Anda di halaman 1dari 39

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Efektivitas

2.1.1 Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian

dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan

hasil yang telah dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang

(view point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang

erat dengan efisiensi. Seperti yang dikemukakan oleh Anthony (2009 : 203)

mendefinisikan efektivitas adalah hubungan antara keluaran suatu pusat

tanggungjawab dan sasaran yang harus dicapainya. Efektivitas lebih

memfokuskan pada akibat atau pengaruh sedangkan efisiensi menekankan pada

ketepatan mengenai sumberdaya, yaitu mencakup anggaran, waktu, tenaga, alat

dan cara supaya dalam pelaksanaannya tepat waktu.

Menurut Arrens (2008:817) menjelaskan bahwa efektivitas adalah menilai

apakah suatu lembaga atau organisasi telah memenuhi tujuan yang ditetapkan

dalam mencapai standar kelayakan yang mengacu kepada pencapaian suatu

tujuan. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa efektivitas selalu

berhubungan dengan tujuan yang telah ditetapkan. Dimana suatu perusahaan

dapat diartikan telah dioperasikan secara efektif apabila perusahaan tersebut

dapat mencapai hasil sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

13
14

2.1.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Efektivitas

Berdasarkan pendekatan-pendekatan dalam efektivitas organisasi yang

telah dikemukakan sebelumnya maka dapat dikatakan bahwa faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas organisasi adalah sebagai berikut:

a. Adanya tujuan yang jelas

b. Struktur organisasi

c. Adanya dukungan atau partisipasi masyarakat

d. Adanya sistem nilai yang dianut

Organisasi akan berjalan terarah jika memiliki tujuan yang jelas. Adanya

tujuan akan memberikan motivasi untuk melaksanakan tugas dan

tanggungjawabnya. Tujuan organisasi adalah memberikan pengarahan dengan

cara menggambarkan keadaan yang akan datang yang senantiasa dikejar dan

diwujudkan oleh organisasi. Struktur dapat mempengaruhi efektifitas dikarenakan

struktur yang menjalankan organisasi. Struktur yang baik adalah struktur yang

kaya akan fungsi dan sederhana. Selanjutnya, tanpa ada dukungan dan

partisipasi serta sistem nilai yang ada maka akan sulit untuk mewujudkan

organisasi yang efektif. Faktor-faktor yang mempengaruhi organisasi harus

mendapat perhatian yang seriuas apabila ingin mewujudkan suatu efektivitas.

2.2 Anggaran

2.2.1 Pengertian Anggaran

Anggaran merupakan alat akuntansi yang dapat membantu pimpinan

perusahaan dalam merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan.

Anggaran menunjukan bagaimana sumberdaya yang diinginkan diperoleh dan

digunakan selama kurun waktu tertentu. Anggaran juga dimanfaatkan untuk


15

melaksanakan suatu kegiatan dan sebagai alat untuk membandingan hasil

kegiatan, sehingga pelaksanaan terkendali.

Proses penganggaran yang baik didahului dengan proses prencanaan

yang baik pula sehingga program dan kegiatan yang dibuat telah mengakomodir

seluruh kebutuhan yang akan dilakukan selama satu tahun anggaran guna

mengurangi terjadi perubahan-perubahan yang akan menghambat proses

pelaksanaan anggaran akibat tidak adanya perencanaan yang baik.

Anggaran merupakan suatu pernyataan tertulis yang berisi program dan

kegiatan yang menyatakan perkiraan kinerja yang akan dicapai dalam kurun

waktu tertentu yang dibuat dalam bentuk rincian dana yang tertuang dalam

dokumen anggaran. Sedangkan pengganggaran adalah suatu mekanisme atau

cara dalam merencanakan suatu anggaran (Mardiasmo, 2011). Menurut M.

Nafarin (2012:11) menyatakan bahwa anggaran merupakan rencana tertulis

mengenai kegiatan suatu organisasi yang dinyatakan secara kuantitatif untuk

jangka waktu tertentu dan umumnya dinyatakan dalam satuan uang.

Berdasarkan teori tersebut diatas anggaran adalah suatu rencana

kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk finansial yang mencakup usulan

pengeluaran yang diperkirakan untuk suatu periode waktu serta dikembangkan

untuk berbagai tujuan termasuk untuk pengendalian keuangan, rencana

manajemen, prioritas penggunaan dana dan pertanggungjawaban kepada publik.

Menurut Mardiasmo (2015:71) dalam bukunya Akuntansi Sektor Publik

anggaran sektor publik memiliki beberapa fungsi utama, yaitu:

a. Anggaran merupakan alat dalam perencanaan. Perencana anggaran sektor

publik digunakan untuk merencanakan kegiatan apa yang akan dilakukan

dari penggunaan anggaran perusahaan.


16

b. Anggaran untuk mengendalikan pemanfaatan dana yang digunakan

terhadap kegiatan yang bukan prioritas sehingga menghindari terjadinya

kesalahan dalam pengelolaan anggaran.

Untuk mengontrol pelaksanaan anggaran sektor publik terdapat 4 model

pengendaliannya antara lain:

1) Menilai realisasi kinerja dengan capaian kinerjanya;

2) Melakukan perhitungan deviasi anggaran;

3) Menentukan alat pengendalian terhadap berbagai aktivitas kegiatan

sehingga dapat diidentifikasi dan menentukan solusi pengendaliannya.

4) Menelaah kembali penggunaan standar biaya dalam menentukan

anggaran pada tahun mendatang, jika sudah tidak relevan maka perlu

dilakukan perbaikan sebagai pedoman dalam melakukan pendanaan.

c. Anggaran digunakan oleh pemerintah dalam menetapkan dan menentukan

berbagai kebijakan di bidang fiskal. Dengan dijadikannya anggaran dalam

membuat kebijakan maka diharapakan dapat memperbaiki serta

meningkatkan perkembangan/pertumbuhan ekonomi nasional.

d. Anggaran sebagai alat koordinasi dan komunikasi antar lembaga dalam

pemerintahan sehingga diharapkan dapat meminimalkan terjadinya ketidak

kosistenan pada satuan kerja sehingga tujuan organisasi dapat tercapai.

Untuk mencapai tujuan organisasi maka penggunaan anggaran dalam suatu

unit kerja harus dikomunikasikan sampai tingkat level bawah untuk

dilaksanakan sehingga tujuan yang ditetapkan tercapai dengan baik.

e. Keberhasilan suatu unit kerjadalam pengelolaan anggaran berdasarkan

pada capaian target yang ditetapkan dengan realiasi yang dicapai serta

efisiensi anggaran dalam pelaksanaannya.


17

f. Anggaran sebagai alat untuk menilai kinerja manajer dan memberikan

motivasi agar penggunaan anggaran dilakukan secara ekonomis, efektif, dan

efisien dalam mencapai target dan tujuan organisasi yang telah ditetapkan.

2.3 Anggaran Berbasis Kinerja

2.3.1 Pengertian Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut GASB (Governmental Accounting Standards Board), anggaran

(budget) adalah rencana operasi yang mencakup estimasi pengeluaran yang

diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam

periode waktu tertentu (Bastian 2006:164). Menurut Mahmudi (2016:69) definisi

anggaran berbasis kinerja adalah Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem

penganggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara

anggaran (input) dengan keluaran (output) dan hasil (outcome) yang diharapkan

dari kegiatan dan program termasuk efisiensi dalam pencapaian keluaran dan

hasil tersebut”

Menurut Abdul Halim (2007:177) anggaran berbasis kinerja adalah sistem

penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap pendanaan yang

dituangkan dalam kegiatan-kegiatan dengan ouput dan outcome yang

diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian outcome dari output tersebut.

Output dan outcome tersebut dituangkan didalam target kinerja yang telah dibuat

pada setiap unit kinerja.

Moeheriono (2012:95) menjelaskan kinerja atau performance merupakan

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program kegiatan

atau kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan misi organisasi yang

dituangkan perencanaan strategis suatu organisasi.


18

Pengertian anggaran berbasis kinerja lainnya menurut Anggarini dan

Puranto (2010:152) adalah: “Anggaran berbasis kinerja merupakan sistem

perencanaan, penganggaran dan evaluasi yang menekankan pada keterkaitan

antara anggaran dengan hasil yang diinginkan”. Riawan Tjandra (2009:43)

menjelaskan anggaran berbasis kinerja adalah suatu pendekatan sistematis

untuk membantu pemerintah menjadi lebih tanggap kepada masyarakat

pembayar pajak dengan mengaitkan pendanaan program pada kinerja dan

produksi.

