Anda di halaman 1dari 11

Pernyataan dan Format Penilaian Tugas Individu:

Saya menyatakan bahwa tulisan ini adalah benar-benar karya sendiri dan tidak pernah dipergunakan untuk
tugas mata kuliah lain. Saya bersedia menerima sanksi jika pernyataan ini tidak benar
Tanda Tangan,

Abdullah Nurfatihin
(170110120026)
Unsur Penilaian

Kategori Penilaian
A
(80-100)

B
(70-79)

C
(60-69)

Nilai per
kategori
D
(40-59)

E
(0-39)

Argumen ditulis secara komprehensif


Argumen relevan dengan pernyataan
Contoh relevan dengan argumen
Teknik penulisan:
Banyaknya tulisan 3000-5000 kata
Struktur penulisan logis
Struktur penulisan sistematis
Gaya bahasa memenuhi standar EYD
Data dan teori didasarkan pada sumber yang
jelas
Teknik pengutipan dalam tulisan (incite
citation) konsisten
Daftar pustaka sesuai dengan kutipan yang
dipakai
Nilai Total dan Huruf Mutu
Dosen Penilai,

......................

MANAJEMEN KINERJA SEKTOR PUBLIK


(Studi: Analisis Kinerja PD. Pasar Jaya DKI Jakarta)
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Manajemen Kinerja

Dosen:
Ida Widianingsih, S.IP., MA., Ph.D
Mashalimah, S.IP., M.Si
Bonti, S.IP.,M.Si

Disusun Oleh:
Abdullah Nurfatihin

170110120026

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
JATINANGOR
2015

Kinerja PD. Pasar Jaya DKI Jakarta

I.

Pendahuluan
Tanpa disadari pengukuran memainkan peran penting dalam masyarakat kita, dan sebagai manusia, kita

memiliki kebutuhan intrinsik untuk mengukur apa yang sedang terjadi sekitar. Manusia mengukur sepanjang
hari. Sebagai contoh, kita menggunakan indra kita untuk mengukur: kita menggunakan mata kita untuk
melihat, telinga untuk mendengar dan jari-jari untuk merasakan. Hal ini memungkinkan kita untuk menilai
apakah hal di sekitar kita berukuran besar atau kecil, jauh atau dekat, keras atau tenang, panas atau dingin.
Pengukuran muncul dari kebutuhan manusia untuk akuisisi pengetahuan dan interaksi sosial; manusia
sebenarnya mengukur apapun yang ada dihadapannya. Dalam dunia sekarang ini, pengukuran memfasilitasi
perdagangan dan memberikan landasan bagi ilmu pengetahuan dan kemajuan. lalu bagaimana dengan
pengukuran kinerja? apakah pengukuran kinerja penting untuk dilakukan? mengapa?. Tentu untuk mengetahui
sejauh mana kemampuan dan capaian dari suatu pekerjaan dibuthkan suatu pengukuran kinerja, yang berguna
sebagai bahan evaluasi dan perbaikan untuk kinerja di masa depan.
Pertumbuhan penduduk dan perkembangan Kota Jakarta secara langsung berdampak terhadap tata kota,
penataan dan perencanaan yang meliputi sarana dan prasarana umum. Salah satu penyedia sarana dan prasana
bagi penduduk adalah penyediaan pasar dan fasilitas perpasaran. PD Pasar Jaya sebagai salah satu Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD) Pemda DKI Jakarta diharapkan dapat memberikan kontribusinya terhadap Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Sebagai salah satu pelaku ekonorni, peran Perusahaan Daerah Pasar Jaya tidaklah kecil
terlebih dalam kegiatannya Pasar Jaya menjalankan peran ganda yaitu sebagai business entiy dan agent of
development. Hal ini berimplikasi pada kinerja PD. Pasar Jaya. Padahal mengukur keberhasilan perusahaan
daerah bukanlah sesuatu hal yang mudah, karena karakteristik yang dimiliki perusahaan daerah berbeda dengan
perusahaan swasta. Ukuran keberhasilan yang dipakai haruslah merefleksikan misi yang diemban PD. Pasar
Jaya tersebut agar tidak hanya terbatas pada aspek keuangan (financial benefit) tetapi juga aspek sosial (social
benefit).
II.

