net
Volume 14, Edisi 3, 2020
Kata kunci: Laporan kinerja, value for money, efisien, efektivitas, program dan
kegiatan.
Latar Belakang
Pengendalian pelaksanaan program dan kegiatan didukung oleh pelaporan program yang
wajib dilaporkan secara berkala oleh setiap unit organisasi pemerintah daerah sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Anthony dan Govindarajan (2004: 147) menjelaskan bahwa sistem
pengendalian manajemen harus didukung oleh pengembangan ukuran kinerja bagi manajer
yang bertanggung jawab atas pusat pertanggungjawaban, berdasarkan kriteria efisiensi dan
efektivitas yang relevan. Relevansi pengukuran kinerja telah menarik perhatian penelitian
sebelumnya, yang menekankan keterkaitan antara kinerja, perencanaan strategis dan tujuan
organisasi (Atkinson et al., 1997; Mwita, 2000; Robinson, 2003; Cavalluzzo dan Ittner, 2004;
Denton, 2005 ; Halachmi, 2005, dan Andrews R. et al., 2017).
Besarnya harapan masyarakat atas buah dari reformasi manajemen sektor publik tersebut
lebih berorientasi kinerja adalah pemenuhan barang publik sesuai dengan miliknya harapan.
Dukungan akuntansi diperlukan terutama dalam memenuhi kebutuhan informasi, dari
planning akuntabilitas. Kehadiran akuntansi di entitas pemerintah, seperti yang diamanatkan
235
Metode
Penelitian Desain Penelitian Desain
Penelitian dilakukan pada Pemerintah Daerah Kabupaten JPR (bukan nama sebenarnya) di
Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumentasi. Teknik
wawancara dengan informan adalah melalui wawancara mendalam (in-depth interview),
dilakukan secara tidak terstruktur dan informal dalam berbagai situasi. Dokumen yang
digunakan adalah Laporan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang menjelaskan
kinerja pelaksanaan program dan kegiatan di masing-masing SKPD.
Triangulasi teknik dan sumber (triangulasi metode) digunakan peneliti untuk menguji
kredibilitas data yang digunakan dalam analisis dan pembahasan. Teknik triangulasi dilakukan
dengan menggunakan dua teknik pengumpulan data, yaitu teknik wawancara mendalam dan
teknik dokumentasi. Triangulasi sumber dilakukan dengan cara mendapatkan data dari sumber
yang berbeda melalui teknik wawancara.
Informan / peserta dipilih secara sengaja, berdasarkan posisinya terkait dengan tanggung
jawab pelaksanaan program dan kegiatan di masing-masing SKPD, baik sebagai pengguna
anggaran maupun sebagai pengguna kekuatan anggaran. Selain dari unsur SKPD (eksekutif),
mereka juga menggunakan informan / peserta yang berasal dari legislatif, dengan
pertimbangan legislatif sebagai stakeholders utama Pemerintah Daerah yang secara langsung
menjadi
236
terlibat dalam penetapan program dan kegiatan SKPD, serta terlibat dalam pembahasan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran (program dan kegiatan). s
Unit Studi
Unit penelitian adalah sebuah organisasi yang secara langsung berkaitan dengan mekanisme
untuk menentukan, melaksanakan, mengawasi, dan mengambil tanggung jawab untuk
pelaksanaan program dan kegiatan dalam organisasi pemerintah daerah, serta individu di
dalamnya. Organisasi pemerintah daerah sebagai Unsur Penyelenggara Pemerintah Daerah
yang dimaksud adalah Pemerintah Daerah (eksekutif). Pihak yang mengemban tanggung
jawab, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (legislatif) yang menerima tanggung jawab.
Sebuahnalysis Alat
Implementasi NPM yang lebih berorientasi pada kinerja pada entitas sektor publik (instansi
pemerintah), secara konvensional dipahami sebagai resep untuk mengoreksi persepsi
kegagalan efisiensi , kualitas dan efektivitas penyediaan layanan publik (Hood, 2000).
