Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

ANALISIS KINERJA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK

Pengukuran Kinerja Organisasi public

Pengukuran kinerja organisasi publik merupakan suatu alat perencanaan dan sistem
pengendalian manajemen yang bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian
suatu strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Pengukuran kinerja sektor publik
dilakukan untuk memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik
dimaksudkan untuk memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan untuk dapat
membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit kerja. Kedua, ukuran
kinerja sektor publik digunakan untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan.
Ketiga, ukuran kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban
publik dan memperbaiki komunikasi pelanggan.

Sebagian besar organisasi publik telah menyadari kebutuhan akan pengukuran kinerja
dalam instansinya (‘bottom-line’ performance). Namun pengukuran tersebut masih dilakukan
dengan menggunakan sistem tradisional, yaitu pengukuran pencapaian finansial yang didasarkan
pada pelaporan keuangan. Padahal, menurut Mulyadi dan Setyawan (1999), ukuran keuangan
tidak dapat menggambarkan kondisi riil perusahaan di masa lalu dan tidak mampu menjadi
pedoman bagi suatu organisasi kearah yang lebih baik, serta hanya berorientasi jangka pendek.
Jadi, sistem pengukuran kinerja finansial organisasi publik ini lebih dirancang untuk memenuhi
kebutuhanshareholders, daripada untuk menyediakan informasi dalam membantu pengelolaan
suatu organisasi.
BAB II

PEMBAHASAN

ANALISIS KINERJA ORGANISASI SEKTOR PUBLIK MENGGUNAKAN BALANCED


SCORECARD

1. Pengertian Balanced Scorecard Dalam Organisasi Publik

Balanced scorecard merupakan suatu sistem pengukuran kinerja organisasi publik yang


seimbang dan komprehensif. Kata “Balanced” (seimbang) di dalam balanced scorecard
 
2. Empat Perspektif Balanced Scorecard
Balanced scorecard menyediakan jawaban atas empat pertanyaan yang mendasar yaitu:

 Customer and stakeholders Perspective


 Financial Perspective
 Employee and organisation capacity Perspective
 Internal Business Process Perspective

Perspektif Keuangan: Financial Perspective

Pengukuran kinerja organisasi publik dari perspektif finansial di dalam balanced


scorecard masih tetap dipertahankan, karena pengukuran kinerja keuangan sangat berharga
di dalam menyarikan konsekuensi-konsekuensi ekonomis yang dapat diukur dari tindakan-
tindakan yang telah diambil oleh organisasi publik. Pengukuran kinerja keuangan
menunjukkan apakah strategi suatu organisasi publik, penerapan, dan pelaksanaannya telah
dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi perbaikanperbaikan yang mendasar
(bottom-line improvement). Selain itu, perspektif finansial dalam organisasi publik
bertujuan untuk memberikan pelayanan yang efektif pada masyarakat dengan biaya jasa
yang murah.
Perspektif Konsumen: Customer Perspective

Organisasi publik harus memiliki orientasi untuk mengutamakan kesejahteraan dan


kepuasan customer danstakeholdernya, dalam hal ini masyarakat. Oleh karena
itu, balanced scorecard menuntut para pimpinan untuk dapat menerjemahkan misi
organisasi publik mengenai pelayanan kepada masyarakat secara umum ke dalam suatu
pengukuran spesifik yang mencerminkan faktor-faktor penting bagi masyarakat.

Perspektif Proses Bisnis Internal: Internal Business Process Perspective

Pengukuran internal dalam balanced scorecard berasal dari proses bisnis yang mempunyai


pengaruh paling besar terhadap kepuasan masyarakat (customer satisfaction) yaitu
misalnya faktor-faktor yang mempengaruhi cycle time, quality, employee skills,
dan productivity. Dalam Internal Business Process Perspective ini, organisasi publik
dituntut untuk dapat mengidentifikasi proses bisnis internal mana yang penting dan
mengandung nilai-nilai yang diinginkan oleh pelanggan, yang harus dilakukan dengan
sebaikbaiknya oleh organisasi publik.