Pembahasan

2.1 Manajemen Kinerja Sektor Publik


Manajemen kinerja sektor publik merupakan metode untuk mengukur kemajuan program atau aktivitas
yang dilakukan organisasi sektor publik dalam mencapai hasli atau outcome yang diharapkan oleh client yang
mana disini adalah masyarakat. Manajemen kinerja sektor publik juga didefinisikan sebagai suatu metode untuk
mengukur kemajuan program atau kegiatan yang dilakukan oleh organisasi sektor publik dalam mencapai hasil
atau outcome (Mahmudi: 2005). Selanjutnya manajemen kinerja menurut Performance Management Handbook
Departemen Energi USA didefinisikan sebagai berikut:
Performance-based management is a systematic approach to performance improvement throughon
ongoing process os establishing strategic perfromance objectives ; measuring performance; collecting,
analyzing, reviewing, and reporting perfromance data; and using that data to drive performance
improvement. (Manajemen berbasis kinerja adalah suatu pendekatan sistematik untuk memperbaiki
kinerja melalui proses berkelanjutan dalam penetapan sasaran-sasaran kinerja strategik, mengukur

kinerja, mengumpulkan, menganalisis, menelaah, dan melaporkan data kinerja, serta menggunakan data
tersebut untuk memacu perbaikan kinerja.)
Berdasarkan definisi tersebut, kata kunci manajemen kinerja sektor publik, yaitu :
1. Proses yang sistematik
2. Untuk memperbaiki kinerja
3. Melalui proses berkelanjutan dan berjangka panjang
4. Meliputi penetapan sasaran kinerja strategik
5. Mengukur kinerja
6. Mengumpulkan, menganalisis, menelaah, dan melaporkan data kinerja
7. Menggunakannya untuk perbaikan kinerja secara berkelanjutan
Sebagai usasha untuk mengukur kemajuan program atau aktivitas yang dilakukan organisasi sektor publik
dalam mencapai hasil atau outcome yang diharapkan oleh masyarakat.
2.2 Tujuan Pengukuran Kinerja Sektor Publik
Pengukuran kinerja telah benar-benar menjadi srorotan baik pada sektor publik amupun swasta.
Kebangkitan pengukuruan kinerja di lembaga publik maupun swasta dalam beberapa tahun terakhir didorong
oleh dua kekuatan yaitu : (1) peningkatan tuntutan untuk pertanggungjawaban pada bagian tubuh yang
mengatur, media, dan masyarakat pada umumnya, dan (2) komitmen tumbuh pada bagian dari manajer dan
lembaga untuk fokus pada hasil dan bekerja sengaja untuk memperkuat kinerja.
Adapun pengertian pengukuran kinerja oleh Theodoe H. Poister (3:2003) adalah :
Performance measurementthe process of defining, monitoring, and using objective indicators of the
performance of organizations and programs on a regular basisis of vital concern to managers in
government and the nonprofit sector. (Pengukuran kinerja adalah proses mendefinisikan, pemantauan,
dan menggunakan indikator objektif untuk menilai kinerja organisasi dan program hal ini menjadi
perhatian penting untuk manajer di sektor publik maupun swasta.)
Sedangkan pengukuran kinerja sektor publik menurut Robertson (2002) menyatakan pengukuran kinerja
merupakan suatu proses penilaian kemajuan pekerjaan terhadap pencapaian tujuan dan sasaran yang telah
ditentukan, termasuk informasi atas efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang dan jasa,
kualitas barang dan jasa, perbandingan hasil kegiatan dengan target, dan efektivitas tindakan dalam mencapai
tujuan.
Selanjutnya Mahmudi (2005) menyatakan bahwa pengukuran kinerja paling tidak harus mencakup tiga
variabel penting yang harus dipertimbangkan, yaitu: (1) perilaku (proses); (2) output (produk langsung suatu
aktivitas/program); dan (3) outcome (value added atau dampak aktivitas/program). Perilaku, hasil dan nilai
tambah merupakan variabel yang saling tergantung satu sama lain, dan menjadi faktor yang sangat penting
dalam manajemen kinerja. Terkait dengan pengukuran kinerja, lebih lanjut disebutkan bahwa pengukuran
kinerja meliputi aktivitas penetapan serangkaian ukuran atau indikator kinerja yang memberikan informasi
sehingga memungkinkan bagi unit kerja sektor publik untuk memonitor kinerjanya dalam menghasilkan output
dan outcome terhadap masyarakat.
Sedangkan pengukuran kinerja menurut definisi LAN (2003) adalah proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program,
kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam mewujudkan visi, misi dan trategi instansi
pemerintah. Pengukuran kinerja mencakup: (1) kinerja kegiatan yang merupakan tingkat pencapaian target dari

