Penulis :
Hari Indah Wahyuni
ISBN : 978-623-5958-29-3
Editor :
Ansori
Penyunting:
Ansori
Penerbit:
Detak Pustaka
Redaksi :
Jl. Kandangan, Rejoagung, Ngoro
Jombang, Jawa Timur, 61473
Telp : +62 858-5003-8406
E-mail : cs@detakpustaka.com
Website : www.detakpustaka.com
PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................1
B. Tujuan Anggaran Berbasis Kinerja............................................3
BAB IV PENUTUP.................................................................................58
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................59
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah telah menerapkan sistem penganggaran dengan
sistem anggaran berbasis kinerja. Sebelum sistem anggaran berbasis
kinerja diberlakukan, pemerintah menggunakan sistem anggaran
tradisional yang mana sistem ini lebih menekankan pada biaya
bukan pada hasil/kinerja. Sistem anggaran tradisional ini dominan
dengan penyusunan anggaran yang bersifat line item budget yang
mana proses penyusunan anggarannya berdasarkan pada realisasi
anggaran tahun sebelumnya, dengan demikian tidak ada
perubahan yang signifikan atas anggaran tahun berikutnya.
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja
yang ingin dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan
dalam ukuran finansial (Mardiasmo, 2009:61). Dengan demikian,
anggaran merupakan hal yang sangat penting bagi pemerintah
untuk mengestimasi kinerja yang ingin dicapai nantinya. Dengan
dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara pasal 19 ayat (1) dan (2) yang berbunyi dalam
rangka penyusunan RAPBD (Rencana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah), SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) selaku
pengguna anggaran menyusun RKA (Rencana Kerja dan Anggaran)
dengan pendekatan berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai.
Dalam membuat anggaran berbasis kinerja pemerintah
terlebih dulu harus memiliki renstra (perencanaan strategis) yang
disusun dengan objektif dan juga melibatkan seluruh komponen
yang ada didalam pemerintahan. Dengan adanya sistem tersebut
pemerintah diyakini akan dapat mengkur kinerja keuangannya
yang tergambar dalam anggaran pendapatan dan belanjanya.
Aspek yang diukur didalam penilaian kinerja pemerintah salah
satunya adalah aspek keuangan yang berupa ABK (Anggaran
Berbasis Kinerja).
Anggaran berbasis kinerja merupakan anggaran yang
menekankan pada prestasi kerja atau hasil. Menurut Bastian (2006:
~1~
171) anggaran berbasis kinerja adalah sistem penganggaran yang
berorientasi pada output organisasi yang berkaitan sangat erat
dengan visi dan misi serta perencanaan strategis organisasi. Sistem
penganggaran ini mengaitkan langsung antara output dengan
outcome yang ingin dicapai yang disertai dengan penekanan
terhadap efektifitas dan efisiensi anggaran yang dialokasikan
(Sulistio, 2010).
Pelaksanaan anggaran berbasis kinerja di anggap penting,
karena dengan adanya anggaran berbasis kinerja diharapkan dapat
memperbaiki taraf hidup masyarakat, meningkatkan efektifitas
pembangunan dan memperbaiki tata kelola keuangan dan
pemerintahan yang lebih baik. Melalui penerapan prinsip good
governance yang sudah dilakukan oleh pemerintah, menuntut
adanya reformasi dibidang manajemen keuangan. Reformasi
manajemen keuangan daerah tersebut diperlukan untuk
menciptakan transparansi dan meningkatkan akuntabilitas guna
mewujudkan pemerintah yang amanah dan profesional. Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 serta Undang- Undang Nomor 17
tahun 2003 tentang keuangan negara telah menetapkan
penganggaran berbasis kinerja dalam proses penyusunan anggaran.
Disebutkan bahwa hal yang terpenting dalam upaya memperbaiki
proses penganggaran adalah dengan menerapkan anggaran
berbasis kinerja, karena penganggaran berbasis kinerja merupakan
suatu pendekatan dalam penyusunan anggaran yang didasarkan
pada kinerja yang ingin dicapai.
Terkait anggaran berbasis kinerja di lembaga pemerintahan
sejatinya sudah dilakukan oleh beberapa peneliti (Wijayanti et al.
2012; Kusuma dan Budiartha 2013; Verasvera 2016). Akan tetapi,
penelitian-penelitian tersebut hanya terfokus pada analisis
implementasi anggaran berbasis kinerja (Wijayanti et al. 2012),
hubungan anggaran berbasis kinerja dengan kinerja aparat pemda
(Erwati 2009; Verasvera 2016) serta kinerja keuangan dari kaca mata
value for money (Kurrohman, 2013). Sedangkan studi anggaran
berbasis kinerja yang mengaitkannya dengan anteseden atau faktor-
faktor yang mempengaruhi kesuksesan praktik anggaran berbasis
~2~
kinerja, dan hubungannya dengan penyerapan anggaran masih
sangat jarang, atau bahkan belum pernah dilakukan khususnya
pada konteks penelitian di Indonesia.
Pengukuran kinerja digunakan untuk menilai keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan kegiatan/program/kebijakan sesuai
dengan sasaran dan tugas yang telah ditetapkan dalam rangka
mewujudkan visi dan misi pemerintah daerah. Salah satu aspek
yang diukur dalam penilaian kinerja pemerintah daerah adalah
aspek keuangan berupa ABK. Untuk melakukan suatu pengukuran
kinerja perlu ditetapkan indikator-indikator terlebih dahulu antara
lain indikator masukan (input) berupa dana, sumber daya manusia
dan metode kerja. Agar input dapat diinformasikan dengan akurat
dalam suatu anggaran, maka perlu dilakukan penilaian terhadap
kewajarannya. Dalam menilai kewajaran input dengan keluaran
(output) yang dihasilkan, peran ASB sangat diperlukan.
ASB adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya
yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. Untuk
memenuhi pelaksanaan otonomi di bidang keuangan dengan
terbitnya berbagai peraturan pemerintah yang baru, diperlukan
sumber daya manusia yang mampu untuk menyusun anggaran
berbasis kinerja. Dalam usaha meningkatkan sumber daya manusia
tersebut, BPKP berusaha berperan aktif membantu pemerintah dan
pemerintah daerah serta instansi lainnya yang berhubungan dengan
keuangan Negara dengan menyusun Pedoman Penyusunan
Anggaran Berbasis Kinerja.
A. Anggaran
Telah banyak para ahli yang memberikan pengertian tentang
anggaran. Menurut Munandar (2000) anggaran ialah suatu rencana
yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan yang dinyatakan dalam unit (kesatuan) moneter dan
berlaku untuk jangka waktu tertentu. Christina, dkk. (2001)
menyatakan bahwa anggaran merupakan suatu rencana yang
disusun secara sitematis dalam bentuk angka dan dinyatakan dalam
unit moneter yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan untuk
jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Asri dan
Adisaputro (1996) memberikan pendapat yang sedikit berbeda,
anggaran adalah suatu pendekatan yang formal dan sistematis dan
pelaksanaan tanggung jawab manajemen di dalam perencanaan,
koordinasi dan pengawasan.
