Balanced Scorecard
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Akuntansi Manajemen
Disusun oleh :
UNIVERSITAS WIDYATAMA
BANDUNG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan adanya persaingan global, perusahaan dihadapkan pada penentuan strategi dalam
pengelolaan usahanya. Penentuan strategi akan dijadikan sebagai landasan dan kerangka
kerja untuk mewujudkan sasaran-sasaran kerja yang telah ditentukan oleh manajemen. Oleh
karena ini dibutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja sehingga dapat diketahui sejauh
mana strategi dan sasarn yang telah ditentukan dapat tercapai. Penilaian kinerja memegang
peranan penting dalam dunia usaha, dikarenakan dengan dilakukannya penilaian kinerja
dapat diketahui efektivitas dari penetapan suatu strategi dan penerapannya dalam kurun
waktu tertentu. Penilaian kinerja dapat mendeteksi kelemahan atau kekurangan yang masih
terdapat dalam perusahaan, untuk selanjutnya dilakukan perbaikan dimasa mendatang.
Balanced Scorecard menggambarkan adanya keseimbangan antara tujuan jangka pendek dan
tujuan jangka panjang, antara ukuran keuangan dan nonkeuangan, antara
indicator leading. Balanced Scorecard cukup komprehensif untuk memotivasi eksekutif
dalam mewujudkan kinerja dalam keempat perspektif tersebut, agar keberhasilan keuangan
yang dihasilkan bersifat berkesinambungan.
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
BSC adalah suatu mekanisme sistem manajemen yang mampu menerjemahkan visi dan
strategi organisasi ke dalam tindakan nyata di lapangan. BSC adalah salah satu alat
manajemen yang terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan
strategi bisnisnnya. (Widilestari, 2011, hal. 86-87)
Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang
(balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
perusahaan. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan. Melalui kartu ini skor yang hendak diwujudkan perusahaan di
masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini
digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja perusahaan diukur serta berimbang dari dua
aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, maupun internal dan
eksternal.
BSC memiliki beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem strategi manajemen
tradisional. Strategi manajemen tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi
keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible,
namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-
hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi. BSC menjawab kebutuhan tersebut
melalui sistem manajemen strategi kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis adalah mampu
menghasilkan rencana strategis, yang memiliki karakteristik sebagai berikut (1)
komprehensif, (2) koheren, (3) seimbang dan (4) terukur. (Widilestari, 2011, hal. 87)
Kapla and Norton (1992) menyatakan bahwa strategi yang berhasil harus mencakup
empat prespektif.
1. Perspektif keuangan: menggunakan ukuran kerja keuangan seperti laba bersih dan
pendapatan.
2. Perspektif pelanggan: mempertimbangkan kepuasan pelanggan dan seberapa baik
perusahaan bersaing melawan pesaingnya dalam memenuhi kepuasan pelanggan.
3. Perspektif proses bisnis internal: mempertimbangkan seberapa baik perusahaan
mengembangkan, memproduksi, dan menyerahkan produk dan jasa.
4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan: mengevaluasi kemampuan karyawan untuk
berubah dan melakukan perbaikan diri. (Salman, 2016, hal. 256)
Balanced Scorecard merupakan suatu kartu skor yang digunakan untuk merencanakan
skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan, dan untuk mencatat skor hasil
kinerja yang sesungguhnya dicapai oleh seseorang. Berdasarkan pengalaman dalam
perusahaan yang mengimplementasikan balanced scorecard, diketahui bahwa terjadi
perbaikan kinerja perusahaan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan karena seluruh
karyawan di dalam perusahaan mengerti secara jelas bahwa aktifitas yang mereka lakukan
berpengaruh terhadap keberhasilan pencapaian visi dan misi serta strategi perusahaan. Atau
dengan kata lain bahwa aktifitas strategi telah menjadi kegiatan seluruh karyawan dalam
perusahaan. Sehingga mereka menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisahkan
dengan suatu hubungan yag terjadi dalam perusahaan.