Kompleksitas barang publik / layanan publik yang harus disiapkan oleh pemerintah
menyebabkan pengukuran kinerja pada organisasi pemerintahan bersifat multidimensi, karena
tidak ada satupun indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan kinerja yang
komprehensif, pengukuran kinerja organisasi tidak hanya dengan menggunakan ukuran
keuangan tetapi juganon
ukuranfinansial (Kaplan dan Norton, 1992; Gosselin, 2005; dan Denton, 2005).
Dukungan terhadap kebutuhan untuk mengukur kinerja non keuangan pada entitas sektor
publik juga dikemukakan oleh Carnegie dan West (2005) yang menjelaskan bahwa
peningkatan akuntabilitas sektor publik diperlukan, karena pengukuran kinerja yang hanya
terfokus pada aspek keuangan dinilai telah gagal. dalam memenuhisektor publik kebutuhan
akuntabilitas.
237
Konsep PKS terkait dengan konsep efisiensi dan efektivitas. Adanya fungsi audit
menimbulkan pertanyaan tentang efisiensi dan efektivitas program di arena politik (Heald,
2003).
Jones dan Pendlebury (2000: 246) menjelaskan tiga konsep dasar VFM: ekonomi, efisiensi
dan efektivitas. Berdasarkan ketiga konsep PKS tersebut, Mardiasmo (2005: 131) menjelaskan
dua indikator PKS. Pertama, indikator alokasi biaya (ekonomi dan efisiensi). Indikator
ekonomi berarti praktik pembelian barang dan jasa dengan tingkat kualitas tertentu dengan
harga terbaik (pengeluaran lebih sedikit). Suatu kegiatan operasional dikatakan ekonomis jika
dapat menghilangkan atau mengurangi biaya yang tidak perlu. Proses kegiatan operasional
dikatakan efisien apabila keluaran tertentu dicapai dan dilaksanakan dengan sumber daya dan
dana yang serendah mungkin (pembelanjaan dengan baik).
Indikator PKS kedua adalah kualitas layanan (efektivitas). Efektivitas adalah hubungan antara
keluaran dan tujuan atau sasaran yang harus dicapai. Kegiatan operasional dikatakan efektif
apabila proses kegiatan mencapai tujuan dan sasaran kebijakan akhir (belanja secara bijak).
238
Indikator efisiensi dan efektivitas yang menilai kinerja sektor publik harus digunakan
bersama. Pelaksanaan program dan kegiatan yang telah dilaksanakan secara ekonomis dan
efisien juga harus memastikan pencapaian output sesuai dengan maksud dan tujuan program.
VFM tercapai jika pelaksanaan program dan kegiatan menggunakan biaya input terkecil dan
menghasilkan output yang optimal.
Robinson (2003) menjelaskan bahwa laporan yang dihasilkan melalui sistem pengukuran
kinerja seharusnya memberikan kesempatan kepada publik untuk melihat bagaimana
pemerintah memenuhi akuntabilitasnya. Hoque (2006) menegaskan bahwa entitas sektor
publik yang melaksanakan program reformasi tidak melaksanakannya untuk mencapai tingkat
efisiensi yang lebih tinggi, tetapi bermaksud
untuk melegitimasi diri mereka sendiri di luar berbagai bentuk tekanan dan pengaruh
kelembagaan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yang disajikan oleh setiap unit organisasi
pemerintah (Satuan Kerja Perangkat Daerah) dimaksudkan untuk menjelaskan efisiensi dan
efektivitas pelaksanaan anggaran. Informasi yang disajikan dalam laporan kinerja berisi
perbandingan antara target dengan realisasi aktual dari setiap program dan kegiatan di setiap
unit organisasi pemerintahan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2006
tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah, ditegaskan bahwa Laporan
Kinerja memuat ringkasan keluaran dari setiap kegiatan dan hasil yang dicapai dari
masing-masing program sebagaimana diatur dalam anggaran. dokumen eksekusi. Studi
Robinson (2003), yang meneliti sistem akuntabilitas dan pengukuran kinerja pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan, menemukan bahwa pengukuran kinerja
pemerintah dipromosikan sebagai cara untuk membuat setiap unit pemerintahan lebih efisien
dan efektif.