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam anggaran berbasis

kinerja adalah sebagai berikut:

a. Kejelasan sasaran strategis.

Kejelasan sasaran strategis merupakan sejauh mana tujuan sasaran

strategis ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar strategis

tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung-jawab atas

pencapaian sasaran anggaran tersebut.

b. Pengembangan ketersediaan indikator kinerja (specific, measurable,

attainable or achievable, result oriented, and timebound).

Adanya sasaran angaran yang jelas, maka akan mempermudah untuk

mempertangungjawabkan keberhasilan atau kegagalan pelaksanan tugas

organisasi dalam rangka untuk mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran

yang telah ditetapkan sebelumnya.

c. Keterkaitan yang jelas antara sasaran strategis dan indikator kinerja.

Ketidak jelasan sasaran strategis akan menyebabkan pelaksanaan indikator

kinerja tidak dapat terlaksana, dalam penyusunan sasaran strategis dan


19

indikator kinerja harus benar-benar memiliki keterkaitan sehingga arah

pencapaian tujuan dapat terwujud.

d. Kejelasan akuntabilitas kinerja dan laporan akuntabilitas kinerja yang lebih

menekankan pada outcome.

Setiap kegiatan organisasi harus dapat diukur dan dinyatakan keterkaitannya

dengan pencapaianarah organisasi di masa yang akan datang yang

dinyatakan dalam visi dan misi organisasi.

e. Perlu perencanaan lebih awal guna mencapai consensus.

Perencanaan yang baik pada tahap awal pelaksanaan program akan

memberikan manfat terhadap tujuan yang akan dicapai.

f. Leadership untuk mempromosikan perubahan.

Setiap perubahan yang terjadi dalam organisasi, pimpinan harus mampu

menginterpretasikan sehingga tujuan dari perubahan yang terjadi dapat

terwujud dengan baik.

g. Kehati-hatian dalam implementasi.

Pelaksanaan program tetap mempedomani setiap indikator yang telah

ditetapkan sehingga tujuan yang diharapkan dapat terwujud.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut diatas, maka penulis

berpendapat anggaran berbasis kinerja adalah suatu sistem penganggaran yang

menekankan pada aspek manfaat atas pelaksanaan program dan kegiatan

sehingga tujuan organisasi tercapai sesuai dengan visi dan misi yang telah

ditetapkan.

Berdasarkan Prinsip-prinsip good governancemenurutUnited Nation

Development Programeatau UNDP, (Warta Anggaran DJA Kemenkeu edisi-32,

2018:18) sebagaimana tertera di bawah ini:


20

a. Participation, dalam membuat suatu keputusan, setiap warga masyarakat

memiliki hak untuk memberikan suara dalam pengambilan keputusan, baik

langsung maupun tidak langsung yaitu melalui lembaga-lembaga perwakilan

yang sah mewakili kepentingan mereka. Kebebasan untuk mengemukakan

pendapat secara bebas dibuat berdasarkan kaidah atau prinsip kebebasan

dalam menyampaikan pendapat dan ikut serta secara konstruktif.

b. Rule of Law, implementasi aturan tidak merugikan salah satu pihak dan tidak

membeda-bedakan karena kedudukan dalam hukum semua di anggap sama

dengan tetap memperhatikan HAM.

c. Transparancy, dibangun atas dasar adanya arus informasi yang jelas.

Semua proses pemerintahan, lembaga dan kementrian yang ada dan

informasi diperlukan harus dapat diakses dengan mudah oleh pihak-pihak

yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar

dapat dimengerti dan dipantau perkembangannya.

d. Responsiveness, kementerian dan lembaga di pemerintah harus

memberikan pelayanan kepada seluruh pihak yang memiliki kepentingan

(peduli pada Stakeholder).

e. Consensus Oriented, harus mampu memediasi kepentingan-kepentingan

yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus yang bersifat

menyeluruh dalam hal menentukan pilihan tentang apa yang terbaik bagi

kelompok-kelompok masyarakat dan bila mungkin, konsensus juga dibangun

dalam hal penetapan semua kebijakan dan prosedur.

f. Equity, Setiap warga negara atau masyarakat memiliki peluang yang sama

untuk hidup lebih baik serta meningkatkan kesejahteraanya.


21

g. Effectiveness and Efficiency, semua proses penetapan kebijakan

pemerintahan dan lembaga-lembaga pemerintah harus efektif dan efisien,

memberikan hasil sesuai dengan kebutuhan warga masyarakat serta

menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.

h. Accountability, Pemerintah selaku pembuat keputusan baik pada sector

swasta maupun organisasi masyarakat memiliki tanggungjawab kepada

masyarakat maupun lembaga lainnya. Dalam membuat pertanggungjawaban

masig-masing memiliki bentuk yang berbeda-beda berdasarkan bentuk

organisasinya.

Mardiasmo (2015: 61) Anggaran merupakan pernyataan mengenai

estimasi kerja yang hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang

dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses

atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Anggaran pada instansi

pemerintah selain berfungsi sebagai alat perencanaan dan alat pengendalian

juga berfungsi sebagai instrument akuntabilitas publik atas dasar pengelolaan

dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai oleh uang publik.

Penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan dengan

menggunakan hasil dari dipergunakannya dana publik tersebut, sehingga pada

akhirnya dapat diperoleh gambaran mengenai kinerja instansi yang

dipertanggungjawabkan melalui media pelaporan yang dilaksanakan dalam

waktu satu tahun anggaran.

Berdasarkan pengertian anggaran berbasis kinerja menurut

(Bastian,2006) komponen-komponen visi, misi dan rencana strategis merupakan

bagian yang tidak terpisahkan dari anggaran berbasis kinerja. Dengan demikian

penyusunan anggaran berbasis kinerja membutuhkan suatu penetapan sasaran


22

strategis dan indikator kinerja terlebih dahulu sehingga kinerja anggaran dapat

tercapai berdasarkan ukuran-ukuran yang telah ditetapkan. Melalui pengukuran

kinerja manajemen dapat menentukan keberhasilan dan kegagalan suatu unit

organisasi dalam pencapaian sasaran dan tujuan untuk selanjutnya memberikan

reward (penghargaan) dan punishment (hukuman) terkait dengan pelaksanaan

anggaran yang dilaksanakan. Pelaksanaan anggaran yang tidak efektif dan tidak

berorientasi pada kinerja akan mengagalkan perencanaan yang telah disusun

oleh suatu kementerian negara/lembaga. Pengukuran kinerja secara

berkelanjutan akan memberikan feedback atau umpan balik sehingga upaya-

upaya perbaikan serta evaluasi dilakukan secara terus menerus sehingga

tercapai keberhasilan dimasa yang akan datang.

2.3.2 Indikator Anggaran Berbasis Kinerja

Menurut Mardiasmo (2009:133), Indikator anggaran berbasis kinerja

sebagai berikut:

a. Pengukuran Efektivitas

Efektivitas adalah ukuran berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai

tujuannya. Apabila suatu organisasi berhasil mencapai tujuan, maka

organisasi tersebut telah berjalan efektif. Efektivitas hanya melihat suatu

program atau kegiatan telah mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

b. Pengukuran Efisiensi

Efisiensi merupakan hal penting dari ketiga pokok bahasa value for

money. Efisiensi diukur dengan rasio antara output dan input. Semakin besar

output disbanding input, maka semakin tinggi tingkat efisiensi suatu

organisasi. Rasio efisiensi tidak dinyatakan dalam bentuk absolute tetapi

dalam bentuk relatif, karena efisiensi diukur lewat perbandingan keluar dan
23

masukan. Efisiensi merupakan perbandingan output/input yang dikaitkan

dengan standar kinerja atau target yang telah ditetapkan.

c. Pengukuran Ekonomi

Pengukuran efektivitas hanya memperlihatkan keluaran yang didapat,

sedangkan pengukuran ekonomi hanya mempertimbangkan masukan yang

dipergunakan. Pengukuran ekonomi terkait dengan sejauh mana organisasi

sector publik dapat meminimalisir input resources yang digunakan yaitu

dengan menghindari pengeluaran yang tidak produktif.

