Anda di halaman 1dari 12

Dewasa ini terminologi kinerja menjadi ikon dalam seluruh

tahapan penyelenggaraan pemerintahan baik di pusat maupun di daerah.


Seiring bergulirnya reformasi manajemen pemerintahan yang antara lain
ditandai terbitnya Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Undang-Undang No. 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-
Undang No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-
Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 33
Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat
dan Daerah; maka penerapan manajemen yang berorientasi pada
peningkatan kinerja dalam pengelolaan sektor publik atau disebut pula
dengan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah
merupakan suatu keniscayaan. Sebagai konsekuensi dari kebijakan
tersebut seluruh aktivitas di lingkungan instansi pemerintah dalam
pengelolaan sektor publik akan diukur dari sisi akuntabilitas kinerjanya,
baik dari sisi kinerja individu, kinerja unit kerja, kinerja instansi, dan juga
kinerja pemerintahan secara keseluruhan.

Berangkat dari pemikiran di atas untuk selanjutnya dalam tulisan ini


akan coba dikaji mengenai konsep manajemen kinerja sektor publik
berikut aplikasinya dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia
secara umum dan khususnya juga mengenai aplikasi manajemen kinerja
sektor publik bagi pemerintah daerah di Indonesia.

KONSEP MANAJEMEN KINERJA SEKTOR PUBLIK

Reformasi administrasi publik yang terjadi selama kurang lebih 25


tahun terakhir ini pada dasarnya berfokus pada konsep kinerja dan
efektivitas. Gerakan pembaharuan administrasi publik yang disebut New
Public Management (NPM) atau reinvention adalah upaya meningkatkan
kinerja. Konsep NPM terkait dengan manajemen kinerja sektor publik,
karena pengukuran kinerja menjadi salah satu prinsip NPM. Penerapan
konsep NPM telah menyebabkan terjadinya perubahan manajemen sektor
publik yang drastis dari sistem manajemen tradisional yang kaku,

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -1


birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang
fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Penerapan NPM juga
merupakan bentuk modernisasi atau reformasi manajemen dan
administrasi publik, depolitisasi kekuasaan, atau desentralisasi wewenang
yang mendorong terbentuknya demokratisasi.

Merujuk pada konsepsi di atas maka dalam rangka untuk


mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik, diperlukan suatu
sistem manajemen kinerja yang mampu mengukur kinerja dan
keberhasilan instansi pemerintah dalam pengelolaan sektor publik,
sehingga dapat meningkatkan legitimasi dan dukungan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Dengan adanya sistem
manajemen kinerja sektor publik yang baik dharapkan akan dapat
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan, yang pada akhirnya juga akan membantu terwujudnya
kepemerintahan yang baik (good governance).

Manajemen kinerja sektor publik didefinisikan sebagai suatu


metode untuk mengukur kemajuan program atau kegiatan yang dilakukan
oleh organisasi sektor publik dalam mencapai hasil atau outcome
(Mahmudi: 2005). Selanjutnya manajemen kinerja menurut Performance
Management Handbook Departemen Energi USA, adalah suatu
pendekatan sistematik untuk memperbaiki kinerja melalui proses
berkelanjutan dalam penetapan sasaran-sasaran kinerja strategik,
mengukur kinerja, mengumpulkan, menganalisis, menelaah, dan
melaporkan data kinerja, serta menggunakan data tersebut untuk memacu
perbaikan kinerja.

Pentingnya manajemen kinerja sektor publik adalah dalam rangka


mendapatkan legitimasi dan dukungan publik. Masyarakat akan menilai
kesuksesan organisasi sektor publik melalui kemampuan organisasi
dalam memberikan pelayanan publik yang relatif murah dan berkualitas.
Mahmudi (2005) menyatakan bahwa manajemen kinerja sektor publik
mengandung prosedur, langkah-langkah dan tahapan yang membentuk
suatu siklus kinerja. Adapun tahapan sistem manajemen kinerja tersebut
meliputi: (1) Tahap perencanaan kinerja; (2) Tahap pelaksanaan kinerja;

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -2


(3) Tahap penilaian kinerja; (4) Tahap review kinerja; dan (5) Tahap
perbaikan kinerja.