masing-masing kelompok indikator kinerja kegiatan; dan (2) tingkat pencapaian sasaran, yang merupakan
tingkat pencapaian target dari masing-masing inidikator sasaran yang telah ditetapkan dan dituangkan dalam
dokumen rencana kinerja.
Menurut Theodore H. Poister (2003;31) pengukuran kinerja sektor publik bertujuan :
Performance measurement is intended to produce objective, relevant information on program or
organizational performance that can be used to strengthen management and inform decision making,
achieve results and improve overall performance, and increase accountability. (Pengukuran kinerja ini
dimaksudkan untuk menghasilkan tujuan, informasi yang relevan pada program atau kinerja organisasi
yang dapat digunakan untuk memperkuat manajemen dan menginformasikan dalam pengambilan
keputusan, pencapaian hasil dan meningkatkan kinerja secara keseluruhan, dan

meningkatkan

akuntabilitas.)
Berdasarkan pernyataan tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pengukuran kinerja sektor publik
bertujuan :
1.
2.
3.

Menghasilkan/menetapkan tujuan kedepan


Mendapatkan informasi yang relevan terkait kinerja organisasi
Dapat memperkuat manajamen dan pertimbangan dalam pengmabilan keputusan untuk waktu yang

4.

akan datang
Melihat pencapaian hasil dan menggunakan nya sebaai acuan dan motivasi untuk meningkatkan

5.

kinerja keseluruhan di kemudian hari.


Sebagai akuntabilitas

2.3 Melakukan Pengukuran Kinerja


2.3.1 Pedoman Untuk Melakukan Pengukuran Kinerja
Jelas untuk mendefinisikan dan memilih ukuran kinerja yang digunakan merupakan hal yang sulit dan
menantang. Untuk beberapa organisasi dan program hal tersebut merupakan suatu proses yang sangat mudah,
tetapi dalam kasus lain spesifikasi indikator kinerja yang baik mungkin memerlukan kecerdikan dan keputusan
yang hati-hati disamping pandangan logika. Di dalam buku Measuring Performance in Public and Nonprofit
Organization, Theodor H.Poister menyampaikan Guidelines for Defining Performance Measures yaitu
beberapa panduan untuk menentukan indikator kinerja yang berguna antara lain :
Work directly from program logic models and clear statements of goals, objectives, and service
standards to define performance indicators.
Attempt to develop balanced sets of performance indicators, but avoid overly redundant or only
tangentially related measures.
Reject proposed indicators that will not be meaningful to managers, policymakers, and other relevant
stakeholders. Measuring Performance in Public and Nonprofit Organizations
Wherever possible, define indicators that will have a high degree of face validity to intended users and
external audiences.
Examine the validity and reliability of proposed measures and, everything else being equal, select
those that are the least problematic given their intended usage.
Use proximate measures where necessary, but avoid those that are only tenuously related to the
performance criteria of interest.