Kendala utama yang dihadapi dalam pembentukan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi
Pemerintah adalah belum adanya dukungan model pengukuran kinerja yang telah disepakati,
terutama kesepakatan antara dua unsur penyelenggara pemerintahan (eksekutif dan legislatif).
Konsensus model pengukuran kinerja yang didasarkan pada efisiensi dan efektivitas kinerja
diperlukan sebagai pedoman dalam menilai berhasil tidaknya pemerintah dalam melaksanakan
program dan kegiatan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
(SAKIP), seluruh pemerintah daerah di Indonesia telah menyusun laporan kinerja internal
dalam bentuk Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah ( LAKIP). LAKIP disusun
dan disajikan oleh masing-masing Karya Daerah
239
Satuan (SKPD) sebagai media pertanggungjawaban atas kinerja pelaksanaan program dan
kegiatan yang menjadi tugas pokok dan fungsinya. Selanjutnya sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada masyarakat, pada akhir tahun Kepala Daerah wajib
menyampaikan Surat Pernyataan Pertanggungjawaban (LKPJ) kepada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) sebagai unsur pemerintah daerah. Selain LKPJ, berdasarkan pasal 69
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah di
tingkat Kabupaten / Kota juga wajib menyampaikan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (LPPD) yang ditujukan kepada pemerintah ( kepada menteri melalui gubernur), dan
Laporan Informasi Administrasi Pemerintahan Daerah (ILPPD), yang ditujukan kepada
masyarakat. Isi informasi yang terdapat dalam LKPJ, LPPD, dan ILPPD adalah sama, dan
disajikan berdasarkan PP Nomor 3 Tahun 2007.
LKPJ, LPPD, dan ILPPD disampaikan oleh Pemerintah Daerah. Di dalamnya terdapat
informasi mengenai pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan selama satu tahun
anggaran yang dimaksudkan untuk memberikan gambaran tentang efisiensi penggunaan
anggaran dan efektivitas pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan. Penilaian kriteria
efisiensi dan efektivitas yang tercermin dalam Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP),
serta LKPJ, LPPD, ILPPD, selama ini dibatasi pada kriteria keuangan, yaitu membandingkan
anggaran dan realisasinya. Biasanya, LAKIP sebagai produk SAKIP mendukung pelaksanaan
anggaran kinerja. Namun secara operasional,
SAKIP seringkali diterapkan hanya untuk memenuhi aspek formalitas saja. Laporan kinerja
yang hanya memenuhi kewajiban formal tidak hanya gagal memberikan arti bagi pengguna,
tetapi juga dapat menimbulkan keputusan yang menyesatkan, terutama keputusan yang
diambil oleh kedua unsur penyelenggara pemerintah daerah untuk memenuhi harapan
masyarakat penerima manfaat program dan kegiatan. .
240
Tugas kita dalam mengawasi pelaksanaan anggaran adalah memastikan bahwa pemerintah
melaksanakan anggaran sesuai dengan yang direncanakan. Artinya apa yang sudah tertuang
dalam anggaran harus dilaksanakan. Pemerintah juga harus memperhatikan konsensus yang
telah kita sepakati, oleh karena itu kami akan mendorong SKPD yang penyerapan
anggarannya masih rendah, agar lebih optimal dalam menyerap penggunaan anggaran.
Sejalan dengan pergeseran paradigma sistem manajemen yang berorientasi pada kinerja,
konsep pengukuran kinerja pemerintah yang diuraikan sebelumnya, pada dasarnya mencakup
tiga aspek pengukuran. Ini adalah ekonomi, efisiensi dan efektivitas. Aspek ekonomi
berkaitan dengan penyediaan sumber daya input, sesuai dengan kuantitas dan kualitas yang
dibutuhkan, dan dengan biaya rendah (pengeluaran lebih sedikit). Dalam organisasi
pemerintahan, menurut konsep ekonomi Rai (2008: 22) merupakan konsep yang paling
sederhana dibandingkan dengan konsep efisiensi dan efektivitas, penilaiannya hanya
berdasarkan masukan. Evaluasi aspek ekonomi terkait dengan evaluasi kesesuaian
penggunaan dana sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja ekonomi
dan efisiensi sebenarnya memiliki tujuan yang sama dalam kaitannya dengan indikator
alokasi biaya yang sama-sama membutuhkan pengurangan biaya (Jones dan Pendlebury,
2000: 248; Mardiasmo 2005: 131).