Pada dasarnya, pengembangan Balanced Scorecard baik pada sektor swasta maupun
publik dimaksudkan untuk memberikan kepuasan bagi para pelanggan. Perbedaannya dapat
dilihat dari tujuan maupun pihak-pihak berkepentingan. Penerapan Balanced Scorecard pada
sektor bisnis dimaksudkan untuk meningkatkan persaingan (competitiveness), sedangkan
untuk sektor publik lebih menekankan pada nilai misi dan pencapaian (mission, value,
effectivennes). Dari aspek keuangan, untuk sektor bisnis akan mengutamakan keuntungan,
pertumbuhan dan pangsa pasar, sedangkan sektor publik dimaksudkan untuk pengukuran
produktivitas dan tingkat efisien. (Tillah, 2010, hal. 2-3)
Sebagai konsekuensi dari perbedaan antara sistem manajemen tradisional dan sistem
manajemen tradisional semata-mata digunakan sebagai alat pengendalian, sedangkan
pelaporan pada sistem manajemen strategis balance scorecard digunakan sebagai alat
strategis. Perbedaan keduan bentuk sistem manajemen ini dapat dilihat pada Tabel di bawah
ini:
Manajemen Tradisional Manajemen Balance Scorecard
Kaplan dan Norton mulai tahun 1992 mengembangkan konsep pengukuran kinerja
yang dikenal dengan Balanced Scorecard (BSC) sebagi koreksi atas berbagai kelemahan
ukuran kinerja finansial. Konsep balanced scorecard pertama kali dikembangkan oleh Robert
S. Kaplan dan David P. Norton dalam bukunya yang berjudul Translating Strategy Into
Action: The Balanced Scorecard. Pada awal tahun 2000 balanced scorecard tidak lagi hanya
dimanfaatkan oleh seluruh personel (manajemen dan karyawan) untuk mengelola
perusahaan. Balanced scorecard memberi kerangka yang jelas bagi seluruh personel untuk
menghasilkan kinerja keuangan melalui perwujudan berbagai kinerja non keuangan.
Penggunaan teknologi informasi telah mendukung penerapan balanced scorecard untuk
dikomunikasikan ke seluruh personel, sehingga dapat dilakukan koordinasi dalam
mewujudkan berbagai sasaran strategik perusahaan yang telah ditetapkan. Balanced
scorecard pada tahun 2006 mulai dikembangkan untuk mengintegrasikan dua metode, yaitu:
metode manajemen strategik berbasis balanced scorecard dan metode pengelolaan kinerja
personel. (Nigrahayu, 2015, hal. 29-30)
1. Komprehensif ( comprehensive)
2. Koheren (coherence)
Di dalam balanced scorecard ada istilah hubungan sebab akibat (causal relationship).
Setiap perspektif (keuangan, customer, proses bisnis, dan pembelajaran-pertumbuhan)
mempunyai tujuan atau sasaran strategis (strategic objective). Tujuan atau sasaran strategis
ini merupakan keadaan atau kondisi yang akan diwujudkan di masa yang akan datang yang
merupakan penjabaran dari tujuan perusahaan. Tujuan atau sasaran strategis untuk setiap
perspektif harus dapat dijelaskan dengan hubungan sebab akibat. Misalnya
pertumbuhan Return on Investment (ROI) ditentukan oleh meningkatnya kualitas pelayanan
kepada customer, pelayanan kepada customer bisa ditingkatkan karena perusahaan
menerapkan teknologi informasi yang tepat guna dan keberhasilan penerapan teknologi
informasi ini didukung oleh kompetensi dan komitmen dari karyawan. Hubungan sebab
akibat ini disebut koheren.
