I. JUDUL
BAB I
PENDAHULUAN
Melihat ketatnya persaingan yang ada dan di era globalisasi seperti sekarang ini,
persaingan yang ketat antar perusahaan menimbulkan perusahaan khususnya perusahaan
manufaktur untuk melakukan kegiatan ekonomi dan mengelola fungsi-fungsi yang
terdapat di dalam perusahaan secara efektif. Adanya persaingan global dalam kebebasan
perdagangan membuat sebagian besar perusahaan harus ikut berjuang untuk tetap dapat
melakukan operasional perusahaannya atau bahkan untuk mendapatkan keuntungan yang
besar.
Nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham memiliki arti bahwa semakin
tinggi harga saham perusahaan maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut. Nilai
perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang saham,
1
sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan
tersebut (Haruman, 2008 dalam Permanasari, 2010).
Naik turunnya harga saham di pasar modal menjadi sebuah fenomena yang menarik
untuk dibicarakan berkaitan dengan isu naik turunnya nilai perusahaan itu sendiri. Krisis
ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 berdampak terhadap pasar modal Indonesia
yang tercermin dari terkoreksi turunnya harga saham hingga 40–60 persen dari posisi awal
tahun 2008 (Kompas, 25 November 2008), yang disebabkan oleh aksi melepas saham oleh
investor asing yang membutuhkan likuiditas dan diperparah dengan aksi “ikut-ikutan” dari
investor domestik yang ramai-ramai melepas sahamnya. Kondisi tersebut secara harafiah
akan mempengaruhi nilai perusahaan. Hal ini juga tercermin dari banyaknya perusahaan
yang mengalami penurunan laba sampai dengan mengalami kerugian sehingga
menimbulkan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pada zaman Globalisasi seperti sekarang ini, kegiatan bisnis mulai dituntut untuk
mengembangkan dan menerapkan sistem dan paradigma baru dalam pengelolaan bisnis
yaitu prinsip-prinsip tata kelola yang baik yaitu Good Corporate Governance (GCG).
Selain itu, GCG juga diharapkan bisa mempengaruhi nilai perusahaan, karena sejak krisis
ekonomi tahun 1997 pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik, atau lebih dikenal
dengan GCG menjadi isu yang mengemuka di Indonesia. Akibat buruknya tata kelola
pemerintahan dan perusahaan di Indonesia pada masa itu, menyebabkan perekonomian
Indonesia menjadi terpuruk. Semenjak itulah, semua pihak sepakat untuk dapat bangkit
dari keterpurukan, Indonesia harus memulai dengan tata kelola yang baik dari pemerintah,
perusahaan pemerintah dan swasta. Berbagai upaya memperbaiki tata kelola dilakukan
dengan menerapkan prinsip GCG di semua lini masyarakat.
Corporate governance telah memainkan peran penting bagi private sector di seluruh
dunia dan terintegrasinya pasar keuangan yang mendorong terciptanya kompetisi dan
2
risiko dari mobilitas aliran modal (Herdinata, 2008). Perkembangan terbaru membuktikan
bahwa manajemen tidak cukup hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen
berjalan dengan efisien. Diperlukan instrumen baru, yaitu Good Corporate Governance
(GCG) untuk memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik (Kaihatu, 2006). Apa
yang belakangan terjadi di Indonesia mengenai skandal Bank Century, merupakan salah
satu contoh betapa penerapan GCG menjadi sangat penting dalam manajemen.
Sulit dipungkiri bahwa dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, istilah Good
Corporate Governance kian populer terutama di kalangan pelaku bisnis. Tidak hanya
populer, istilah tersebut juga ditempatkan pada posisi terhormat. Adapun alasanya adalah,
pertama, GCG merupakan salah satu kunci sukses perusahaan untuk terus tumbuh dan
menghasilkan keuntungan (profitable), sekaligus memenangkan persaingan bisnis global.
Kedua, krisis ekonomi di kawasan Asia diyakini muncul karena kegagalan penerapan
GCG (Daniri dalam Kaihatu,2006).
Implementasi GCG di Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil riset yang dilakukan
oleh Credit Lyonnais Sekuritas Asia (CLSA) dalam bukunya Zarkasyi (2008) menunjukan
bahwa posisi Indonesia berada paling bawah. Survei yang dilakukan oleh Mckinsey & Co
dalam Tjager.et.al 2003 hasilnya menunjukan bahwa dimata investor, Indonesia termasuk
Negara di Asia terburuk dalam kualitas penerapan GCG.