Anggaran ialah suatu rencana, uraian tentang kegiatan yang
akan dilaksanakan dan dinyatakan dalam bentuk uang (Azwar,
1996). Menurut Munandar (2000) anggaran mempnyai 3 kegunaan
pokok, yaitu :
1. Sebagai pedoman kerja dan memberikan arah serta sekaligus
memberikan target yang harus dicapai oleh kegiatan-kegiatan
perusahaan di waktu yang akan datang.
2. Sebagai alat pengkoordinasian kerja agar semua bagian yang
terdapat di dalam perusahaan dapat saling menunjang, saling
bekerja sama dengan baik, untuk menuju sasaran yang telah
ditetapkan.
3. Sebagai alat pengawasan kerja yaitu sebagai alat pembanding
untuk menilai realisasi kegiatan perusahaan.
Menurut GASB (Governmental Accounting Standards Board),
defenisi anggaran (budget) adalah rencana operasi keuangan yang
mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber
~5~
pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode
waktu tertentu (Bastian, 2006:164), sedangkan menurut Halim
(2007:164) anggaran merupakan sebuah rencana yang disusun
dalam bentuk kuantitatif dalam satuan moneter untuk satu periode
dan periode anggaran biasanya dalam jangka waktu satu tahun.
Selanjutnya Mardiasmo (2009:61) menyebutkan bahwa anggaran
merupakan estimasi kinerja yang ingin dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial. Dari
pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa anggaran
merupakan rencana keuangan yang disusun dan digunakan selama
periode waktu tertentu.
Begitu pula Bastian (2006) menyampaikan bahwa anggaran
mengungkap apa yang akan dilakukan dimasa mendatang.
Selanjutnya pemikiran strategis di setiap organisasi adalah proses
dimana manajemen berpikir tentang pengintegrasian aktivitas ke
arah tujuan organisasi. Pemikiran strategis manajemen
didokumentasikan dalam berbagai dokumen pencatatan.
Keseluruhan proses diintregasikan dalam prosedur penganggaran
organisasi. Anggaran dapat diimplementasikan sebagai paket
pernyataan pekiraan penerimaan dan pengeluaran yang
diharapkan akan terjadi dalam satu apa beberapa periode
mendatang. Anggaran selalu menyertakan data penerimaan dan
pengeluaran yang terjadi dimasa lalu.
Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 menyatakan
bahwa anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan
dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja,
transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang
disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematik untuk satu
periode.
Menurut Salomo (2005) terdapat tiga jenis anggaran
diantaranya :
1. Line item budgeting/traditional budgeting yaitu sistem
penganggaran yang disusun berdasarkan fungsi suatu
organisasi. Bertujuan untuk melakukan kontrol keuangan dan
berorientasi pada input organisasi serta pendekatannya
~6~
melalui kenaikkan bertahap, dalam prakteknya indikator
keberhasilannya adalah kemampuan menyerap anggaran.
Kelemahannya adalah kontrol uang sebatas administrasinya,
tidak menggambarkan kinerja karena berorientasi pada input,
hanya menetapkan rencana anggaran berdasarkan kenaikkan
secara bertahap yang berakibat tidak tersedianya informasi
yang logis dan rasional tentang anggaran tahun yang akan
datang. Indikator keberhasilannya adalah kemampuan
menghabiskan anggaran. Kelemahan ini mengakibatkan
inefisiensi, inefektivitas dan rendahnya akuntabilitas publik.
2. Planning programing budgeting system dan zero based
budgeting yaitu penyusunan anggaran yang berorientasikan
pada rasionalitas dengan menjabarkan anggaran dalam
program-program, sub-program dan proyek, dalam hal ini
yang diukur adalah biaya dan manfaatnya. Kelemahan sistem
ini adalah memerlukan banyak kertas kerja, data dan sistem
manajemen informasi canggih sehingga sulit karena
keterbatasan sumber daya manusia, menghasilkan keputusan
unit yang menghasilkan paket alternatif anggaran dengan
tujuan agar responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
3. Performance budgeting, anggaran yang berorientasi pada
kinerja yaitu sistem penganggaran yang berorientasi pada
output organisasi dan berkaitan dengan visi, misi dan rencana
strategis organisasi.
B. Kinerja
Menurut PP No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, kinerja adalah keluaran/hasil dari
kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan
dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang
terukur. Sementara itu menurut Bastian (2006:274) kinerja adalah
gambaran mengenai pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran,
tujuan, serta visi dan misi organisasi. Mahsun (2006:65)
mengungkapkan bahwa kinerja adalah gambaran mengenai tingkat
~7~
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program, kebijakan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, serta visi dan misi organisasi yang
tertuang dalam rencana strategis suatu organisasi.
Kemudian Robertson dalam Mahsun (2006:70) juga
menyatakan bahwa pengukuran kinerja adalah suatu proses
penilaian kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang
telah ditentukan sebelumnya termasuk informasi atas efisiensi
penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang/jasa,
kualitas barang/jasa, hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud
yang diinginkan. Dari pengertian diatas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa kinerja merupakan prestasi kerja yang dicapai dalam
melaksanakan suatu kegiatan.
Secara sederhana Kinerja diartikan sebagai hasil seseorang
secara keseluruhan selama periode tertentu didalam melaksanakan
tugas, seperti standar hasil kerja, target atau sasaran kriteria yang
telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakati bersama
(Veithzal, 2005:97). Kinerja karyawan tidak hanya sekedar informasi
untuk dapat dilakukannya promosi atau penetapan gaji bagi
perusahaan. Akan tetapi bagaimana perusahaan dapat memotivasi
karyawan dan mengembangkan satu rencana untuk memperbaiki
kemerosotan kinerja dapat dihindari.
Menurut Mangkunegara (2000:10), secara spesifik, tujuan
penilaian kinerja sebagai berikut :
1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang
persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, ,
sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik,
atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi
yang terdahulu.
3. Memberikan perluang kepada karyawan untuk
mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan
kepedulian terhadap karier atau pekerjaan yang diembannya
sekarang.
~8~
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa
depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi
sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang
sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat,
dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hak
yang perlu diubah.
2. Disiplin Anggaran
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan
yang terukur secara masuk akal yang nantinya dapat dicapai
untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang
dianggarkan pada setiap pos anggaran merupakan batas
tertinggi pengeluaran belanja. Penggunaan dana pada setiap
pos anggaran harus sesuai dengan kegiatan yang
direncanakan.
Beberapa disiplin anggaran yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan keuangan pemerinatahan adalah sebagai
berikut :
a. Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan
perencanaan yang terukur secara rasional yang dapat
dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan
belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi
pengeluaran belanja.
b. Pengeluaran harus di dukung dengan adanya kepastian
tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan
tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum
tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
c. Semua pengeluaran dan penerimaan daerah dalam tahun
anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam
~ 11 ~
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara serta
dilakukan melalui rekening desa.
