Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia bisnis yang semakin kompetitif menyebabkan
perubahan besar luar biasa dalam persaingan, produksi, pemasaran,
pengelolaan sumber daya manusia, dan penanganan transaksi antara
perusahaan dengan pelanggan dan perusahaan dengan perusahaan lain.
Persaingan yang bersifat global dan tajam menyebabkan terjadinya penciutan
laba yang diperoleh perusahaan-perusahaan yang memasuki persaingan
tingkat dunia. Hanya perusahaan-perusahaan yang memiliki keunggulan pada
tingkat dunia yang mampu memuaskan atau memenuhi kebutuhan konsumen,
mampu menghasilkan produk yang bermutu, dan cost effevtive (Mulyadi,
1997).
Perubahan-perubahan

tersebut

mendorong

perusahaan

untuk

mempersiapkan dirinya agar bisa diterima di lingkungan global. Keadaan ini


memaksa manajemen untuk berupaya menyiapkan, menyempurnakan ataupun
mencari strategi-strategi baru yang menjadikan perusahaan mampu bertahan
dan berkembang dalam persaingan tingkat dunia. Oleh karena itu perusahaan
dalam hal ini manajemen harus mengkaji ulang prinsip-prinsip yang selama
ini digunakan agar dapat bertahan dan bertumbuh dalam persaingan yang
semakin ketat untuk dapat menghasilkan produk dan jasa bagi masyarakat.
Penilaian atau pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang
penting dalam perusahaan. Selain digunakan untuk menilai keberhasilan
perusahaan, pengukuran kinerja juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
menentukan sistem imbalan dalam perusahan, misalnya untuk menentukan
tingkat gaji karyawan maupun reward yang layak. Pihak manajemen juga
dapat menggunakan pengukuran kinerja perusahaan sebagai alat untuk
mengevaluasi pada periode yang lalu.
Manajer yang baik adalah yang memiliki pandangan menyeluruh
tentang sebuah bisnis. Sebagai penunjangnya diperlukan model pengukuran

kinerja yang komprehensif. Ukuran kinerjanya harus merujuk pada visi, misi,
strategi, sasaran, dan tujuan perusahaan. Manajemen konvensional cenderung
menjadikan kinerja keuangan sebagai target tunggal yang kurang diperhatikan
hubungan integralnya dengan faktor-faktor nonkeuangan (Samryn, 2012).
Pemakaian penilaian kinerja tradisional yaitu ROI, Profit Margin dan
Rasio Operasi sebetulnya belum cukup mewakili untuk menyimpulkan
apakah kinerja yang dimiliki oleh suatu perusahaan sudah baik atau belum.
Hal ini disebabkan karena ROI, Profit Marjin dan Rasio Operasi hanya
menggambarkan pengukuran efektivitas penggunaan aktiva serta laba dalam
mendukung penjualan selama periode tertentu. Ukuran-ukuran keuangan
tidak memberikan gambaran yang riil mengenai keadaan perusahaan karena
tidak memperhatikan hal-hal lain di luar sisi finansial misalnya sisi pelanggan
yang merupakan fokus penting bagi perusahaan dan karyawan, padahal dua
hal tersebut merupakan roda penggerak bagi kegiatan perusahaan (Kaplan dan
Norton, 1996).
Dalam akuntansi manajemen dikenal alat analisis yang bertujuan untuk
menunjang proses manajemen yang disebut dengan Balanced Scorecard yang
dikembangkan oleh Norton pada tahun 1990. Balanced Scorecard merupakan
suatu ukuran yang cukup komprehensif dalam mewujudkan kinerja, yang
mana keberhasilan keuangan yang dicapai perusahaan bersifat jangka panjang
(Mulyadi dan Johny Setyawan, 1999). Balanced Scorecard tidak hanya
sekedar alat pengukur kinerja perusahaan tetapi merupakan suatu bentuk
transformasi strategik secara total kepada seluruh tingkatan dalam organisasi.
Dengan pengukuran kinerja yang komprehensif tidak hanya merupakan
ukuran-ukuran keuangan tetapi penggabungan ukuran-ukuran keuangan dan
non keuangan maka perusahaan dapat menjalankan bisnisnya dengan lebih
baik. Dalam perkembangannya, balanced scorecard menjadi alat manajemen
kontemporer yang digunakan untuk mendongkrak kemampuan organisasi
dalam melipatgandakan kinerja keuangan dengan memperhatikan aspekaspek nonkeuangan dalam penilaian kinerja (Rudianto, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dan perkembangan balance scorecard ?
2. Apa saja keunggulan dan kelemahan balance scorecard ?
3. Apa saja faktor yang memicu perusahaan mengimplementasikan balanced
scorecard ?
4. Bagaimana konsep manajemen strategik dan perbedaannya dengan
manajemen tradisional ?
5. Bagaimana peran balance scorecard dalam sistem manajemen strategik ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dan perkembangan balance scorecard.
2. Mengetahui keunggulan dan kelemahan balance scorecard.
3. Mengetahui faktor yang memicu perusahaan mengimplementasikan
balanced scorecard.
4. Mengetahui konsep manajemen strategik dan perbedaannya dengan
manajemen tradisional.
5. Mengetahui peran balance scorecard dalam sistem manajemen strategik.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dan Perkembangan Balance Scorecard
Menurut Hansen dan Mowen (2009), balanced scorecard adalah sistem
manajemen

strategis

pertanggungjawaban

yang

mendefinisikan

berdasarkan

sistem

strategi.

akuntansi
Balanced

scorecard menerjemahkan misi dan strategi organisasi dalam tujuan


operasional dan ukuran kinerja dalam empat perspektif, yaitu perspektif
keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal, serta
perspektif pembelajaran dan pertumbuhan (infrastruktur).
Balanced scorecard merupakan suatu metode penilaian kinerja
perusahaan

dengan

pertimbangan.