Perspektif Kapasitas Organisasi dan Staf: Employee and Organization Capacity Perspective

Di dalam pengukuran yang berdasar pada perspektif pelanggan dan perspektif proses
bisnis internal,balanced scorecard mengidentifikasi parameter-parameter yang dianggap
paling penting oleh organisasi publik untuk dapat melayani masyarakat dengan baik.
Tetapi sasaran untuk mencapai kepuasan masyarakat tersebut terus menerus berubah. Di
dalam perspektif ini, organisasi publik memandang tiga faktor utama yaitu aparat, sistem,
dan prosedur organisasi. Ketiga faktor ini yang memegang peranan dalam pertumbuhan
jangka panjang perusahaan. Oleh sebab itu organisasi publik harus melakukan investasi
dalam ketiga faktor di atas untuk menjamin tercapainya tujuan organisasi publik.
3. Keunggulan dan Manfaat Balanced Scorecard

Dari kesemua metode yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja di atas, balanced
scorecard dinilai paling cocok diterapkan dalam organisasi publik. Hal ini disebabkan karena
disamping untuk menilai efisiensi dan efektivitas manajemen, balanced scorecard juga
merupakan aktivitas untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan implementasi visi, misi,
tujuan dan strategi organisasi.
Balanced scorecard juga unggul bila dibanding dengan metode pengukuran kinerja yang
lain karena mampu menyeimbangkan perspektif finansial dan non finansial. Balanced
scorecard dimanfaatkan dalam setiap tahap sistem manajemen strategik, sejak tahap
perumusan strategi sampai tahap implementasi dan pemantauan (Mulyadi, 2001). Pada tahap
perumusan strategi (strategy formulation), Balanced Scorecard digunakan untuk memperluas
cakrawala dalam menafsirkan hasil penginderaan terhadap trend perubahan lingkungan
makro dan lingkungan industri ke perspektif yang lebih luas.
Pada tahap perencanaan strategik (strategic planning) Balanced Scorecard digunakan
untuk menerjemahkan strategi ke dalam sasaransasaran stratejik yang komprehensif,
koheran, seimbang dan terukur. Pada tahap penyusunan program (programming), Balanced
Scorecard digunakan untuk menjabarkan inisiatif strategik di empat perspektif ke dalam
program. Pada tahap penyusunan anggaran (budgeting) Balanced Scorecard digunakan untuk
menjabarkan program ke dalam anggaran sehingga anggaran yang dihasilkan juga bersifat
komprehensif.
BAB III

CONTOH KASUS

ANALISIS KINERJA PADA BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PROVINSI


JAWA TIMUR

Untuk memecahkan permasalahan diatas maka dipandang perlu dilakukan pengukuran kinerja
pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Balanced
Scorcard agar pengukuran kinerja menjadi lebih luas perspektifnya karena dilihat dari aspek
keuangan dan non keuangan, disamping itu analisis yang selama ini sudah dilaksanakan akan
terasa lebih rinci dan lebih mendalam lagi. Dalam bagian ini akan diuraikan bagaimana setiap
perspektif balanced scorecard dapat diimplementasikan untuk mengukur kinerja pada Badan
Diklat Provinsi Jawa Timur dengan melihat dari:
 Customer and Stakeholder Perspective.
 Financial Perspective
 Employees and Organization Capacity Perspective
 Internal Bussiness Process Perspective

A. Customer and Stakeholder Perspective

Badan Diklat Provinsi Jawa Timur harus mengetahui apakah Badan Diklat Provinsi Jawa
Timur betul-betul memenuhi kebutuhan pelanggan. Mereka harus menjawab pertanyaan:
Apakah Badan Diklat Provinsi Jawa Timur menyediakan apa yang diinginkan oleh
pelanggan?