3. Keadilan Anggaran
Pemerintah wajib mengalokasikan penggunaan
anggarannya dengan adil agar dapat dinikmati oleh seluruh
komponen masyarakat tanpa adanya diskriminasi didalam
pemberian pelayanan. Pemberian pelayanan yang dimaksud
diartikan sebagai keterbukaan keuangan yang dikelola
dengan menjadi masyarakat sebagai objek pertama yang
wajib diprioritaskan
~ 12 ~
BAB III SISTEM PENGANGGARAN BERBASIS KINERJA
A. Rencana Stratejik
Untuk menyusun ABK, pemerintah terlebih dahulu harus
mempunyai Renstra. Renstra merupakan kegiatan dalam mencari
tahu dimana organisasi berada saat ini, arahan kemana organisasi
harus menuju, dan bagaimana cara (stratejik) untuk mencapai
tujuan itu. Oleh karenanya, renstra merupakan analisis dan
pengambilan keputusan stratejik tentang masa depan organisasi
~ 15 ~
untuk menempatkan dirinya (positioning) pada masa yang akan
datang. Renstra memberikan petunjuk tentang mengerjakan sesuatu
program/kegiatan yang benar (doing the right things). Oleh karena
itu, bahasa yang digunakan dalam perumusan renstra haruslah jelas
dan nyata serta tidak berdwimakna sehingga dapat dijadikan
sebagai petunjuk/arah perencanaan dan pelaksanaan kegiatan
operasional.
Keuntungan penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja
memungkinkan pengalokasian sumber daya yang terbatas untuk
membiayai kegiatan prioritas RS sehingga tujuan RS dapat tercapai
dengan efisien dan efektif. Selanjutya Penerapan Penganggaran
Berbasis Kinerja adalah hal penting untuk menuju pelaksanaan
kegiatan RS yang transparan, sehingga anggaran jelas maka output
juga jelas, jadi ada kejelasan antara biaya dan output/hasil. Terakhir
Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja akan mengubah fokus
kebijakan prioritas RS. Oleh karenanya RS dalam menentukan
kebijakan terkait dengan efisiensi anggaran terhadap pilihan
kegiatan akan berdasarkan pada prioritas yang disusun.
Pada prinsipnya, terdapat beberapa langkah yang lazim
dalam melakukan perencanaan stratejik yaitu, merumuskan visi
dan misi organisasi, melakukan analisis lingkungan internal dan
eksternal (environment scanning) dengan melihat lingkungan
stratejik organisasi, merumuskan tujuan dan sasaran (goal setting),
dan merumuskan stratejik-stratejik untuk mencapai tujuan dan
sasaran tersebut. Satu hal lagi yang juga dalam praktek di berbagai
negara dijumpai adalah perumusan indikator-indikator penting
dalam mencapai sasaran-sasaran tersebut. Dalam rangka menyusun
renstra, pemda terlebih dahulu harus merumuskan visi yang
menyatakan cara pandang jauh ke depan kemana instansi
pemerintah harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif, dan inovatif.
Untuk menjabarkan lebih lanjut dari visi yang telah ditetapkan,
maka pemerintah daerah membuat misi. Misi adalah sesuatu yang
harus dilaksanakan oleh instansi pemerintah sesuai dengan visi
yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan
berhasil dengan baik.
~ 16 ~
Tujuan stratejik memuat secara jelas arah mana yang akan
dituju atau diinginkan organisasi, yang merupakan penjabaran
lebih lanjut atas misi yang telah ditetapkan. Dengan ditetapkannya
tujuan stratejik, maka dapat diketahui secara jelas apa yang harus
dilaksanakan oleh organisasi dalam memenuhi visi dan misinya
untuk periode satu sampai dengan lima tahun kedepan. Sasaran
stratejik merupakan penjabaran lebih lanjut dari misi dan tujuan,
yang merupakan bagian integral dalam proses pencapaian kinerja
yang diinginkan. Fokus utama penentuan sasaran ini adalah
tindakan dan alokasi sumber daya organisasi dalam kaitannya
dengan pencapaian kinerja yang diinginkan.
Pada masing-masing sasaran tersebut ditetapkan program
kinerjanya yang mendukung pencapaian sasaran tersebut. Program
merupakan kumpulan kegiatan-kegiatan yang sistematis dan
terpadu guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan sesuatu yang harus
dilaksanakan untuk merealisasikan program yang telah ditetapkan
dan merupakan cerminan dari strategi konkrit untuk
diimplementasikan dengan sebaikbaiknya dalam rangka mencapai
tujuan dan sasaran.
Perencanaan Program menjelaskan hubungan garis organisasi
secara kolektif yang menunjukkan apa yang hendak dicapai dan
bagaimana setiap rupiah dialokasikan untuk memenuhi program
dan sasaran. Program-program dasar yang merupakan prioritas
dan memenuhi tingkat pelayanan yang diharapkan sudah harus
diidentifikasikan dan disepakati untuk dilaksanakan, dan bila perlu
kemudian dibagi dalam sub program. Program dan sub program
tersebut memperlihatkan tingkat kerincian yang lebih tinggi
mengenai hasil yang diharapkan, klien dan konsumen (harapan
masyarakat), sasaran dan biayanya/ anggarannya.
Perencanaan Operasional unit kerja dibuat di satuan kerja
perangkat dalam rangka memperlihatkan bagaimana peluang
secara spesifik ditunjukkan, bagaimana setiap sasaran program
dilaksanakan di setiap unit kerja. Unit kerja juga harus
menunjukkan apa inovasi yang direncanakan dalam beberapa
~ 17 ~
tahun mendatang guna memperbaiki kinerja berupa kegiatan dan
atau program. Inovasi harus menunjukkan perbaikan yang perlu
dilakukan untuk meningkatkan efisiensi pengoperasian tanpa
mengorbankan efektifitas program atau dapat juga meningkatkan
efektifitas program tanpa menciptakan inefisiensi yang lebih tinggi.
Hal-hal yang berkaitan dengan penyusunan program adalah
sebagai berikut:
1) Kewenangan Pemerintah dalam Penyusunan Program
Penyusunan program bertujuan untuk mendukung
pencapaian tujuan dari masing masing satuan kerja perangkat
pemerintah. Tujuan dari masing masing satuan kerja
perangkat ditetapkan guna mendukung pelaksanaan
kewenangan pemerintah pusat maupun daerah atau instansi
terkait. Seperti yang diatur dalam Undang-Undang nomor 32
tahun 2004 tentang pemerintah daerah, pada dasarnya
kewenangan daerah telah ditetapkan dalam undang-undang
tersebut pada pasal 10 (1) yang menyatakan bahwa
Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan
menjadi urusan pemerintah. Urusan pemerintahan yang
menjadi urusan pemerintah adalah politik luar negeri,
pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,
dan agama. Pasal 10 (2) menyatakan bahwa dalam
menjalankan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
daerah sebagaimana disebutkan pada ayat (1), pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas
otonomi dan tugas pembatuan. Pasal 13 dan 14 menetapkan
urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten.