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Randi dan Juniarti (2011), yang meneliti
tentang Pengaruh Penerapan Good Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan,
pengukuran GCG diukur dengan menggunakan proksi GCG Score yang diukur melalui
hak pemegang saham, dewan komisaris, komisaris independen, komite audit dan audit
internal, dan pengungkapan kepada investor. Variabel kontrol yang digunakan adalah
ukuran perusahaan, market share, dan sektor industri. mengemukakan bahwa market
share tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Ukuran perusahaan
mempunyai pengaruh negatif tapi tidak signifikan terhadap Nilai Perusahaan. Sektor
Industri berpengaruh terhadap Nilai Perusahaan. Sedangkan GCG mempunyai pengaruh
positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Muryati dan Suardhika (2012) yang
meneliti tentang pengaruh corporate governance pada nilai perusahaan yang diproksi dari
corporate governance, yaitu mekanisme internal (kepemilikan manajerial, dewan
komisaris independen, dewan direksi, dan komite audit independen) dan mekanisme
3
eksternal (kepemilikan institusional). Dan berdasarkan hasil pengujian hipotesis, diperoleh
hasil bahwa hanya variabel komite audit independen yang berpengaruh negatif pada nilai
perusahaan sedangkan keempat variabel independen lainnya berpengaruh positif pada nilai
perusahaan.
Lalu penelitian juga dilakukan oleh Anggraini (2012), yang meneliti tentang pengaruh
Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Ukuran Perusahaan
(size) terhadap nilai perusahaan, menunjukkan hasil Dewan Komisaris dan Dewan
Komisaris Independen memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan
sementara Komite Audit dan Ukuran Perusahaan (size) tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap nilai perusahaan.
Menurut kajian yang dilakukan oleh Berle dan Means (1934) dalam Lastanti (2004),
isu corporate governance dilatarbelakangi adanya teori agency (agency theory) yang
menyatakan bahwa permasalahan agency (agency problem) muncul ketika kepengurusan
suatu perusahaan terpisah dari pemilikannya. Dewan komisaris dan direksi yang berperan
sebagai agent dalam suatu perusahaan diberi kewenangan untuk mengurus jalannya
perusahaan dan mengambil keputusan atas nama pemilik. Dengan kewenangan yang
dimiliki, maka manajer mempunyai kemungkinan untuk tidak bertindak bagi kepentingan
pemilik karena adanya perbedaan kepentingan. Timbulnya konflik perbedaan tujuan serta
kepentingan antara manajer dengan pemilik perusahaan inilah yang pada akhirnya
melatarbelakangi penerapan Good Corporate Governance.
Mekanisme yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan
menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Good
corporate governance merupakan bentuk pengelolaan perusahaan yang baik, didalamnya
tercakup suatu bentuk perlindungan terhadap kepentingan pemegang saham (publik)
sebagai pemilik perusahaan dan kreditur sebagai penyandang dana ekstern. Sistem
corporate governance yang baik akan memberikan perlindungan efektif kepada para
pemegang saham dan kreditur untuk memperoleh kembali atas investasi dengan wajar,
tepat dan seefisien mungkin, serta memastikan bahwa manajemen bertindak sebaik yang
dapat dilakukannya untuk kepentingan perusahaan (www. fcgi.com dalam Sukamulja,
2004).
Tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) merupakan struktur
yang dipakai oleh stakeholder, pemegang saham, komisaris dan menager penyusun tujuan
4
perusahaan dan sarana untuk mencapai tujuan tersebut dan mengawasi kinerja (OECD,
2003). Selanjutnya tata kelola perusahaan merupakan istilah yang muncul dari interaksi di
antara manajemen, pemegang saham, dan dewan direksi serta pihak terkai lainnya, akibat
adanya ketidakkonsistenan antara “apa” dan “apa yang seterusnya”, sehingga isu tata
kelola perusahaan muncul (Tricker, 2003).
GCG pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, proses, output) dan seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan
(stakeholder) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan
komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. GCG dimasukan untuk
mengatur hubungan-hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan
signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan-kesalahan
yang terjadi dapat diperbaiki dengan segera.
Menurut BPKP, latar belakang kebutuhan atas GCG, dari latar belakang praktis,
dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus melakukan restrukturisasi Corporate
Governance akibat market crash pada tahun 1929. Implementasi dari GCG diharapkan
bermanfaat untuk menambah dan memaksimalkan nilai perusahaan. GCG diharapkan
mampu mengusahakan keseimbangan antara berbagai kepentingan yang dapat
memberikan keuntungan bagi perusahaan secara menyeluruh.
Isu corporate governance (CG) telah menarik perhatian dan perdebatan internasional
karena serangkaian kegagalan perusahaan dan runtuhnya perusahaan yang dihormati
seperti Enron, WorldCom, dan Arthur Andersen. Hal tersebut mengangkat banyak
kekhawatiran tentang keandalan pelaporan keuangan dan efisiensi mekanisme pemantauan
yang ada dalam perusahaan. Dalam mengomentari skandal ini, berbagai pihak menyatakan
bahwa dewan direksi dan komite audit tidak memiliki pengawasan yang baik pada
manajemen (Al-Matari et al., 2012).