Try to anticipate problems of goal displacement and incorporate other indicators to counteract it as
appropriate.
Make judicious assessments of trade-offs between the quality of performance indicators versus the
cost of collecting the data.
Define measures for which clear data trails will be available in order to allow for effective quality
assurance procedures.
Provide clear definitions of data sources and data collection procedures to facilitate uniform reporting
from decentralized sites.
2.3.2 Metode yang Bisa Digunakan Untuk Mengukur Kinerja
A. Balance Scorecard
Balance Scorecard atau dapat disingkat dengan istilah BSC merupakan alat ukur kinerja manajemen di
masa depan. Suatu organisasi membutuhkan suatu alat untuk mengukur kinerja dalam melihat sejauh mana
strategi dan sasaran yang telah ditentukan dapat tercapai, karena dengan dilakukannya penilaian kinerja dapat
diketahui efektifitas dari penetapan suatu strategi dan penerapannya. Kinerja dinilai agar manajemen dapat
melakukan perbaikan dimasa mendatang.
Menurut Gaspersz (2003), hambatan-hambatan yang menyebabkan organisasi mengalami kegagalan dalam
mengimplementasi rencana-rencana strategis tersebut antara lain:
1.

Hambatan visi. Tidak banyak orang dalam organisasi yang memahami strategi organisasi mereka.

2.

Hambatan orang. Banyak orang dalam organisasi memiliki tujuan yang tidak terkait dengan strategi
organisasi.

3.

Hambatan sumber daya. Waktu, energi, dan uang tidak dialokasikan pada hal-hal yang penting dalam
organisasi.

4.

Hambatan manajemen. Manajemen menghabiskan terlalu sedikit waktu untuk strategi organisasi dan
terlalu banyak waktu untuk pembuatan keputusan taktis jangka pendek.

B. Logic Model dari Theodore H.Poister


Dalam buku yang berjudul Measuring Performance in Public and Nonprofit Oragnization (2003:135)
Theodor H.Poister menjelaskan bahwa:
The purpose of developing a logic model is to clarify what goes into a program, who its customers are,
what services it provides, what immediate products or outputs it produces, and what outcomes it is
supposed to generate. Once this logic has been articulated in a narrative, a schematic, or both, you can
identify the most relevant measures of program performance on a very systematic basis. Although they
are often combined into different categories, for the most part the relevant types of performance measures
include measures of output, efficiency, productivity, service quality, effectiveness, cost-effectiveness, and
customer satisfaction.
Tujuan dari pengembangan logic model oleh Theodor adalah untuk memperjelas apa saja yang
berhubungan dengan ke program, siapa saja target/pelanggannya, layanan apa yang disediakan, produk atau
output langsung apa yang dihasilkan, dan apa hasil-hasil yang seharusnya dicapai. Setelah logika ini telah
diartikulasikan dalam narasi, skema, atau keduanya, kita dapat mengidentifikasi langkah-langkah yang paling

relevan dari kinerja program secara sangat sistematis. Meskipun mereka sering dikombinasikan ke dalam
kategori yang berbeda, untuk sebagian besar jenis bisa relevan dari ukuran kinerja mencakup langkah-langkah
output, efisiensi, produktivitas, kualitas layanan, efektivitas, efektivitas biaya, dan kepuasan pelanggan..
C. Lima Dimensi Robert L. Mathis dan John H. Jackson
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson dalam buku MSDM (2002;79) secara umum kinerja dapat
diukur melalui 5 dimensi :
1.

kuantitas output, berkaitan dengan jumlah pekerjaan yang dilakukan dan/atau jumlah tugas yang
diselesaikan

2.

kualitas output, berkaitan dengan ketepatan, kelengkapan, dan kerapihan pekerjaan yang diselesaikan

3.

jangka waktu output, berkaitan dengan kemampuan pegawai dalam menyelesaikan pekerjaan yang
menjadi tanggung jawabnya

4.

kehadiran di tempat kerja

5.

sikap kooperatif, berkaitan dengan hubungan antar pegawai baik secara internal maupun eksternal.