~ 18 ~
kegiatan yang dituangkan dalam rencana tindak untuk
merealisasikan suatu tujuan yang telah diindentifikasikan
terlebih dahulu. Beberapa pertanyaan kunci untuk
mendefinisikan program dapat membantu penyusunan
program seperti halnya :
a. Apa tujuan dari program ?
b. Apakah program dapat dicapai ?
c. Mengapa program diperlukan ?
d. Apa efek dari mandat yang diberikan ?
e. Apa saja faktor luar yang cenderung dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan ?
f. Siapa saja pihak pihak yang berkepentingan ?
b. Aktivitas utama apa yang dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan pihak yang berkepentingan ?
~ 19 ~
Tahap penyusunan anggaran berbasis kinerja mengacu
pada proses pengelolaan keuangan menurut Mahmudi
(2010:98) tahap tersebut terdiri dari :
Perumusan strategi
Tahap perumusan strategi merupakan tahap
penting dalam proses pengendalian organisasi, karena
kesalahan dalam merumuskan strategi akan berakibat
kesalahan arah organisasi. Penentuan arah dan tujuan
dasar organisasi merupakan bentuk perumusan strategi,
organisasi merumuskan misi, visi, dan tujuan organisasi.
Perumusan strategi merupakan kegiatan untuk
merancang atau menciptakan masa depan (creating the
future).
Perencanaan strategi
Perencanaan strategi merupakan proses yang
sistematis yang memiliki prosedur dan skedul yang jelas.
Organisasi yang tidak memiliki atau tidak melakukan
perencanaan strategi akan mengalami masalah dalam
penganggaran, misalnya terjadi beban kerja anggaran
(budgeting workload) yang terlalu berat, alokasi sumber
daya yang tidak tepat sasaran, dapat dilakukannya
pilihan strategi yang salah.
Pembuatan program
Tahap pembuatan program merupakan tahap yang
dilakukan setelah perencaan strategi. Rencana-rencana
strategi, sasaran strategi, dan insentif strategi merupakan
konseptual yang harus dijabarkan dalam bentuk
program-program merupakan rencana kegiatan dan
aktivitas yang dipilih untuk mewujudkan sasaran
strategi tertentu beserta sumber daya yang dibutuhkan
untuk melaksanakannya.
Penganggaran
Program-program yang telah ditetapkan harus
dikaitkan dengan biaya. Biaya program tersebut
merupakan gabungan dari biaya aktivitas untuk
~ 20 ~
melaksanakan program. Secara seluruh program
tersebut akan diringkas dalam bentuk anggaran. Secara
agregatif biaya seluruh program tersebut akan diringkas
dalam bentuk anggaran. Selain anggaran biaya, juga
dibuat anggaran pendapatan, dan anggaran investasi
(modal) untuk pelaksanaan program.
Implementasi
Selama tahap implementasi, pemimpin instansi
bertanggung jawab untuk memonitor pelaksanaan
kegiatan dan bagian akuntansi melakukan pencatatan
atas penggunaan anggaran (input) dan outputnya dalam
sistem akuntansi keuangan. Pemimpin instansi dalam
hal ini bertanggung jawab untuk menciptakan sistem
akuntansi yang memadai dan handal untuk perencanaan
dan pengendalian anggaran yang telah disepakati, dan
bahkan dapat diandalkan untuk tahap penyusunan
anggaran pada periode berikutnya. Sistem akuntansi
yang baik meliputi pula dibuatkan pengendalian intern
yang memadai.
Pelaporan Kinerja
Informasi akuntansi tersebut akan disajikan dalam
bentuk laporan keuangan, yang merupakan salah satu
bentuk pelaporan kinerja sektor publik, terutama kinerja
finansial. Pelaporan kinerja keuangan yang dihasilkan
dari sistem informasi akuntansi harus dilengkapi dengan
kinerja non keuangan.
Evaluasi Kinerja
Pelaporan kinerja organisasi harus memiliki dua
manfaat utama yaitu bagi pihak internal dan eksternal.
Bagi pihak internal, laporan kinerja manajer dan staf.
Laporan kinerja, bagi manajer memungkinkan untuk
membandingkan antara input dan output yang
direncanakan dengan realisasinya. Bagi pihak eksternal,
laporan kinerja berfungsi sebagai alat pertanggung
jawab organisasi. Laporan kinerja, bagi pemimpin
instansi memungkinkan untuk membandingkan antara
~ 21 ~
input dan output yang direncanakan dengan
realisasinya. Jika terdapat penyimpangan yang
signifikan, pimpinan instansi dapat melakukan tindakan
koreksi sebagai umpan balik.
Umpan balik
Tahap terakhir setelah evaluasi kinerja adalah
pemberian umpan balik (feedback). Tahap ini dilakukan
sebagai sarana untuk melakukan tindak lanjut (follow
up) atas prestasi yang ingin dicapai. Apabila
berdasarkan penilaian kinerja dinyatakan organisasi
belum berhasil mencapai misi, visi, dan tujuan organisasi
yang ditetapkan, maka kemungkinan perlu dilakukan
penetapan ulang atas perumusan strategi organisasi.
~ 22 ~
Kondisi dan perilaku tersebut ada pada masyarakat
yang mana.
~ 23 ~
bertanggungjawab pada sasaran tersebut. Rencana
operasional juga harus mencantumkan setiap rencana
inovasi selama lima tahun kedepan untuk meningkatkan
efektivitas dan efisiensi dengan menggunakan tingkat
pendanaan pada saat ini. Mengembangkan stratejik,
aktivitas dan inovasi pada proses operasi teknologi dan skill,
manusia, inovasi, modal, dan sumber daya lain dapat
dilakukan juga pada operasional unit kerja bersangkutan.
Penjelasan dan uraian mengenai proses teknologi dan
sumber daya yang digunakan harus lebih rinci.
Unit Kerja dapat mengembangkan secara terpisah dan detail
untuk setiap rencana teknik, manusia, dan sumber daya
modal. Inovasi adalah stratejik dan aktivitas rencana unit
kerja untuk mendapatkan efisiensi dan efektivitas yang lebih
dari setiap sasaran. Diasumsikan berbagai inovasi dapat
dilakukan jika dana tersedia. Selanjutnya, review dan seleksi
program statistik termasuk didalamnya pengukuran output,
pengukuran efisiensi dan pengukuran lain yang dapat
menjelaskan aspek penting dari operasi unit kerja.
B. Rencana Kinerja
Perencanaan kinerja adalah aktivitas analisis dan
pengambilan keputusan ke depan untuk menetapkan tingkat
kinerja yang diinginkan di masa mendatang. Pada prinsipnya
perencanaan kinerja merupakan penetapan tingkat capaian kinerja
yang dinyatakan dengan ukuran kinerja atau indikator kinerja
dalam rangka mencapai sasaran atau target yang telah ditetapkan.
Perencanaan merupakan komponen kunci untuk lebih
mengefektifkan dan mengefisienkan pemerintah daerah. Sedangkan
perencanaan kinerja membantu pemerintah untuk mencapai tujuan
yang sudah diidentifikasikan dalam rencana stratejik, termasuk
didalamnya pembuatan target kinerja dengan menggunakan
ukuran-ukuran kinerja.