Tahap perencanaan kinerja. Perencanaan kinerja menurut LAN


(2003) adalah merupakan proses penetapan kegiatan tahunan dan
indikator kinerja berdasarkan program, kebijakan dan sasaran yang telah
ditetapkan dalam rencana strategik. Beberapa manfaat dari perencanaan
kinerja antara lain: (a) menghubungkan perencanaan strategik; (b)
menajamkan dan mengoperasionalkan rangkaian perencanaan sampai
penganggaran; (c) memudahkan melakukan pengukuran dan penilaian
kinerja; (d) memudahkan proses monitoring dan evaluasi kinerja,
melancarkan mekanisme umpan balik bagi peningkatan kinerja; (e)
memudahkan manajemen dalam menetapkan beban atau target pada unit
kerja; dan (f) memudahkan dalam pemberian reward and punishment
berdasarkan capaian kinerja.

Selanjutnya berkaitan dengan perencanaan kinerja, Mahmudi


(2005) menyatakan bahwa perencanaan kinerja dilakukan pada tahap
awal dari keseluruhan proses manajemen kinerja. Pada tahap ini
organisasi harus menetapkan kriteria kinerja, target kinerja, dan indikator
kinerja sebagai bentuk kontrak kinerja atau komitmen kinerja. Dalam
tahap perencanaan kinerja antara appraiser dengan appraisee harus
membuat kontrak kinerja untuk menetapkan kriteria untuk menilai capaian
kinerja appraisee. Dalam kontrak kinerja tersebut ditentukan hal-hal
mengenai: (a) akuntabilitas kinerja yang harus dipenuhi oleh appraisee,
dalam hal ini adalah tanggung jawab dalam mencapai hasil kerja; (b)
tujuan spesifik yang hendak dicapai, termasuk target kinerja yang hendak
dicapai; (c) standar kinerja atau kriteria kinerja yang akan digunakan untuk
mengevaluasi seberapa bagus appraisee mencapai tujuan dan target
kinerja; dan (d) faktor-faktor kinerja, kompetensi, atau perilaku yang akan
mempengaruhi proses kinerja.

Tahap pelaksanaan kinerja. Pada tahap pelaksanaan /


implementasi kinerja, pimpinan bertanggungjawab melakukan
pengorganisasian, pengkoordinasian, pengendalian, pendelegasian, dan
pengarahan kepada staf. Pengarahan dan pemberian umpan balik
(feedback) atas kinerja staf merupakan kunci keberhasilan pencapaian

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -3


tujuan kinerja. Disamping itu, dalam tahap implementasi kinerja sangat
mungkin terjadi perubahan lingkungan yang signifikan sehingga
perencanaan kinerja yang telah dibuat menjadi tidak relevan. Untuk itu
pimpinan harus segera merevisi rencana kinerja, membuat tujuan-tujuan
dan strategi baru untuk merespon perubahan yang terjadi.

Pengukuran kinerja. Robertson (2002) menyatakan pengukuran


kinerja merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap
pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditentukan, termasuk informasi
atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan
jasa, kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target,
dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan. Adapun Mahmudi (2005)
menyatakan bahwa pengukuran kinerja paling tidak harus mencakup tiga
variabel penting yang harus dipertimbangkan, yaitu: (1) perilaku (proses);
(2) output (produk langsung suatu aktivitas/program); dan (3) outcome
(value added atau dampak aktivitas/program). Perilaku, hasil dan nilai
tambah merupakan variabel yang saling tergantung satu sama lain, dan
menjadi faktor yang sangat penting dalam manajemen kinerja. Terkait
dengan pengukuran kinerja, lebih lanjut disebutkan bahwa pengukuran
kinerja meliputi aktivitas penetapan serangkaian ukuran atau indikator
kinerja yang memberikan informasi sehingga memungkinkan bagi unit
kerja sektor publik untuk memonitor kinerjanya dalam menghasilkan
output dan outcome terhadap masyarakat. Sedangkan pengukuran kinerja
menurut definisi LAN (2003) adalah proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan trategi
instansi pemerintah. Pengukuran kinerja mencakup: (1) kinerja kegiatan
yang merupakan tingkat pencapaian target dari masing-masing kelompok
indikator kinerja kegiatan; dan (2) tingkat pencapaian sasaran, yang
merupakan tingkat pencapaian target dari masing-masing inidikator
sasaran yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam dokumen rencana
kinerja.

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -4


Tahap penilaian kinerja. Manajemen kinerja terkait dengan menilai
kinerja, baik kinerja personal, kelompok, maupun kinerja organisasional
serta bagaimana memberi penghargaan atas kinerja tersebut. Oleh
karena itu manajemen kinerja sangat terkait dengan manajemen
kompensasi. Prinsip penting dalam sistem manajemen kompensasi
adalah kinerja yang tinggi harus diberi penghargaan (reward) yang layak,
sedangkan kinerja yang buruk diberi hukuman (punishment) yang adil dan
manusiawi. Pemberian penghargaan dan hukuman tersebut tidak dapat
dilakukan tanpa alasan yang rasional, oleh karena itu diperlukan adanya
penilaian kinerja yang obyektif dan akurat. Secara garis besar mekanisme
reward dan punishment melibatkan beberapa variabel, antara lain: (1)
motivasi; (2) kinerja; (3) kepuasan; dan (4) penghargaan dan hukuman.

