Anda di halaman 1dari 3

Nama : Oktaria Mulya

NPM : 19013010233 / A
RMK Perfomance Based Budgeting (PBB)

Menurut (Sofyani & Prayudi, 2018) dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
dijelaskan pengertian anggaran berbasis kinerja merupakan suatu pendekatan dalam
penyusunan anggaran yang didasarkan pada kinerja atau prestasi kerja yang ingin dicapai.
Konsep anggaran berbasis kinerja (ABK) telah lama menjadi produk reformasi pengelolaan
keuangan organisasi sebagai bagian dari agenda besar New Public Management di seluruh
dunia. Dalam konteks pemerintah daerah di Indonesia, inisiatif penerapan ABK ditandai
dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan
dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (PP 105/2000) yang memberikan amanat kepada
semua lapisan pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengimplementasikan
ABK. Sebagaimana dinyatakan pada pasal 8 peraturan tersebut yang dengan tegas
menyebutkan bahwa APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) disusun dengan
pendekatan kinerja

Menurut (Utami & Machpudin, 2017) prinsip‐prinsip yang digunakan dalam


penganggaran berbasis kinerja meliputi:

1. Alokasi Anggaran Berorientasi pada Kinerja (output and outcome oriented). Alokasi
anggaran yang disusun dalam dokumen rencana kerja dan anggaran dimaksudkan
untuk memperoleh manfaat yang sebesar‐besarnya dengan menggunakan sumber daya
yang efisien
2. Fleksibilitas pengelolaan anggaran untuk mencapai hasil dengan tetap menjaga
prinsip akuntabilitas (let the manager manages). Prinsip tersebut menggambarkan
keleluasaan manager unit kerja dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai
keluaran sesuai rencana
3. Money Follow Function, Function Followed by Structure Money follow function
merupakan prinsip yang menggambarkan bahwa pengalokasian anggaran untuk
mendanai suatu kegiatan didasarkan pada tugas dan fungsi unit kerja sesuai maksud
pendiriannya (biasanya dinyatakan dalam peraturan perundangan yang berlaku)

Menurut (Varasvera & Febrina, 2016) anggaran berbasis kinerja merupakan metode
penganggaran bagi manajemen untuk mengaitkan setiap biaya yang dituangkan dalam
kegiatan-kegiatan dengan manfaat yang dihasilkan. Manfaat tersebut dideskripsikan pada
seperangkat tujuan dan sasaran yang dituangkan dalam target kinerja pada setiap unit kerja,
beberapa manfaat yang bisa dirasakan dengan adanya pengukuran kinerja, diantaranya
adalah: (a) Akuntabilitas organisasi publik kepada DPRD dan publik lebih mudah dilihat; (b)
Lebih memotivasi peningkatan pelayanan kepada publik; (c) Peningkatan kepercayaan publik
kepada pemerintah; dan (d) Anggaran kinerja menekankan pada sasaran kinerja dan
pencapaian bukan pada pembelian yang dilakukan oleh organisasi.

Menurut (Utami & Machpudin, 2017) penerapan penganggaran berbasis kinerja yang
terukur melalui tahapan siklus anggaran sesuai dengan prinsip akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan daerah. Agar terciptanya akuntabilitas dalam penerapan anggaran
tersebut maka diperlukan penerapan anggaran berbasis kinerja yang baik melalui empat
tahapan yaitu Pada tahap (1) perencanaan anggaran dilakukan taksiran pengeluaran atas dasar
taksiran pendapatan yang tersedia. Terkait dengan masalah tersebut, yang perlu diperhatikan
adalah sebelum menyetujui taksiran pengeluaran, hendaknya terlebih dahulu dilakukan
penaksiran pendapatan secara lebih akurat untuk mencapai hasil yang diinginkan; (2)
Implementasi (pelaksanaan) anggaran yaitu tahapan dilaksanakannya anggaran oleh semua
unit kerja yang ada di dalam instansi; (3) Pelaporan, dalam hal ini mencakup besarnya alokasi
anggaran unit kerja, besarnya anggaran yang telah dikeluarkan serta pencapaian hasil kerja
atau kegiatan atau program yang telah dilaksanakan Tujuan pelaporan realisasi anggaran
adalah memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran entitas pelaporan secara
tersanding; (4) Evaluasi kinerja anggaran dapat dikatakan sebagai suatu sistem dan cara
penilaian pencapaian hasil kerja individu pegawai, unit kerja maupun organisasi secara
keseluruhan.

Menurut (Anggita, 2017) untuk melakukan suatu pengukuran kinerja perlu ditetapkan
indikator-indikator terlebih dahulu antara lain indikator masukan (input) berupa dana, sumber
daya manusia dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat dalam suatu
anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap kewajarannya. Agar penerapan
penganggaran berbasis kinerja dapat dioperasionalkan maka penganggaran berbasis kinerja
harus menggunakan beberapa instrumen diantaranya standar analisis belanja, standar
pelayanan minimal dan indikator kinerja.

Menurut (Lamitasari et al., 2022) dalam memahami anggaran berbasis kinerja


diperlukan literatur dari studi kasus pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, contohnya pada
Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota Malang yang meneliti Pengaruh Anggaran Berbasis
Kinerja, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan
Daerah terhadap Penilaian Satuan Kerja Perangkat Daerah. Dari studi kasus tersebut
diketahui bahwa terdapat pengaruh secara simultan antara variabel Anggaran Berbasis
Kinerja, Sistem Akuntansi Keuangan Daerah dan Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan
Daerah Terhadap Penilaian Kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah.

DAFTAR PUSTAKA

Anggita, W. (2017). Pengaruh Analisis Standar Belanja, Standar Pelayanan Minimal dan Indikator
Kinerja terhadap Penyusunan Anggaran Berbasis Kinerja (Studi Kasus Pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah Kota Pangkalpinang). Journal of Accounting and Finance , 2, 314.

Lamitasari, E., Sudaryanti, D., & Mahsuni, A. W. (2022). Studi Kasus Pemerintah Daerah Kota
Malang. E_Jurnal Ilmiah Riset Akuntansi , 11, 1–8.

Sofyani, H., & Prayudi, M. A. (2018). IMPLEMENTASI ANGGARAN BERBASIS KINERJA


DI PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN AKUNTABILITAS KINERJA “A.” Jurnal
Ilmiah Akuntansi Dan Bisnis, 13, 54. https://doi.org/10.24843/JIAB.2018.v13.i01.p06

Utami, W., & Machpudin, H. A. A. (2017). PENGARUH PENERAPAN ANGGARAN


BERBASIS KINERJA TERHADAP AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI
PEMERINTAH. Akuntansi Dan Keuangan UNJA , 2, 56–68.

Varasvera, & Febrina, A. (2016). PENGARUH ANGGARAN BERBASIS KINERJA


TERHADAP KINERJA APARATUR PEMERINTAH DAERAH (STUDI KASUS PADA
DINAS SOSIAL PROVINSI JAWA BARAT). Jurnal Manajemen, 15(2), 137–162.

Anda mungkin juga menyukai