Indikator Kinerja Bagian penting dalam penyusunan ABK
adalah menetapkan ukuran atau indikator keberhasilan sasaran dari
~ 24 ~
fungsi-fungsi belanja. Oleh karena aktivitas dan pengeluaran biaya
dilaksanakan pada tiap satuan kerja perangkat daerah, maka kinerja
yang dimaksud akan menggambarkan tingkat pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan, program, dan kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi unit kerja tersebut.
Pencapaian kinerja dapat dituangkan dalam Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP). Informasi dalam laporan
tersebut dapat memberikan kontribusi pada :
Pengambilan keputusan yang lebih baik yaitu dengan
menyediakan informasi kepada pimpinan dalam
melaksanakan fungsi pengendalian,
Penilaian kinerja dengan menghubungkan dua hal yaitu
kinerja individu dan kinerja organisasi dalam aspek
manajemen personalia sekaligus memotivasi pegawai
pemerintahan,
Akuntabilitas, dengan membantu pimpinan dalam
memberikan pertanggungjawaban,
Pemberian pelayanan, dengan peningkatan kinerja layanan
publik,
Partisipasi publik dapat ditingkatkan dengan adanya laporan
yang jelas atas ukuran kinerja. Masyarakat akan terdorong
untuk memberikan perhatian lebih besar sekaligus
memberikan motivasi atas pelayanan publik agar dapat
memberikan jasa layanan yang lebih berkualitas dengan biaya
yang rasional.
Perbaikan penanganan masalah masyarakat dengan jalan
memberikan pertimbangan kepada masyarakat guna memberikan
jasa layanan yang lebih nyata dan spesifik. Pada dasarnya
penyusunan anggaran berbasis kinerja tidak terlepas dari siklus
perencanaan, pelaksanaan, pelaporan/pertanggungjawaban atas
anggaran itu sendiri. Rencana stratejik yang dituangkan dalam
target tahunan pada akhirnya selalu dievaluasi dan diperbaiki terus
menerus. Siklus penyusunan rencana yang digambarkan berikut ini
menunjukkan bagaimana ABK digunakan sebagai umpan balik
(feed back) dalam rencana stratejik secara keseluruhan.
~ 25 ~
C. Jenis-jenis indikator kinerja
Dalam pendekatan proses pencapaian sasaran menurut fungsi
belanja, maka memerlukan identifikasi indikator-indikator melalui
sistem pengumpulan dan pengolahan data/informasi untuk
menentukan capaian tingkat kinerja kegiatan/program.
Mendefinisikan target kinerja dalam ukuran yang andal pada
kondisi normal merupakan salah satu aspek yang sulit dalam
penyusunan anggaran berbasis kinerja. Berikut ini akan dijelaskan
beberapa indikator kinerja, kegunaan dan ilustrasinya :
a. Masukan (input), merupakan sumber daya yang digunakan
untuk memberikan pelayanan pemerintah. Indikator masukan
meliputi biaya personil, biaya operasional, biaya modal, dan
lain-lain yang secara total dituangkan dalambelanja
administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan
belanja modal. Ukuran masukan ini berguna dalam rangka
memonitor jumlah sumber daya yang digunakan untuk
mengembangkan, memelihara dan mendistribusikan produk,
kegiatan dan atau pelayanan.
b. Keluaran (output) Produk dari suatu aktivitas/kegiatan yang
dihasilkan satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan
disebut keluaran (out put). Indikator keluaran dapat menjadi
landasan untuk menilai kemajuan suatu kegiatan apabila
target kinerjanya (tolok ukur) dikaitkan dengan sasaran-
sasaran kegiatan yang terdefinisi dengan baik dan terukur.
Karenanya, indikator keluaran harus sesuai dengan tugas
pokok dan fungsi unit organisasi yang bersangkutan.
Indikator keluaran (ouput) digunakan untuk memonitor
seberapa banyak yang dapat dihasilkan atau disediakan.
Indikator tersebut diidentifikasikan dengan banyaknya satuan
hasil, produk-produk, tindakan-tindakan, dan lain
sebagainya.
c. Efisiensi Ukuran efisiensi biaya, berkaitan dengan biaya
setiap kegiatan/aktivitas dan menjadi alat dalam membuat
ASB serta menentukan standar biayanya. Ukuran efisiensi
~ 26 ~
merupakan fungsi dari biaya satuan (unit cost) yang
membutuhkan alat pembanding dalam mengukurnya.
Indikator ini berguna untuk memonitor hubungan antara
jumlah yang diproduksi dengan sumber daya yang
digunakan. Ukuran efisiensi menunjukkan perbandingan
input dan output dan sering diekspresikan dengan rasio atau
perbandingan. Mengukur efisiensi dapat dilihat dari dua sisi
yaitu biaya yang dikeluarkan per satuan produk (input ke
output) atau produk yang dihasilkan per satuan sumber daya
(output ke input).
d. Kualitas, ukuran kualitas digunakan untuk menentukan
apakah harapan konsumen sudah dipenuhi. Bentuk harapan
tersebut dapat diklasifikasikan dengan: akurasi, memenuhi
aturan yang ditentukan, ketepatan waktu, dan kenyamanan.
Harapan itu sendiri hasil dari umpan balik lingkungan
internal dan eksternal. Perbandingan antara input-output
sering digunakan untuk menciptakan ukuran kualitas dan
mengidentifikasikan aspek yang pasti perihal pelayanan,
produk dan aktivitas yang diproduksi unit kerja yang
diperlukan masyarakat. Perbandingan antara output yang
spesifik dengan keseluruhan output menciptakan ukuran
akurasi, ketepatan waktu, dan aturan tambahan yang
diperlukan.
e. Hasil, Indikator ini menggambarkan hasil nyata dari keluaran
(output) suatu kegiatan. Pengukuran indikator hasil seringkali
rancu dengan pengukuran indikator output. Sebagai contoh
penghitungan “jumlah bibit unggul” yang dihasilkan dari
suatu kegiatan merupakan tolok ukur keluaran (output)
namun penghitungan “besar produksi per ha” merupakan
tolok ukur hasil (outcome). Indikator hasil (outcome)
merupakan ukuran kinerja dari program dalam memenuhi
sasarannya. Pencapaian sasaran dapat ditentukan dalam satu
tahun anggaran, beberapa tahun anggaran, atau periode
pemerintahan. Sasaran itu sendiri dituangkan dalam
fungsi/bidang pemerintahan, seperti keamanan, kesehatan,
atau peningkatan pendidikan. Ukuran hasil (outcome)
~ 27 ~
digunakan untuk menentukan seberapa jauh tujuan dari
setiap fungsi utama, yang dicapai dari output suatu aktivitas
(produk atau jasa pelayanan), telah memenuhi keinginan
masyarakat yang dituju.
Permasalahannya seringkali tujuan tersebut tidak dalam
kendali satu unit kerja, misalnya program dari kepolisian untuk
mengurangi tingkat kecelakaan di jalan tol dengan aktivitas
mengeluarkan peraturan penggunaan sabuk pengaman.