Tahap review / evaluasi kinerja. Evaluasi kinerja merupakan


penilaian yang bersifat sistematis terhadap kebijakan/program yang dalam
bentuk nyata berupa kegiatan atau sekelompok kegiatan yang dilakukan
oleh pemerintah dan pelaku lainnya dalam rangka membuat penetapan
tentang efek/dampak kebijakan/program, baik untuk jangka waktu pendek
maupun panjang (LAN, 2003). Selanjutnya Ismail Mohamad (2004)
menyatakan bahwa evaluasi kinerja pada dasarnya adalah kegiatan
penilaian yang dilandasi semangat internal auditing untuk mengukur
tingkat pencapaian kinerja suatu organisasi. Dengan audit, kegiatannya
dilakukan melalui suatu analisis yang kritis dan investigatif atas proses
dan hasil-hasil yang dicapai suatu organisasi dengan menggunakan
ukuran-ukuran / kriteria yang telah distandarisasikan.

Tahap perbaikan dan kontrak ulang kinerja. Tahap perbaikan


kinerja dan kontrak ulang kinerja merupakan tahap untuk merevisi tahap
pertama, yaitu menetapkan kembali akuntabilitas kinerja yang harus
dipenuhi oleh appraisee, merevisi tujuan, target kinerja, standar kinerja
dan kriteria kinerja. Perbaikan kinerja dan kontrak ulang kinerja perlu
dilakukan karena dalam periode tertentu pasti akan terjadi perubahan.

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -5


APLIKASI MANAJEMEN KINERJA SEKTOR PUBLIK DI INDONESIA

Di akhir abad ke-20 bangsa Indonesia dihadapkan pada berbagai


krisis kawasan yang tidak lepas dari kegagalan mengembangkan sistem
manajemen pemerintahan dan pembangunan yang didasarkan pada
prinsip-prinsip good governance. Kondisi ini tercermin dari kinerja
organisasi-organisasi sektor publik yang sering digambarkan tidak
produktif, tidak efisien, rendah kualitas, miskin inovasi dan kreativitas,
serta berbagai kritikan lainnya. Pengalaman krisis yang terjadi di
Indonesia telah menimbulkan gerakan untuk melakukan reformasi
manajemen sektor publik, khususnya dalam upaya memperbaiki dan
meningkatkan kinerjanya. Penerapan manajemen yang berorientasi pada
peningkatan kinerja (performance based management) atau disebut pula
manajemen kinerja (performance management) di lingkungan instansi
pemerintah membutuhkan suatu proses yang sistematis sehingga perlu
dibuat desain sistem manajemen kinerja yang tepat untuk mencapai
kinerja optimal (high performance). Dalam konteks pemahaman ini,
manajemen kinerja dipandang sebagai cara bagaimana mencapai tingkat
hasil yang diinginkan sesuai dengan yang ditetapkan atau didesain dalam
perencanaan (managing for result).

Penerapan dan pembaharuan manajemen kinerja sektor publik di


Indonesia sebenarnya telah dilakukan pemerintah sejak diterbitkannya
Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah (AKIP), untuk selanjutnya diterbitkan pula Instruksi Presiden
Nomor 5 Tahun 2004 yang terkait dengan Penetapan Kinerja sebagai
bagian yang integral dari Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP) sebagai upaya dalam membangun kepemerintahan yang
berorientasi pada hasil. Sedangkan kebijakan yang lebih operasional yaitu
Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Nomor : 239/IX/6/8/2003
tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah serta Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 29 Tahun 2010 tentang Penetapan Kinerja dan Pelaporan
Akuntabilitas Instansi Pemerintah.

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -6


Adapun SAKIP sebagai wujud dari penerapan manajemen kinerja
sektor publik di Indonesia pada dasarnya memuat empat komponen pokok
yang satu sama lain saling terkait membentuk satu kesatuan, yaitu
meliputi : perencanaan stratejik, perencanaan kinerja, pengukuran dan
evaluasi kinerja, serta pelaporan kinerja.