Pada

awalnya, Balanced

Scorecard diciptakan untuk mengatasi problem tentang kelemahan sistem


pengukuran kinerja eksekutif yang hanya berfokus pada perspektif keuangan
saja dan cenderung mengabaikan perspektif non keuangan. Menurut Kaplan
dan Norton (1996), menyimpulkan bahwa hasil studinya tersebut untuk
mengukur kinerja eksekutif di masa depan diperlukan ukuran komprehensif
yang

mencakup

empat

perspektif

yaitu

perspektif

keuangan,

pelanggan/konsumen, proses internal bisnis, serta pembelajaran dan


pertumbuhan.
Konsep balance scorecard berkembang sejalan dengan perkembangan
implementasi konsep tersebut. Balance scorecard terdiri dari dua kata yaitu
scorecard yang artinya adalah kartu skor dan Balance yang artinya
berimbang. Kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk mencatat skor hasil
kerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor
yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor,
skor yang hendak diwujudkan di masa depan dibandingkan dengan hasil kerja
sesungguhnya. Hasil perbandingan ini digunakan untuk evaluasi atas kinerja
personel yang bersangkutan.

Kata berimbang dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa kinerja


personel diukur secara berimbang dari dua aspek yaitu keuangan dan non
keuangan, jangka pendek dan jangka panjang, intern dan ekstern. Oleh karena
itu, jika kartu skor personel digunakan untuk merencanakan skor yang hendak
diwujudkan di masa depan, personel tersebut harus memperhitungkan
keseimbangan antara pencapaian kinerja keuangan dan nonkeuangan, antara
kinerja jangka pendek dan jangka panjang, serta kinerja yang bersifat intern
dan ekstern. (Mulyadi, 2001)
Menurut Mahmudi (2010) perkembangan balanced scorecard telah
mengalami beberapa penyempurnaan, pada generasi pertama yaitu pada awal
tahun 90-an, balanced scorecard hanya didesain sebagai alat pengukuran
kinerja manajemen dalam empat perspektif yang harus dapat memberikan
jawaban terhadap empat pertanyaan dasar (gambar) yaitu:
1. Apa yang harus kita perlihatkan kepada pelanggan kita ?
2. Apa yang harus kita perlihatkan kepada para pemegang saham ?
3. Proses bisnis apa yang harus kita kuasai ?
4. Bagaimana kita memelihara kemampuan kita untuk berubah dan
meningkatkan diri ?
Evaluasi kinerja dilakukan dengan cara membandingkan rencana kerja
yang ingin diwujudkan dengan realisasi hasil kerja, model balanced
scorecard generasi pertama ini menimbulkan kesulitan terutama terkait
dengan penetuan ukuran kinerja serta pengelompokkan ukuran kinerja ke
setiap perspektif.

Gambar Balanced Scorecard Untuk Pengukuran Kinerja


(Sumber: Kaplan dan Norton,1996)

Untuk mengatasi kesulitan tersebut diatas, pada generasi kedua


balanced scorecard mulai dikembangkan dengan sistem hubungan kausalitas
(sebab-akibat) antara berbagai item ukuran kinerja yang ada didalam empat
perspektif kinerja.
Hubungan kausalitas ini dibuktikan oleh adanya keterkaitan yang sangat
erat antara item ukuran kinerja, jadi balanced scorecard pada generasi kedua
ini tidak hanya terbatas pada hubungan antara empat perspektif secara umum.
Konsekuensi dari adanya perubahan ini adalah perubahan metodologi
pendesainan balanced scorecard yaitu dengan cara membuat kaitan strategi
organisasi langsung dengan item-item yang menjadi ukuran kinerja. Namun
begitu masih terdapat kelemahan dalam model generasi kedua ini yaitu
adanya kesulitan manajemen dalam menentukan prioritas tujuan strategik dan
target yang mendukung pencapaian visi dan misi organisasi.
Balanced scorecard terus berkembang sampai pada generasi ketiga,
dimana perbaikan model balanced scorecard lebih berfokus relevansi
penentuan target kinerja dan validitas pemilihan sasaran strategik. Pada
gambar dibawah balanced scorecard digunakan sebagai alat untuk
menerjemahkan visi dan misi organisasi kedalam sasaran strategik dan insiatif
strategik yang terukur, terencana, komprehensif, koheren dan seimbang.
Penentuan target kinerja dan insiatif strategi merupakan mata rantai untuk
mengantarkan visi, misi, dan tujuan organisasi ke tahap implementasi. Setelah
tujuan, ukuran kinerja, target kinerja, dan insiatif kinerja ditetapkan, langkah
berikutnya adalah membuat kaitan antara item-item dalam kartu skor yang
mencakup empat perspektif. Kaitan tersebut menunjukkan adanya hubungan
sebab-akibat antara satu sasaran strategik dengan sasaran strategik lainnya.
Balanced scorecard pada generasi ketiga ini menghasilkan model pengukuran
kinerja yang paling powerful karena menunjukkan adanya integrasi proses
manajemen organisasi yang dimulai dari tahap perencanaan yaitu dengan
menetapkan visi dan misi yang berisikan kesepakatan individu-individu
dalam mencapai tujuan organisasi, kemudian diterjemahkan dalam strategi
organisasi yang diimplementasikan melalui program/kegiatan organisasi

dalam empat perspektif balanced scorecard yang saling berkaitan,


selanjutnya akan diambil umpan balik atas berbagai informasi yang didapat
dari evaluasi pelaksanaan program/kegiatan organisasi.