1) Materi Pelatihan

Materi yang dibutuhkan SKPD untuk setiap Diklat pada tahun 2009 dan pelaksanaannya
pada tahun 2009 adalah sebagai berikut:
a) Materi Diklat Pra Jabatan (LPJ) berjumlah 15 materi dan dilaksanakan secara keseluruhan
(100%).
b) Materi Diklat Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan IV berjumlah 23 materi dan
dilaksanakan secara keseluruhan (100%).
c) Materi Diklat Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan III berjumlah 4 materi dan dilaksanakan
secara keseluruhan (100%).
d) Materi Diklat Pendidikan dan Pelatihan Pimpinan II berjumlah 4 materi dan dilaksanakan
secara keseluruhan (100%).
e) Materi Diklat Teknis berjumlah 16 materi dan dapat dilaksanakan 14 (87,5%) dan belum
dilaksanakan 2 (12,5%).
f) Materi Diklat Fungsional berjumlah 21 materi dan dapat dilaksanakan 14 (66,7%) dan
belum dilaksanakan 7 (33,3%).
Berdasarkan hasil analisis Pelaksanaan Diklat Menurut Kebutuhan Customer (Pimpinan
SKPD) maka ternyata tidak semua kebutuhan Diklat yang diinginkan oleh SKPD-SPKD di
Provinsi Jawa Timur dapat dilaksanakan oleh Badan Diklat Jawa Timur pada periode yang
sama, dari hasil analisis untuk Diklat Fungsional ada materi 7 Diklat atau 33,5 % yang tidak
dapat dipenuhi oleh Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, dan Diklat Teknis terdapat 2 materi
Diklat atau 12,5 % yang tidak dapat dilaksanakan oleh Badan Diklat Provinsi Jawa Timur.

2) Permasalah Diklat CPNS/PNS maupun Diklat Pimpinan

Beberapa pokok permasalahan yang dihadapi berkaitan dengan pelaksanaan Diklat selama
ini, yaitu:
 Terbatasnya anggaran yang disediakan dalam APBD untuk biaya Diklat
 Jumlah CPNS maupun Pejabat/Calon Pejabat Struktural yang memerlukan Diklat lebih
banyak dari jumlah Diklat yang direncanakan sehingga terdapat beberapa kebutuhan Diklat
yang tidak terpenuhi
 Kesibukan kerja dari calon Peserta Diklat dan padatnya jadwal yang harus dipenuhi oleh
Badan Diklat membuat seringkali calon peserta Diklat tidak dapat mengikuti diklat yang
sudah direncanakan.
 Terkadang terdapat program Diklat yang tidak dapat dilaksanakan akibat tidak
tercapainya jumlah peserta minimal.

3) Harapan pimpinan SKPD terhadap CPNS maupun PNS yang telah mengikuti Diklat

Berdasarkan hasil analisis dari pelaksanaan tahun 2009 pencapaian sasaran meningkatnya
kompetensi aparatur pemerintah baik kompetensi dasar maupun bidang sebesar 93,33% serta
sasaran meningkatnya kontribusi hasil pendidikan dan pelatihan terhadap pelaksnaan tugas
dan fungsi alumni sebesar 67,51%. Tercapai tidaknya kedua sasaran tersebut indikatornya
adalah pemenuhan target peserta diklat yang merupakan kinerja pada level output.

4) Tingkat Kepuasan Peserta Diklat


Hasil survey dengan penyebaran kuesioner kepada peserta Pendidikan dan Pelatihan di
Badan Diklat Provinsi Jawa Timur atas pelaksanaan Diklat di 3 kegiatan yaitu:
(a) Leadership Skill For Excellent Service
(b) Penyusunan Standar Pelayanan Publik Angkatan III
(c) Diklat Total Image Front Liner
B. Financial Perspective

Perspektif finansial berfokus pada pengelolaan keuangan organisasi publik secara akuntabel.
Oleh karena itu, harus berfokus pada bagaimana cara memenuhi kebutuhan pelayanan Diklat
secara efisien. Badan Diklat Provinsi Jawa Timur harus dapat menjawab pertanyaan: Apakah
pelayanan yang diberikan oleh Badan Diklat telah dilaksanakan dengan biaya yang rendah?