1. Perencanaan Stratejik

Dalam Inpres No. 7 Tahun 1999 dijelaskan bahwa yang dimaksud


dengan perencanaan stratejik adalah merupakan suatu proses yang
berorientasi pada hasil yang ingin dicapai dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun sampai dengan 5 (lima) tahun secara sistematis dan
berkesinambungan dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan
kendala yang ada atau yang mungkin timbul. Hasil dari proses
perencanaan ini adalah suatu dokumen Rencana Stratejik yang
menurut Keputusan Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003 tentang
Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah setidaknya memuat / berisi visi, misi, tujuan,
sasaran, dan strategi (cara mencapai tujuan dan sasaran)) yang
dijabarkan kedalam kebijakan dan program.

2. Perencanaan Kinerja

Perencanaan kinerja merupakan tahap penting dalam melaksanakan


rencana stratejik (Renstra). Dalam SAKIP, perencanaan kinerja
didefinisikan sebagai aktivitas analisis dan pengambilan keputusan di
depan untuk menetapkan tingkat kinerja yang diinginkan di masa yang
akan datang. Sehingga pada pokoknya perencanaan kinerja adalah
penetapan tingkat capaian kinerja yang dinyatakan dengan ukuran
kinerja atau indikator kinerja dalam rangka mencapai sasaran atau
target yang telah ditetapkan.

Perencanaan kinerja merupakan proses penyusunan rencana kinerja


sebagai penjabaran dari sasaran dan program yang telah ditetapkan
dalam rencana stratejik, yang akan dilaksanakan oleh instansi
pemerintah melalui berbagai kegiatan tahunan. Di dalam rencana
kinerja ditetapkan rencana capaian kinerja tahunan untuk seluruh
indikator kinerja yang ada pada tingkat sasaran dan kegiatan.

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -7


Penyusunan rencana kinerja dilakukan seiring dengan agenda
penyusunan dan kebijakan anggaran, serta merupakan komitmen bagi
instansi untuk mencapainya dalam tahun tertentu. Adapun indikator
kinerja dalam SAKIP meliputi kelompok indikator inputs (masukan),
outputs (keluaran), outcomes (hasil), benefits (manfaat), dan impact
(dampak).

3. Pengukuran dan Evaluasi Kinerja

Pengukuran kinerja didefinisikan sebagai proses sistematis dan


berkesinambungan untuk menilai keberhasilan / kegagalan
pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program, kebijakan, sasaran, dan
tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi, dan strategi
instansi pemerintah. Pengukuran kinerja bermanfaat bagi pengelolaan
organisasi pemerintah terutama dalam :

a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien;

b. Membantu pengambilan keputusan yang bersangkutan dengan


operasionalisasi kegiatan organisasi;

c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan organisasi;

d. Menyediakan umpan balik, dan;

e. Menyediakan dasar bagi implementasi sistem meritokrasi.

4. Pelaporan kinerja

Setiap instansi pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun,


dan menyampaikan laporan kinerja secara tertulis, periodik dan
melembaga. Pelaporan kinerja ini dimaksudkan untuk
mengkomunikasikan capaian kinerja instansi pemerintah dalam suatu
tahun anggaran yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan
sasaran instansi pemerintah. Instansi pemerintah yang bersangkutan
harus mempertanggungjawabkan dan menjelaskan keberhasilan dan
kegagalan tingkat kinerja yang dicapainya. Pelaporan kinerja oleh
instansi pemerintah ini kemudian dituangkan dalam dokumen LAKIP.

Dalam dokumen LAKIP meskipun penekanan utama pada


penyampaian akuntabilitas kinerja atas hasil yang dicapai pada tiap

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -8


indikator kinerja atau sasaran, akan tetapi akuntabilitas kinerja
keuangan juga disampaikan, untuk menggambarkan besarnya
anggaran yang diterima dan yang dibelanjakan oleh instansi
pemerintah.

APLIKASI MANAJEMEN KINERJA SEKTOR PUBLIK (SAKIP) UNTUK


PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

Dalam waktu yang relatif singkat, konsep SAKIP ternyata telah


memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penyelenggaraan
pemerintahan di Indonesia. Istilah kinerja dan akuntabilitas kemudian
menjadi konsep-konsep yang sangat populer dan familier di lingkungan
para penyelenggara negara, tidak hanya di tingkat pusat tetapi juga di
daerah. Khusus bagi pemerintah daerah, konsep SAKIP secara spesifik
telah diakomodasikan ke dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

Penerapan SAKIP dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2004


ditunjukkan melalui banyaknya peristilahan atau konsep-konsep SAKIP
yang diadopsi dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Peristilahan tersebut antara lain adalah Rencana Strategis (Renstra)
beserta komponen-komponennya dan Indikator Kinerja. Penerapan
Renstra bagi organisasi pemerintah daerah pada Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional ditunjukkan dalam pasal 1 Undang-Undang No.
25 Tahun 2004 ayat (7). Disebutkan pada ayat (7) tersebut bahwa
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Satuan Kerja Perangkat
Daerah, yang selanjutnya disebut Renstra SKPD adalah dokumen
perencanaan Satuan Kerja Perangkat Daerah untuk periode 5 (lima)
tahun.