Harapannya, penggunaan sabuk pengaman mengurangi tingkat
kecelakaan di jalan tol, padahal tingkat kecelakaan masih
dipengaruhi faktor lain, seperti : kondisi jalan, mobil, tingkat
pengemudi mabuk, kecepatan, dan lain sebagainya di luar
jangkauan/kendali unit kerja tersebut.
~ 28 ~
Spesifik Berarti unik, menggambarkan obyek/subyek
tertentu, tidak berdwimakna atau diinterpretasikan lain.
Dapat Diukur Secara obyektif dapat diukur baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif. c. Relevan Indikator kinerja
sebagai alat ukur harus terkait dengan apa yang diukur dan
menggambarkan keadaan subyek yang diukur, bermanfaat
bagi pengambilan keputusan.
Tidak Bias Tidak memberikan kesan atau arti yang
menyesatkan.
Sedangkan penetapan target kinerja (sasaran kuantitatif)
harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
Spesifik Berarti unik, menggambarkan obyek/subyek
tertentu, tidak berdwimakna atau diinterpretasikan lain.
Dapat diukur Secara obyektif dapat diukur baik yang
bersifat kuantitatif maupun kualitatif dapat Dicapai
(attainable) Sesuai dengan usaha-usaha yang dilakukan
pada kondisi yang diharapkan akan dihadapi.
Realistis.
Kerangka waktu pencapaiannya (time frame) jelas.
Menggambarkan hasil atau kondisi perubahan yang
diinginkan.
~ 30 ~
c. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara
perencanaa, penganggaran, pelaksanaan dan
pengawasan;
d. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan
e. Menjamin tercapainya pembangunan sumber
daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan
berkelanjutan.
~ 31 ~
bentuk kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang
bersifat indikatif.
Penyusunan RPJM Nasional dan RKP dilakukan melalui
urutan kegiatan :
a. penyiapan rancangan awal rencana pembangunan;
b. penyiapan rancangan rencana kerja;
c. musyawarah perencanaan pembangunan; dan
d. penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
~ 32 ~
yang diikuti oleh unsur-unsur penyelenggara negara dengan
mengikut sertakan masyarakat (antara lain LSM, asosiasi
profesi, pemuka agama, pemuka adat, perguruan tinggi
serta kalangan dunia usaha), dalam rangka menyerap
aspirasi masyarakat. Berdasarkan hasil musyawarah
tersebut Bappeda menyusun rancangan akhir RPJP Daerah.
RPJP ditetapkan dengan undang-undang.
~ 33 ~
daerah ke dalam stratejik pembangunan daerah, kebijakan
umum, program perioritas kepala daerah, dan arah
kebijakan keuangan daerah. Dengan berpedoman pada
rancangan awal RPJM daerah yang disiapkan oleh Kepala
Bappeda, Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah,
menyiapkan rancangan rencana stratejik satuan kerja
perangkat daerah (Renstra – SKPD), sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya yang memuat visi, misi, tujuan,
stratejik, kebijkan, program dan kegiatan pembangunan.
Rancangan Renstra-SKPD digunakan oleh Kepala Bappeda
untuk menyusun rancangan RPJM daerah yang akan
digunakan sebagai bahan penyelenggaraan musyawarah
perencanaan pembangunan (Musrenbang) jangka
menengah.
Musrenbang jangka menengah daerah dalam rangka
menyusun RPJM daerah dilaksanakan paling lambat dua
bulan setelah kepala daerah dilantik dan diikuti oleh unsur-
unsur penyelenggara negara dan mengikutsertakan
masyarakat. Bappeda menyusun rancangan akhir RPJM
daerah berdasarkan hasil musrenbang jangka menengah
daerah. RPJM daerah ditetapkan dengan peraturan kepala
daerah paling lambat tiga bulan setelah kepala daerah
dilantik. Setelah ditetapkannya RPJM daerah, satuan kerja
perangkat daerah segera menyesuaikan Renstranya dengan
RPJM daerah yang telah disahkan dan ditetapkan dengan
peraturan pimpinan satuan kerja perangkat daerah.
~ 34 ~
pembangunan daerah, rencana kerja, dan pendanaannya,
baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah daerah
maupun yang ditempuhdengan mendorong partisipasi
masyarakat. Penyusunan RKPD melalui urutan kegiatan
sebagai berikut:
penyiapan rancangan awal RKPD
penyiapan rancangan rencana kerja.
musyawarah perencanaan pembangunan.
Penyusunan rancangan akhir RKPD Kepala Bappeda
menyiapkan rancangan awal RKPD sebagai penjabaran dari
RPJM daerah. Kepala Satuan Keja Perangkat Daerah
menyiapkan Renja-SKPD sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya dengan mengacu pada rancangan awal RKPD
yang disusun oleh Kepala Bappeda. Selanjutnya Kepala
Bappeda mengkoordinasikan penyusunan rancangan RKPD
dengan menggunakan Renja-SKPD tersebut. Rancangan
RKPD menjadi bahan dalam musrenbang yang
diselenggarakan oleh Kepala Bappeda. Musrenbang diikuti
oleh unsurunsur penyelenggara pemerintahan. Kepala
Bappeda menyusun rancangan akhir RKPD berdasarkan
hasil Musrenbang. RKPD ditetapkan dengan peraturan
kepala daerah dan menjadi pedoman penyusuna RAPBD.
~ 36 ~
H. Standar pelayanan Minimal
Standar Pelayanan Minimal yang selanjutnya disingkat SPM
adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang
merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga secara minimal. Standar pelayanan minimal SPM disusun
sebagai alat Pemerintah dan Pemerintahan Daerah untuk menjamin
akses dan mutu pelayanan dasar kepada masyarakat secara merata
dalam rangka penyelenggaraan urusan wajib.
Standar pelayanan minimal memiliki nilai yang sangat
strategis bagi pemerintah (daerah) maupun bagi masyarakat
(konsumen), adapun nilai strategis itu adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah daerah
Standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai tolak
ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan
untuk membiayai penyediaan pelayanan.
2. Bagi masyarakat
Standar pelayanan minimal dapat dijadikan sebagai acuan
mengenai kualitas dan kuantitas suatu pelayanan public yang
disediakan oleh pemerintah (daerah).
~ 37 ~
penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang
berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur. Standar
pelayanan mengatur aspek input (masukan), process (proses),
output (hasil) dan/atau manfaat. Input penting untuk
distandarisasi karena kuantitas dan kualitas dari input pelayanan
berbeda-beda antar daerah. Hal ini sering menyebabkan
ketimpangan antar daerah. Standar proses pelayanan juga penting
untuk diatur.
~ 38 ~
Menjadi dasar dalam menentukan anggaran berbasis
kinerja.
Masyarakat dapat mengukur sejauhmana pemerintah
daerah memenuhi kewajibannya dalam menyediakan
pelayanan kepada masyarakat, sehingga hal ini dapat
meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah kepada
masyarakat.
Sebagai alat ukur bagi kepala daerah dalam melakukan
penilaian kinerja yang telah dilaksanakan oleh unit kerja
penyedia suatu pelayanan.