Gambar Balanced Scorecard Sebagai Alat Manajemen Strategik


(Sumber: Mahmudi, 2010)

Menurut Rudianto (2013), balanced scorecard merupakan kerangka


kerja untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi
perusahaan, yaitu ukuran kinerja keuangan masa lalu dan memperkenalkan
pendorong kinerja keuangan yang meliputi emapat perspektif.
1. Perspektif Keuangan
Balanced scorecard tetap menggunakan perspektif keuangan karena
keuangan sangat penting dalam memberikan ringkasan konsekuensi
tindakan ekonomis yang sudah diambil. Ukuran kinerja keuangan
memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan
pelaksanaannya memberikan kontribusi atau tidak kepada peningkatan
laba perusahaan (Rudianto, 2013).
Pada saat perusahaan melakukan pengukuran secara keuangan, hal
pertama yang harus dilakukan adalah mendeteksi keberadaan industri yang
7

dimilikinya. Terdapat tiga tahap perkembangan industri (Rudianto, 2013)


yaitu :
a. Growth
Perusahaan yang sedang bertumbuh berada pada awal siklus
hidup perusahaan. Perusahaan ini menghasilkan produk dan jasa yang
memiliki potensi pertumbuhan yang harus melibatkan sumberdaya
yang cukup banyak untuk mengembangkan dan meningkatkan
berbagai produk dan jasa baru, membangun dan memperluas fasilitas
produksi, membangun kemampuan operasi, menanamkan investasi
dalam sistem, infrastruktur, dan jaringan distribusi yang mendukung,
serta memelihara hubungan yang erat dengan pelanggan. Tujuan
keuangan pada tahap pertumbuhan adalah presentase tingkat
pertumbuhan pendapatan dan tingkat pertumbuhan penjualan di
berbagai pasar sasaran, kelompok pelanggan, serta wilayah.
b. Sustain
Pada tahap bertahan, perusahaan berada pada situasi dimana unit
bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman investasi dan
investasi ulang, tetapi diharapkan mampu menghasilkan pengembalian
modal yang cukup tinggi. Unit bisnis seperti ini diharapkan mampu
mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap
tumbuh tahun demi tahun. Tujuan keuangan di tahap bertahan
biasanya terkait dengan profitabilitas, yang dinyatakan dengan
memakai ukuran yang terkait dengan laba akuntansi.
c. Harvest
Tahap kedewasaan yaitu tahap dimana perusahaan ingin
menuai investasi yang dibuat pada dua tahap sebelumnya. Bisnis
tidak lagi membuthkan investasi, cukup untuk pemeliharaan pelaratan
dan kapabilitas, bukan perluasan dan pembangunan kapabilitas baru.
Tujuan utama pada tahap menuai adalah arus kas bagi korporasi,
selain itu juga tujuan penghematan berbagai kebutuhan modal kerja.

Dalam Hansen dan Mowen (2009), perspektif keuangan menetapkan


tujuan kinerja keuangan jangka pendek dan jangka panjang yang mengacu
pada konsekuensi keuangan global dari ketiga perspektif lainnya, sehingga
tujuan dan ukuran ketiga perspektif lain harus dihubungkan dengan tujuan
keuangan). Dalam perspektif keuangan ada tiga tema strategis yang
merupakan elemen penting bagi pengembangan tujuan dan ukuran
operasional spesifik, antara lain :
a. Pertumbuhan Pendapatan
Terdapat berberapa kemungkinan tujuan yang berhubungan
dengan pertumbuhan pendapatan adalah meningkatkan jumlah produk
baru, menciptakan aplikasi baru bagi produk yang sudah ada,
mengembangkan pelanggan dan pasar baru, serta pengadopsian
strategi penentuan harga baru.
b. Penurunan Biaya
Ukuran penurunan biaya adalah biaya per unit dari objek biaya
tertentu. Untuk tujuan ini, keakuratan pembebanan biaya berperan
penting. Dan perhitungan biaya berdasarkan aktivitas memainkan
peranan pengukuran yang penting.
c. Penggunaan Aset
Perbaikan pemanfaatan aset adalah tujuan utama. Ukuran seperti
laba atas investasi dan nilai tambah ekonomis digunakan.
2. Perspektif Pelanggan
Konsumen merupakan pihak luar yang setiap saat menggunakan
produk sebuah perusahaan. Dengan proses konsumsi tersebut, maka
konsumen dapat dipastikan menjadi sumber penerimaan pendapatan
perusahaan. Untuk memelihara konsumen sebagai pelanggan maka
berbagai langkah strategis dapat dilakukan. (Samryn, 2012).
Dalam Rudianto (2013), Perspektif customer dalam balanced
scorecard mengidentifikasi bagaimana kondisi customer dan segmen pasar
yang telah dipilih oleh perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor.

