, harus jelas agar manajer dan karyawan dapat menentukan rencana yang diperlukan,
dan memperkirakan sumberdaya yang diperlukan untuk mendukung pencapaian strategi
secara keseluruhan.

3. Penyusunan Program
Proses penyusunan program adalah: menjabarkan inisiatif menjadi beberapa program
yang akan dilaksanakan beberapa tahun yad., memperkirakan investasi yang diperlukan untuk
setiap program, menghitung perkiraan penerimaan yang dapat diperoleh dan menghitung
perkiraan laba/hasil yang akan diperoleh.

4. Penyusunan Anggaran
Penyusunan anggaran bertujuan untuk menentukan kegiatan tahun berikutnya dan
sumber daya yang diperlukan. Anggaran disusun berdasarkan iniatif yang telah dirumuskan.
Anggaran yang baik adalah: merupakan rencana tindakan terperinci, merupakan rencana satu-
dua tahunan, menguraikan biaya yang diperlukan, mengidentifikasi pencapaian terpenting
kegiatan tsb., menyebutkan siapa yang akan bertanggung jawab, sebagai referensi menyusun
rencana kinerja individual, ditulis secara singkat namun lengkap, alat untuk memantau
kinerja dan diperbarui apabila terjadi perubahan-perubahan. Dengan sdemikian balanced
scorecard mendukung suatu sistem manajemen yang lengkap dengan mengkaitkan strategi
jangka panjang ke penganggaran tahunan.

5. Implementasi
Tahap ini melaksanakan kegiatan sesuai rencana.

6. Pemantauan dan Pengendalian


Tahap ini membandingkan kinerja dengan target. Berbagai kemungkinan hasil adalah
berhasil, gagal, dan variasi diantara keduanya. Prinsip umum dalam pemantauan adalah
mengukur kinerja, membandingkan kinerja, melakukan tinjauan ulang, memberi
penghargaan dan mengidentifikasi hasil yang dicapai, mempelajari pengalaman,
menyesuaikan dan menyegarkan strategi, dan melakukan perbaikan. Pemantauan harus
diikuti dengan pengendalian. Jenis-jenis pengendalian: pengendalian premis/asumsi dasar,
pengendalian implementasi, pengawasan strategis, dan pengendalian berdasarkan sinyal-
sinyal khusus. Pengendalian dapat lebih mudah dilakukan dengan menggunakan balanced
scorecard karena tolok ukurnya sudah diperjelas.2

D. PENERAPAN BALANCE SCORECARD PADA SEKTOR PUBLIK


Di dunia Internasional sendiri BSC sudah diterapkan di banyak lembaga pemerintah,
baik pada tingkat pusat maupun daerah. Di Amerika Serikat, Instansi Federal yang
menggunakan BSC adalah Department of Agriculture, Natural Resource Conservation,
Forrest Service, Department of Commerce, Fish and Wildlife Service, Bureau of Reclamation,
Environmental Protection Agency, Council on Environmental Quality. Negara bagian yang
sudah menerapkan BSC di antaranya Alaska, Oregon, Washington, California, Idaho,
Montana. Pada tingkat lokal, setingkat kecamatan di Indonesia, BSC sudah digunakan di 39
Counties, 277 Cities, 44 Sewer Districts, 125 Water Districts, 36 Irrigation Districts, 32
Publik Utility Districts, 14 Port Districts, 48 Conservation Districts, dan 170 Municipal
Water Supplier.

Pada dasarnya BSC merupakan sistem pengukuran kinerja yang mencoba mengubah
misi dan strategi organisasi menjadi tujuan dan ukuran-ukuran yang lebih berwujud.
Ukuran finansial dan nonfinansial yang dirumuskan dalam perspektif BSC sebenarnya
2
Berbagai program komputer siap pakai sudah dikembangkan untuk mempermudah penyusunan balanced scorecard,
diantaranya: Dialog Strategy dari www.dialogsoftware.com.
adalah derivasi (penurunan) dari visi dan strategi organisasi. Dengan demikian, hasil
pengukuran dengan BSC ini mampu menjawab pertanyaan tentang seberapa besar tingkat
pencapaian organisasi atas visi dan strategi yang telah ditetapkan.