3. Seimbang (balanced)
4. Terukur (measured)
Dasar pemikiran bahwa setiap perspektif dapat diukur adalah adanya keyakinan
bahwa ‘if we can measure it, we can manage it, if we can manage it, we can achieve
it’ artinya ketika perusahaan dapat mengukur sesuatu, perusahaan dapat mengelolanya dan
jika perusahaan dapat mengelola sesuatu, perusahaan dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Sasaran strategis yang sulit diukur seperti pada perspektif customer, proses bisnis
internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan, melalui balanced scorecard dapat dikelola
karena setiap perspektif dapat ditentukan ukuran yang tepat.
D. Evolusi Pemikiran Balanced Scorecard
Kaplan dan Norton menjelaskan bahwa BSC digunakan untuk mengukur kinerja
perusahaan. Kaplan dan Norton memperkenalkan empat perspektif, yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, dan perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan. Setelah pemikiran Kaplan dan Norton yang menjadikan BSC
sebagai sistem baru pengukuran kinerja, BSC mengalami evolusi atau perkembangan
pemikiran sampai dengan saat ini. Terdapat tiga pemikiran penting tentang hasil riset yang
menunjukkan adanya perubahan kinerja atau pemikiran BSC.
Studi pertama dilakukan Lipe Salteno, studi mereka berdua bertujuan untuk menguji
pengaruh karakteristik BSC (ukuran umum untuk banyak unit versus ukuran unik untuk unit
tertentu) terhadap evaluasi atasan atas kinerja unit. Studi tersebut menjelaskan bahwa ukuran
umum (common work wear division), sedangkan ukuran unik (unique measures) adalah
ukuran BSC yang hanya berlaku untuk satu divisi saja (rad wear division atau work wear
division).
Selanjutnya riset yang dilakukan oleh Andrew Neely pada tahun 2008. Dari buku yang
ditulis Bob Kaplan dan David Norton yang diterbitkan oleh Harvard Business Review tahun
1992 dapat diketahui adanya fakta bahwa 30% hingga 60% dari perusahaan besar AS telah
mengadopsi BSC. Penelitian yang dilakukan Andrew Neely ini bertujuan mengeksplorasi
dampak kinerja balanced scorecard dengan menggunakan desain kuasi-eksperimental. Studi
Neely (2008) menggunakan data laporan keuangan selama tiga tahun dari dua perusahaan
besar yang berbasis di Inggris, dimana perusahaan satu telah menerapkan balanced
scorecard sementara perusahaan yang lain yang belum menerapkan BSC. Perusahaan yang
pertama telah menerapkan BSC mulai Januari 2001 memberikan data sebanyak 122 cabang,
sementara perusahaan kedua, terus menggunakan metode tradisional dalam pelaporan kinerja
selama periode penelitian dan data yang disediakan sebanyak 190 cabang. Kedua sekumpulan
data tersebut dibandingkan menurut cabang yang berbasis di lokasi yang sama. Pencocokan
dengan lokasi ini memungkinkan penelitian untuk membandingkan perubahan kinerja
organisasi selama masa penerbitan, sementara mengontrol kondisi ekonomi lokal, berbagai
produk, dan basis pelanggan.
Studi ini membuat beberapa kontribusi pada literatur BSC dalam pengukuran kinerja.
Hasil studi ini menyediakan beberapa bukti berbasis lapangan yang pertama pada
potensi balanced scorecard perusahaan untuk memberikan informasi yang berguna pada
pengujian strategi dan validasinya. Penelitian sebelumnya telah mengabaikan peran potensial
BSC dan lebih terfokus pada penggunaannya dalam mengkomunikasikan tujuan strategis
karyawan, mengevaluasi kinerja unit bisnis, dan menyelaraskan insentif karyawan diseluruh
unit bisnis dan fungsi. Meskipun bukti akademik bahwa ukuran kinerja non-keuangan
biasanya mengarah ke kinerja keuangan, hasil studi ini menunjukkan bahwa hubungan antara
ukuran kinerja non-keuangan dan kinerja keuangan tergantung pada karakteristik strategi
yang ditangkap oleh beberapa ukuran seperti telah diuraikan sebelumnya.