Segmen yang telah dipilih ini mencerminkan keberadaan customer tersebut


sebagai sumber pendapatan. Perspektif ini biasanya terdiri atas beberapa
ukuran generik keberhasilan perusahaan dari strategi yang dirumuskan dan
dilaksanakan dengan baik. Ukuran utama tersebut terdiri atas:
a. Kepuasan pelanggan, yaitu tingkat kepuasan pelanggan terhadap
pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
b. Retensi pelanggan, yaitu tingkat kemampuan perusahaan untuk
mempertahankan hubungan dengan pelanggannya yang mungkin
seperti

seberapa

besar

perusahaan

berhasil

mempertahankan

pelanggan lama.
c. Akuisisi pelanggan baru, yaitu tingkat kemampuan perusahaan demi
memperoleh dan menarik pelanggan baru dalam pasar.
d. Pangsa pasar yang meningkat di segmen sasaran menggambarkan
seberapa besar penjualan yang dikuasai ole perusahaan dalam segmen
tertentu.
Perspektif pelanggan memungkinkan para manajer unit bisnis
mengartikulasikan strategi yang berorientasi pada pelanggan dan pasar
yang akan memberikan keuntungan masa depan yang lebih besar. Untuk
mencapai berbagai ukuran pencapaian tersebut, terdapat beberapa hal yang
perlu diperhatikan dengan sungguh-sungguh oleh perusahaan karena
merupakan unsur yang mempengaruhi, yaitu:
a. Atribut produk dan jasa serta fasilitasnya
b. Hubungan dengan pelanggan
c. Citra dan reputasi perusahaan
Bayangan dan kesan yang dimiliki pelanggan terhadap
perusahaan akan menentukan kesediaan pelanggan untuk melakukan
pembelian ulang. Dalam hal ini, strategi promosi yang baik
diperlukan, baik secara personal maupun lewat media masa.
Menurut Hansen dan Mowen (2009) selain ukuran dan tujuan utama,
ukuran-ukuran juga diperlukan untuk menggerakkan penciptaan nilai
pelanggan guna menggerakkan hasil utama. Nilai pelanggan adalah

10

perbedaan antara realisiasi dan pengorbanan, dimana realisasi adalah apa


yang pelanggan terima dan pengorbanan adalah apa yang diserahkan.
Realisasi meliputi hal-hal seperti fungsi produk (fitur), kualitas produk,
keandalan pengiriman, waktu respon pengiriman, citra dan reputasi.
Pengorbanan

meliputi

harga

produk,

waktu

untuk

mempelajari

penggunaan produk, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya


pembuangan. Biaya yang muncul setelah pelanggan melakukan pembelian
disebut biaya pascapembelian.
Peningkatan nilai pelanggan dapat diwujudkan dengan peningkatan
realisasi dan penurunan pengorbanan. Penuruan pengorbanan dapat
dilakukan dengan menurunkan harga dan menurunkan biaya pasca
pembelian. Sedangkan peningkatan realisasi dapat dilakukan dengan
memperbaiki fungsi produk, memperbaiki kualitas produk, meningkatkan
keandalan pengiriman, serta memperbaiki citra dan reputasi produk.
3. Perspektif Proses Bisnis Internal
Dalam Samryn (2012), perspektif bisnis internal menjelaskan proses
internal yang diperlukan untuk menyediakan nilai bagi pelanggan dan
pemilik. Manajemen dapat berusaha mengidentifikasi semua aktivitas
pendukung yang tidak secara langsung menambah nilai kepada produk dan
mengeliminasi atau mengurangi biaya aktivitas-aktivitas ini. Faktor
keberhasilan dalam perspektif bisnis internal meliputi:
a. Pemakaian kapasitas
b. Pengiriman tepat waktu
c. Perputaran persediaan
d. Kualitas
Menurut Rudianto (2013), perusahaan melakukan pengukuran
terhadap semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan, baik oleh
manajer maupun karyawan demi menciptakan produk yang dapat
memberikan kepuasan tertentu bagi pelanggan (customer) dan juga para
pemegang saham. Dalam hal ini, perusahaan berfokus pada tiga proses

11

bisnis utama yaitu (1) proses inovasi, (2) proses operasi, dan (3) proses
pascapenjualan.
a. Proses Inovasi
Tujuan proses inovasi meliputi peningkatan jumlah produk baru,
peningkatan presentase pendapatandari produk yang dimiliki, dan
penurunan waktu untuk mengembangkan produk baru. Unit bisnis
meneliti kebutuhan pelanggan yang sedang berkembang atau yang
masih tersembunyi, dan kemudian menciptakan produk dan jasa yang
akan memenuhi kebutuhan tersebut. Secara garis besar, proses inovasi
dapat dibagi menjadi dua yaitu (1) Pengukuran terhadap proses
inovasi yang bersifat penelitian dasar dan terapan, serta (2)
Pengukuran terhadap proses pengembangan produk.
b. Proses Operasi
Tujuan

proses

operasi

adalah

meningkatkan

kualitas,

meningkatkan efisiensi proses, dan menurunkan waktu proses.


Perbaikan kualitas, efisiensi, dan waktu proses adalah dasar lean
manufaturing. Hal ini sangat penting untuk menjadi kompetitif.
Dalam Hansen dan Mowen (2009) disebutkan beberapa rumus
untuk mengetahui nilai kualitas (FIT), efisiensi (MCE), dan waktu
proses (Biaya standar per menit), yaitu :
FIT

Total unit yang diproses ditolak dan dikerjakan ulang


Total unit yang diproses

MCE

Waktu pemrosesan

Waktu pemrosesan + Waktu pindah + Waktu inspeksi + Waktu tunggu

Biaya standar per menit

Biaya konversi sel


Menit yang tersedia

c. Proses Pelayanan Purna Jual


Tujuan proses purna jual sama dengan tujuan proses operasi yaitu
peningkatan kualitas, peningkatan efisiensi, dan penurunan waktu