Pada organisasi penyedia layanan publik, tujuan utama pengukuran kinerjanya


adalah untuk mengevaluasi keefektifan layanan jasa yang diberikan kepada masyarakat.
Oleh karena itu, kepuasan pelanggan menjadi lebih penting daripada sekadar keuntungan.
Trend pengukuran kinerja organisasi layanan publik saat ini adalah pengukuran kinerja
berbasis out come daripada sekadar ukuran-ukuran proses. Artinya, kinerja organisasi
publik ini sebenarnya tidak terletak pada proses mengolah input menjadi output, tetapi
justru penilaian terhadap seberapa bermanfaat dan sesuai output tersebut memenuhi harapan
dan kebutuhan masyarakat. Bahkan, auditing konvensional yang semula berfokus pada
ukuran proses mulai bergeser ke arah pengukuran outcome (Quinlivan, 2000).

Outcome merupakan segala sesuatu yang mencerminkan berfungsi nya output


kegiatan pada jangka menengah bagi masyarakat pengguna jasa organisasi publik.
Outcome suatu organisasi didasar kan atas keberhasilan pencapaian visi bukan pada
keberhasilan meningkatkan profitabilitas. Jadi final outcome organisasi publik bukan ukuran
finansial melainkan lebih cenderung pada ukuran pelanggan. Keberhasilan instansi
pemerintah seharus nya diukur dari bagaimana mereka bisa memenuhi apa yang dibutuhkan
masyarakat dan stakeholders lain yang telah menyediakan sumber daya (Quinlivan,
2000).

Pada dasarnya manajemen kinerja dan penilaian kualitas tidak ditujukan untuk
memperbaiki pelayanan, tetapi hanya membantu mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki
sehingga bisa lebih fokus. BSC digunakan sebagai alat pendukung untuk komunikasi,
motivasi, dan mengevaluasi strategi organisasi utama. Dengan BSC ini manajemen bisa lebih
efektif, tetapi BSC tidak menjamin manajemen efektif. Hal ini bisa terjadi jika
manajemen tidak tepat men- derived visi dan strategi organisasi dalam ukuran-ukuran
kinerja BSC.

Wahyudi (2000) menyatakan bahwa dalam mengimplementasikan pendekatan BSC


ke dalam sektor publik, ada lima langkah yang harus dilakukan.
Pertama, menetapkan suatu pengukuran kinerja yang berorientasi pada hasil yang
menyeimbangkan pencapaian target dari keempat perspektif tersebut. Dalam hal ini
diperlukan tiga langkah konkret yaitu (1) mendefinisikan atau menentukan pengukuran yang
paling berarti bagi stakeholders yang berfungsi untuk mengarahkan perhatian mereka, (2)
penumbuhan komitmen pada perubahan- perubahan dasar dengan melibatkan berbagai pihak
dan menerapkan sistem yang “fleksibel” (tidak kaku) serta menentukan arahan yang jelas
untuk pelaksanaan, monitoring, pengukuran dan pelaporannya, serta (3) memperhatikan
fleksibilitas melalui perhatian bahwa manajemen kinerja adalah proses yang hidup, dan
mempertahankan keseim- bangan antara pengukuran keuangan dan nonkeuangan.

Kedua, menetapkan akuntabilitas pada semua level organisasi. Akuntabilitas harus


dipandang sebagai kunci keberhasilan organisasi, harus menjadi tanggung jawab setiap
individu, dan yang lebih penting harus diwujudkan oleh pimpinan organisasi melalui contoh/
teladan. Langkah ini harus ditopang oleh upaya konkret untuk (1) mensponsori pengukuran
kinerja di semua level organisasi dan menggunakan nya sebagai dasar dalam implementasi
sistem pemberian imbalan dan sanksi (reward and punishment system), (2) menjamin bahwa
pegawai menerima informasi yang akurat melalui saluran informasi dan komunikasi yang
efektif dan jelas, dan (3) menjamin bahwa masyarakat juga mendapatkan informasi yang
sama sebagai dasar terciptanya public accounta-bility.