2.3.3 Prinsip dan Tujuan Penganggaran Berbasis Kinerja

Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penganggaran berbasis kinerja

meliputi:

a. Alokasi anggaran berorientasi pada kinerja (output and outcome

oriented) alokasi anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan

anggaran dimaksud untuk memperoleh manfaat.

b. Fleksibiltas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap

menjaga prinsip akuntabilitas, prinsip tersebut menggambarkan keleluasaan

manager unit kerja melaksanakan kegiatan untuk mencapai keluaran sesuai

rencana.

c. Money Follow Function, Function Followed by Structure Money follow

function merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian

anggaran untuk mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi

unit kerja sesuai maksud pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam

peraturan perundangan yang berlaku).


24

Penerapan prinsip yang terakhir ini yakni prinsip ketiga tersebut diatas

berkaitan erat dengan kinerja yang menjadi tolok ukur efektivitas pengalokasian

anggaran, hal ini berdasarkan argumentasi berikut ini:

a. Efisiensi alokasi anggaran dapat dicapai, karena dapat dihindari overlapping

tugas/fungsi/kegiatan.

b. Pencapaian output dan outcomes dapat dilakukan secara optimal, karena

kegiatan yang diusulkan masing-masing unit kerja benar-benar merupakan

pelaksanaan dari tugas dan fungsinya.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut di atas maka tujuan penerapan

penganggaran berbasis kinerja diharapkan:

a. Menunjukkan keterkaitan antara pendanaan dan prestasi kinerja yang akan

dicapai (directly linkages between performance and budget).

b. Meningkatkan efisisiensi dan transparansi dalam pelaksanaan (operational

efficiency).

c. Meningkatkan fleksibilitas dan akuntabilitas unit dalam melaksanakan tugas

pengelolaan anggaran (more flexibility and accoutability), (Buku 2 Pedoman

Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja, hal 13 Depkeu RI, 2009).

2.3.4 Komponen Penganggaran Berbasis Kinerja

Penyusunan anggaran berbasis kinerja memerlukan tiga komponen untuk

masing-masing program dan kegiatan sebagaimana uraian pasal 5 ayat (3)

Peraturan Pemerintah Nomor 90 Tahun 2010 tentang penyusunan rencana kerja

dan anggaran kementerian dan lembaga berupa:

a. Indikator Kinerja

Indikator kinerja merupakan alat untuk menilai keberhasilan suatu program

atau kegiatan. Indikator Kinerja Utama (IKU) digunakan untuk menilai kinerja
25

program sedangkan indikator kinerja kegiatan untuk menilai kinerja sub

kegiatan.

b. Standar Biaya

Standar Biaya yang digunakan merupakan standar biaya masukan pada

awal tahap perencanaan anggaran berbasis kinerja, dan nantinya menjadi

standar biaya keluaran. Pengertian tersebut diterjemahkan berupa standar

biaya masukan dan standar biaya khusus. Standar biaya umum digunakan

lintas kementerian Negara/Lembaga dan atau lintas wilayah sedangkan

standar biaya khusus digunakan oleh kementerian Negara/lembaga untuk

wilayah tertentu. Dalam konteks penerapan penganggaran berbasis kinerja

di Indonesia, standar biaya mempunyai peran unik. Standar biaya yang

dikenal oleh Negara-negara yang telah lebih dahulu menerapkan anggaran

berbasis kinerja. Penganggaran berbasis kinerja menggunakan standar

biaya sebagai alat untuk menilai efisiensi dari sistem “input base” ke

penganggaran yang berorientasi “output base”.

c. Evaluasi Kinerja

Evaluasi kinerja merupakan proses penilaian dan pengungkapan masalah

implementasi kebijakan untuk memberikan umpan balik bagi peningkatan

kualitas kinerja, baik dari sisi efisiensi dan efektifitas dari suatu

program/kegiatan. Pelaksanaan evaluasi dapat dilakukan dengan cara

membandingkan hasil terhadap target (dari sisi efektivitas) dan realisasi

terhadap rencana pemanfaatan sumber daya (dilihat dari efisiesi). Hasil

evaluasi kinerja merupakan umpan balik (feedback) bagi suatu organisasi

untuk memperbaiki kinerja.


26

2.4 Perencanaan dan Penganggaran

Perencanaan dan penganggaran merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan. Keduanya merupakan bagian integral penyusunan rencana kegiatan

dan anggaran yang dibutuhkan. Perencanaan dan penganggaran antara lain

mengacu kepada Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang sistem

pembangunan nasional, yang mengatur tahapan perencanaan, tujuan

perencanaan penggaran adalah membantu pemerintah mencapai tujuan,

membantu menciptakan efisiensi dalam menyediakan barang dan jasa publik,

memungkinkan pemerintah untuk memenuhi prioritas belanja dan meningkatkan

transparansi dan pertanggungjawaban pemerintah kepada DPRD/DPR dan

masyarakat luas. Arora (2019) menyebutkan bahwa istilah penganggaran

mengacu pada rencana pengeluaran pendapatan yang diharapkan sedemikian

rupa sehingga persyaratan semua pengeluaran yang diperlukan terpenuhi dalam

jangka waktu tertentu. Dalam penyusunan anggaran, Kementerian

Negara/Lembaga (K/L) mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Republik

Indonesia Nomor 208/PMK.02/2019 Tentang Oetunjuk Penyusunan dan

Penelaahan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-

K/L) dan Pengesahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Proses

penyusunan RKA-K/L mengatur tiga materi pokok, yaitu: pendekatan

penyusunan anggaran, klasifikasi anggaran dan instrument RKA-K/L.

Pendekatan penyusunan anggaran terdiri atas pendekatan penganggaran

terpadu, penganggaran berbasis kinerja (PBK) dan kerangka pengeluaran jangka

menengah (KPJM). Klasifikasi anggaran terdiri atas kalsifikasi menurut

organisasi, klasifikasi menurut fungsi dan klasifikasi menurut jenis belanja

(ekonomi). Sedangkan instrument RKA-K/L terdiri atas indikator kinerja, standar


27

biaya dan evaluasi kinerja. RKA-K/L disusun berjenjang pada level kegiatan dan

program yang terdiri atas rencana kerja dan anggaran masing-masing satuan

kerja pada Kementerian Negara/Lembaga.

Dalam perencanaan dan penganggaran setiap Kemanterian

Negara/Lembaga merumuskan program dan kegiatannya. Rumusan program

dan kegiatan yang dihasilkan harus mencerminkan tugas dan fungsinya atau

penugasa tertentun dalam kerangka Prioritas Pembangunan Nasional secara

konsisten yang berisi komponen kegiatan untuk mencapai output dengan

indikator kinerja yang terukur. Kegiatan adalah bagian dari pencapaian sasaran

terukur pada suatu program yang terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan

sumber daya baik berupa personel (sumber daya manusia), barang modal

termasuk peralatan dan teknologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau

semua jenis sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan

keluaran (output) dalam bentuk barang dan jasa.

Struktur anggaran merupakan penggambaran satu kesatuan

perencanaan dan penganggaran dalam unit organisasi Kementerian

Negara/Lembaga. Satu kesatuan yang dimaksud adalah kesatua dalam

kebutuhan sumber daya yang diperlukan oleh Satker dalam rangka pelaksanaan

kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya. Bagian-bagian struktur anggaran

yaitu Program, Indikator Kinerja Utama (IKU) Program, hasil (outcome), kegiatan,

Indikator Kinerja Kegiatan (IKK), output, suboutput, komponen, subkomponen

dan detil belanja.

2.4.1 Perencanaan dan Penganggaran Kepolisian Negara Republik

Indonesia (POLRI)
28

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) merupakan suatu satuan

kerja untuk pemerintah pusat sehingga Kepala Kepolisian Negara Republik

Indonesia (Kapolri) merupakan Pengguna Anggaran (PA) dan selanjutnya Kepala

Kepolisian Daerah (Kapolda) merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

dengan salah satu tugas KPA yang sangat penting yaitu menyusun Rencana

Kerja Anggaran (RKA).