Berkaitan dengan komponen Renstra SKPD, dalam pasal 7


Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 dinyatakan bahwa Renstra SKPD
memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan, program, dan kegiatan
pembangunan. Komponen-komponen tersebut merupakan komponen
yang sama dengan komponen Renstra dalam SAKIP yang meliputi visi,
misi, tujuan, sasaran, dan strategi yang berisi kebijakan dan program.

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 -9


Sedangkan berkaitan dengan indikator kinerja, dalam Penjelasan Umum
butir 3 dijelaskan bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional
menggunakan indikator dan sasaran kinerja yang mencakup masukan
(input), keluaran (output), hasil (result), manfaat (benefit), dan dampak
(impact) dalam evaluasi pelaksanaan rencana. Indikator-indikator kinerja
tersebut adalah indikator-indikator kinerja yang digunakan dalam
penerapan SAKIP.

Adapun Penerapan SAKIP dalam Undang-Undang No. 32 Tahun


2004 ditunjukkan dalam beberapa pasal, antara lain pada pasal 27 ayat
(1) butir k : Kepala daerah dan wakil kepala daerah mempunyai kewajiban
menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah
di hadapan rapat paripurna DPRD. Selanjutnya pada pasal 27 diuraikan
bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenang, Kepala Daerah dan
Wakil Kepala Daerah mempunyai kewajiban antara lain melaksanakan
dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah.

Selain mempunyai kewajiban tersebut, Kepala Daerah mempunyai


kewajiban juga untuk memberikan Laporan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, dan memberikan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah
kepada masyarakat (ILPPD). Ketentuan lebih lanjut mengenai mekanisme
pelaporan penyelenggaraan pemerintahan daerah adalah bahwa laporan
penyelenggaraan pemerintahan daerah disampaikan kepada Presiden
melalui Menteri Dalam Negeri untuk Gubernur, dan kepada Menteri Dalam
Negeri melalui Gubernur untuk Bupati / Walikota sebanyak 1 (satu) kali
dalam 1 (satu) tahun.

Selain itu, dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 juga


ditegaskan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) diharuskan
memiliki Rencana Strategis (Renstra). Pada Pasal 151 Undang-Undang
No. 32 disebutkan bahwa Satuan Kerja Perangkat Daerah menyusun
rencana strategis yang selanjutnya disebut Renstra SKPD memuat visi,
misi, tujuan, strategi, kebijakan, program dan kegiatan pembangunan
sesuai dengan tugas dan fungsinya, berpedoman kepada RPJM Daerah
dan bersifat indikatif.

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 - 10


DAFTAR PUSTAKA

Bappenas (2006), Manajemen yang Berorientasi pada Peningkatan


Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta : Direktorat Aparatur Negara,
Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional /
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

Insani, Istyadi, Bahan Ajar Pertemuan 1-7 Mata Kuliah Evaluasi Kinerja
dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah. Jakarta : STIA-LAN RI.

Mahmudi (2010), Manajemen Kinerja Sektor Publik, Yogyakarta : STIM


YKPN.

Marsono, Manajemen Kinerja Sektor Publik: Konsep dan Aplikasinya di


Indonesia, http://marsono64.blogspot.com/2009/02/manajemen-
kinerja-sektor-publik-konsep.html, (diakses tanggal 24 September
2012).

Rakib, Rangga Cesar et.all.(2011), Makalah Evaluasi dan Manajemen


Kinerja, Bandung : Universitas Padjajaran.

Suryanto, Adi (2008), Manajemen Pemerintahan Daerah, Jakarta :


Lembaga Administrasi Negara.

LYRA PAPER-1 EKAPEMDA 2012 - 11


PAPER INDIVIDU
KONSEP DAN APLIKASI MANAJEMEN KINERJA SEKTOR
PUBLIK UNTUK PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA

Oleh :

NAMA : LYRA BUMANTARA SYARIF


NPM : 0912000258
PROGRAM STUDI : MANAJEMEN PEMBANGUNAN DAERAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas I


Mata Kuliah Evaluasi Kinerja dan Akuntabilitas Pemerintah Daerah
Dosen : ISTYADI INSANI, S.Sos, M.Si
Hari/Jam/Ruang Kelas : Jumat / 19.00 / T

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI


LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
(STIA LAN)
JAKARTA
2012

Anda mungkin juga menyukai