Ketiga, mengumpulkan, menggunakan, dan menganalisis data yang diperoleh dan


menghubungkan nya ke dalam proses perencanaan strategik. Data dan informasi yang harus
dikumpulkan meliputi data umpan balik (feedback) dari masyarakat, perubahan lingkungan
makro, dan data kinerja organisasi. Hasil analisis terhadap data-data tersebut harus pula
disampaikan kepada masyarakat sebagai salah satu stakeholders.

Keempat, menghubungkan hasil analisis data dan informasi di atas ke dalam proses
penyusunan program kerja berikut penyusunan anggaran nya. Dalam hal ini harus dapat
ditunjukkan dengan jelas bahwa penyusunan program dan anggaran tersebut adalah dalam
rangka mencapai misi organisasi yang telah ditetapkan.

Kelima, membagi peran kepemimpinan. Meskipun pada sektor pemerintahan diperlukan


seorang pemimpin yang kuat, tidak berarti bahwa semua pengambilan keputusan harus
dimonopoli oleh sang pemimpin. Di sini diperlukan desentralisasi dalam pengambilan
keputusan, tetapi dalam koridor peraturan-perundangan yang ada, yang sesungguhnya
dimaksudkan untuk dapat segera merespons atau memenuhi kebutuhan masyarakat.
Kekhawatiran bahwa bawahan akan melakukan distorsi dalam pengambilan keputusan (karena
menyimpang dari kebijakan) harus dapat dicegah melalui proses vision and mission sharing
serta pemberdayaan (empowerment) yang telah dilakukan.
Untuk dapat memenuhi kebutuhan organisasi publik yang berbeda dengan organisasi
bisnis, maka sebelum digunakan ada beberapa perubahan yang dilakukan dalam konsep
BSC. Perubahan yang terjadi antara lain:
1. Perubahan framework, yaitu yang menjadi driver dalam BSC untuk organisasi
publik adalah misi untuk melayani masyarakat,
2. Perubahan posisi antara perspektif finansial dan perspektif pelanggan,
3. Perspektif customers menjadi perspektif customers & stakeholders.
4. Perubahan perspektif learning dan growth menjadi perspektif employees and
organization capacity (Rohm, 2005).

Menurut Quinlivan (2000), ada beberapa syarat agar BSC dapat tercapai
efektifitasnya, yaitu sebagai berikut.
1. Ada definisi yang jelas atas tujuan individu, tim, unit organisasi, dan organisasi.
2. Memahami hubungan antara proses internal yang bernilai tambah dengan outcome yang
dihasilkan.
3. Mengintegrasikan model pengukuran kinerja BSC dalam suatu manajemen strategik,
manajemen kinerja, dan sistem penghargaan pegawai.

Ciptani (2000: 32) mengindentifikasi permasalahan- permasalahan yang timbul


dalam penerapan BSC dan banyak dihadapi oleh perusahaan dan mungkin bisa terjadi pada
organisasi pemerintah yang sangat ingin menerapkan BSC dalam sistem
manajemennya, antara lain adalah seperti di bawah ini:

a. Bagaimana mendesain sebuah scorecard


Desain scorecard yang baik pada dasarnya adalah desain yang mencerminkan tujuan
strategik organisasi. Beberapa perusahaan di Amerika telah mencoba mendesain sebuah
scorecard penilaian kinerja berdasarkan kategori-kategori yang diungkap kan oleh
Kaplan & Norton. Dalam praktiknya, masih banyak perusahaan yang tidak dapat
merumuskan strateginya dan memiliki strategi yang tidak jelas sama sekali. Hal ini
tentu saja akan menyulitkan desain scorecard yang sesuai dengan tujuan strategik
perusahaan yang ingin dicapai.