2.4 Kinerja Sektor Publik Versus Sektor Swasta


Semakin berkembangnya teknologi membuat dunia seakan bergulir lebih cepat, banyak hal yang dapat
diakses dengan mudah hanya dalam hitungan menit bahkan detik. Setiap organisasi tentu dituntut untuk
mengikut zaman yang serba cepat dan mudah tersebut. Lalu bagaimana dengan organisasi publik dan pelayanan
yang diberikan kepada publik?. Tentu kini masyarakat semakin menuntut organisasi publik agar dapat bekerja
maksimal dengan mengikuti prinsip prinsip modern yang memudahkan masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan setara dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor swasta yang hingga saat ini dianggap lebih baik
dalma meberikan pelayanan kepada pelanggan atau masyarakat. Hal in tentu membuat organisasi publik
menghadapi banyak tantangan dari lingkungan.
Perubahan-perubahan terjadi begitu cepat dan kadang-kadang tidak dapat diduga. Perubahanperubahan ini antara lain dalam bidang ekonomi, teknologi, pasar dan persaingan. Perubahan ini mengharuskan
organisasi publik untuk mengubah semua kebiasaan yang sudah dilakukan selama ini untuk menghadapi
tuntutan dari masyarakat walau organisasi publik tidak memiliki saingan seperti organisasi nirlaba pada
umumnya, namun tetap saja organisasi publik dituntut untuk dapat mencapai sasaran yang diinginkan yang bisa
diukur dari kepuasan masyarakat seiring dengan perubahan paradigma OPA ke NPM dan kini ke NPS dimana
tugas utama dari organisasi publik adalah memberikan pelayanan publik semaksimal mungkin. Untuk itu
diperlukan suatu pendekatan baru dalam mengevaluasi kinerja karyawan yang dikenal dengan Manajemen
Kinerja (Performance Management).
Organisasi sektor publik menghadapi beberapa persaingan peningkatan hasil dan penyediaan pelayanan
yang lebih efektif dan efisien. Pertama, kekurangan kompetensi yang sebenarnya, kedua sulit mengukur,
mengkomunikasikan, dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan program pelayanan publik. Ketiga,
Organisasi sektor publik membatasi substansi pelayanan untuk mencapai hasil yang lebih optimum. Pelaporan
Kinerja Sebagai Motivasi Untuk Meningkatkan Kinerja Halangan yang paling subtensial dalam
mengefektifkan manajemen dan penyampaian pelayanan dalam sektor public adalah rendahnya tingkat
persaingan. Pada sektor swasta (dan banyak usaha lainya dalam kehidupan, seperti atletik, seni, dan bahkan

pencapaian

akademik)

kompetisi

memacu

inovasi

produk

atau

peningkatan

pelayanan.

Motivasi kemajuan pelayanan publik akan sulit dicapai tanpa kompetisi, karena unit kerja organisasi publik
hanya dapat ditingkatkan dengan pemeliharaan keunggulan secara konsisten.
Pelaporan kinerja juga dapat disediakan untuk memotivasi kinerja seseorang misalnya, pegawai sektor
publik, seperti banyak orang, dapat termotivasi oleh adanya kompetisi. Akan tetapi jauh lebih sulit untuk
mengkomunikasikannya dengan kepentingan pegawai unit kerja organisasi, tingkat penyelesaian, dan kinerja
perbandingan pengukuran kinerja dapat membantu menampilkan seberapa baik kinerja pegawai dibandingkan
dengan pegawai lainnya. Pelaporan kerja sebagai alat akuntabilitas Hambatan substansi lainya dalam
mengefektifkan