Sebagai benchmark untuk mengukur tingkat keberhasilan
pemerintah daerah dalam pelayanan publik.
Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang
dilakukan oleh institusi pengawasan.
Sebagai benchmark untuk mengukur tingkat keberhasilan
pemerintah daerah dalam pelayanan publik,
Menjadi dasar bagi pelaksanaan pengawasan yang
dilakukan oleh institusi pengawasan.
~ 39 ~
SPM harus dijadikan acuan dalam perencanaan daerah,
penganggaran, pengawasan, pelaporan dan sebagai alat
untuk menilai pencapaian kinerja.
~ 40 ~
ABK, pemerintah daerah harus menyusunnya berdasarkan SPM
yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat.
Kinerja yang dimaksud dalam SPM ini adalah target-target
yang merupakan tolok ukur yang ditetapkan sebagai indikator
keberhasilan suatu kegiatan. Indikator keberhasilan dan target-
target (indicator output, outcome, benefit, impact) yang ada dalam
SPM akan digunakan untuk menetapkan target-target kegiatan dan
menghitung ASB serta menghitung rencana anggaran kegiatan.
Program dan rencana kegiatan, termasuk tolok ukur kinerjanya
yang merupakan pelaksanaan dari urusan wajib, selanjutnya
dituangkan dalam rencana kinerja instansi terkait. Dengan kata lain,
program, kegiatan, indikator keberhasilan, target/tolok ukur
kinerja, ASB dan rencana anggaran kegiatan yang tertuang dalam
Renstra/Renja dalam rangka melaksanakan urusan wajib,
ditetapkan berdasarkan SPM. Skema berikut menggambarkan
keterkaitan antara urusan wajib dan SPM dengan penyusunan
anggaran berbasis kinerja (ABK):
Terkait dengan urusan pemerintah daerah bahwa
Berdasarkan UU Nomor 23 tahun 2014 klasifikasi urusan
pemerintahan terdiri dari 3 urusan yakni urusan pemerintahan
absolut, urusan pemerintahan konkuren, dan urusan pemerintahan
umum. Urusan pemerintahan absolut adalah Urusan Pemerintahan
yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. Urusan
pemerintahan konkuren adalah Urusan Pemerintahan yang dibagi
antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota. Urusan pemerintahan umum adalah Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai kepala
pemerintahan.
~ 41 ~
Untuk urusan konkuren atau urusan pemerintahan yang
dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi dan Daerah
kabupaten/kota dibagi menjadi urusan pemerintahan wajib dan
urusan pemerintahan pilihan. Urusan Pemerintahan Wajib adalah
Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua
Daerah. Sedangkan Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan
Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai
dengan potensi yang dimiliki Daerah.
~ 42 ~
Urusan pemerintah wajib yang diselenggaraan
oleh pemerintah daerah terbagi menjadi Urusan Pemerintahan yang
berkaitan dengan Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan yang
tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar. Berikut pembagian urusan
wajib.
Pembagian
urusan pemerintahan
konkuren antara Pemerintah Pusat dan Daerah provinsi serta
Daerah kabupaten/kota sebagaimana disebutkan diatas didasarkan
pada prinsip akuntabilitas, efisiensi, dan eksternalitas, serta
kepentingan strategis nasional. Berikut kriteria-kriteria urusan
pemerintahan pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota.
~ 43 ~
a. Urusan Pemerintahan yang lokasinya lintas Daerah
provinsi atau lintas negara;
b. Urusan Pemerintahan yang penggunanya lintas Daerah
provinsi atau lintas negara;
c. Urusan Pemerintahan yang manfaat atau dampak
negatifnya lintas Daerah provinsi atau lintas negara;
d. Urusan Pemerintahan yang penggunaan sumber dayanya
lebih efisien apabila dilakukan oleh Pemerintah Pusat;
dan/atau
e. Urusan Pemerintahan yang peranannya strategis bagi
kepentingan nasional.
~ 45 ~
~ 46 ~
BAB IV PENYUSUNAN ANGGARAN BERBASIS KINERJA
~ 49 ~
2. Menetapkan output untuk dihitung biayanya
Mendefinisikan output merupakan langkah penting
untuk menentukan pencapaian target-target dari aktivitas
yang dibiayakan. Disain sistem akuntansi biaya akan
mempengaruhi pengalokasian biayanya. Manajer program
pada tiap unit kerja dan kepala biro/bagian perencanaan
serta biro/ bagian keuangan paling berkompeten dalam
langkah ini. Tindakan yang diperlukan :
Menetapkan kunci keberhasilan (key result area) atas
struktur aktivitas program
Menetapkan dan membebaskan tarif
Menyediakan harga satuan
~ 50 ~
dialokasikan dalam administrasi umum, program
pendukung dan biaya langsung.
~ 51 ~
Kegiatan untuk menetapkan proses alokasi sebagai
berikut :
1) Memilih dan menentukan apakah overhead langsung
dialokasikan ke sub-sub aktivitas atau melalui tahap
distribusi dengan melihat apakah ada kesesuaian
antara indikator-indikator output-input.
2) Mengkaji hubungan sub aktivitas dengan output
apakah ada hubungan langsung antar input-output
(beberapa diantaranya menggunakan dasar
pertimbangan untuk dasar alokasi).
~ 52 ~
Sedangkan mengalokasikan belanja administrasi
umum dan belanja pendukung program ke sub aktivitas
dengan cara :
Dapatkan anggaran langsung pada setiap aktivitas di
mana alokasi biaya overhead-nya diperlukan.
Tetapkan indikator input atas biaya variabel jika
biaya langsungnya sangat bervariasi mungkin
pendekatan total anggaran operasional atau
anggaran kapital lebih baik.
Tetapkan indikator output, apakah keluaran suatu
sub aktivitas atau lebih.
Jika lebih dari satu aktivitas maka indikator efisiensi
menggunakan perbandingan input ke output, atau
sebaliknya output ke input.
6. Melakukan Perhitungan
Ikhtisarkan langkah-langkah di atas ke dalam
penghitungan dengan pendekatan akuntansi biaya dan
dasar alokasi yang telah ditetapkan. Perhitungan biaya
memperlihatkan tingkat materialitas biaya sehingga yang
tidak material bisa diabaikan. Tugas menghitung dan
menyediakan pedoman fungsional ini terletak pada bagian
akuntansi. Kegiatan untuk melakukan penghitungan
sebagai berikut :
Rincikan biaya ke dalam kategori biaya tidak langsung
(overhead) dan biaya langsung pada masing-masing
sub aktivitas.
Aplikasikan persentase standar manfaat kepada
belanja pegawai (Basic Pay) ke dalam biaya-biaya sub
aktivitas.
Dapatkan biaya historis, nilai buku dan unit pakai dari
aset tetap yang berhubungan dengan sub aktivitas
tersebut.
Dapatkan biaya modal atas aset tetap dari investasi
yang pendanaannya melalui pinjaman - Dapatkan nilai
~ 53 ~
beban (input) atas biaya gratis yang merupakan output
dari unit kerja lain dan nilai alokasi beban output dari
output unit kerja tersebut yang digunakan oleh unit
kerja lain.