Secara umum, kinerja efisiensi dapat dinilai berdasarkan efisiensi teknis dan efisiensi
ekonomi. Efisiensi teknis digunakan untuk menilai kemampuan unit kerja mengubah input
menjadi output. Pengukuran nilai input relatif mudah dilakukan, karena penggunaan sumber
daya yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan dapat dengan mudah diubah menjadi nilai
moneter
sebagai ukuran input. Namun pengukuran keluaran (hasil) kegiatan lebih menantang, karena
banyak unit kerja yang tidak berwujud dalam keluarannya. Penilaian efisiensi teknis dapat
dilihat dari efisiensi input dan efisiensi output. Efisiensi input diartikan sebagai pencapaian
hasil kegiatan yang sesuai dengan target yang direncanakan, dengan input yang lebih rendah
(realisasi pengeluaran), sedangkan efisiensi output diartikan sebagai penggunaan input
(realisasi pengeluaran) yang sama dengan yang dianggarkan, dengan memperoleh a tingkat
output (hasil) yang lebih besar.
241
Efisiensi ekonomi pada dasarnya sama dengan konsep produktivitas. Pengukuran efisiensi
ekonomi didasarkan pada rasio antara keluaran dan masukan. Dalam hal evaluasi efisiensi
ekonomi harus dikaitkan dengan standar efisiensi yang ditetapkan dalam anggaran, yaitu rasio
antara input dan output yang direncanakan. Rai (2008: 23) menjelaskan bahwa untuk dapat
mengukur tingkat efisiensi yang sebenarnya harus dibandingkan dengan standar efisiensi.
Dalam konteks pelaksanaan anggaran, standar efisiensi dapat dilihat dari hasil yang
direncanakan dan anggaran yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan.
Laporan Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (lihat Lampiran 1) menunjukkan realisasi
belanja seluruh program dan kegiatan lebih rendah dari anggaran yang ditetapkan. Realisasi
keluaran atas semua program dan kegiatan sama dengan hasil yang direncanakan yang
ditetapkan dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran. Hasil ini dimaknai oleh penyelenggara
pemerintah daerah bahwa pelaksanaan program dan kegiatan yang dilaporkan dalam Laporan
Kinerja berhasil mencapai kinerja efisiensi, baik dari segi teknis maupun ekonomis. Efisiensi
teknis diperoleh melalui pencapaian hasil kegiatan sesuai dengan target yang direncanakan,
dengan penggunaan sumber daya input (realisasi belanja) yang lebih rendah dari anggaran
(efisiensi input). Pencapaian efisiensi ekonomi ditunjukkan dengan rasio input-output yang
lebih baik dari standar efisiensi yang digunakan. Rasio input-output dikatakan lebih baik
karena realisasi hasil yang dilaporkan sama dengan hasil yang direncanakan, sedangkan
realisasi belanja yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan lebih rendah dari
anggaran.
Penilaian efisiensi anggaran yang hanya dipandang sebagai efisiensi teknis dan efisiensi
ekonomi tidak dapat digunakan untuk menilai ketepatan dalam mengalokasikan sumber daya
publik. Harapan masyarakat untuk mendapatkan barang publik yang lebih baik harus
diperhatikan dalam pengalokasian anggaran. Oleh karena itu, pertimbangan sosiologis
diperlukan untuk mengalokasikan sumber daya pada program dan kegiatan yang sesuai. Hal
ini dimungkinkan jika ruang partisipasi publik berjalan efektif, bukan sekedar formalitas yang
cenderung mendistorsi kepentingan masyarakat yang menjadi sasaran program dan kegiatan.