1) Analisis Realisasi Anggaran


Berdasarkan DPA-Perubahan APBD Badan Diklat Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran
2009, jumlah alokasi anggaran belanjanya sebesar Rp. 52.264.562.750,-. yang terdiri dari
anggaran APBD Murni sebesar Rp. 45.133.005.000,-dan tambahan anggaran PAPBD 2009
sebesar Rp. 7.131.557.750,-

2) Analisis Efisiensi dan Efektifitas Bidang Keuangan


Berdasarkan hasil analisis nampak bahwa tingkat efisiensi penggunaan anggaran pada Badan
Diklat Jawa Timur yang paling tinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 94 % dan yang
paling rendah terjadi pada tahun 2007 yaitu sebesar 88%, sementara jika dilihat dari tingkat
efektifitas dalam penggunaan anggaran maka yang paling efektif terjadi pada tahun 2009
yaitu sebesar 99% dan yang paling rendah tingkat efektifitasnya terjadi pada tahun 2008
yaitu sebesar 92%. Hal ini berarti kinerja keuangan paling baik terjadi pada tahun 2009
karena dilihat dari tingkat efisiensi maupun efektifitasnya paling besar terjadi pada tahun
2009, untuk itu pencapaian kinerja ini harus dipertahankan.

3) Analisis Vertikal
Dengan menggunakan analisis vertikal dimana tahun 2007 yang dijadikan sebagai tahun
dasar maka diperoleh hasil jumlah persentase anggaran pada tahun 2008 sebesar 84% dan
pada tahun 2009 sebesar 87%. Hal ini berarti anggaran tahun 2007 paling besar dan yang
paling rendah adalah anggaran tahun 2008. Sedangkan dilihat dari realisasi perbandingan
tahun 2008 dengan tahun 2007 (tahun dasar) diperoleh hasil sebesar 83% dan untuk tahun
2009 diperoleh hasil sebesar 93%. Hal ini berarti realisasi pelaksanaan anggaran pada tahun
2007 paling besar menyusul tahun 2009 dan terakhir tahun 2008. Ini berarti pelaksanaan
aktivitas dibidang keuangan yang ada di Badan Diklat Jawa Timur paling besar terjadi pada
tahun 2007.
C. Employees and Organization Capacity Perspective

Perspektif ini berfokus untuk mengembangkan kapasitas karyawan dan organisasi.


Kemampuan organisasi untuk meningkatkan dan memenuhi permintaan masyarakat terkait
secara langsung dengan kemampuan karyawan untuk memenuhi permintaan itu. Oleh karena
itu, Kepala Diklat harus menjawab pertanyaan: Apakah Badan Diklat menggunakan metode,
teknologi informasi, dan sistem kerja yang sesuai dengan kemajuan jaman dan lingkup
pekerjaannya serta melakukan pelatihan karyawan untuk kemajuan yang berkelanjutan?

1) Teknologi Informasi yang Digunakan


Berkaitan dengan teknologi informasi yang digunakan di Badan Diklat Provinsi Jawa Timur
dipandang sudah memadai, hal ini terlihat dari peralatan kantor yang sudah menggunakan
jaringan komputer dan penggunaan LCD dan komputer di setiap kelas tempat Pendidikan dan
Pelatihan dilaksanakan. Demikian pula jika dilihat dalam daftar Asset Tetap di Neraca Badan
Diklat Provinsi Jatim bahwa alat kantor dan alat studio dan alat komunikasi telah mengalami
penambahan sebesar Rp 2.206.341.470 untuk alat kantor dan sebesar Rp 439.642.100,-untuk
alat studio dan alat komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan teknologi informasi
senantiasa mengalami peningkatan.