12

pemrosesan. Pelayanan purna jual akan berpengaruh terhadap tingkat


kepuasan pelanggan. Hal yang termasuk dalam aktivitas purna jual
diantaranya adalah garansi dan aktivitas reparasi, perlakuan terhadap
produk cacat dan rusak, proses pembayaran yang dilakukan oleh
pelanggan pada transaksi penjualan secara kredit.
4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Prespektif pembelajaran dan pertumbuhan menetapkan kapabilitas
yang dibutuhkan perusahaan untuk menciptakan pertumbuhan dan
peningkatan jangka panjang. Perspektif ini berhubungan dengan
kemampuan pegawai, kemampuan sistem dan sikap pegawai, termasuk
motivasi, pemberdayaan, dan aligment. Syarat penting yang harus
dipenuhi untuk sampai pada kinerja ini adalah pemberian pemahaman
kepada semua level manajer dan staf mengenai proses transformasi tujuantujuan strategik nonfinansial menjadi kinerja yang dapat diukur dengan
nilai-nilai finansial. (Samryn, 2012).
Tiga sumber utama pembelajaran dan pertumbuhan adalah manusia,
sistem, dan prosedur perusahaan. Sehingga terdapat pula tiga dimensi
penting yang harus diperhatikan menurut

Rudianto (2013) untuk

melakukan pengukuran, yaitu:


a. Kompetensi Karyawan
Pengukuran terhadap kemampuan karyawan dilakukan atas tiga
hal pokok, yaitu pengukuran terhadap kepuasan karyawan, perputaran
karyawan, dan produktivitas karyawan. Pengukuran tingkat kepuasan
karyawan antara lain meliputi tingkat keterlibatan karyawan dalam
proses pengambilan keputusan, pengakuan akan hasil kerja yang baik,
kemudahan memperoleh informasi sehingga dapat melakukan
pekerjaannya sebaik mungkin, keaktifan dan kreativitas karyawan
dalam melakukan pekerjaannya, tingkat dukungan yang diberikan
kepada karyawan, dan tingkat kepuasan karyawan secara keseluruhan
terhadap perusahaan. Produktivitas karyawan dapat diuur melalui gai

13

yang diperoleh setiap karyawan atau dengan rasio perbandingan antara


kompensasi yang diperoleh karyawan dan jumlah karyawan yang ada
dalam perusahaan.
b. Infrastruktur Teknologi Informasi
Peningkatan kualitas karyawan dan produktivitas karyawan juga
dipengaruhi oleh dukungan dari sistem informasi yang dimiliki
perusahaan. Semakin mudah informasi diperoleh, semakin baik
kinerja karyawan. Pengukuran dapat dilakukan dengan mengukur
presentase ketersediaan informasi yang diperlukan karyawan.
c. Budaya Organisasi: Motivasi, Wewenang, dan Pembatasan Wewenang
Karyawan seharusnya tidak hanya memiliki keteranpilan yang
diperlukan, tetapi juga memiliki kebebasan, motivasi, dan inisiatif
untuk menggunakan keahlian tersebut secara efektif.
2.2 Keunggulan dan Kelemahan Balance scorecard
Keunggulan balance scorecard dalam perencanaan strategik adalah
mampu menghasilkan rencana strategik yang memiliki karakteristik sebagai
berikut: (Mulyadi, 2001)
1. Komprehensif
Balance scorecard memperluas

perspektif

yang

dicakup

dalam

perencanaan strategik, dari yang sebelumnya hanya terbatas pada


perspektif keuangan, meluas ke tiga perspektif yang lain: customer, proses
bisnis / intern, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Kinerja keuangan
yang dihasilkan dari perspektif customer , proses bisnis intern,
pembelajaran dan pertumbuhan tersebut merupakan kinerja keuangan yang
sesugguhnya, yang berasal dari usaha yang nyata dalam bisnis, sehingga
kinerja demikian akan berlipat ganda dan berjangka panjang. Bandingkan
dengan kinerja keuangan nyata tersebut dengan kinerja keuangan semu
yang hanya diperoleh dari selisih kurs mata uang atau dari bunga bank
yang tinggi.
2. Koheren
Koheren berarti dibangunnya hubungan sebab akibat antara keluaran yang
dihasilkan sistem perumusan strategik dengan keluaran yang dihasilkan

14

sistem perencanaan strategik. Kekoherenan diantara keluaran yang


dihasilkan oleh setiap tahap perencanaan dalam sistem manajemen
strategik (perumusan strategi, perencanaan strategi, penyusunan program
dan penyusunan anggaran) menjanjikan kecepatan respon perusahaan
terhadap setiap perubahan yang terjadi di lingkungan bisnis yang dimasuki
oleh perusahaan. Kecepatan respon ini sangat diperlukan oleh perusahaan
untuk memasuki lingkungan bisnis yang turbulen.
3. Keseimbangan
Keseimbangan sasaran strategik yang dihasilkan oleh sistem perencanaan
strategik penting untuk menghasilkan kinerja keuangan berjangka panjang.
Dalam mewujudkan keseimbangan strategik ada empat sasaran strategik
yang perlu diwujudkan oelh perusahaan, yaitu: (1) financial return yang
berlipat ganda dan berjangka panjang, (2) produk dan jasa yang mampu
menghasilkan value terbaik bagi customer, (3) proses yang produktif dan
biaya yang efektif, (4) sumber daya manusia yang produktif dan
berkompeten.
4. Terukur
Balance scorecard mengukur sasaran sasaran strategik yang sulit untuk
diukur. Sasaran startegik di perspektif customer, proses bisnis / intern,
pembelajaran dan pertumbuhan merupakan sasaran yang tidak mudah
untuk diukur. Oleh karena itu dalam balance scorecard sasaran di tiga
perspektif non keuangan tersebut ditentukan ukurannya agar dapat
dikelola, sehingga dapat diwujudkan. Ini membuat kinerja keuangan dapat
berlipat ganda dan berjangka panjang.
Menurut Rudianto (2013), dibandingkan dengan konsep manajemen
strategis umum yang telah digunakan oleh banyak perusahaan sebelumnya,
balanced s corecard memiliki beberapa keunggulan penting, yaitu :
1. Penggunaan 4 Perspektif
Menambahkan tiga perspektif tambahan pada perspektif keuangan yang
telah ada, membuat balanced scorecard menjadi lebih komprehensif
sebagai sebuah strategi manajemen dan indikator pengukuran kinerja.
2. Penggunaan Indikator Lead dan Lag