menajemen

sektor

publik

dan

pelaksanaanpelanan

adalah

kesulitan

pengukuran,

mengkomunikasikan apa yang telah selesai dilakukan, dan seberapa baik dari pekerjaan itu. Secara tidak
langsung, akuntabilitas sektor publik adalah baik, penerima lauanan dapat mengindikasikan tingkat kepuasan
atau ketidakpuasan melalui pemilihan umum secara langsung. Pelaporan kinerja yang diterbitkan secara
regular akan menjadi langkah kemajuan dalam mendemonstrasikan proses akuntabilitas. Perbandingan
pengukuran kinerja dapat dibangun atas pengukuran kinerja dan menambah dimensi lainya untuk akuntabilitas
perbaningan dengan unit kerja organisasi lainya yang serupa. Dengan berfokus pada hasil, pelaporan kinrja
dapat membantu mengominikasikan kepada publik tentang tingkat organisasi yang serupa lainnya.
Pelaporan Kinerja merupakan alat latihan terbaik untuk mengindikasikan program yang berjalan dan
program yang tidak berjalan.. Di bidang kedokteran, misalnya perbandingan kinerja dilakukan dengan
melakukan inverstigasi atau kualitas pelayanan medis dan hasil yeng didapatkan. Perbandingan pengukuran
kinerja dapat menyediakan informasi unit kerja organisasi yang serupa, kesamaan dan pebedaan
antororganisasi yang terlibat bias diketahui. Sebagai contoh, dalam departemen kepolisian setiap petugas
patroli lapangan dinilai berdasarkan respons setiap panggilan warga dan detektif yang sedang menginvestigasi
kejahatan. Ketika petugas patroli berpindah ke daerah yang berbeda mereka dapat mengerjakan tugas yang
sangat mirip dengan misi, struktur organisasi, dan aktivitasnya. Apabila petugas patroli itu dipindahkan ke unit
lalu lintas, maka pengukuran kinerja tidak bias dilakukan seperti penilaian atas petugas patroli yang berbeda
ladam misi,struktur organisasi, dan aktivitasnya. Dengan menggunakan perbandingan pengukuran kinerja
antara unit kerja organisasi yang sama praktik terbaik dan terefektif dapat diidentifikasi.
Maka dari itu menurut peneliti, laporan kinerja yang dilakukan dengan metode yang baik dan benar serta
hasilnya akuntabel sangat membantu capaian sektor publik agar bisa setara dengan sektor swasta. Apalagi
dengan adanya sistem

remunerasi pegawai yang sudah mulai dijalankan, seharusnya sektor publik bisa

mencapai kinerja yang baik dan sehat seperti sektor swasta.


2.5 Analisis Artikel Kinerja Masih Buruk PD Pasar Jaya Minta PMP Lagi
Indopos.co.id- Rencana Perusahaan Daerah (PD) Pasar Jaya mengajukan penyertaan modal
pemerintah (PMP), kepada Pemprov DKI Jakarta dipertanyakan. Sebab, perusahaan plat merah tersebut
sejauh ini dinilai berkinerja buruk. Hal tersebut terbukti dengan masih banyaknya pasar dengan kondisi
kumuh. Berdasarkan data yang ada, di Ibu Kota masih ada 59 pasar dalam kondisi tidak layak.
"Dalam pemberian PMP tentu harus diperhatikan kinerja dari perusahaan yang bersangkutan. Kalau
kinerjanya buruk tentu tidak bisa mendapatkan PMP," ujar William Yani, anggota Komisi B DPRD DKI
Jakarta pada indopos.co.id Rabu (26/8).