Pilihan program dan kegiatan sebagai alternatif harus diberikan dan ditawarkan kepada
masyarakat, sebelum ditetapkan dalam rencana kerja dan anggaran pemerintah sebagai dasar
pengalokasian sumber daya publik. Keterlibatan masyarakat dalam menentukan pilihan harus
menjadi pertimbangan utama unit kerja, karena masyarakat akan merasakan dampak langsung
dari pelaksanaan program dan kegiatan. Tentunya pelibatan masyarakat dapat terlaksana
secara efektif apabila struktur kekuasaan yang ada pada dua elemen organisasi pemerintah
daerah secara bersama-sama mendorong partisipasi masyarakat secara penuh dalam
perencanaan program dan kegiatan. Keterlibatan DPRD (legislatif) dalam menjalankan
aspirasi masyarakat juga diperlukan guna mengawal pilihan program dan kegiatan dalam
ajang pembahasan rencana dan penganggaran pembangunan daerah. Dengan
242
Pilihan program dan kegiatan, dimungkinkan untuk mendorong peningkatan efisiensi secara
agregat, karena alokasi sumber daya publik digunakan untuk program dan kegiatan yang
benar-benar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Ilustrasi pentingnya asesmen efisiensi yang digunakan dalam penentuan alokasi anggaran
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat didasarkan pada evaluasi kegiatan yang
ada untuk setiap mata anggaran. Ini terkait dengan tujuan penerapan program dan kegiatan
semacam itu. Misalnya, untuk menentukan kegiatan yang akan dilaksanakan, program
pengembangan industri kecil dan menengah (lihat Lampiran 1 kode program 531)
merencanakan dan melaksanakan kegiatan terkait pelatihan dan bimbingan teknis yang
diberikan kepada pelaku industri kecil dan menengah. Dalam pembahasan perencanaan
pembangunan daerah, terdapat permasalahan yang direalisasikan oleh kedua unsur
penyelenggara pemerintahan daerah tersebut. Yakni, sulitnya pelaku industri kecil dan
menengah mengakses pendanaan dari lembaga keuangan akibat persyaratan formal yang tidak
dapat mereka penuhi. Kegiatan alternatif dapat dilakukan untuk mendukung pelaksanaan
program pengembangan industri kecil dan menengah. Misalnya melalui kegiatan membangun
kemitraan dan kerjasama dengan pihak ketiga untuk memberikan bantuan atau pinjaman
modal kerja kepada pengusaha industri kecil dan menengah.
Berdasarkan dua alternatif kegiatan untuk mendukung program pengembangan industri kecil
dan menengah, apabila anggaran dialokasikan kembali dari kegiatan yang semula hanya
ditujukan untuk kegiatan pelatihan dan bimbingan teknis, maka sebagian dialokasikan untuk
kegiatan yang berkaitan dengan pemberian bantuan / pinjaman modal kerja. Padahal, hal
tersebut dapat meningkatkan kesejahteraan para pelaku usaha kecil dan menengah, yang
berarti efisiensi agregat meningkat. Dengan demikian, penilaian efisiensi yang
mempertimbangkan aspek sosiologis dalam pengalokasian sumber daya publik juga
diharapkan dapat memberikan makna dalam menciptakan rasa keadilan dan kemakmuran bagi
masyarakat sebagai sasaran pelaksanaan program dan kegiatan. Hal tersebut juga mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah, yang berkontribusi pada terciptanya kesejahteraan
masyarakat secara umum.
pelaksanaan anggaran tidak hanya diukur dari pencapaian hasil kegiatan yang sesuai atau
lebih besar, dibandingkan dengan hasil yang direncanakan, dan sebagaimana dipahami oleh
eksekutif dan sebagian besar anggota legislatif. Beberapa pejabat di lingkungan Pemerintah
Daerah Kabupaten JPR menjelaskan keberhasilan pelaksanaan program anggaran sebagai
berikut:
Efisiensi dan efektifitas pelaksanaan program intensifikasi dan ekstensifikasi diukur dengan
biaya yang kecil untuk membuahkan hasil yang besar. Hal ini terlihat dari Laporan Realisasi
Anggaran. Selain itu, ada parameter lain yang digunakan untuk menilai keberhasilan
243
SKPD dalam pencapaian kinerja program dan kegiatan dilaporkan dalam Laporan Kinerja.