CG mulai menjadi topik menarik di Indonesia pada tahun 1998 saat Indonesia
mengalami krisis. Salah satu penyebab terjadinya krisis di Indonesia adalah lemahnya
pengawasan yang dilakukan terhadap direksi perusahaan yang seharusnya menjadi
tanggung jawab dewan komisaris.
5
jawabnya untuk kepentingan perusahaan. Mekanisme perusahaan yang membantu
terwujudnya corporate governance tersebut terdiri dari Dewan Komisaris, Komite Audit
dan Kepemilikan Manajerial yang berperan dalam pelaksanaan Good Corporate
Governance didalam perusahaan.
Sistem corporate governance yang baik ini menuntut dibangun dan dijalankannya
prinsip-prinsip corporate governance dalam proses manajerial perusahaan. Dengan
mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini, diharapkan perusahaan dapat
hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para stakeholder-nya
(Chandra,2007).
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan dan beberapa penelitian sebelumnya maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Good
Corporate Governance Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan Jasa
yang Terdafatar di BEI Tahun 2012-2015)”. Berbeda dengan penelitian-penelitian
sebelumnya, dalam penelitian ini peneliti menggunakan proksi Corporate Governance,
yaitu mekanisme (ukuran dewan komisaris, komite audit, kepemilikan manajerial) dan
penelitian ini mengambil studi kasus pada perusahaan jasa sub sektor hotel, restoran dan
pariwisata yang telah terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Bertitik tolak dari uraian diatas dan dalam kaitannya dengan judul penelitian ini, maka
dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1) Bagaimana Pengaruh Dewan Komisaris terhadap nilai perusahaan?
2) Bagaimana pengaruh Komite Audit terhadap nilai perusahaan?
3) Bagaimana pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap nilai perusahaan?
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3 Ruang Lingkup atau Pembahasan Masalah
1.4 Sistematika Pelaporan
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Nilai Perusahaan dan Good Corporate Governance
2.2 Review Penelitian Terdahulu
2.3 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Desain/Rancangan Penelitian
3.2 Metode Penelitian yang digunakan
3.3 Waktu dan Tempat Penelitian
3.4 Populasi dan Sampel
3.5 Metode Analisis & Tehnik Pengumpulan Data yang digunakan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.2 Deskripsi Data Hasil Penelitian
4.3 Pembahasan
4.4 Uji Hipotesis
4.5 Pelaporan Hasil Audit
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
5.2 Saran
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Menurut Brigham & Houston (2006: 26-31) para manajer diberi kekuasaaan oleh
pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini
menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency
theory). Hubungan keagenan (agency relationship) terjadi ketika satu atau lebih individu,
yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut
sebagai agen, untuk melakukan sejumlah jasa dan mendelegasikan kewenangan untuk
membuat keputusan
kepada agen tersebut.
7
Definisi Stakeholder menurut Freeman dan McVea (2001) adalah setiap
kelompokatau individu yang dapat memperngaruhi atau dipengaruhi oleh pencapain tujuan
organisasi. Menurut Ghazali dan Chariri (2007:409). Teori Stakeholder merupakan teori
yang menyatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk
kepentingan sendiri, namun harus memberikan manfaat kepada seluruh stakeholder-nya
(pemegang saham, kreditor, konsumen, supplier, pemerintah, masyarakat, analis, dan
pihak lain). Kelompok stakeholder inilah yang menjadi bahan pertimbangan bagi
manajemen perusahaan dalam mengungkap atau tidak suatu informasi di dalam laporan
perusahaan tersebut. Tujuan utama dari teori stakeholder adalah untuk membantu
manajemen perusahaan dalam meningkatkan penciptaan nilai sebagai dampak dari
aktivitas-aktivitas yang dilakukan dan meminimalkan kerugian yang mungkin muncul bagi
stakeholder.
Meskipun stakeholder theory mampu memperluas perspektif pengelolaan perusahaan
dan menjelaskan dengan jelas hubungan antara perusahaan dengan stakeholder, teori ini
memiliki kelemahan. Gray et al (1997) mengatakan bahwa kelemahan dari stakeholder
theory terletak pada fokus teori tersebut yang hanya tertuju pada cara-cara yang digunakan
perusahaan dalam mengatur stakeholder-nya. Perusahaan hanya diarahkan untuk
mengidentifikasi stakeholder yang dianggap penting dan berpengaruh dan perhatian
perusahaan akan diarahkan pada stakeholder yang dianggap bermanfaat bagi perusahaan.
Mereka yakin bahwa stakeholder theory mengabaikan pengaruh masyarakat luas (society
as a whole) terhadap penyediaan informasi dalam pelaporan keuangan (Ghozali dan
Chariri, 2007:411).