2) Absensi Karyawan
Persentase ketidak hadiran karyawan di Badan Diklat Provinsi Jawa Timur relatif kecil. Jika
ada karyawan yang tidak hadir, maka ketidakhadiran tersebut mengurangi jatah cuti dalam
tahun yang bersangkutan. Dalam satu tahun karyawan mendapatkan cuti selama 12 hari. Jika
izin karena sakit maka harus disertai dengan surat keterangan dari dokter. Dengan rendahnya
tingkat ketidak hadiran menunjukkan produktivitas yang cukup tinggi. Persentase hari kerja
yang hilang dihitung sebagai berikut:
Untuk tahun 2007= (40:230) X 100% = 17.39%
Untuk tahun 2008= (34:230) X 100% = 14,78%
Untuk tahun 2009= (32:230) X 100% = 13,91%. Tingkat absen (tidak hadir) karyawan paling
banyak terjadi pada tahun 2007, Namun dari tahun ketahun ketidak hadiran karyawan semakin
rendah persentasenya. Hal ini menunjukkan semakin lama karyawan semakin loyal dan
disiplin.

3) Tingkat Perputaran Karyawan


Perputaran karyawan menunjukkan indikator moral karyawan, supervisi yang baik/buruk,
pekerja puas atau tidak puas terhadap pekerjaannya, serta baik/buruknya kondisi kerja.
Pergantian tenaga kerja yang tinggi seringkali merupakan petunjuk atas rendahnya moral,
supervisi yang buruk, kerja yang tidak memuaskan serta kondisi kerja yang tidak
menyenangkan dan sebagainya.
Berdasarkan hasil analisis, nampak perputaran karyawan paling tinggi terjadi pada tahun 2007
yaitu 5,85%, namun tidah jauh berbeda dibandingkan tahun 2008 sebesar 4,18% dan tahun
2009 sebesar 5,13%, dimana persentase ini termasuk rendah karena masih dibawah 6 % dan
itupun kebanyakan dari mereka keluar karena pension.
D. Internal Bussiness Process Perspective.

Pengukuran perspektif proses bisnis internal dilakukan dengan menggunakan indikator


berfokus pada tujuan untuk menyediakan pelayanan secara kompetitif. Untuk itu, Kepala
Diklat harus berfokus pada tugas penting yang memungkinkan Badan Diklat untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Badan Diklat Provinsi Jawa Timur harus menjawab pertanyaan:
Dapatkah Badan Diklat meningkatkan pelayanan dengan mengubah cara pelayanan itu
disampaikan?

1) Pengukuran Pencapaian Sasaran


Berdasarkan rencana kerja tahun 2009 yang telah ditetapkan oleh Badan Diklat Provinsi Jawa
timur, dilakukan pengukuran kinerja sasaran dan pengukuran kinerja kegiatan sebagai bagian
dari Internal Bussiness Process Perspective. Dari enam sasaran yang tertuang dalam Rencana
Strategis Badan Diklat Provinsi Jawa Timur tahun 20092014, ada 2 sasaran yang tidak
mencapai 100%, yaitu sasaran meningkatkannya kompetensi aparatur pemerintah baik
kompetensi dasar maupun bidang sebesar 93,33%, serta sasaran meningkatnya kontribusi
hasil pendidikan dan pelatihan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi alumni sebesar87,51 %.
Tercapai tidaknya kedua sasaran tersebut indikatornya adalah pemenuhan target peserta diklat
yang merupakan kinerja pada level output. Sedangkan sasaran ketiga, yakni meningkatnya
kontribusi pendidikan dan pelatihan terhadap kualitas sumber daya manusia pembangunan
berbasis masyarakat tidak ada target pencapaiannya untuk tahun 2009. Sasaran ini dalam
Rencana Strategis ditetapkan guna mengakomodasi kegiatan yang berbasis kemasyarakatan
sesuai RPJMD Provinsi Jawa Timur, dimana untuk tahun 2009 belum direncanakan.