(Anw-Kepala SKPD).
Kalau kita di SKPD, yang penting tetap efisiensi penggunaan anggaran. Kami memastikan
realisasi belanja tidak melebihi anggaran, dan pencapaian hasil kinerja sesuai dengan
rencana… jadi kami berhati-hati saat menentukan anggaran agar tidak merepotkan saat
membuat laporan pertanggungjawaban. (Al-SKPD)
Pelaksanaan anggaran harus efisien dan efektif ... efisien adalah menabung, menabung dari
segi anggaran yang telah ditentukan dan menghemat dari segi waktu. Efektif tepat sasaran
... terlihat dari laporan SKPD bahwa output yang disepakati dapat dicapai atau
direalisasikan. (Anggota legislatif).
Berdasarkan pemahaman para pelaksana dan beberapa anggota DPRD di atas terlihat bahwa
terdapat pemahaman yang sama bahwa keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan
(efektivitas), didasarkan pada pencapaian realisasi kinerja (output) yang dilaporkan dalam
Laporan Kinerja SKPD, dibandingkan dengan rencana kinerja yang tercantum dalam
dokumen pelaksanaan anggaran dan ditetapkan dalam Rencana Kerja Anggaran (lihat
Lampiran 1).
Keberhasilan pemerintah dalam mencapai output sesuai dengan rencana, dan dilaporkan
dalam Laporan Kinerja SKPD, dilihat sebagai keberhasilan pemerintah dalam mencapai
efektivitas pelaksanaan anggaran (program dan kegiatan). Berdasarkan Laporan Kinerja
SKPD, tidak ada satupun keluaran ukuran yang digunakan untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program dan kegiatan yang menyimpang (melebihi atau kurang) dari rencana
yang telah ditetapkan (lihat Lampiran 1). Meski kondisi ini tidak masuk akal, dalam
pembahasan tanggung jawab pelaksanaan anggaran antara eksekutif dan legislatif, tidak ada
satupun yang mempersoalkan pencapaian realisasi output yang 100% sama dengan rencana
yang telah ditetapkan sebelumnya. Di antara mereka juga belum ada kesadaran bahwa
manusia memiliki keterbatasan untuk melihat masa depan yang sebenarnya penuh dengan
ketidakpastian, sehingga tidak masuk akal bahkan tidak mungkin untuk mencapai semua
realisasi keluaran yang sepenuhnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.
244
Penilaian efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan juga harus didasarkan pada pengaruh
atau hasil dari hasil pelaksanaan kegiatan yang diarahkan untuk mencapai tujuan program.
Sayangnya, model pengukuran kinerja yang dimaksudkan untuk menilai keberhasilan
pemerintah dalam melaksanakan program dan kegiatan yang hasilnya dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat sasaran program tidak tersedia dalam laporan kinerja SKPD.
Timbulnya kesadaran untuk memperhatikan kepentingan masyarakat sebagai sasaran program
dan kegiatan pelaksanaan anggaran, serta menilai efektivitas pelaksanaan anggaran,
disampaikan oleh beberapa anggota DPRD, antara lain:
Pelaksanaan program dan kegiatan harus berdaya guna dan berhasil guna, sehingga
bermanfaat bagi kepentingan masyarakat. Bagi masyarakat, program pemerintah berjalan jika
makanan murah, biaya sekolah terjangkau atau gratis, tidak ada lubang di jalan, [dan]
kesehatan terlayani dengan baik. Bagaimanapun, semua layanan dilayani dengan baik. Ini
berhasil. (Zae-Anggota Legislatif).