Berikut ini merupakan alur perencanaan dan penganggaran yaitu

dokumen Rencana Strategis (Renstra) hingga menghasilkan dokumen Rencana

Kerja Anggaran (RKA) pada Satker Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara,

diantaranya:

a. Renstra Polri merupakan Renstra dengan periode 5 (lima) tahun, dalam

Renstra Polri memuat visi, misi, tujuan dan sasaran strategis yang akan

dicapai dalam periode 5 (lima) tahun tersebut. Renstra Polri digunakan oleh

seluruh Kepolisian Daerah termasuk satuan kerja di lingkupnya sebagai

acuan.

b. Menetapkan sasaran strategis yang akan dicapai selama periode tahun

berjalan untuk mencapai visi dan misi sesuai dengan Renstra Polri.

c. Mengumpulkan usulan-usulan dari unit-unit kerja berdasarkan bidang tugas

dan fungsi masing-masing sesuai Renstra Polda, kemudian mengajukan

usulan-usulan tersebut ke Markas Besar Polri.

d. Mabes Polri akan mengajukan usulan tersebut kepada Menteri Keuangan,

dan bila menerima usulan tersebut akan dibahas dan dipertimbangkan

bersama Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

e. Persetujuan diterima, maka akan dikirimkan ke Mabes Polri yang selanjutnya

diteruskan ke Polda.
29

f. Polda menentukan program-program yang akan dilaksanakan untuk

mencapai sasaran strategis, penentuan program diajukan kembali ke Mabes

Polri dan nantinya apakah akan mendpat persetujuan dari Menteri

Keuangan, DPR dan Presiden. Ketika tidak mendapat persetujuan, maka

akan dievaluasi dan dikoreksi kembali, namun bila disetujui akan dikirim

kembali ke Polda.

g. Program-program yang telah disetujui akan dijabarkan dengan kegiatan-

kegiatan sesuai program dengan menyesuaikan kondisi internal maupun

eksternal Satker yang selanjutnya dikirim kembali untuk diajukan ke Mabes

Polri.

h. Bagian perencanaan akan merancang anggaran dana yang dibutuhkan

untuk setiap kegiatan-kegiatan yang telah disetujui dan dialokasikan ke

setiap Satker Polda. Rancangan anggaran dana ini juga akan diajukan ke

Mabes Polri untuk mendapatkan persetujuan.

i. Menerima dokumen RKA serta DIPA dari Polri yang digunakan sebagai

pedoman pelaksanaan anggaran selama 1 (satu) tahun periode anggaran.

2.5 Evaluasi Kinerja Anggaran

Pengukuran kinerja merupakan proses untuk mengkuantifikasi kinerja.

Menurut Meyer, terdapat tujuh tujuan dari pengukuran kinerja sebagaimana

tampak pada gambar 1. Tujuan tersebut meliputi look back, look ahead,

compensate, motivate, roll up, cascade down, compare (Meyer, 2002). Look back

berarti pengukuran kinerja memungkinkan organisasi untuk melihat ke belakang

dan melakukan evaluasi kegiatan masa lalu. Look ahead berarti hasil

pengukuran kinerja masa lalu dapat dijadikan sebagai dasar

penyusunan/penentuan target kinerja yang akan datang. Compensate berarti


30

pengukuran kinerja memungkinkan dilakukannya evaluasi individu untuk

selanjutnya diberikan kompensasi sesuai dengan kinerja yang dicapainya.

Motivate berarti hasil pengukuran kinerja individu dimasa lalu dapat dijadikan

sebagai motivasi dalam penyusunan/penentuan target kinerja individu yang akan

datang. Roll up berarti pengukuran kinerja memungkinkan organisasi untuk

memetakan dan mengkompilasi kinerja di level unit terendah ke level tertinggi.

Cascade down berarti pengukuran kinerja memungkinkan organisasi untuk

memetakan dan menderivasi kinerja di level unit tertinggi ke level terendah.

Compare berarti pengukuran kinerja memungkinkan organisasi untuk

membandingkan kinerja antarunit dalam suatu organisasi. Tujuan pengukuran

kinerja berupa look back dan look ahead berada di posisi puncak piramida

karena kedua tujuan tersebut mengukur kinerja ekonomi organisasi secara

keseluruhan. Tujuan compensate dan motivate berada di posisi bawah piramida

karena kedua tujuan tersebut mengukur kinerja individu. Terkait dengan kinerja

anggaran, pengukurannya mengacu pada tujuan look back dan look ahead.

Gambar 2.1. Tujuan Pengukuran Kinerja

Di Indonesia, perkembangan penting terkait pengukuran kinerja terjadi

setelah ditetapkannya Undang Undang nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan

negara dimana penyusunan anggaran harus berdasarkan kinerja. Hal ini

memberikan dasar perlunya kelembagaan monitoring/evaluasi untuk kebutuhan


31

penilaian kinerja. Guna meningkatkan sistem pemantauan anggaran,

Kementerian Keuangan membentuk unit monitoring/evaluasi internal. Unit ini

telah mengembangkan peraturan yang mengumpulkan informasi tentang

implementasi anggaran dan menilai hasil intervensi program. Sistem

monitoring/evaluasi pada Kementerian Keuangan masih dalam proses

pengembangan, dan menghadapi sejumlah tantangan, termasuk kebutuhan

untuk menyelesaikan bagaimana informasi akan digunakan dalam siklus

anggaran tahunan untuk menginformasikan keputusan alokasi; bagaimana

merasionalisasi permintaan informasi yang dibuat oleh K/L; dan untuk

mengklarifikasi peran Kementerian Keuangan sehubungan dengan peran

lembaga lain yang memantau proses penganggaran dan perencanaan.

Dibutuhkan sistem monitoring/evaluasi yang lebih baik untuk mendukung kualitas

belanja yang lebih tinggi, memperkuat akuntabilitas, dan meningkatkan

kemampuan anggaran untuk merespons potensi tantangan fiskal di masa depan.

Informasi monitoring/evaluasi memiliki nilai hanya jika dapat diandalkan dan

dapat digunakan (Ahern et al., 2012). Pada Kementerian Keuangan, proses

evaluasi terhadap belanja K/L dilakukan oleh Ditjen Anggaran (berupa Evaluasi

Kinerja Anggaran) dan Ditjen Perbendaharaan (berupa Spending Review). Baik

Evaluasi Kinerja Anggaran maupun Spending Review bertujuan untuk

memberikan masukan dalam perumusan kebijakan penganggaran. Spending

Review merupakan reviu atas belanja pemerintah pusat yang menekankan pada

konsep value for money (kualitas belanja) yaitu aspek ekonomi, efisiensi, dan

efektifitas penggunaan belanja pemerintah. Aspek ekonomi menekankan pada

cara mendapatkan barang/jasa yang akan digunakan dengan harga yang tepat.

Aspek efisiensi menekankan sisi pilihan penggunaan kombinasi barang/jasa dan


32

input lain yang dapat mengoptimalkan pencapaian output. Aspek efektivitas

menekankan pada pencapaian output yang mendukung pencapaian tujuan dan

sasaran/outcome (Ditjen Perbendaharaan, 2018).

2.5.1 Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran

Dari tahun ke tahun, APBN selalu meningkat. Dengan adanya

peningkatan anggaran dan belanja tersebut, masyarakat patut untuk

mempertanyakan bagaimana kredibilitas, akuntabilitas dan sustainabilitas atas

pelaksanaan APBN tersebut. Untuk menjawab hal tersebut. Pemerintah telah

menetapkan monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan anggaran untuk

menetapkan target, melaksanakan rencana, dan mengukur pencapaian atas

target yang telah ditetapkan. Monev pelaksanaan anggaran tersebut dilakukan

sebagai pelaksanaan atas fungsi manajemen keuangan negara , yang mana

nanti bisa dilihat apakah pelaksanaan APBN kita sesuai dengan disiplin fiskal

yang ada, mengalokasikan sumber daya sesuai dengan prioritas, dan melakukan

prinsip kehati-hatian (prudence) untuk menjaga akuntabilitas.