8
(PBV) adalah angka rasio yang menjelaskan seberapa kali seorang investor bersedia
membayar sebuah saham untuk setiap nilai buku per sahamnya. PBV diperoleh dengan
cara perbandingan nilai pasar yang diukur dengan harga saham penutupan, terhadap nilai
buku (book value) memberikan penilaian akhir dan mungkin yang paling menyeluruh atas
status pasar saham perusahaan. Book Value dihitung dengan membagi nilai bersih (net
worth) perusahaan dengan jumlah yang beredar. Nilai bersih adalah selisih antara total
aktiva dengan total kewajiban (liabilities) suatu perusahaan (Handoko, 2010). Rasio ini
mengukur nilai yang diberikan pasar keuangan kepada manajemen dan organisasi
perusahaan sebagai sebuah perusahaan yang terus tumbuh. Semakin tinggi PBV berarti
pasar percaya akan prospek perusahaan tersebut. Adapun rumus dalam menghitung Price
to Book Value adalah sebagai berikut (Handoko, 2010) :
Harga Saham
PBV=
Nilai Buku Saham (BV)
(TA-TU)
BV=
Saham Beredar (SB)
Keterangan :
PBV = Price to Book Value/ Nilai perusahaan
BV = Book Value/ Nilai buku saham
TA = Total Aktiva
TU = Total hutang
SB = Saham Beredar
10
adalah menaikkan nilai saham dalam jangka panjang tetapi tetap memperhatikan berbagai
kepentingan para stakeholder lainnya.
Ada empat mekanisme corporate governance yang sering digunakan dalam berbagai
penelitian tentang corporate governance yang bertujuan untuk mengurangi konflik
keagenan yaitu komite audit, komisaris independen, kepemilikan institusional,kepemilikan
manajerial (Rachmawati dan Triatmoko, 2007 dalam Sukma 2014).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan mekanisme Komite Audit, Dewan Komisaris
dan Kepemilikan Manajerial.
1. Komite Audit
Komite Audit adalah suatu komite yang berpandangan tentang masalah akuntansi,
laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen
(Collier, 1999; FCGI, 2002;11).
Selain itu, komite audit adalah suatu komite yang anggotanya merupakan anggota
dewan komisaris yang terpilih, yang pertanggungjawabannya antara lain: membantu
menetapkan auditor independen terhadap usulan manajemen. Kebanyakan komite audit
terdiri dari 3 sampai 5 kadang-kadang sampai 7 orang yang bukan merupakan bagian
manajemen perusahaan (Arens at al, 2006: 124).
Komite audit menurut Surya dan Yustiavanda (2008:145) merupakan suatu kegiatan
yang berangotaan yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan
mengenahi pengolahan perusahaan yang melakukan pelaporan keuangan untuk mencapai
tujuan komite audit.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa komite audit
merupakan suatu kelompok yang sifatnya independen atau tidak memiliki kepentingan
terhadap manajemen dan diangkat secara khusus serta memiliki pandangan antara lain
bidang akuntansi dan hal-hal lain yang terkait dengan sistem pengawasan internal
perusahaan. Komite audit dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan rumus:
Jumlah anggota komite audit dari luar
KA=
Jumlah seluruh anggota komite audit
2. Dewan komisaris
Dewan komisaris merupakan jumlah anggota dewan komisaris perusahaan (Beiner,
dkk, 2003). Dewan komisaris bertanggung jawab dan berwenang mengawasi tindakan
manajemen, dan memberikan nasehat kepada manajemen jika dipandang perlu oleh dewan
komisaris (KNKG, 2006).
Menurut Pasal 1 angka 6 UUPT, Dewan komisaris adalah : “Organ perseroan yang
bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran
11
dasar serta memberi nasihat kepada direksi.” Anggota dewan komisaris disebut dengan
nama komisaris.
Ukuran dewan komisaris penelitian yaitu, jumlah dewan komisaris suatu perusahaan,
ukuran dewan komisaris dihitung dengan menghitung jumlah anggota dewan komisaris
yang disebutkan dalam laporan keuangan tahunan.
3. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial merupakan pemisahan kepemilikan antara pihak outsider
dengan pihak insider. Jika dalam suatu perusahaan memiliki banyak pemilik saham, maka
kelompok besar individu tersebut sudah jelas tidak dapatberpartisipasi dengan aktif dalam
manajemen perusahaan sehari-hari. Karenanya, mereka memilih dewan komisaris, yang
memilih dan mengawasi manajemen perusahaan. Struktur ini berarti bahwa pemilik
berbeda dengan manajer perusahaan. Hal ini memberikan stabilitas bagi perusahaan yang
tidak dimiliki oleh perusahaan dengan pemilik merangkap manajer (Bodie, Kane Alex,
Marcus Alan,2006).