15

Indikator lag adalah pengukuran yang menjelaskan sesuatu telah terjadi,


sedangkan indikator lead sebaliknya menceritakan sesuatu mengenai masa
depan.
3. Hubungan Sebab-Akibat
Jika

kita memiliki sejumlah indikator yang terkait dengan kinerja

sekarang dimana satu indikator menjadi indikasi kinerja yang baik di masa
depan dari indikator yang lain, maka kita telah membangun peta hubungan
sebab-akibat.
Setiap sistem tetap ada kelemahannya, demikian juga balanced
scorecard. Kelemahan balanced scorecard antara lain :
1. Perangkat yang lebih secara efektif mengukur implementasi strategi
daripada mengukur penentuan strategi
2. Meski berperan penting dalam memperkuat hubungan antara inisiatif
perbaikan pelanggan dan strategi organisasi, namun tidak mengindikasikan
bagaimana pelanggan baru dan pasar baru dapat diidentifikasi.
Sedangkan, menurut Anthony dan Govindarajan (1998) kelemahan
balanced scorecard adalah :
1. Hubungan yang buruk antara ukuran perspective non financial dan
hasilnya:
Tidak ada jaminan bahwa keuntungan masa depan akan mengikuti
pencapaian target dalam perspective non financial. Mungkin ini adalah
masalah besar dalam balanced scorecard karena terdapat asumsi bahawa
keuntungan masa depan tidak mengikuti atau berkaitan dengan pencapaian
tujuan non fianancial. Mengidentifikasi hubungan sebab akibat antara
ukuran yang berbeda lebih mudah berbicara daripada melakukannya.
2. Fixation on financial result:
Manajer adalah yang paling bertanggungjawab terhadap performance
financial. Hal ini menyebabkan manager lebih peduli terhadap aspek
finansial dibandingkan aspek lainnya.
3. No Mechanism for improvement:

16

Banyak perusahaan dalam memperbesar tujuan mereka tidak memiliki alat


untuk meningkatkannya. Ini adalah salah satu kelemahan balanced
scorecard. Tanpa metode untuk peningkatan, peningkatan tidak disukai
untuk terjadi meski sebaik apapun tujuan yang baru tersebut.
4. Measures are not up to date:
Banyak perusahaan tidak memiliki mekanisme formal untuk update
ukuran

untuk

mencocokan

dengan

perubahan

strategi.

Hasilnya

perusahaan masih menggunakan ukuran yang berbasis strategi lama.


5. Measurenment overload:
Tidak ada jawaban untuk pertanyaan seberapa kritis ukuran yang seorang
manager dapat ukur pada saat bersamaan tanpa kehilangan fokus. Jika
terlalu sedikit manager akan mengabaikan ukuran yang sangat penting
dalam mencapai sukses. Bila terlalu banyak, akan timbul resiko manager
kehilangan focus dan mencoba untuk melakukan terlaku banyak hal dalam
waktu bersamaan.
6. Difficult in establishing trade off:
Beberapa perusahaan mengombinasikan ukuran non finansial dengan
finansial dalam satu laporan dan memberikan bobot pada masing-masing
ukuran. Tapi balanced scorecard tidak menampilkan bobot yang jelas pada
masing masing ukuran. Tidak adanya bobot tersebut, menjadi sangat sulit
untuk menggabungkan aspek finansial dan non-finansial.
2.3 Faktor yang Memicu Perusahaan Mengimplementasikan Balanced
Scorecard
Mengimplementasikan

suatu

perencanaan

yang

telah

disusun

merupakan suatu pekerjaan yang tidak mudah, bahkan mungkin lebih sulit
dibandingkan dengan merumuskan perencanaan balanced scorecard. Ada
beberapa hal yang dapat memicu perusahaan dalam mengimplementasikan
balanced scorecard diantaranya adanya keterbatasan tentang ukuran yang
spesifik dalam sistem manajemen tradisional, yaitu (Veithzal Rivai, 2009) :
1. Cost

17

Zaman sekarang konsumen sangat kritis, perkembangan teknologi semakin


cept, dan tingkat persaingan yang sangat ketat sehingga biaya tidak lagi
menjadi satu-satunya atribut persaingan. Ada atribut-atribut kompetitif
lainnya yang jauh lebih penting dari biaya, seperti kualitas, delivery,
pelayanan pelanggan dan lain sebagainya.
2. Productivity
Secara konvensional, produktivitas didefinisikan sebagai rasio antara total
output dengan total input.
3. Profitability
Mengukur kinerja perusahaan

yang

menyeluruh

dengan

cara

menggunakan profitabilitas tidak bermanfaat lagi karena sifatnya yang


berjangka pendek.
Selain itu, ada beberapa faktor lain yang memicu implementasi
balanced scorecard, misalnya faktor persaingan global menuntut perusahaan
mampu menunjukkan keunggulannya kepada pangsa pasar dan konsumen
atas produk yang ia hasilkan. Perusahaan harus mampu mempertahankan
kinerja, meningkatkan kemampuan dan dapat merumuskan strategi yang tepat
untuk menyesuaikan perencanaan strategi dengan perubahan-perubahan
lingkungan bisnis yang selalu dinamis. Untuk itu, perusahaan harus memiliki
sebuah alat pengukuran yang tepat untuk mengukur kinerja dari waktu ke
waktu Maka balanced scorecard menjadi suatu alternatif manajemen
perusahaan untuk diterapkan.
2.1 Konsep Manajemen Strategik dan Perbedaannya Dengan Manajemen
Tradisional