2) Pengukuran Kinerja Kegiatan


Kegiatan inti Badan Pendidikan dan Pelatihan Provinsi Jawa Timur terdapat pada program
peningkatan kapasitas sumberdaya aparatur yang meliputi Diklat Kepemimpinan, Diklat
Teknis, dan Diklat Fungsional. Secara umum kinerja output mencapai 95% -100%, yang
artinya peserta diklat yang direkrut untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dapat
memenuhi target kehadiran sebesar 95% 100%.

3) Pengukuran Bidang Pengendalian dan Evaluasi


Untuk Bidang Pengendalian dan Evaluasi target dan realisasi dinyatakan secara deskriptif,
dimana pokok-pokok hasil pengukuran kinerja kegiatan tesebut adalah sebagi berikut:
 Untuk kegiatan dalam Manajemen Data Kediklatan telah terealisasi Database Alumni
Diklat. Hal ini terwujud berkat peningkatan jumlah komputer dan perbaikan sistem informasi
yang selalu dilakukan setiap tahunnya.
 Dari kegiatan analisis kebutuhan diklat dapat terinventarisasi 85 % jenis diklat prioritas
yang direpresentasikan di 5 Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
 Kegiatan penyusunan kurikulum dan silabi dapat menyelesaikan 20 jenis diklat dengan
tingkat kepuasan peserta diklat yang cukup memadai.