Kepemilikan Manajemen (X3) Menurut Murphy (2985), Jenses dan Murhpy (1990),
serta Smith dan Watts (1992) dalam Indriani (2010;24) kepemilikan manajemen
merupakan program untuk mengurangi masalah keagenan dari manajer dengan
menyelaraskan kepentingan-kepentingan manajer dengan pemegang saham. Variabel ini
diukur dengan mengetahui berapa besar presentase kepemilikan manajemen dalam
struktur saham perusahaan. Dan dapat dirumuskan dengan:
Kepemilikan saham oleh pihak manajemen
KM=
Jumlah saham beredar
1 2012 Reni diah dan Denies Variabel Rumus untuk Good Corpo
“Pengaruh Good
. Independen Variabel GCG Governance
Corporate Governance
dalam Diukur dengan berpengaruh
dan Pengungkapan
penelitian ini menggunakan positif terha
Coporate Social
adalah GCG instrumern yang Nilai Perusah
Responcibily Terhadap
12
Nilai Perusahaan yang dan CSR. telah dengan variab
Variabel
Terdaftar di Bursa dikembangkan oleh kontrol Uk
kontrol
Efek Indonesia Indonesian Perusahaan (S
Dalam
Periode 2007-2010” Institute of dan Leverage
penelitian ini
Corporate pada perusah
adalah Size
Governance (IICG) yang terdafta
dan Laverage
berupa Corporate Bursa Efek
untuk GCG
Serta variabel Governance Indonesia
kontrol untuk Perception Index periode 20
CSR adalah (CGPI) yang 2010.
Size, Jenis diterbitkan di
industri, majalah SWA.
Profitabilitas
dan Laverage. Variabel Nilai
Variabel
Perusahaan diukur
Dependen
dengan
dalam
menggunakan
penelitian ini
rumus Tobins’Q ,
adalah Nilai
White et al. (2002)
Perusahaan.
dalam Etty
Murwaningsari
(2009).
17
2.3 RERANGKA PEMIKIRAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua variabel independen berupa Good
Corporate Governance (GCG) dengan diproaksikan dengan adanya pengawasan dari Dewan
Komisaris, Komite Audit, dan Kepemilikan Manajerial, serta satu variabel dependen berupa
nilai perusahaan. Secara diagramatis rerangka pemikiran penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
Dewan Komisaris
Nilai
Komite Audit Perusahaan
2.4. HIPOTESIS
Kepemilikan Manajerial
2.4.1 Pengaruh dewan komisaris terhadap nilai perusahaan
Dewan komisaris memegang peranan penting dalam perusahaan terutama dalam
pelaksanaan GCG. Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang
ditugaskan untuk menjamin strategi perusahaan, mengawasi manajer dalam mengelola
perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Karena dewan komisaris
bertanggung jawab untuk mengawasi manajemen yang bertugas meningkatkan efisiensi
dan daya saing perusahaan, maka dewan komisaris merupakan pusat ketahanan dan
kesuksesan perusahaan.
Dewan komisaris juga harus memantau efektivitas praktik good corporate
governance yang diterapkan perseroan, serta melakukan penyesuaian bilamana diperlukan.
Tuntutan akan transparansi dan independensi terlihat dari adanya tuntutan agar perusahaan
memiliki lebih banyak komisaris independen yang mengawasi tindakan-tindakan para
eksekutif (Lastanti, 2004 dalam purwaningtyas, 2011). Jika perusahaan berjalan dengan
baik dan pengelolaan perusahaan dapat terawasi oleh dewan komisaris maka perusahaan
akan mendapatkan nilai yang baik dari para investor.
Fungsi kontrol yang dilakukan oleh dewan (komisaris) diambil dari teori agensi. Dari
perspektif teori agensi, dewan komisaris mewakili mekanisme internal utama untuk
mengontrol perilaku opportunistic manajemen sehingga dapat membantu menyelaraskan
kepentingan pemegang saham dan manajer (Young et al, 2001 dalam Kusumawati dan
Riyanto, 2005).
Dalam teori agensi, permasalahan agensi akan mengindikasikan bahwa nilai
perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku manajemen
agar tidak menghamburkan resources atau aset perusahaan, baik dalam bentuk investasi
yang tidak layak maupun dalam bentuk shirking. Corporate governance beserta
mekanismenya seperti Dewan Komisaris, Dewan Komisaris Independen, Komite Audit,
18
dan ukuran perusahaan merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan serta
mengontrol perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai
perusahaan kepada para pemegang saham. Keberadaan dewan komisaris dan komite audit
dalam perusahaan dapat memantau perusahaan dalam melaksanakan GCG.
Vafeas (2000) peranan dewan komisaris juga diharapkan dapat meningkatkan kualitas
laba dengan membatasi tingkat manajemen laba melalui fungsi monitoring atas pelaporan
keuangan. Dengan demikian kualitas laba yang baik diharapkan juga dapat meningkatkan
nilai perusahaan.