b. Banyaknya alat ukur yang diperlukan

Banyaknya alat ukur yang dikembangkan oleh perusahaan tidak menjadi masalah yang
terpenting adalah bagaimana alat ukur-alat ukur yang ada tersebut bisa mencakup
keseluruhan strategi perusahaan terutama dapat mengukur dimensi yang terpenting
dari sebuah strategi. Namun demikian Garisson dkk., (2006 : 451) menjelaskan
bahwa salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam menyeleksi ukuran kinerja, BSC
yaitu seharusnya perusahaan tidak mempunyai banyak ukuran kinerja, karena akan
mengurangi fokus dan akan membingungkan.
c. Apakah scorecard cukup layak untuk dijadikan penilai kinerja
Layak atau tidaknya scorecard yang dibentuk oleh perusahaan akan tergantung pada nilai
dan orientasi strategi perusahaan yang bersangkutan. Pada beberapa perusahaan di
Amerika, mereka lebih memperhatikan nilai-nilai yang secara eksplisit dan kuantitatif
dikaitkan dengan strategi bisnis mereka.
d. Perlunya scorecard dikaitkan dengan gainsharing secara individu
Banyak perusahaan di Amerika yang menghubungkan antara kinerja dalam BSC dengan
pembagian keuntungan (gainsharing) secara individual. Akan tetapi, haruslah diingat
bahwa dasar pembagian keuntungan (gainsharing) tersebut adalah seberapa besar
dukungan inovasi atau perubahan kultur yang diberikan oleh individu kepada peningkatan
kinerja perusahaan.

e. Apakah scorecard yang ada dapat menggantikan keseluruhan sistem manajemen lama
Dalam praktiknya, sangat sulit mengganti sistem manajemen yang lama dengan sistem
manajemen yang sama sekali baru (BSC), tetapi perusahaan diharapkan dapat
melakukannya apabila dirasa sistem manajemen yang lama sudah tidak bisa mendukung
tujuan organisasi selama ini. Pada beberapa perusahaan di Amerika yang berusaha
menerapkan konsep BSC dalam perusahaannya mereka memilih menggabungkan antara
sistem yang masih relevan dengan pencapaian tujuan organisasi dengan sistem BSC.

Salah satu kunci keberhasilan penerapan BSC menurut ’Reilly (Mattson, 1999: 2)
adalah adanya dukungan penuh dari setiap lapisan manajemen yang ada dalam organisasi.
BSC tidak hanya berfungsi sebagai laporan, tetapi lebih dari itu, BSC haruslah benar-
benar merupakan refleksi dari sebuah strategi perusahaan serta visi organisasi. Bahkan,
O’Reilly mengatakan bahwa BSC dapat dipandang sebagai sebuah alat untuk
mengkomunikasikan strategi dan visi organisasi perusahaan secara kontinyu. Ian Alliott,
sebuah perusahaan konsultan besar di Amerika, berhasil mengidentifikasi empat langkah
utama yang harus ditempuh oleh perusahaan apabila perusahaan akan menerapkan konsep
BSC.

Langkah- langkah tersebut adalah sebagai berikut (Mattson, 1999:2).


a. Memperoleh kesepakatan dan komitmen bersama antara pihak manajemen
puncak perusahaan.
b. Mendesain sebuah model (kerangka) BSC, yang memungkinkan perusahaan untuk
menentukan beberapa faktor penentu seperti tujuan strategik, perspektif bisnis, indikator-
indikator kunci penilaian kinerja.
c. Mengembangkan suatu program pendekatan yang paling tepat digunakan oleh
perusahaan sehingga BSC menjadi bagian dari kultur organisasi yang bersangkutan.
Konsep scorecard yang dikembangkan dapat dijadikan sebagai salah satu pengendali jika
terjadi perubahan kultur dalam perusahaan. Dengan kata lain perusahaan haruslah
memperhitungkan apakah penerapan BSC akan mengakibatkan perubahan yang cukup
besar dalam organisasi perusahaan.
d. Aspek penggunaan teknologi.
Banyak perusahaan sudah mulai menggunakan software komputer dalam menentukan
elemen-elemen scorecard dan meng otomatisasikan pendistribusian data ke dalam
scorecard. Data-data scorecard, yang berwujud angka-angka pengukuran tersebut, akan
di-review dari periode ke periode secara terus- menerus.