2.2 Balance Scorecard Sebagai Inti Sistem Manajemen Strategik


Balanced Scorecard menekankan bahwa semua ukuran keuangan dan
nonkeuangan harus menjadi bagian dari sistem informasi untuk seluruh
karyawan pada semua tingkat organisasi berdasarkan visi dan strategi dari
suatu unit usaha. Visi dan strategi itu diterjemahkan ke dalam empat
perspektif yang masing-masing dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin
18

dicapai organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan pada masa yang
akan datang, serta program-program yang harus dilaksanakan untuk
memenuhi tujuan strategis. Kemudian, Balanced scorecard menerjemahkan
visi dan strategi organisasi ke dalam seperangkat ukuran yang menyeluruh,
memberi kerangka kerja bagi pengukuran dan sistem manajemen strategis
(Kaplan dan Norton, 2000). Jika visi dan strategi dinyatakan dalam bentuk
tujuan

strategis,

ukuran-ukuran

dan

target

yang

jelas,

kemudian

dikomunikasikan kepada setiap anggota organisasi, sehingga diharapkan


setiap anggota organisasi dapat mengerti dan melaksanakannya agar visi dan
strategi organisasi tercapai.
Di dalam manajemen strategik, ada dua tahapan penting yaitu tahapan
perencanaan dan implementasi. Posisi balanced scorecard awalnya berada
pada tahap implementasi. Fungsi balanced scorecard di sini hanya sebagai
alat ukur kinerja secara komprehensif kepada para eksekutif dan memberikan
feedback tentang kinerja manajemen. Dampak dari keberhasilan penerapan
balanced scorecard memicu para eksekutif untuk menggunakan balanced
scorecard pada tahapan perencanaan strategik. Mulai saat itu, balanced
scorecard tidak lagi digunakan sebagai alat ukur kinerja namun berkembang
menjadi sistem manajemen strategik.
Dalam

kaitannya

dengan

perencanaan,

balanced

scorecard

memungkinkan perusahaan untuk dapat mengintegrasikan antara perencanaan


strategik dengan penyusunan anggaran tahunan. Dalam menetapkan target
jangka pendek untuk pengukuran strategik, manajer sekaligus harus juga
meramalkan target untuk jangka panjang, dengan demikian anggaran tahunan
yang dibuat oleh perusahaan akan mencerminkan rencana perusahaan yang
sesuai dengan strategi bersaing perusahaan.
Perusahaan yang inovatif menggunakan balanced scorecard sebagai
sebuah sistem manajemen strategis untuk mengelola strategi jangka panjang.
Perusahaan menggunakan fokus pengukuran ini untuk menghasilkan proses
manajemen penting, yaitu:
1. Memperjelas dan menterjemahkan visi dan strategi

19

Proses Scorecard dimulai dengan tim manajemen puncak yang bersamasama bekerja menerjemahkan strategi unit bisnis kedalam berbagai tujuan
strategis yang spesifik (empat perspektif ukuran scorecard)
2. Mengkomunikasikan dan mengaitkan berbagai tujuan dan ukuran strategis
Tujuan dari ukuran strategis balanced scorecard dikomunikasikan ke
seluruh organisasi melalui surat edaran, papan buletin, video dan bahkan
secara

elektronis

melalui

jaringan

kommputer.

Hal

ini

untuk

menginformasikan kepada pekerja mengenai berbagai tujuan penting yang


harus dicapai agar strategi perusahaan berhasil.
3. Merencanakan menetapkan sasaran dan menyelaraskan berbagai inisiatif
strategis
Pada eksekutif senior harus menentukan sasaran bagi berbagai ukuran
scorecard yang harus mencerminkan adanya perubahan dalam kinerja unit
bisnis. Sasaran-sasaran ini dapat berasal dari berbagai sumber. Sasaran
untuk pelanggan seharusnya berasal dari upaya untuk memenuhi atau
melampaui ekspektasi pelanggan.
4. Meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis
Balanced scorecard memungkinkan manajer memantau dan menyesuaikan
pelaksanaan strategis, dan jika perlu membuat perubahan-perubahan
mendasar terhadap strategi itu sendiri, hal ini mendorong timbulnya proses
penetapan visi dan strategi baru dimana tujuan dalam berbagai perspektif
ditinjau ulang, diperbaharui dan diganti agar sesuai dengan pandangan
terkini mengenai hasil strategis dan pendorong kinerja yang dibutuhkan
untuk periode mendatang. (Kaplan dan Norton, 2000)
Pada umumnya, sistem manajemen tradisional berfokus pada anggaran
(budgets), sehingga pelaksanaan strategi perusahaan sangat tergantung pada
anggaran yang tersedia. Sistem manajemen tradisional semata-mata
digunakan sebagai alat pengendalian (control reporting), sedangkan sistem
manajemen strategis Balanced scorecard yang berfokus pada proses-proses
manajemen strategis, sehingga strategi perusahaan diterjemahkan menjadi
tindakan-tindakan yang terarah dan sistem manajemen strategis Balanced