Adanya keberagaman dalam anggota dewan komisaris dan direksi dipercaya dapat
memengaruhi nilai perusahaan dalam jangka pendek dan jangka panjang (Robinson dan
Dechant, 1997). Semakin besar keragaman dalam anggota dewan komisaris dan direksi,
akan memberikan opini dan alternatif penyelesaian masalah yang semakin beragam,
karena adanya perspektif yang heterogen dari individu anggota dewan. Selain itu,
keanekaragaman anggota dewan komisaris dan direksi juga memberikan karakteristik unik
bagi perusahaan yang dapat menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham dan
meningkatkan nilai perusahaan (Carter et al., 2007).
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan tentang pengaruh GCG terhadap nilai
perusahaan yang juga menggunakan dewan komisaris sebagai proksinya, seperti penelitian
yang dilakukan oleh Anggraini (2012), yang meneliti tentang pengaruh Dewan Komisaris,
Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Ukuran Perusahaan (size) terhadap nilai
perusahaan, menunjukkan hasil Dewan Komisaris dan Dewan Komisaris Independen
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap nilai perusahaan sementara Komite Audit dan
Ukuran Perusahaan (size) tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Dewan Komisaris,Dewan Komisaris Independen, Komite Audit, Ukuran Perusahaan(size)
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap nilai perusahaan.
Hal tersebut didukung oleh Lastanti (2004) yang membuktikan, bahwa Hubungan
Struktur Corporate Governance Dengan Kinerja Perusahaan dan Reaksi Pasar,
menemukan independensi dewan komisaris berpengaruh positif signifikan terhadap nilai
perusahaan.
Dengan demikian dari hasil penelitian sebelumnya serta latar belakang penelitian ini,
maka hipotesis yang diambil yaitu:
19
Komite Audit adalah suatu komite yang berpandangan tentang masalah akuntansi,
laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen
(Collier, 1999; FCGI, 2002;11).
Komite audit menurut Surya dan Yustiavanda (2008:145) merupakan suatu kegiatan
yang beranggotaan yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan pemeriksaan
mengenai pengolahan perusahaan yang melakukan pelaporan keuangan untuk mencapai
tujuan komite audit.
McMullen (1996) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa
investor, analis dan regulator menganggap komite audit memberikan kontribusi dalam
kualitas pelaporan keuangan. Hal ini membuktikan keberadaan komite audit secara positif
dan signifikan mempengaruhi nilai perusahaan. Komite audit ini merupakan usaha
perbaikan terhadap cara pengelolaan perusahaan terutama cara pengawasan terhadap
manajemen perusahaan, karena akan menjadi penghubung antara manajemen perusahaan
dengan dewan komisaris maupun pihak ekstern lainnya. Komite audit juga berperan dalam
mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan yang bertujuan mewujudkan laporan
keuangan yang disusun melalui proses pemeriksaan dengan integritas dan obyektifitas dari
auditor. Komite audit akan berperan efektif untuk meningkatkan kredibilitas laporan
keuangan dan membantu dewan komisaris memperoleh kepercayaan dari pemegang
saham untuk memenuhi kewajiban penyampaian informasi.
Berdasarkan pengertian tersebut, maka dapat diketahui bahwa komite audit
merupakan suatu kelompok yang sifatnya independen atau tidak memiliki kepentingan
terhadap manajemen dan diangkat secara khusus serta memiliki pandangan antara lain
bidang akuntansi dan hal-hal lain yang terkait dengan sistem pengawasan internal
perusahaan. Jika kualitas dan karakteristik komite audit dapat tercapai, maka transparansi
pertanggungjawaban manajemen perusahaan dapat dipercaya, sehingga akan
meningkatkan kepercayaan para pelaku pasar modal. Selain itu, tanggung jawab komite
audit dalam melindungi kepentingan pemegang saham minoritas dapat meyakinkan
investor untuk mempercayakan investasinya terhadap perusahaan tersebut.
Dari uraian diatas bisa diketahui bahwa komite audit diharapkan bisa memberikan
pengaruh positif terhadap nilai perusahaan karena dengan adanya komite audit dalam
sebuah perusahaan, maka para investor percaya kepada perusahaan tersebut dan jika
sebuah perusahaan sudah mendapatkan kepercayaan dari investor maka akan baik pula
nilai perusahaan dimata pelaku pasar modal.
20
Hubungan Komite Audit terhadap nilai perusahaan yaitu komite Audit merupakan
komite yang berpandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan
penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen. Tugas pokok dari
Komite Audit yaitu membantu Dewan Komisaris dalam melakukan fungsi pengawasan
yang berkaitan dengan review sistem pengendalian intern perusahaan, memastikan
kualitas laporan keuangan, dan meningkatkan efektifitas fungsi audit. Dengan begitu
Komite Audit diharapkan mampu meningkatkan nilai perusahaan dan membantu
pelaksanaan GCG.