Willy mengatakan, Pasar Jaya sebagai Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) sejauh ini belum memiliki
gebrakan yang bisa dibilang hebat. Seharusnya PD Pasar Jaya membuktikan dulu prestasinya. "Kalau
sudah memberikan bukti baru bicara soal penyertaan modal," katanya.
Sebelumnya diberitakan, Tidak ada angin tidak ada hujan Direktur Utama (Dirut) PD Pasar Jaya
Djangga Lubis mundur dari jabatannya. Hal ini mengejutkan sejumlah pihak. Bahkan, ada yang
menduga kemunduran Djangga karena dugaan korupsi penyertaan modal pemerintah (PMP) Tahun 2014
sebesar Rp 177 miliar, yang sempat memicu unjuk rasa sejumlah mahasiswa beberapa waktu lalu.
Seperti diketahui, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa untuk Pasar Tradisional (AMT)
pada Senin 22 Juni silam, melakukan aksi demonstrasi di depan kantor pusat Pasar Jaya di Pasar
Pramuka, Matraman, Jakarta Timur.
Sumber : http://www.indopos.co.id/2015/08/kinerja-masih-buruk-pd-pasar-jaya-minta-pmp
Dari artikel tersebut disampaikan bahwa kinerja PD Pasar Jaya DKI Jakarta dinilai buruk, terbukti dari
total aset 152 pasar terdapat 59 pasar dalam kondisi yang tidak layak. Sebagai salah satu pelaku ekonorni, peran
Perusahaan Daerah Pasar Jaya tidaklah kecil terlebih dalam kegiatannya Pasar Jaya menjalankan peran ganda
yaitu sebagai business entity dan agent of development. Hal ini berimplikasi pada kinerja PD. Pasar Jaya. Untuk
melihat letak kesalahan dan hal yang harus diperbaiki, tentulah pengukuran kinerja sangat penting dalam kasus
ini. Mengukur keberhasilan perusahaan daerah bukanlah sesuatu hal yang mudah, karena karakteristik yang
dimiliki perusahaan daerah berbeda dengan perusahaan swasta. Ukuran keberhasilan yang dipakai haruslah
merefleksikan misi yang diemban PD. Pasar Jaya tersebut agar tidak hanya terbatas pada aspek keuangan
(financial benefit) tetapi juga aspek sosial (social benefit).
Selama ini untuk mengukur kinerja Badan Usaha Milik Daerah dalam lingkungan DKI Jakarta
mengacu pada Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 849 tahun 1994 tanggal 23 Juni 1994. SK Gubernur
ini hanya menitikberatkan kinerja keuangan dengan mengukur rasio-rasio keuangan seperti ; rentabilitas,
likuiditas dan solvabilitas (Thesis UI, Analisis Kinerja PD. Pasar Jaya). Untuk mengukur kinerja tidaklah cukup
dilihat dari aspek keuangan saja, maka perlu dilakukan juga pengukuran kinerja yang bersifat non-finansial.
Untuk itu pada kasus ini menurut penulis, penilaian kinerja yang menyeluruh dari kinerja PD. Pasar Jaya
sebaiknya di ukur melalui metode Balance Scorecard. Metode Balanced Scorecard ini menilai aspek keuangan
dan aspek non keuangan seperti : aspek keuangan, aspek pembelajaran/pertumbuhan, aspek proses bisnis
internal, serta aspek pelanggan. Dengan kata lain, pengukuran menggunakan metode ini lebih menyeluruh.

III.

Kesimpulan
Pengukuran kinerja sangat penting dalam keberlangsungan sebuah organisasi publik maupun swasta

demi berkembangnya organisasi ke arah yang lebih baik. Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengukur

kinerja sebuah organisasi, namun seiring perkembangan zaman dan tuntutan yang semakin beragam,
pengukuruan kinerja dengan metode lama dianggap tidak dapat menjawab kebutuhan. Sistem penilaian kerja
yang dimiliki oleh organisasi publik dinilai mempunyai banyak kendala, yang kerapkali diragukan dapat
meningkatkan kinerja karyawan, apalagi kinerja organisasi. Seperti pada kasus PD. Pasar Jaya dimana penilaian
kinerja organisasi hanya menitikberatkan kinerja keuangan dengan mengukur rasio-rasio keuangan seperti ;
rentabilitas, likuiditas dan solvabilitas (Thesis UI, Analisis Kinerja PD. Pasar Jaya).
IV.

Saran
Untuk membuat organisasi publik dapat berkembang dan setara dengan organisasi privat pengukuran

kinerja yang tepat akan menghasilkan saran-saran dan kunci yang dapat memperbaiki kinerja orgaisasi publik.
Maka dari itu penulis menyarankan agar pemerintah men-upgrade peraturan atau surat keputusan yang mengatur
tentang tata cara penilaian kinerja organisasi atau badan publik dengan metode penilaian kinerja yang lebih baru
dengan unsur unsur yang lebih luas dan menyertakan unsur sosial di dalamnya.

Daftar Pustaka
Poister, Theodore H.Measuring Performance in Public and Nonprofit Organizations, John Willey & sons Inc,
2003
Marr, Bernard, Managing and Delivering Performance, Published by Elsevier Ltd, 2008
Lembaga Manajemen PPM, Modul Pelatihan Performance Management, PPM Institute of Management, 2004
Nawawi, Hadari, Manajemen Sumberdaya Manusia untuk Bisnis yang Kompetitif, Gajah Mada University
Press, 2000.
Tobing, Jimmy, Analisis Kinerja Pegawai PD. Pasar Jaya, Universitas Indonesia, 2006
Buletin Mengawal Perubahan Kinerja, Edisi XVIII/2013, Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan
Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan, 2003.

Anda mungkin juga menyukai