Monitoring dan evaluasi pelaksanaan anggaran dilakukan pada seluruh

rangkaian proses tahapan pelaksanaan anggaran yang bersifat kebijakan, teknis

operasional, dan administrasi yang dimulai dari proses pengesahan dokumen

anggaran, pembuatan komitmen, penyerahan barang/jasa, pengujian tagihan

dan persetujuan pembayaran, hingga pencairan dana terkait dengan

pelaksanaan program/kegiatan dalam rangka mencapai target serta sasaran

output, outcome, clan impact pembangunan sesuai tanggungjawab Kementerian

Negara/Lembaga masing-masing. Kegiatan Monev Pelaksanaan Anggaran

Belanja K/L, dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut:


33

a. Menjamin efektivitas pelaksanaan anggaran agar tujuan/sasaran program,

kegiatan, output belanja dapat terlaksana dan tercapai sesuai dengan

rencana yang ditetapkan dalam dokumen pelaksanaan anggaran Satker

secara akurat.

b. Menjamin efisiensi pelaksanaan anggaran agar tujuan/sasaran program,

kegiatan, output belanja yang telah ditetapkan Satker dapat terlaksana dan

tercapai dengan penggunaan input yang seminimal mungkin.

c. Memastikan pelaksanaan anggaran belanja pada tingkat Satker

dilaksanakan secara taat dan patuh terhadap peraturan/regulasi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor

195/PMK.05/2018 tentang Monitoring dan Evaluasi Pelaksanaan Anggaran

Belanja Kementerian Negara/Lembaga, Evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran

di atas diwujudkan dalam bentuk pengukuran kualitas kinerja menggunakan

Indikator Kualitas Pelaksanaan Anggaran atau IKPA. Di dalam IKPA terdapat 4

(empat) aspek pengukuran dan 13 (tiga belas) indikator kinerja. Empat aspek

tersebut antara lain:

1. Kesesuaian antara perencanaan dengan pelaksanaan

2. Kepatuhan terhadap regulasi

3. Efektivitas pelaksanaan kegiatan

4. Efisiensi pelaksanaan kegiatan

 Sedangkan 13 indikator kinerja yang dinilai dalam IKPA antara lain:

1. Revisi DIPA

2. Deviasi Halaman III DIPA

3. Penyampaian Data Kontrak

4. Penyelesaian Tagihan
34

5. Pengelolaan Uang Persediaan

6. Penyampaian LPJ Bendahara

7. Realisasi Anggaran

8. Renkas/RPD Harian

9. Pengembalian/Kesalahan SPM

10. Retur SP2D

11. Pagu Minus

12. Dispensasi SPM

13. Konfirmasi Capaian Output

Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran merupakan tools yang

menggunakan konsep Penganggaran Berbasis Kinerja/Performance Based

Budgeting. Penganggaran Berbasis Kinerja adalah sebuah pendekatan dalam

sistem penganggaran yang dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara

anggaran yang dialokasikan dengan prestasi kerja atau kinerja yang diharapkan

berupa keluaran (output) dan hasil (outcome), termasuk efisiensi dalam

pencapaian hasil dan keluaran tersebut sesuai dengan tugas pokok Kementerian

Negara/Lembaga.

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor Per-

4/PB/2020 tentang Petunjuk Teknis Penilaian Indikator Kinerja Pelaksanaan

Anggaran Belanja Kementerian Negara/Lembaga, nilai Indikator Kinerja

Pelaksanaan Anggaran untuk Satker/Eselon I diperoleh dengan menjumlahkan

seluruh nilai kinerja indikator yang dimilki oleh Satker/Eselon I, dalam hal

terdapat indikator yang tidak dihitung sebagai nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan

Anggaran (IKPA) pada Satker/Eselon I karena tidak terdapat transaksi pada


35

indikator tersebut, maka nilai Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran (IKPA)nya

dihitung dengan mengalikan konversi bobot Indikator.

Bobot bernilai 100% apabila Satker/Eselon I memiliki seluruh data

transaksi atas indikator yang dinilai, dan bobot bernilai di bawah 100% apabila

pada Satker tidak terdapat data transaksi untuk indikator tertentu.

2.5.2 Pengukuran Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran atas Aspek

Kesesuaian antara Perencanaan dengan Pelaksanaan Anggaran

Aspek kesesuaian antara perencanaan dengan aspek pelaksanaan

anggaran diukur dengan menekankan bahwa Daftar Isian pelaksanaan Anggaran

(DIPA) merupakan dokumen pelaksanaan anggaran sebagai suatu hasil akhir

perencanaan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Negara/Lembaga sesuai

rumusan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA K/L)

pada tahun pengusulannya, sehingga pada tahun berjalan kegiatan pada Daftar

Isian pelaksanaan Anggaran (DIPA) seharusnya telah siap untuk dilaksanakan

dan dilakukan pencairan anggaran sesuai rencana tersebut. Oleh karena itu,

terhadap substansi program, kegiatan dan output pada Daftar Isian pelaksanaan

Anggaran (DIPA) hendaknya tidak ada perubahan maupun pergeseran,

konsisten untuk dilaksanakan. Konsisten disini dilihat apakah Daftar Isian

pelaksanaan Anggaran (DIPA) sering dilakukan revisi, antara realisasi anggaran

tidak sesuai dengan rencana penarikan dana yang ditelah disusun maupun

terdapat pagu minus yang dikarenakan kurangnya alokasi anggaran terhadap

kebutuhan riil Satker. Indikator dan perhitungan IKPA atas pengukuran aspek ini

terdiri dari, sebagai berikut:


36

a. Indikator Revisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

Indikator ini memiliki bobot 5% dimana Kinerja revisi DIPA dihitung

berdasarkan frekuensi Revisi DIPA dalam kewenangan Pagu tetap, dibatasi

hanya 1 (satu) kali dalam 1 (satu) triwulan dan tidak bersifat akumulatif pada

triwulan berikutnya apabila pada triwulan sebelumnya tidak melakukan revisi.

b. Deviasi Halaman III Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

Indikator ini memiliki bobot 5%, deviasi halaman III DIPA adalah

selisih absolute antara realisasi anggaran dengan rencana penarikan dana

(RPD) setiap bulan, Nilai IKPA deviasi halaman III DIPA dihitung

berdasarkan rata-rata deviasi halaman III DIPA sampai dengan bulan

berkenaan dan akan dikunci pada awal triwulan dengan batas revisi halaman

III DIPA.

c. Pagu Minus

Indikator ini memiliki bobot 5%, dihitung berdasarkan rasio antara

jumlah pagu minus pada semua jenis belanja sampai dengan level akun 6

(enam) digit terhadap pagu DIPA Satker. Pagu minus menjadi dasar

perhitungan kinerja merupakan nominal pagu minus pada tanggal 31

Desember tahun anggaran berjalan yang belum diselesaikan.

2.5.3 Pengukuran Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran atas Aspek

Kepatuhan terhadap Regulasi

Aspek kepatuhan terhadap regulasi diukur dengan menekankan bahwa

dalam melaksanakan anggaran, Satker harus memenuhi norma-norma

pengaturan batas waktu dalam memproses transaksi keuangan berdasarkan

ketentuan yang berlaku di bidang pelaksanaan anggaran. Hal ini tercermin pada

ketepatan waktu Satker dalam menyampaikan data kontrak,


37

mempertanggungjawabkan Uang Persediaan dan Tambahan Uang Persediaan,

menyampaikan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara Pengeluaran

serta kepatuhan dalam menyampaikan Surat Perintah Membayar (SPM) pada

akhir tahun anggaran agar tidak melewati batas akhir penyampaian Surat

Perintah Membayar (SPM) sebagaimana aturan khusus atas kebijakan belanja

negara pada akhir tahun anggaran.

a. Penyampaian Data Kontrak

Indikator ini memiliki bobot 15%, penyampaian data kontrak dihitung

berdasarkan rasio antara data kontrak yang disampaikan tepat waktu

terhadap seluruh data kontrak yang disampaikan ke KPPN, kontrak yang

dihitung dalam penilaian adalah kontrak dengan nilai Rp 50 juta keatas.

b. Pengelolaan Uang Persediaan (UP) dan Tambahan Uang Persediaan (TUP)

Indikator ini memiliki bobot 8%, indikator ini dihitung berdasarkan rasio

antara penyampaian pertanggungjawaban rasio antara penyampaian

pertanggungjawaban UP dan TUP tepat waktu terhadap seluruh

pertanggungjawaban UP dan TUP yang disampaikan ke KPPN dengan

mempertimbangkan sisa dana UP dan TUP yang belum disetor pada akhir

tahun (31 Desember) sebagai pinalti nilai kinerja karena terlambat.