 
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan mengenai analisis kinerja Badan Diklat
Provinsi Jawa Timur dengan menggunakan Balanced Scorecard, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
 Dalam Customer and Stakeholder Perspective yang berkaitan dengan pengukuran kinerja
dari aspek materi Diklat maka ternyata tidak semua kebutuhan Diklat yang diinginkan
oleh SKPD-SPKD di Provinsi Jawa Timur dapat dilaksanakan oleh Badan Diklat Jawa
Timur. Hal ini dapat dilihat bahwa untuk Diklat Fungsional ada materi 7 Diklat atau 33,5
% yang tidak dapat dipenuhi oleh Badan Diklat Jawa Timur, dan Diklat Teknis terdapat 2
materi Diklat atau 12,5 % yang tidak dapat dilaksanakan oleh Badan Diklat Provinsi jawa
Timur. Jika dilihat dari penyelanggaraan Diklat yang telah dilakukan oleh Badan Diklat
Provinsi Jawa Timur dari 103 orang peserta yang menyatakan Sangat Baik sebanyak
26,21%, yang menyatakan Cukup sebanyak 69,91%, yang menyatakan Kurang Baik
sebanyak 3,88%, dan yang menyatakan Tidak Baik tidak ada atau 0%. Untuk itu karena
peserta Diklat pada umumnya yaitu 69,91% hanya mengatakan cukup baik atas
penyelenggaraan Diklat yang dilakukan oleh Badan Diklat Provinsi Jawa Timur, maka
perlu kiranya Badan Diklat Provinsi Jawa Timur untuk mengevaluasi kembali
penyelenggaraan Diklatnya agar peserta bisa merasa penyelenggaraan Diklat tersebut
Sangat Baik.
 Dalam Financial Perspective terjadi penghematan (sisa) anggaran secara keseluruhan
sebesar Rp 3.254.391.523, atau 6,23%. Tingkat efisiensi penggunaan anggaran paling
tinggi terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar 94% dan yang paling rendah terjadi pada
tahun 2007 yaitu sebesar 88%, sementara jika dilihat dari tingkat efektifitas dalam
penggunaan anggaran maka yang paling efektif terjadi pada tahun 2009 yaitu sebesar
99% dan yang paling rendah tingkat efektifitasnya terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar
92%. Hal ini berarti kinerja keuangan paling baik terjadi pada tahun 2009 karena dilihat
dari tingkat efisiensi maupun efektifitasnya paling besar terjadi pada tahun 2009. Jika
menggunakan analisis vertikal dimana tahun 2007 yang dijadikan sebagai tahun dasar
maka diperoleh hasil jumlah persentase Anggaran pada tahun 2008 sebesar 84% dan pada
tahun 2009 sebesar 87%.
 Dalam Employees and Organization Capacity Perspective, pengukuran kinerja dilihat
dari pemanfaatan teknologi informasi nampak bahwa alat kantor, alat studio dan alat
komunikasi telah mengalami penambahan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
dalam pemanfaatan teknologi informasi yang ada. Jika dilihat dari perhitungan persentase
hari kerja yang hilang (absensi karyawan) diperoleh hasil untuk tahun 2007 sebesar
17.39%; Untuk tahun 2008 sebesar 14,78% ; dan Untuk tahun 2009 sebesar 13,91%. Hal
ini berarti tingkat absen karyawan paling banyak terjadi pada tahun 2007 Jika dilihat dari
perhitungan perputaran karyawan diperoleh hasil pada Tahun 2007 sebasar 5,85%; Tahun
2008 sebesar 4,18%; dan Tahun 2009 sebesar 5,13%. Berarti perputaran karyawan paling
tinggi terjadi pada tahun 2007; paling rendah tahun 2008, dan ditengah terjadi pada tahun
2009. Persentase ini termasuk rendah karena masih dibawah 6 % dan itupun kebanyakan
dari mereka keluar karena pensiun..
 Dengan menggunkan pengukuran kinerja sasaran dan pengukuran kinerja kegiatan
sebagai bagian dari Internal Bussiness Process Perspective, dari enam sasaran yang
tertuang dalam Rencana Strategis Badan Diklat Provinsi Jawa Timur tahun 2009-2014,
ada 2 sasaran yang tidak mencapai 100%, yaitu sasaran meningkatkannyakompetensi
aparatur pemerintah baik kompetensi dasar maupun bidang sebesar 93,33%, serta sasaran
meningkatnya kontribusi hasil pendidikan dan pelatihan terhadap pelaksanaan tugas dan
fungsi alumni sebesar 87,51%. Untuk kegiatan dalam Manajemen Data Kediklatan telah
terealisasi Database Alumni Diklat. Hal ini terwujud berkat peningkatan jumlah
komputer dan perbaikan sistem informasi yang selalu dilakukan setiap tahunnya.

Saran

Saran yang dapat diberikan pada Badan Pendidikan dan Pelatihan Jawa Timur adalah sebagai
berikut:
 Sebaiknya analisa Balanced Scorecard digunakan untuk pengukuran kinerja Badan
Pendidikan dan Pelatihan Jawa Timur. Hal ini dikarenakan Balanced
Scorecard bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan terhadap Badan Pendidikan
dan Pelatihan Jawa Timur untuk memberikan arah yang jelas dan strategi yang tepat
dalam mencapai visi, misi, tujuan dan sasaranya.
 Agar Balanced Scorecard dapat mencapai kinerja yang optimal diperlukan adanya alat
ukur yang dapat membantu Badan Diklat Provinsi Jawa Timur dalam meningkatkan
kinerjanya baik secara finansial maupun non finansial, untuk itu pemanfaatan teknologi
informasi, dukungan sistem informasi manajemen dan database senantiasa harus selalu
ditingkatkan.
 Secara keseluruhan kinerja Badan Diklat Provinsi Jawa Timur sudah baik, namun dilihat
dari analisisBalanced Scorecard masih ada yang perlu ditingkatkan misalnya dalam hal
perlunya koordinasi yang lebih intensif antara provinsi dan Kabupaten/Kota untuk
memenuhi target peserta Diklat.

Anda mungkin juga menyukai