E. PENERAPAN BALANCE SCORECARD PADA PEMERINTAH DAERAH


DI INDONESIA
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah menyebutkan, Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD, setiap Entitas
Pelaporan wajib menyusun dan menyajikan:
a. Laporan Keuangan; dan
b. Laporan Kinerja.

Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, berisi ringkasan tentang


keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang dicapai dari masing-masingprogram
sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan APBN/APBD.
Bentuk dan isi Laporan Kinerja disesuaikan dengan bentuk dan isi rencana kerja dan
anggaran sebagaimana ditetapkan dalam peraturan pemerintah terkait. (Pasal 17)

Menteri/Pimpinan Lembaga selaku Pengguna Anggaran menyusun Laporan Kinerja


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan menyampaikannya kepada Menteri Keuangan,
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara.
Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 2
(dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (Pasal 18)
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah selaku Pengguna Anggaran menyusun
Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan menyampaikannya kepada
gubernur/bupati/walikota, dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan selambat-lambatnya 2
(dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (Pasal 19)

Laporan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dihasilkan dari suatu sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang diselenggarakan oleh masing-masing Entitas
Pelaporan dan/atau Entitas Akuntansi.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikembangkan secara terintegrasi dengan sistem perencanaan, sistem penganggaran, sistem
perbendaharaan, dan Sistem Akuntansi Pemerintahan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Presiden.
Peraturan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan oleh Menteri Keuangan
setelah berkoordinasi dengan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri
Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Menteri Dalam Negeri.
Sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setidak-
tidaknya mencakup perkembangan keluaran dari masing-masing kegiatan dan hasil yang
dicapai dari masing-masing program sebagaimana ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan
APBN/APBD. (Pasal 20)

Kepala satuan kerja sebagai kuasa Pengguna Anggaran di lingkungan Kementerian


Negara/Lembaga menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja interim sekurang-
kurangnya setiap triwulan kepada Menteri/Pimpinan Lembaga.
Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja interim Kementerian
Negara/Lembaga berdasarkan Laporan Keuangan dan Kinerja interim kuasa Pengguna
Anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyampaikannya kepada Menteri
Keuangan, Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara.
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai Pengguna Anggaran/kuasa Pengguna
Anggaran menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja interim sekurang-kurangnya setiap
triwulan kepada gubernur/bupati/walikota, dilampiridengan Laporan Keuangan dan Kinerja
interim atas pelaksanaan kegiatan DanaDekonsentrasi/Tugas Pembantuan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan tata cara penyampaian Laporan Keuangan
dan Kinerja interim di lingkungan pemerintah pusat diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan, dan di lingkungan pemerintah daerah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri. (Pasal 27)

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana Dekonsentrasi
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana
berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat.
Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah menyampaikan Laporan Keuangan dan Kinerja atas
pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada
gubernur dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait.
Gubernur menyiapkan Laporan Keuangan dan Kinerja gabungan berdasarkan laporan yang
diterima dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Dana
Dekonsentrasi, dan selanjutnya menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
terkait serta kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. (Pasal 28)

Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan Tugas Pembantuan
menyelenggarakan akuntansi dan menyusun Laporan Keuangan dan Kinerja sebagaimana
berlaku bagi kuasa Pengguna Anggaran pada tingkat pemerintah pusat.
Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Tugas Pembantuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada gubernur/bupati/ walikota dan Menteri/Pimpinan
Lembaga terkait.
Gubernur/bupati/walikota menyiapkan Laporan Keuangan dan Kinerja gabungan berdasarkan
laporan yang diterima dari Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menjadi pelaksana kegiatan
Tugas Pembantuan dan selanjutnya menyampaikannya kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
terkait serta kepada Presiden melalui Menteri Keuangan. (Pasal 29)

Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/ Tugas
Pembantuan dilaporkan secara terintegrasi dalam Laporan Keuangan Kementerian
Negara/Lembaga Pengguna Anggaran yang bersangkutan.
Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/ Tugas
Pembantuan dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraan akuntansi dan penyusunan
Laporan Keuangan dan Kinerja atas pelaksanaan kegiatan Dana Dekonsentrasi/Tugas
Pembantuan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan

Penerapan BSC pada pemerintahan daerah di Indonesia konsisten dan sejalan


dengan kebijakan pengembangan Rencana Strategik (Renstra) yang mengarah kan organisasi
pemerintah untuk merumuskan renstra pada organisasi nya masing-masing. Penyusunan
Renstra merupakan langkah perencanaan strategik yang dilakukan untuk merumuskan visi,
misi, tujuan, sasaran, dan strategi organisasi pemerintahan.

Perancangan ukuran kinerja adalah suatu tahapan yang penting dalam penerapan
BSC pada suatu organisasi. Perancangan BSC pada lembaga Pemerintahan seperti
lembaga pemerintah, diawali dengan penentuan komponen- komponen strategik oleh
manajemen. Komponen strategik dimaksud adalah visi, misi, tujuan, dan strategi
lembaga pemerintah. Komponen strategik tersebut merupakan penjabaran dari visi, misi,
tujuan dan sasaran yang disusun sebelumnya di dalam renstra dan Laporan Akuntabilitas
Instansi Pemerintah (LAKIP) yang kemudian disesuaikan dengan kondisi saat ini dan
keterkaitannya dengan tugas pokok dan fungsi lembaga pemerintah.

BPKP menyatakan bahwa BSC dapat dipilih sebagai alternatif dalam penyusunan
dan pengembangan Renstra karena teknik ini berguna untuk:
a. Memetakan strategi yang sudah ada atau yang akan ada;
b. Mengenali outcome yang akan dihasilkan dan kinerja pencapaian beserta driver-nya;
c. Melakukan pemilihan strategi dan mengevaluasi kinerja; dan
d. Alat analisis dan evaluasi yang komprehensif karena melihat dari berbagai perspektif.
Biasanya dalam pengembangan renstra sudah dilakukan langkah pengidentifikasian
indikator kinerja. Indikator kinerja dalam renstra mengacu pada laporan yang disusun
sebagai bentuk akuntabilitas pemerintah kepada publik. Oleh karena itu sebagai suatu sistem
strategi, BSC diaplikasikan pada saat penyusunan renstra dan sebagai suatu alat
pengukuran kinerja indikator- indikator kinerja BSC diaplikasikan pada LAKIP.

Skema yang menggambarkan kaitan antara pengembangan renstra dan penyusunan


LAKIP bahwa BSC dapat diaplikasikan di dalamnya dapat dilihat pada gambar 2 di bawah
ini. Skema ini konsistensi pengembangan renstra yang merumuskan visi, misi, tujuan,
sasaran, dan strategi dengan BSC yang juga berangkat dari visi dan misi untuk merumuskan
tujuan, sasaran dan strategi. Oleh karena itu, BSC dapat diimplementasikan dengan
mengaplikasikan keempat perspektif BSC pada saat pengembangan renstra tersebut. Di sisi
lain, indikator kinerja yang dituangkan dalam LAKIP dengan sendirinya juga mengacu pada
keempat perspektif BSC.
VISI (VISION)

MISI (MISION)

 VALUE
 LINGKUNGAN
 CSF
TUJUAN (GOAL)

SASARAN (OBJECTIVES) A LAKIP


k
ti
vi
ta
s
PERFORMANCE
R
STRATEGY (KINERJA)
E
N

Gambar 2
Pengembangan Renstra dan LAKIP
Sumber: Tim AKIP BPKP (2003:40)