Ketepatan waktu pertanggungjawaban UP dan TUP dapat dipantau pada

kartu pengawasan (Karwas) UP dan TUP. UP dan TUP yang diperhitungkan

dalam IKPA adalah UP dan TUP sumber dana Rupiah Murni (RM).

c. Penyampaian Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara

Indiktor ini memiliki bobot 5%, indikator ini dihitung berdasarkan rasio

antara LPJ bendahara pengeluaran yang disampaikan tepat waktu terhadap

seluruh kewajiban penyampian LPJ bendahara ke KPPN paling lambat


38

tanggal 10 bulan berikutnya, bila tanggal 10 bulan berikutnya hari libur, maka

LPJ disampaikan pada hari kerja sebelumnya.

d. Dispensasi Surat Perintah Membayar (SPM)

Indikator ini memiliki bobot 5%, dispensasi SPM dihitung berdasarkan

jumlah SPM yang mendapat dispensasi karena melewati batas waktu

penyampaian SPM sebagaimana diatur dalam ketentuan mengenai

pedoman penerimaan dan pengeluaran negara pada akhir tahun anggaran.

2.5.4 Pengukuran Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran atas Aspek

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan

Aspek efektivitas pelaksanaan kegiatan diukur dengan menekankan

bahwa alokasi anggaran yang tercantum dalam Daftar Isian Pelaksanaan

Anggaran (DIPA) dapat dieksekusi dengan baik, tepat dan proposional untuk

mewujudkan output yang telah ditentukan. Efektivitas dalam melaksanakan suatu

kegiatan pada Daftar Isian pelaksanaan Anggaran (DIPA) berarti pencapaian

output dapat direalisasikan secara tepat (waktu, sasaran, manfaat) melalui

penyerapan anggaran yang proporsional, penyelesaian tagihan yang tepat

waktu, penyampaian informasi capaian output yang terkonfirmasi dan ketepatan

penyaluran dana tanpa adanya retur pada Surat Perintah Pencairan Dana

(SP2D) yang telah diterbitkan.

a. Penyerapan Anggaran

Indikator ini memiliki bobot 15%, penyerapan anggaran dihitung

berdasarkan rasio antara persentase penyerapan anggaran atas pagu DIPA

terhadap penyerapan anggaran triwulan yang ditetapkan secara proposional

untuk triwulan I sebesar 15%, triwulan II sebesar 40%, triwulan III sebesar

60% dan triwulan IV sebesar 90%. Bila realisasi di atas target penyerapan
39

triwulan maka nilai kinerja diberikan secara maksimal sebesar 100,

sedangkan Nilai IKPA penyerapan anggaran ditetapkan secara triwulan

berdasarkan rata-rata dari nilai kinerja penyerapan yang telah dicapai

sampai dengan triwulan berjalan.

b. Penyelesaian Tagihan

Indikator ini memiliki bobot 12%, penyelesai tagihan dihitung

berdasarkan rasio antara penyampaian Surat Perintah Membayar Langsung

(SPM LS) kontraktual non belanja pegawai yang tepat waktu (17 hari kerja)

terhadap seluruh SPM LS kontraktual non belanja pegawai yang

disampaikan ke KPPN.

c. Konfirmasi Capaian Output

Indikator ini memiliki bobot 10%, konfirmasi capaian output dihitung

berdasarkan rasio antara jumlah output yang terkonfirmasi terhadap seluruh

output yang dikelola Satker, rasio konfirmasi capaian output dihitung setiap

bulan, dengan nilai IKPA tiap bulannya merupakan rata-rata nilai rasio

konfirmasi capaian output sampai dengan bulan berkenaan.

d. Retur Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)

Indikator ini memiliki bobot 5%, retur SP2D dihitung berdasarkan

rasio antara jumlah SP2D yang diretur terhadap jumlah SP2D yang telah

diterbitkan KPPN.

2.5.5 Pengukuran Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran atas Aspek

Efisiensi Pelaksanaan Kegiatan

Aspek Efisiensi pelaksanaan kegiatan diukur dengan menekankan bahwa

dalam pelaksanaan kegiatan dan pembayaran tagihan atas penyelesaian

pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat waktu, tepat sasaran dan tepat
40

jumlah sesuai dengan ketentuan yang berlaku termasuk adanya jaminan

ketersediaan dana pada saat tagihan disampaikan kepada KPPN. Hal ini

ditunjang oleh kebenaran informasi dan data pada Surat Perintah Membayar

(SPM) untuk menghindari kesalahan dan pengembalian, serta penyampaian

kebutuhan pencairan dana yang diajukan Satker dengan nilai tertentu melalui

perencanaan kas/Rencana Penarikan Dana.

a. Perencanaan Kas (renkas)

Indikator ini memiliki bobot 5%, Renkas dihitung berdasarkan rasio

antara jumlah renkas//Rencana Penarikan Dana (RPD) harian yang

disampaikan tepat waktu, sesuai dengan nilai dan jenis transaksinya)

terhadap seluruh renkas yang disampaikan ke KPPN.

b. Pengembalian/Kesalahan Surat Perintah Membayar (SPM)

Indikator ini memiliki bobot 5%, pengembalian/kesalahan SPM

dihitung berdasarkan rasio antara pengembalian SPM ke KPPN karena

ditolak oleh sistem pada saat konversi oleh front office di KPPN dan pada

saat verifikasi middle office.

2.6 Pengertian Akuntabilitas Kinerja Pemerintah

Akuntabilitas dalam bahasa Inggris disebut dengan accountability yang

memiliki arti “yang dapat dipertanggungjawabkan”. Laporan akuntabilitas suatu

unit organisasi bertujuan dalam rangka mewujudkan pertanggungjawaban

pelaksanaan tugas dan fungsi serta pelaksanaan program instansi pemerintah.

Setiap unit organisasi di lingkungan instansi pemerintah yang mengelolah

anggaran baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara

(APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).


41

Menurut Abdul Halim (2012:20) akuntabilitas dalam arti luas merupakan

kewajiban untuk memberikan pertanggungjawaban serta menerangkan kinerja

dan tindakan seseorang, badan hukum atau pimpinan organisasi kepada pihak

yang lain yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta

pertanggungjawaban dan keterangan.

Menurut Mardiasmo (2009:5) menyatakan bahwa akuntabilitas kinerja

instansi pemerintah adalah dasar pelaporan keuangan di pemerintah yang

didasari oleh adanya hak masyarakat untuk mengetahui dan menerima

penjelasan atas pengumpulan sumber daya dan penggunaannya. Pernyataan

tersebut menunjukkan bahwa akuntabilitas memungkinkan masyarakat untuk

menilai pertanggung-jawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan

pemerintah.

Mahmudi, (2010:28) Responsibility merupakan otoritas yang diberikan

atasan untuk melaksanakan suatu kebijakan, sedangkan accountability adalah

pertanggungjawaban lembaga publik untuk melakukan pengelolaan organisasi

secara efektif dan efisien.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli, penulis membuat pengertian

mengenai akuntabilitas kinerja yakni akuntabilitas kinerja merupakan suatu

proses penilaian kinerja atas pemanfaatan/penggunaan anggaran mulai dari

tahap perencanaan sampai dengan tahap pelaporan guna mengetahui

sejauhmana pelaksanaan dan manfaat yang ditimbulkan atas pelaksanaan

program dan kegiatan yang telah ditetapkan pada awal pelaksanaan anggaran

sebagai wujud pertanggungjawaban kepada publik/masyarakat yang dibuat

dalam bentuk laporan akuntabilitas kinerja yang dievaluasi setiap akhir tahun

untuk sebagai bahan evalausi dalam menentukan kebijakan anggaran di tahun.


42

2.6.1 Indikator Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Menurut Riawan Tjandra (2009:43) Orientasi akuntabilitas kinerja

(performance accountability) pemerintah pada hasil dapat meningkatkan kualitas

kinerja pemerintah, berikut penjelasannya: Orientasi akuntabilitas kinerja akan

menstimulasi kinerja kelembagaan pemerintah dengan keharusan dilakukannya

penguatan kapasitas (capacity building) guna memenuhi target kinerja yang

diharuskan untuk dicapai dalam pengukuran kinerja pemanfaatan anggaran.

Manfaatnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah peningkatan kualitas

kinerja pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik.