Kehadiran komite audit yang melakukan pengawasan terhadap kinerja dewan
komisaris dan meningkatkan kualitas arus informasi antara pemegang saham dan manajer
sehingga membantu mengurangi agency problem dan meningkatkan nilai perusahaan
(Obradovich dan Gill, 2013) dalam Robin,2016. Komite audit berperan dalam mengawasi
proses pelaporan keuangan perusahaan yang telah disusun melalui proses pemeriksaan
dengan integritas dan objektifitas dari auditor. Komite audit secara efektif akan
meningkatkan kredibilitas laporan keuangan dan membantu dewan komisaris untuk
memperoleh kepercayaan dari pemegang saham. Dalam hal manipulasi data keuangan,
komite audit memberikan kontribusi dalam membantu memeriksa data pada laporan
keuangan sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Dengan tersajinya informasi keuangan
yang jelas dan transparan akan mengurangi informasi yang salah dan meningkatkan nilai
perusahaan (Rouf, 2011) dalam Robin, 2016.
Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Siallagan dan Machfoedz (2006) yang
menguji mekanisme corporate governance, kualitas laba, dan nilai perusahaan periode
2001-2004 pada sektor manufaktur dan menemukan bahwa mekanisme GCG yang terdiri
dari kepemilikan manajerial, dewan komisaris, dan komite audit secara statistik
berpengaruh terhadap nilai perusahaan.
Penelitian ini diperkuat dengan peneliitian yang dilakukan oleh purwaningtyas
(2011), yang meneliti tentang pengaruh GCG terhadap nilai perusahaan yang meneliti
bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Maka dari hasil penelitian sebelumnya serta latar belakang penelitian ini, maka
hipotesis yang saya coba ambil yaitu:
22
Penelitian ini diperkuat dengan peneliitian yang dilakukan oleh purwaningtyas
(2011), yang meneliti tentang pengaruh GCG terhadap nilai perusahaan yang meneliti
bahwa kepemilikan Manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Dari teori serta penelitian sebelumnya, maka hipotesis yang diajukan yaitu:
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Data yang akan dianalisis ini adalah data sekunder yang bersifat kuantitatif yang
diperoleh dari publikasi laporan keuangan suatu perusahaan, data sekunder ini juga
diperoleh dari sumber pustaka, media internet serta media lainnya yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti. Objek penelitian di dalam penelitian ini meliputi perusahaan
jasa yang terdaftar di BEI. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara
pemilihan sampel secara tidak acak dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang bergerak dibidang jasa sub sektor hotel, restoran dan
pariwisata.
2. Perusahaan mempunyai kelengkapan data yang diperlukan
3. Adanya keabsahan data dari perusahaan, data kepemilikan dll.
4. Perusahaan melaporkan laba yang positif
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari
bursa Efek Indonesia dan website perusahaan sampel. Populasi dalam penelitian ini adalah
perusahaan yang masuk kedalam kelompok perusahaan manufaktur.
3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Cara Pengukurannya
3.2.1 Definisi Operasional Variabel
Model penelitian ini adalah model hubungan fungsional antara variabel X – Good
Corporate Governance, dengan Variabel Y – tingkat nilai perusahaan. Instrumen dalam
penelitian ini terbagi dalam dua golongan dengan penjelasan sebagai beriakut:
a. Variabel Independen (X)
1. Dewan Komisaris (X1)
Kepemilikan manajerial merupakan pemisahan kepemilikan antara pihak outsider dengan
pihak insider. Jika dalam suatu perusahaan memiliki banyak pemilik saham, maka
kelompok besar individu tersebut sudah jelas tidak dapatberpartisipasi dengan aktif dalam
manajemen perusahaan sehari-hari. Karenanya, mereka memilih dewan komisaris, yang
memilih dan mengawasi manajemen perusahaan.
2. Komite audit (X2)
Komite Audit adalah suatu komite yang berpandangan tentang masalah akuntansi, laporan
keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen
(Collier, 1999; FCGI, 2002;11).
3.Kepemilikan manajerial (X3)
23
Kepemilikan manajerial merupakan pemisahan kepemilikan antara pihak outsider dengan
pihak insider. Jika dalam suatu perusahaan memiliki banyak pemilik saham, maka
kelompok besar individu tersebut sudah jelas tidak dapatberpartisipasi dengan aktif dalam
manajemen perusahaan sehari-hari. Karenanya, mereka memilih dewan komisaris, yang
memilih dan mengawasi manajemen perusahaan.