Salah satu pemerintah daerah yang sudah mengimplementasikan BSC adalah Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur. Dengan mengambil prinsip-prinsip utama BSC, Pemprov Kaltim
menerjemahkan misi dan strateginya ke dalam tindakan nyata berupa program dan indikator
untuk mencapai kinerja pada empat perspektif BSC. Berikut ini diberikan contoh implementasi
BSC ke dalam strategi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur yang dituangkan dalam LAKIP.
Misi : Memanfaatkan keanekaragaman SDA secara lestari dengan
memperhatikan aspek sosial dan budaya setempat
Tujuan : Mengoptimalkan pemanfaatan SDA untuk kesejahteraan rakyat
Sasaran 1 : Pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan penciptaan lapangan kerja

No Perspektif Tujuan / Sasaran Strategis Indikator

1. Pelanggan/ % Kenaikan GDP


Stakeholder Pertumbuhan (Gross Domestik
Pengembangan
Ekspor HasilEkonomi Product)
Hutan

2. Proses Pengembangan Perluasan * Peningkatan ekspor


Internal Ekspor Non Migas Kesempatan Kerja Non migas (%)
* Tenaga Pemasaran
Yang terlatih

Pendataan dan
Negosiasi
Lowongan Kerja

Seleksi
Tenaga Kerja
Pengembangan
Kawasan
Industri

Monitoring

Pe Sistem
Informasi
Tenaga Kerja

3. Inovasi dan
Pembelajaran Peningkatan kualitas Tersedianya Tenaga
tenaga kerja
Pelatih

Pelatihan Pendapatan
Tenaga Kerja SDM
4. Keuangan Sumber Dana Yang Efisiensi dan Efektifitas
Dibutuhkan

Gambar 3
BSC Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur
Sumber: Tim AKIP BPKP (2003:62)

DAFTAR PUSTAKA

Kaplan R.S. & Norton, D.P.; The Balanced Scorecard, Translating Strategy into Action,
1996

Mulyadi, Balanced Scorecard, 2001

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2003. Balanced Scorecard, Penerapan nya
pada Organisasi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta.

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2003. Pengembangan Renstra: Suatu
Pengantar. Jakarta.

Blocher, Edward J., Chen, Kung H., and Lin, Thomas W. 2005. Cost Management: A
rd
Strategic Emphasis. 3 Edition. McGraw Hill.

Campbell, Dennis, Datar, Srikant, Kulp, Cohen, Susan dan Narayanan, V. G.


2005. “Using the BSC as a Control System for Monitoring and Revising Corporate Strategy,”

Dess, Gregory G. and Lumpkin G.T. 2003. Strategic Management, Creating Competitive
Advantages. McGraw Hill.

Garrison, Ray H. and Noreen, Eric W.2003. Managerial Accounting. 10thEdition. McGraw Hill.

Gaspersz, Vincent. 2003. Sistem Manajemen Terintegrasi: BSC dengan Six Sigma untuk Organisasi
Bisnis dan Pemerintah. Jakarta. Gramedia

Hilton, Ronald W., Maher, Michael W. and Selto, Frank H. 2000. “Cost Management, Strategies
for Business Decisions”. Irwin McGraw-Hill.

Mattson, Beth. 1999. “Executives Learn How To Keep Score: BSC Gets All Employees
Focusing On Vision”.

Rohm, Howard. 2004. “Improve Public Sector Results with A Balanced Scorecard”. http:\\
www.balancedscorecard.or g.

Quinlivan, Dale. 2000. “Rescaling the BSC for Local Government”. Australian Journal of Public
Administration. Vol. 59, Issue 4, pages 36–41, December 2000.

Wahyudi, Ishak A. 2000. “Alternatif Proses Pengukuran Kinerja di Sektor Publik”. Pemeriksa,
Januari

Anda mungkin juga menyukai