Berdasarkan Perpres No. 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), akuntabilitas kinerja merupakan

perwujudan kewajiban instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

keberhasilan/kegagalan pelaksanaan program dan kegiatan yang telah

diamanatkan para pemangku kepentingan dalam rangka mencapai misi

organisasi secara terukur dengan sasaran/target kinerja yang telah ditetapkan

melalui laporan kinerja instansi pemerintah yang disusun secara periodik. Untuk

mengetahui tingkat akuntabilitas instansi pemerintah terhadap kinerjanya

tersebut, setiap tahun kementerian PAN-RB melakukan evaluasi atas penerapan

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP), baik di tingkat pusat

maupun daerah. Adapun indikator yang menjadi pengukuran akuntabilitas kinerja

adalah:

a. Perencanaan kinerja, merupakan proses perencanaan kinerja sebagai

penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan dalam Renstra

melalui berbagai kegiatan tahunan. Setiap kegiatan dilengkapi dengan


43

indikator-indikator kinerja input, output, benefit dan impact yang disertai

dengan indikator dan rencana tingkat capaiannya.

b. Pengukuran kinerja, merupakan metoda pengukuran yang membandingkan

antara rencana kinerja dengan capaian masing- masing indikator sasaran

maupun indikator kinerja kegiatan (input, output, outcomes, benefits dan

impacts).

c. Evaluasi kinerja, kegiatan ini untuk mengetahui pencapaian realisasi setiap

indikator kinerja kegiatan, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam

mencapai visi, misi agar dapat dinilai dan dipelajari untuk

perbaikan kinerja dalam pelaksanaan program/kegiatan yang

akan datang. Dilakukan analisis efisiensi dengan cara membandingkan

antara output dengan input baik untuk rencana maupun realisasi sehingga

dapat memberikan gambaran tingkat efisiensi yang dilakukan oleh instansi

tersebut.

d. Pelaporan kinerja, pada kegiatan ini untuk mengetahui tingkat pemenuhan

laporan, serta menyajikan mengenai kemajuan percapaian target yang akan

digunakan dalam perbaikan perencanaan, perbaikan pelaksanaan program

dan kegiatan organisasi sehingga memberikan gambaran kepada pengguna

infomasi tetang pelaksanaannya.

e. Pencapaian kinerja, untuk mengetahui sejauh mana capaian kinerja

dilaksanakan baik target kinerja output maupun outcome yang belum

seluruhnya dapat tercapai.

Berdasarkan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 12 Tahun 2015 tentang

petunjuk pelaksanaan evaluasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, terdapat

7 (tujuh) predikat hasil evaluasi akuntabilitas kinerja, mulai dari yang paling
44

rendah yaitu kategori D sampai dengan yang tertinggi yaitu kategori AA. Nilai

tersebut menunjukkan tingkat akuntabilitas atau pertanggung jawaban atas hasil

(outcome) terhadap penggunaan anggaran dalam rangka terwujudnya

pemerintahan yang berorientasi kepada hasil (result oriented government).

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP) mendorong instansi

focus pada pencapaian sasaran strategis, dalam upaya pencapaian sasaran

perlu sebah alau ukur berupa indkator hasil (outcome) dan keluaran (output).

2.7 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilaksanakan tentu tidak akan lepas dari penelitian

terdahulu sebagai landasan dan acuan terhadap arah dari penelitian ini.

Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan Efektivitas Anggaran

terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, adalah sebagai berikut:

1. Daryoto Muslih Utomo (2018) dengan judul Analisis Efisiensi dan Efektivitas

Pelaksanaan Anggaran Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor

249 Tahun 2011 (Studi Pada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara

Malang Periode 2015 - 2017). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kinerja keuangan sektor publik dengan studi kasus pada KPPN Malang

periode 2015 – 2017. Penelitian bersifat deskriptif. Hasil yang diperoleh yaitu

(1) nilai kinerja KPPN Malang tahun 2015, 2016, dan 2017 adalah “Sangat

Baik”, (2) tingkat efektivitas pelaksanaan anggaran KPPN Malang tahun

2015, 2016, dan 2017 adalah “Sangat Baik”, dan (3) tingkat efisiensi

pelaksanaan anggaran KPPN Malang tahun 2015 berkategori “Kurang”,

tahun 2016 berkategori “Sangat Baik”, sedangkan tahun 2017 berkategori

“Baik”. Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan KPPN Malang dapat

meningkatkan efisiensinya.
45

2. Dwi Suharnoko (2019) dengan judul Efektivitas Penerapan Anggaran

Berbasis Kinerja Terhadap Kinerja Perangkat Daerah di Kabupaten Malang.

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi rumusan penetapan besaran anggaran

pada masing-masing perangkat daerah serta langkah peningkatan efektivitas

penerapan anggaran berbasis kinerja terhadap Kinerja Perangkat Daerah di

Kabupaten Malang. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan pendekatan

penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan

Anggaran Berbasis Kinerja terhadap Kinerja Perangkat Daerah di Kabupaten

Malang secara umum cukup efektif ditinjau dari Performance Assessment

Potential, Human Force Potential, and Technical Ability, Pemerintah Daerah

telah melakukan persiapan pelaksanaan Anggaran Berbasis Kinerja

terutama dengan mengeluarkan berbagai petunjuk teknis dan

pelaksanaannya. Hasil penelitian, ditemukan bahwa semakin baik

implementasi anggaran berbasis kinerja maka penyerapan anggaran akan

berjalan baik pula. Hal ini dikarenakan dalam proses penyusunan anggaran

yang secara sistem benar-benar direncanakan dengan berorientasi pada

kinerja, tingkat penyerapan anggaran akan terjadwal secara rapi, sehingga

memudahkan pemerintah untuk memantau, mengevaluasi, dan melaporkan

informasi mengenai perkembangan program yang diselenggarakan. Hasil

dari kajian ini disimpulkan bahwa penerapan Anggaran Berbasis Kinerja

terhadap Kinerja Perangkat Daerah di Kabupaten Malang secara umum

cukup efektif ditinjau dari Performance Assessment Potential, Human Force

Potential, and Technical Ability.

3. Rahmad Saleh dan Nina Andriana (2021) dengan judul Efektivitas dan

Efisiensi Belanja Berdasarkan Anggaran Berbasis Kinerja Pada KPP


46

Pratama Bulukumba. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas

dan efisiensi belanja berdasarkan penganggaran berbasis kinerja (PBK),

melalui evaluasi pelaksanaan anggaran yang diatur berdasarkan ketentuan

perundangan. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

studi kepustakaan dan metode studi lapangan melalui wawancara. Data

yang menjadi acuan dalam penelitian ini yaitu: realisasi pagu anggaran pada

RKA-K/L atau DIPA; nilai aspek pengukuran pada IKPA; dan nilai aspek

pengukuran pada SMART pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama

Bulukumba untuk Tahun Anggaran 2017 sampai dengan 2020. Pembahasan

hasil dianalisis secara deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa KPP Pratama Bulukumba telah mampu

melaksanakan belanja berdasarkan PBK dengan efektif dan efisien. Selain

itu, juga dapat mengatasi tantangan yang dihadapi dengan pengambilan

solusi yang tepat, yang dibuktikan dengan peningkatan nilai pada aspek

konsistensi.

4. Futri Safitri (2022) dengan judul Pengaruh Penerapan Anggaran Berbasis

Kinerja Terhadap Efektivitas Realisasi Anggaran Pada Dinas Kependudukan

Dan Pencatatan Sipil Kota Tangerang Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui ada tidaknya pengaruh penerapan anggaran berbasis kinerja

terhadap efektivitas realisasi anggaran. Penelitian ini dilakukan di Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Tangerang Selatan. Metode yang

digunakan adalah metode kuantitatif. Pengumpulan data dan informasi

dilakukan melalui kuisioner atau kuisioner sebagai alat penelitian yang

disebarkan kepada seluruh pegawai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

Kota Tangerang Selatan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini


47

menggunakan uji validitas, reliabilitas, analisis deskriptif, analisis korelasi

rank spearman, analisis regresi sederhana, koefisien determinasi dan uji t.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif dan

signifikan antara performance-based budgeting terhadap efektivitas realisasi

anggaran.