Jumlahkan seluruh biaya untuk menentukan biaya
output keseluruhan (implisit cost dan exsplisit cost).
Penjumlahan biaya yang ditetapkan pada setiap
output aktivitas per unit kerja tidak sama dengan
penjumlahan biaya pada pusat biaya karena adanya biaya
implisit dan perhitungan ganda yaitu output pada satu
unit kerja menjadi input pada unit kerja lain. Metode
perhitungan biaya tersebut mengharuskan kita membuat
analisis biaya pada setiap output dan dengan pendekatan
aktivitas manajemen, efisiensi dari tahun ke tahun akan
dapat dilakukan. Metode perhitungan biaya ini
merupakan aktivitas untuk penyusunan anggaran berbasis
kinerja, disebut sebagai ASB.
Enam langkah tersebut diatas tidak seluruhnya dapat
diterapkan dan dapat disesuai dengan kondisi pemerintah daerah
yang ada.
~ 56 ~
~ 57 ~
BAB IV PENUTUP
~ 58 ~
DAFTAR PUSTAKA
Ali Tojib M., Drs. Anggaran Negara. Pusdiklat Anggaran BPLK Depkeu.
Jakarta. 1996.
Amin Widjaja Tunggal, 2009. Dasar-dasar Anggaran. Penerbit
Harvarindo. Jakarta.
Anthony Robert N, J Dearsen dan Vijay Govindarajan, 2003. Sistem
Pengendalian Manajemen, Penerbit Salemba Empat, Jakarta,
2004. Manajemen Control System, Eleven Edition,Mc Graw-
Hill Companies, Inc,U.S.A.
Basri, Ramlan. 2013.”Analisis Penyusunan Anggaran dan Laporan
Realisasi Anggaran Pada BPM-PD Provinsi Sulawesi
Utara”.Jurnal Emba ISSN 2304 – 1174.Vol.2, No.3, Hal. 952-
961.
Bastian, Indra, 2006, Sistem Akuntansi Sektor Publik, Edisi 2, Jakarta:
Salemba Empat.
Basuki Rahmat, 2001. Penataan Mekanisme dan Kelembagaan
Pengawasan APBD oleh DPRD dalam Rangka Mewujudkan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dalam Abdul Halim.
2004. Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah. UPP AMP
YPKN. Yogyakarta.
Bijloo J. Perbendaharaan. Komisi Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1979.
BPKP, 2000. Akuntabilitas Instansi Pemerintah (Edisi Kelima).
Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston. 2001. Manajemen Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat
Buku Pedoman Penerapan Penganggaran Berbasis Kinerja, 2009,
Kementerian Negeri Perencanaan Pembangunan Nasional
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS),
Jakarta.
Dedeh. 2009. Evaluasi Anggaran Operasional Sebagai Alat Pengendalian
Manajemen (Studi Kasus PDAM Tirta Pakuan Bogor). Skripsi
pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
~ 59 ~
Dessler, Gary, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi ke
sepuluh. PT Intan sejati. Klaten.
Dhermawan, A.Bagus. 2012. Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja,
Kompetensi, dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja dan
Kinerja Pegawai di Lingkungan Kantor Dinas Pekerjaan Umum
Provinsi Bali. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, dan
Kewirausahaan. 6 (2).
Ekawarna, 2009.”Pengukuran Kinerja Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah Kabupaten Muaro Jambi”. Jurnal Cakrawala
Akuntansi . Vol.1, No.1, Hal.49-66. Fahrianta, Riswan dan
Carolina, 2012.”Analisis Efisiensi Anggaran Belanja Dinas
Pendidikan Kabupaten Kapuas”.Jurnal Manajemen dan
Akuntansi, Vol.13, No.1. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Indonesia. Banjarmasin.
Ghozali,I dan R.Y. Fahrianta, 2002. ”Pengaruh Tidak Langsung Sistem
Penganggaran terhadap Kinerja Manajerial: Motivasi sebagai
Variabel Intervening”. Jurnal Riset Akuntansi, Manajemen
Ekonomi,Vol.2, No.1, Februari 2002.,2005. Aplikasi Analisis
Multivariat dengan Program SPSS. Edisi 3. BP. Undip
Semarang
Halim, A.A Tjahyono dan M.F Husein,2000. Sistem Pengendalian
Manajemen, Edisi Revisi. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.
Hamid, Abidin, Pirac. Akuntabilitas Dan Transparasi Yayasan. Diskusi
Publik, www.yahoo.com. Lampung, tanggal 7 Januari 2003.
Harahap, Augusty, 2002. Budgetting Peranggaran Perencanaan
Lengkap Untuk Membantu Manajemen. Edisi 1 Cetakan
Kedua. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Herriyanto, H. (2012). Faktor-Faktor Yang Menpengaruhi Keterlambatan
Penyerapan Anggaran Belanja Pada Satuan Kerja
Kementerian/Lembaga di Wilayah Jakarta. Jakarta.
Keowon, Arthur J. dkk. 2001. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan.
Jakarta: Salemba Empat
Marc Robinson and Duncan Last. 2009. A Basic Model of Performance-
Based Budgeting. Carlo Cottarelli.
~ 60 ~
Mardiasmo, 2006, Perwujudan Transparasi dan Akuntabilitas Publik
Melalui Akuntansi Sektor Publik : Suatu Sarana Good
Govermance, Jurnal Akuntansi Pemerintah, Vol 2.
Mathis, Robert. L dan Jackson John. H. 2001. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.
Michael W.Spicer, Richard D.Bingham. (1991). Public Finance and
Budgeting.
Moeheriono, (2009). Pengukuran Kinerja Berbasis Kompetensi. Bogor :
Ghalia Indonesia.
Rosjidi, 2001. Akuntansi Sektor Publik Pemerintah. Kerangka, Standar
dan Metode. Puslitbangwas BPKP.
Sumenge, Ariel.2013.”Analisis Efektifitas dan Efisiensi Pelaksanaan
Anggaran Belanja.Jurna Emba ISSN 2304 – 1174.Vol.1, No.3,
Hal. 74-81.
Utari, Nuraeni, 2009, Studi Fenomenologis Tentang Proses Penyusunan
Anggaran Berbasis Kinerja Pada Pemerintah Kabupaten
Temanggung, Magister Akuntansi Universitas Diponegoro,
Semarang.
Wibowo, 2009. Manajemen Kinerja, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Wiemas AJGA. Sistem Tata Usaha Keuangan Indonesia. Komisi
Penterjemah. Depkeu. Jakarta. 1982.
Winarno Surakhmad. 1994. Metode Dan Teknik Akuntabilitas. Penerbit
Tarsito. Bandung.
Winardi, J., 2011. Motivasi Pemotivasian Dalam Manajemen Edisi VI.,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Yayasan Pembaruan Administrasi Publik Indonesia (YPAPI). 2004.
Memahami Good Government Governance Dan Good Coorporate
Governance. Penerbit YPAPI. Yogyakarta.
Yukl, G., 2005. Kepemimpinan dalam Organisasi, Jakarta: PT Indeks
~ 61 ~