Dalam dua puluh tahun terakhir, Balanced Scorecard (BSC) telah dianggap sebagai
sistem pengukuran kinerja efektif. Dalam dekade terakhir, BSC secara bertahap terhubung
dengan tujuan manajemen strategis dan pengendalian kinerja. Namun, para ahli masih tidak
pasti tentang hubungan sebab akibat antara BSC dan peningkatan prestasi tujuan atau sasaran
strategis dan kinerja.
Setelah mempelajari konsep dan keunggulan balanced scorecard serta evolusi konsep
atau pemikiran BSC, selanjutnya akan diuraikan secara terperinci tiapa-tiap perspektif yang
dimulai dengan perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perpektif proses bisnis internal,
dan perpektif pertumbuhan dan pembelajaran.
1. Perspektif Keuangan
b. Return on sales
d. Laba bersih
h. Pendapatan Berlangganan
i. Harga Saham
6) Pangsa pasar
Seperti pada semua ukuran pada balanced scorecard, ukuran perspektif pelanggan
seharusnya juga mencerminkan strategi perusahaan terhadap kepuasan pelanggan.
Perusahaan dapat memenuhi kepuasan pelanggan melalui berbagai pilihan dan tawaran harga
yang rendah.
Dalam perspektif ini, perusahaan melakukan pengukuran terhadap semua aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan, baik manajer maupun karyawan untuk menciptakan produk yang
dapat memberikan kepuasan tertentu bagi customer dan para pemegang saham. Dalam
perspektif ini, perusahaan berfokus pada tiga proses bisnis utama, yaitu:
a. Proses Inovasi
Dalam proses penciptaan nilai tambah bagi customer, proses inovasi merupakan salah
satu proses yang penting. Efisiensi dan efektivitas serta ketetapan waktu dari proses inovasi
ini akan mendorong terjadinya efisiensi biaya pada proses penciptaan nilai tambah (value
added) bagi customer. Secara grafis besar proses inovasi dapat dibagi menjadi dua, yaitu: (1)
Pengukuran terhadap proses inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan, (2)
Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
b. Proses Operasi
Proses operasi yang dilakukan oleh tiap-tiap organisasi bisnis lebih menitikberatkan
pada efisiensi proses, konsistensi, dan ketepatan waktu barang dan jasa yang diberikan
kepada customer.
Pada umumnya siklus atau proses operasi mempunyai langkah-langkah sebagai berikut:
Untuk memilih ukuran kinerja dalam perspektif bisnis internal, manajer harus berpikir
dan menyusun strategi tentang aspek-aspek operasi mereka yang paling penting bagi
keberhasilan mereka. Sebagai contoh, sebuah restoran makanan cepat saji mungkin akan
fokus pada seberapa cepat dapat membuat dan menjual produk makanan yang berbeda atau
meminimalkan pembusukan.
Perspektif ini dalam Balnced Scorecard dinamakan dengan perspektif pertumbuhan dan
pembelajaran. Kaplan (1996) mengungkapkan betapa pentingnya organisasi bisnis untuk
terus memperhatikan karyawannya, memantau kesejahteraan karyawan, dan meningkatkan
pengetahuan karyawan karena dengan meningkatnya tingkat pengetahuan karyawan akan
meningkatkan pula kemampuan karyawan untuk berpartisipasi dalam pencapaian ukuran
ketiga perspektif di atas dan tujuan perusahaan.
Dalam perspektif pertumbuhan dan pembelajaran, terdapat tiga dimensi penting yang
harus diperhatikan untuk melakukan pengukuran, yaitu:
Meskipun karyawan sudah dibekali dengan akses informasi yang begitu bagus tetapi apabila
karyawan tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan kinerjanya maka semua itu akan sia-
sia saja. Sehingga perlu dilakukan berbagai usaha untuk meningkatkan motivasi karyawan
dalam bekerja.