Adapun dalam penelitian ini, terdapat 3 variabel independen yaitu dewan komisaris,
komite audit, kepemilikan manajerial. Dan cara pengukuran untuk setiap komponen GCG
yang menjadi variabel independen tersebut adalah sebagai berikut:
24
Sedangkan untuk variable dependen, yaitu Nilai Perusahaan dalam penelitian ini,
peniliti mengukur nilai perusahaan dengan menggunakan Price to Book Value, adapun
rumus dalam menghitung Price to Book Value adalah sebagai berikut (Handoko, 2010) :
Harga Saham
PBV=
Nilai Buku Saham (BV)
(TA-TU)
BV=
Keterangan :
PBV = Price to Book Value/ Nilai perusahaan
BV = Book Value/ Nilai buku saham
TA = Total Aktiva
TU = Total hutang
SB = Saham Beredar
a. Jenis data
Untuk keperluan penelitian ini digunakan data sekunder, yaitu data yang diperoleh
dari pihak lain atau diperoleh tidak langsung dari sumber pertama dalam bentuk sudah jadi
yang bersifat dokumenter. Data tersebut berupa laporan keuangan dari perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama tahun 2012 sampai tahun 2014.
b. Sumber data
Data yang didapat diambil dari situs resmi Bursa Efek Indonesia yakni
www.idx.co.id.
c. Pengumpulan data
25
Dalam membuat penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah
sebagai berikut:
Riset kepustakaan yakni riset dengan mengumpulkan bahan atau data-data yang ada
kaitannya dengan objek pembahasan, yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan, yaitu
dengan mempelajari, meneliti, mengkaji, serta menelaah buku-buku, jurnal akuntansi. Riset
kepustakaan juga mempelajari literatur-literatur serta membaca catatan perkuliahan yang
berhubungan permasalahan untuk mendapatkan teori, definisi, dan analisa yang dapat
digunakan dalam penelitian ini.
2) Dokumentasi
Melakukan pengumpulan data dengan cara menggandakan data yang ada atau dengan cara
membuat salinan.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menganalisis pengaruh antara variabel independen
terhadap nilai perusahaan. Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis yaitu dengan
regresi logistik. Statistik deskriptif juga digunakan untuk memberikan gambaran atau
deskripsi mengenai variabel variabel dalam penelitian ini. Selain itu, dilakukan pengujian
kelayakan model regresi untuk menilai model regresi dalam penelitian ini. Berikut penjelasan
terperinci mengenai metode analisis dalam penelitian ini.
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan profil data sampel yang meliputi
antara lain maksimum, minimum, mean (rata-rata) dan data standar deviasi. Data yang
telah 27 diteliti dikelompokkan menjadi enam, yaitu: return on assets, return on equity,
operating profit margin, net profit margin, corporate social responsibility, dan nilai
perusahaan. Statistik deskriptif mendeskripsikan data menjadi sebuah informasi yang lebih
jelas dan mudah dipahami. Statistik deskriptif digunkan untuk mengembangkan profil
perusahaan yang menjadi sampel statistik deskriptif berhubungan dengan pengumpulan
dan peningkatan data, serta penyajian hasil peningkatan tersebut (Ghozali, 2006).
26
2). Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui kondisi data yang digunakan dalam
penelitian ini. Hal ini dilakukan agar diperoleh model analisis yang tepat untuk
dipergunakan dalam penelitian ini. Adapun uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi uji
normalitas data secara statistik, uji heteroskedastisitas, uji multikolinieritas, dan uji
autokorelasi.
3). Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk menguji pernyataan atau asumsi sementara yang dibuat
dan diuji kebenarannya. Pernyataan hipotesis Nol (H0) jika:
1. Pernyataan yang diasumsikan benar kecuali ada bukti yang kuat untuk membantahnya.
a. Bila t hitung > t tabel atau probabilitas < tingkat signifikansi (Sig < 0,05), maka Ha
diterima dan Ho ditolak, variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen.
b. Bila t hitung < t tabel atau probabilitas > tingkat signifikansi (Sig < 0,05), maka Ha
ditolak dan Ho diterima, variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel
dependen.
27
Daftar Pustaka
Chairul Amri dan Dr. Untara, S.E., M.M. (2010). “Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan,
Good Corporate Governance dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai
Perusahaan”, Jurnal Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi – Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya 100, Depok – 16424.
Reny Dyah Retno M. dan Denies Priantinah M.Si., Ak. (2012) “Pengaruh Good
Corporate Governance dan Pengungkapan Corporate Social Responsibility
Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Empiris Pada Perusahaan yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia 2007-2010)”, jurnal Fakultas Ekonomi Universitas Negeri
Yogyakarta.
28
Ni Nyoman Tri Sariri Muryati1 dan I Made Sadha Suardikha (2012). “Pengaruh
Coorporate Governance pada Nilai Perusahaan”, E-Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana 9.2(2014): 411-429.
29