20

scorecard digunakan sebagai alat strategis (strategis reporting) (Vincent


Gaspersz, 2005).
Peranan balanced scorecard menjadi inti atau utama dalam sistem
manajemen strategik dikarenakan adanya kontribusi balanced scorecard
dalam perumusan dan perencanaan strategik. Ini merupakan suatu alat
mutakhir dalam menterjemahkan strategi perusahaan ke dalam aktivitas
operrasional perusahaan. Dengan menerapkan balanced scorecard perusahaan
tidak saja berfikir jangka pendek namun juga disibukkan dalam pencapaian
tujuan jangka menengah maupun jangka panjang. BSC merupakan
pengenjatawahan halhal strategik kepada seluruh tingkatan organisasi.
Balanced scorecard dipakai bukan hanya untuk komunikasi strategi, tetapi
juga untuk manajemen strategi.
Sistem balanced scorecard merupakan salah satu alat pengukuran yang
menjadi inti dari manajemen strategik karena kemampuan dan keunggulan
yang dimilikinya mampu memberikan keberhasilan dalam menjalankan
strategi perusahaan secara jangka panjang. Sistem balanced scorecard dalam
tahap perencanaan dan implementasi mampu memberikan kontribusi yang
besar terhadap pencapaian visi dan strategi perusahaan.
Menurut Garrison, dkk (2007), pada intinya balanced scorecard
membicarakan suatu teori tentang bagaimana perusahaan dapat mencapai
hasil yang diinginkan dengan melakukan tindakan-tindakan konkret. Salah
satu manfaat balanced scorecard adalah secara berkelanjutan menguji teori
yang mendasari strategi manajemen. Jika suatu strategi tidak berhasil, maka
hal ini dapat dibuktikan dengan tidak terjadinya dampak yang diprediksi.
Tanpa umpan balik ini, organisasi akan terus menerus menyimpang akibat
strategi yang tidak efektif yang didasarkan pada asumsi yang salah.

21

BAB III
PENUTUP
Balance scorecard terdiri dari dua kata yaitu scorecard yang artinya adalah
kartu skor dan Balance yang artinya berimbang. Kata berimbang dimaksudkan
untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua
aspek yaitu keuangan dan non keuangan, jangka pendek dan jangka panjang,
intern dan ekstern.
Perkembangan Balance scorecard dimulai pada awal tahun 90-an. balanced
scorecard hanya didesain sebagai alat pengukuran kinerja, kemudian mulai
dikembangkan dengan sistem hubungan kausalitas (sebab-akibat) antara berbagai
item ukuran kinerja yang ada didalam empat perspektif kinerja dan terus
berkembang sampai balanced scorecard lebih berfokus relevansi penentuan target
kinerja dan validitas pemilihan sasaran strategik.
Dalam setiap model manajemen pasti ada kelebihan dan juga kelemahan,
termasuk dalam manajemen balance scorecard. Dalam model ini ada beberapa
kelebihan dan kekurangan yang sudah dijelaskan dalam diatas. Meski memiliki
kelemahan ada beberapa factor yang menyebabkan perusahaan memilih model
balance scorecard yaitu factor biaya, produksi dan keuntungan.
Saat ini balance scorecard telah menjadi inti dari sebuah manajemen
stategik dikarenakan adanya kontribusi balanced scorecard dalam perumusan dan
perencanaan strategik. Dengan menggunakan balance scorecard perusahaan tidak
hanya berpikir jangka pendek, tetapi jangka menengah dan juga jangka pnajang.
22

DAFTAR PUSTAKA
Anthony, Robert dan Vijay Govindarajan. 1998. Management Control System..
Edisi ke 9. Boston: Mc. Graw Hill.
Garrison, Ray H., Noreen, Eric W., dan Brewer, Peter C. 2007. Akuntansi
Manajerial. Jakarta: Salemba Empat.
Gaspersz, Vincent. 2005. Sistem Manajemen Kinerja Terintegrasi Balanced
Scorecard Dengan Six Sigma Untuk Organisasi Bisnis Dan Pemerintah.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Hansen, Don R. dan Mowen, Maryanne M. 1999. Management Accounting. Ohio:
International Thompson Publishing..
Hansen, Don R. dan Mowen, Maryanne M. 2009. Akuntansi Manajerial. Jakarta:
Salemba Empat.
Kaplan, Robert S. dan Norton, David P. 1996. The Balanced scorecard:
Translating Strategy into Action, edisi satu. United States Of America:
Harvard Business School Press.
Kaplan, Robert S. dan Norton David P. 2000. Balanced Scorecard Menerapkan
Strategi Aksi, Jakarta: Erlangga.

Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP STIM


YKPN.
Mulyadi
dan
Johny
Setyawan.
1999. Sistem
Perencanaan
Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: Aditya Media.

Dan

Mulyadi. 1997. Akuntansi Manajemen: Konsep, Manfaat Dan Rekayasa. Yogyakarta:


Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN.

Mulyadi. 1999. Strategik Management Sistem Dengan Pendekatan Balanced


scorecard (Bagian Pertama Dari Dua Tulisan), Usahawan, No 02, Tahun
XXVIII, Februari, Halaman 39-46.
Mulyadi. 2001. Balance Scorecard. Jakara: Salemba empat.
Rivai, Veithzal. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan
Dari Teori ke Praktik. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Rudianto. 2013. Akuntansi Manajemen: Informasi Untuk Pengambilan Keputusan
Strategis. Jakarta: Penerbit Erlangga.

23

Samryn, L. M. 2012. Akuntansi Manajemen: Informasi Biaya Untuk


Mengendalikan Aktivitas Operasi dan Informasi. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

24

Anda mungkin juga menyukai