Pengumpulan data bisa dilakukan dengan cara melihat catatan manual, melalui survei
menggunakan email, interview terhadap individu atau tim, dan melalui database. Setelah
data-data tersebut terkumpul maka eksekutif melakukan analisa dan evaluasi atas data
tersebut. Dari analisa dan evaluasi ini diputuskan bagaimana merevisi strategi, inisiatif.
Penerapan BSC dikutip dari artikel yang ditulis oleh Becsky (2011) yang
menggambarkan BSC pada manajemen klub olahraga. Model BSC yang diterapkan
manajemen klub olahraga memfasilitasi realisasi strategi pada tiga level korporat:
jumlah scorecard opsional (pemetaan strategi korporat), perspektif yang dapat diciptakan
dalam scorecard, dan indikator-indikator yang mengendalikan implementasi strategi (atau
bagian dari strategi). Berikut penjelasan masing-masing.
1. Strategi Korporat
Dalam kasus asosiasi olahraga atau klub manajemen olahraga, perspektif strategis yang
paling dinomorsatukan adalah berupaya menampilkan kesuksesan atau keberhasilan dalam
jangka panjang. Tujuan strategis dapat dibagi lebih lanjut atas dasar beberapa kriteria, dapat
menguji bagian-bagian dari strategi dalam kaitannya dengan jangka waktu (jangka pendek,
menengah, dan panjang).
2. Perspektif BSC
Perspektif BSC dari klub olahraga hampir sama dengan kebanyakan scorecard dari
perusahaan pada umumnya yang menghasilkan produk atau menyediakan layanan jasa.
Perspektif BSC bagi klub olahraga juga meliputi perspektif keuangan (financial perspective),
proses internal yang efektif dan terdefinisi dengan jelas, kebutuhan untuk melakukan
pengembangan, atau pengelolaan lingkungan pelanggan (customer perspective). (Salman,
2016, hal. 256-273)
The Balanced Scorecard yang diperkenalkan oleh Kaplan dan Norton dalam
mengeksekusi strategi menjadi kenyataan (turning strategy into action) menekankan
pentingnya melakukan perubahan yang drastis dan mendasar menggunakan pendekatan
sistem manajemen baru yang lebih dapat mengatasi hambatan dalam melakukan perubahan.
Untuk itu, the balance scorecard menawarkan suatu sistem manajemen bagi organisasi untuk
mengimplementasikan strategi melalui suatu tahapan. Diawali dengan merumuskan kembali
misi, values, visi, dan strategi, serta menerjemahkan ke dalam baance scorecard sebagai
ukuran sukses secara selaras dan fokus. Selanjutnya diikuti dengan membangun upaya
strategis (strategic initiatives) untuk diimplementasikan melalui total quality
management dan memberdayakan personal objective, guna mewujudkan strategic
outcomes berupa kepuasan pemegang saham dan pelanggan, proses yang efisien dan efektif,
serta pekerja yang terlatih dan memiliki motivasi. (Hasibuan, 2012, hal. 139-140).
Kaplan R. dan Norton D. pada tahun 1990 memimpin penelitian pada beberapa
perusahaan yang menggunakan metode baru mengukur kinerja organisasi. Dari studi tersebut,
diyakini bahwa ukuran kinerja finansial telah tidak efektif dan tidak memberi dampak pada
kemampuan organisasi menciptakan nilai. Dan ditegaskan bahwa ukuran kinerja, harus
mencakup keseluruhan kegiatan organisasi, yang meliputi customer issues, internal business
process, employees activities, dan shareholder concern.