5. Cahya Budi Hartanto (2020) dengan judul Pengaruh Perencanaan,

Pelaksanaan, Monitoring dan Evaluasi, dan Pertanggungjawaban Anggaran

dengan Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja Terhadap Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah (Survey di Kementerian Pemberdayaan

Perempuan dan Perlindungan Anak). Tujuan penelitian ini adalah untuk

menguji pengaruh perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran,

monitoring dan evaluasi, dan pertanggungjawaban anggaran terhadap

akuntabilitas kinerja. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode

penelitian survey. Metode survey adalah suatu metode penelitian yang

mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data. Hasil uji kelayakan model (Anova) diperoleh nilai

Fhitung sebesar 71,481, dengan nilai Ftabel sebesar 2,43, maka nilai Fhitung> Ftabel

(71,481 > 2,43) dengan p-value (sig) 0,000 lebih kecil dari α sebesar 0,05,

sehingga regresi memenuhi kriteria kelayakan model untuk memprediksi

variabel akuntabilitas kinerja. Hasil uji t diperoleh nilai t hitung variabel

perencanaan anggaran sebesar 2,862, variabel pelaksanaan anggaran

sebesar 2,779, variabel monitoring dan evaluasi sebesar 4,555, dan variabel

pertanggungjawaban anggaran sebesar 3,706 lebih besar dari nilai ttabel

sebesar 1,654. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

perencanaan anggaran, pelaksanaan anggaran, monitoring dan evaluasi,


48

dan pertanggungjawaban anggaran memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap akuntabilitas kinerja di Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan

Anak.

6. Hafiez Sofyani dan Made Aristia Prayudi (2018) dengan judul Implementasi

Anggaran Berbasis Kinerja di Pemerintah Daerah Dengan Akuntabilitas

Kinerja “A”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan beberapa

variabel, yakni: implementasi anggaran berbasis kinerja, penyerapan

anggaran, akuntabilitas, dan penggunaan informasi kinerja dalam

merumuskan perencanaan dan anggaran tahun mendatang. Penelitian

diselenggarakan di Pemerintah Daerah tingkat provinsi yang meraih predikat

kinerja “A” yakni Daerah Istimewa Yogyakarta dengan menggunakan seluruh

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) sebagai obyek penelitian.

Responden penelitian adalah pejabat SKPD yang terlibat langsung dalam

praktik perumusan perencanaan dan anggaran, serta pelaporan akuntabilitas

kinerja SKPD. Sejumlah 150 kuesioner dibagikan, dan hanya 97 yang diisi

lengkap dan dapat diuji. Pengujian hipotesis dilakukan dengan pendekatan

Structural Equation Model (SEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa

anggaran berbasis kinerja berhubungan positif terhadap penyerapan

anggaran dan akuntabilitas SKPD. Selain itu, akuntabilitas yang baik juga

menjadikan aparatur Pemerintah Daerah tergiring menggunakan laporan

akuntabilitas sebagai acuan dalam perencanaan dan penganggaran untuk

periode mendatang. Selain itu pengujian pada Pemda dengan predikat “A”

pada level kabupaten/kota juga sangat disarankan agar dapat menemukan

lebih banyak fenomena di lapangan.


49

7. Eka Puspasari (2016) dengan judul Efektivitas Sistem Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintah (SAKIP) Dinas Kependudukan dan pencatatan Sipil

Kabupaten Purworejo. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan untuk

mengetahui faktor pendukung dan penghambat efektivitas SAKIP di Dinas

Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Didukcapil) Kabupaten Purworejo.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data

yang digunakan adalah sumber data primer dan sekunder. Teknik

pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan dokumentasi.

Analisis keabsahan data menggunakan Trianggulasi Sumber. Teknik analisis

data secara interaktif menurut Miles dan Huberman. Hasil penelitian

menunjukkan SAKIP di Didukcapil belum efektif karena terdapat kendala

seperti sarana dan prasarana yang kurang memadai, kualitas SDM rendah,

belum adanya kesadaran masyarakat untuk mengakses pelayanan

adminduk dan capil dengan alasan tidak penting, data adminduk dan capil

belum valid, belum terbentuk petugas registrasi kependudukan di tingkat

Desa, kualitas SDM Perangkat Desa dalam pelayanan masih rendah, belum

ada Indikator Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai evaluasi pelayanan

masyarakat, koordinasi antara Didukcapil dan Bagian Organisasi dan

Aparatur Daerah Sekda Kabupaten Purworejo belum optimal.

8. Alful Laila Rosyidah Noor Shofwah (2019) dengan judul Analisis Realisasi

Anggaran Untuk Menilai Efektivitas Dan Efisiensi Kinerja Instansi

Pemerintah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis efisiensi dan efektivitas

anggaran belanja Dinas Sosial Kota Surabaya pada periode 2016- 2018.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode


50

deskriptif kualitatif dengan cara mengumpulkan data, menghitung efektivitas

dan efisiensi, dan menganalisis perhitungan sehingga bias ditarik

kesimpulan yang obyektif terhadap masalah. Periode penelitian ini selama 3

tahun yaitu tahun anggaran 2016-2018. Hasil penelitian untuk tingkat

efektivitas pada tahun 2016-2018 seluruhnya dalam kategori efektif karena

hasil pencapaian tingkat efektivitas lebih dari 90%, hal ini dapat dikatakan

baik dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Hasil penelitian untuk

tingkat efisiensi pada tahun 2016-2018 seluruhnya dalam kategori kurang

efisien, hal ini terjadi karena penggunaan anggaran belanja langsung lebih

besar dari penggunaan realisasi total anggaran belanja.

9. Nur Fitriyah (2020) dengan judul Analisis Efektivitas Kinerja Pelayanan

Mayarakat Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah

Pada Dinas Kependudukan Dan Catatan Sipil Kabupaten Bogor. Penelitian

ini dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupate Bogor Tahun 2019. Sampel

yang digunakan pada penelitian ini adalah dinas Kependudukan dan Catatan

Sipil Kabupaten Bogor. Sampel yang dipilih menggunakan metode analisis

deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu

penelitian dengan teknik penelitian wawancara. Penelitian menggunakan

analisis persentase pencapaian kinerja. Hasil penelitian menunjukan bahwa

berdasarkan hasil analisis dengan persentase pencapaian kinerja

mendapatkan hasil untuk kinerja anggaran menunjukan pencapaian kinerja

yang optimal yaitu sebesar 94,28% untuk tahun 2019, dan pencapaian

kinerja kepemilikan dokumen administrasi dengan pencapaian kinerja

penerbitan KTP diperoleh persentase sebesar 100%, penerbitan akte

kelahiran anak diperoleh persentase 102,28%, permohonan dokumen


51

administrasi kependudukan dan catatan sipil yang diterbitkan berbasis NIK

diperoleh persentase 100% sehingga dikategorikan sangat baik.

10. Adelstin Tamasoleng (2015) dengan judul Analisis Efektivitas Pengelolaan

Anggaran Di Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa meskipun pimpinan dan staf di Kabupaten Kepulauan

Siau Tagulandang Biaro memahami makna penganggaran berbasis kinerja,

namun mulai dari perencanaan yaitu perumusan rencana strategis, rencana

kerja program dan kegiatan, pelaksanaan, pelaporan/pertanggungjawaban

sampai dengan evaluasi kinerja, belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai

dengan ketentuan dan teori anggaran berbasis kinerja.

11. Renny (2022) dengan judul Analisis Pengaruh Refocusing Terhadap Kinerja

Anggaran Pada Lingkup Satker Polda Sultra Tahun Anggaran 2019 – 2021.

Pendekatan penelitian ini yaitu dengan menggunakan metode deskriptif

kuantitatif, dengan metode uji beda untuk tiga sampel berpasangan (paired

sample t-test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa capaian kinerja lebih

baik pada saat tahun 2021 setelah terjadinya refocusing anggaran,

pencapaian kinerja anggaran sesuai dengan rencana yang ditetapkan sesuai

target Renja tahun 2021 dengan nilai AKIP rata-rata 75,65 dengan predikat

BB atau sangat baik. Berbagai capaian indikator kinerja Polda Sultra

memberikan gambaran bahwa keberhasilan kinerja anggaran lingkup satker

Polda Sultra secara keseluruhan sangat ditentukan oleh komitmen,

keterlibatan dan dukungan aktif segenap komponen aparatur negara dan

masyarakat sebagai bagian integral dari pembaharuan reformasi dan

birokrasi Polri.

Anda mungkin juga menyukai