Mencapai efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan kegiatan itu mudah, sekarang kita
tentukan tingkat efisiensi dan efektifitas dengan rasio tertentu, mengunjungi kapan
pelaksanaannya tercapai ... jadi yang jadi masalah adalah bagaimana kontribusinya dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. (Suk- Anggota Legislatif)
Efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan hendaknya juga dikaitkan dengan tujuan
mewujudkan kesejahteraan, keadilan sosial dan lain-lain. Lebih spesifiknya, penilaian
efektivitas pelaksanaan program dan kegiatan di unit kerja harus dikaitkan dengan tujuan
sektoral yang lebih spesifik dan relevan dengan program, serta tugas pokok dan fungsi unit
kerja yang bersangkutan. Misalnya peningkatan kuantitas dan kualitas barang publik,
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, perbaikan infrastruktur dan sebagainya, sebagai
indikator outcome. Ketersediaan data keluaran dan keluaran dalam laporan kinerja ini
memungkinkan untuk menilai efektivitas pelaksanaan anggaran yang berorientasi pada upaya
mewujudkan keadilan dan kesejahteraan masyarakat, sesuai dengan visi dan misi pemerintah
daerah. Akibat adanya modifikasi format pelaporan kinerja berdasarkan PP No. 8/2006
tentang Pelaporan dan Kinerja Keuangan
245
Instansi Pemerintah ditambahkan informasi hasil dari setiap program dan kegiatan yang
dilaksanakan oleh SKPD berdasarkan persepsi masyarakat penerima manfaat program (lihat
Lampiran 2).
Kesimpulan
Berdasarkan Laporan Kinerja SKPD, data keluaran kegiatan diperoleh melalui laporan kinerja
yang disajikan oleh masing-masing unit kerja, dan dibandingkan dengan rencana keluaran
berdasarkan target yang tercantum dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Data hasil tidak
tersedia dalam laporan kinerja yang disajikan di SKPD.
246
REFERENCE
Andrews, R., Beynon, MJ, & Genc, E. (2017). Strategy Implementation Style and Public
Service Effectiveness, Efficiency, and Equity. Administrative Sciences, 7(1), 1-19.
Anthony, and Govindarajan. (2004). Management control system.11th Edition. McGraw Hill.
Atkinson, A., A., JH Waterhouse, and RB Wells . (1997). A Stakeholder Approach to Strategic
Performance Measurement Sloan. Management review. Spring: 15, 25-37
Carnegie GD and BP West. (2005). Making accounting accountable in the public sector.
Critical Perspectives on Accounting 16: 905–928
Christensen and Laegreid.(2001). New public management: The effects of contractualism and
devolution on political control. Public Management Review, Vol. 3: 73–94
Heald, D. (2003). Value for money tests and accounting treatment in PFI schemes.
Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 16 No. 3: 342-371
Hoque, Z. and Moll, J. (2001). Public Sector Reform: Implications for accounting,
accountability and performance of stated-owned entities-an Australian perspective.
International Journal of Public Sector Management Vol. 14 No. 4: 304-326
247
Kaplan, R. and Norton, D. (1992). The balance scorecard: Measures that drive performance.
Harvard business Review. January-February: 167-176
Rai, IGA (2008). Audit Kinerja Pada Sektor Publik. Salemba Empat. Jakarta.
248
1 2 3 4 5 6 7 8
249
1 2 3 4 5 6 7 8
250
1 2 3 4 5 6 7 8
dispute -- --
resolution
bodies (BPSK)
•
Accompanyin
g facilities for
the activities
of the
Consumer
Protection
Institute
(LPK) and
the
Consumer
Dispute
Resolution
Agency
(BPSK) •
Increased
and protected
consumer
rights
251
1 2 3 4 5 6 7 8
Equipment
252
1 2 3 4 5 6 7 8
253
1 2 3 4 5 6 7 8
farmer group
results
254
1 2 3 4 5 6 7 8
255
1 2 3 4 5 6 7 8
531. Food 20.000.00 20.000.000 1 IKM 1 IKM -- --
021 Processing 0 grup 1 grup 1 -- --
and Craft IKM group IKM group
Produk
Diversifikasi
Latihan
• Improved
Quality of IK
Sablon
Produk
•
Improvemen
t of Screen
Printing IKM
Products
256
1 2 3 4 5 6 7 8
quality of
product
packaging for
SMIs
Researchers)
257
1 2 3 4 5 6 7 8
258