Kinerja finansial untuk kepentingan pemegang saham adalah hasil dari kinerja
nonfinansial atau kinerja organisasi memenuhi kepentingan stakeholders, yaitu terdiri dari
pelanggan, karyawan, dan management process untuk mengoptimalkan potensi dan
kemampuan mengeksploitasi sumber daya mengoptimalkan output. Karena itu, untuk
membangun kinerja excellent, perusahaan perlu memberi perhatian khusus pada
pengembangan strategi membangun kemampuan karyawan, proses internal, dan hubungan
pelanggan bagi penciptaan nilai stakeholders. (Hasibuan, 2012, hal. 149-150)
Insentif berupa kompensasi untuk para karyawan, seperti bonus, dapat, dan mungkin
harus, dikaitkan dengan ukuran kinerja balanced scorecard. Namun demikian, hal ini hanya
dapat dilakukan jika organisasi telah berhasil menjalankan scorecard selama beberapa waktu-
mungkin satu tahun atau lebih. Para manajer harus yakin bahwa ukuran kinerja tersebut dapat
diandalkan, masuk akal, dapat dipahami oleh pihak yang dievaluasi, dan tidak mudah
dimanipulasi. Seperti yang disampaikan oleh Robert Kaplan dan David Norton, pencipta
konsep balance scorecard, “kompensasi merupakan kekuatan yang begitu besar sehingga
anda harus cukup yakin bahwa anda telah memiliki ukuran yang tepat dan data ukuran yang
baik sebelum mencoba mengaitkan.” (Garrison, 2007, hal. 114)
1. Proses translating the vision (proses menterjemahkan visi). Proses ini membantu manajer
membangun konsensus visi dan strategi organisasi.
2. Proses communication and Linking. Proses ini mengajak manajemen
mengkomunikasikan tujuan individu dan departemen, setting tujuan,
menghubungkan reword dengan pengukuran kinerja.
3. Proses business planning (perencanaan bisnis). Memungkinkan perusahaan untuk
mengintegrasikan perencanaan bisnis dan keuangan yang meliputi: setting targets,
alokasi sumber daya, pelurusan inisiatif strategy, penetapan kejadian-kejadian penting.
4. Proses feedback and learning (umpan balik dan pembelajaran). Mengartikulasikan
bagian visi, menyiapkan umoan balik strategi, memfasilitasi review dan learning
strategy.
Balanced scorecard menekankan pengukuran kinerja tidak hanya pada aspek kuantitatif
saja, tetapi juga aspek kualitatif. Aspek finansial dilengkapi dengan aspek customer, inovasi
dan market development merupakan fokus pengukuran eksternal seperti laba, dengan ukuran
internal seperti pengembangan produk baru. Keseimbangan ini menunjukkan trade-off yang
dilakukan oleh manajer terhadap ukuran-ukuran tersebut dan mendorong manajer untuk
mencapai tujuan mereka dimasa depan tanpa membuat trade-off diantara kunci-kunci sukses
tersebut. Melalui empat perspektif, balanced scorecard mampu memandang berbagai faktor
lingkungan secara menyeluruh.
2. Merupakan konsep yang adaptif dan responsif terhadap perubahan lingkungan bisnis.
3. Memberikan fokus terhadap goal menyeluruh perusahaan. (Gunawan, 2011, hal. 48--
50)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Balanced scorecard terdiri dari dua kata: (1) kartu skor (scorecard) dan (2) berimbang
(balanced). Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil kinerja
perusahaan. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan. Melalui kartu ini skor yang hendak diwujudkan perusahaan di
masa depan dibandingkan dengan hasil kinerja sesungguhnya. Hasil perbandingan ini
digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja perusahaan diukur serta berimbang dari dua
aspek keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, maupun internal dan
eksternal.
Rivai, V. (2010). Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan: Dari Teori ke
Praktik. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Sari, M. (2015). Analisis Balanced Scorecard Sebagai Alat Pengukuran Kinerja Perusahaan
PT. Jamsostek Cabang Belawan. Jurnal Riset Akuntansi & Bisnis Vol.15, No.1 , 28-42.
Widilestari, C. (2011). Konsep Balanced Scorecard & Kendala Penerapannya. Jurnal STIE
Semarang, Vol 3, No.2 , 86-98.