Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Aspek Keperilakuan Pada Perencanaan Laba dan


Penganggaran
Dosen Pengampuh: Sri Ayu Pracita, S.Akun.,M.A

OLEH:

Nur Annang (19602056)


Alda (196602001)
Muspiandi (196602153)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI ENAM ENAM

KENDARI

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................i

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang..........................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2

1.3 Tujuan........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Berbagai Fungsi dari Perencanaan Laba dan Anggaran............................3

2.2 Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran..................4

2.3 Konsekuensi Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran...............5

2.4 Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan...8

2.5 Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan


Anggaran............................................................................................................11

BAB III KESIMPULAN......................................................................................19

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................20

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan karunia-
Nya sehingga makalah ini bisa selesai tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi
Keperilakuan tentang “Aspek Keperilakuan Pada Perencanaan Laba dan
Penganggaran”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
memberikan materi dan mendukung dalam penyusunan makalah ini. Penulis sadar
makalah ini belum sempurna dan memerlukan berbagai perbaikan, oleh karena itu
kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca
demi kesempurnaan makalah ini di masa yang akan datang.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak. Kami selaku penyusun mengucapkan terima kasih.

Kendari,10 Juni 2022

Penyusun

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Aspek perilaku yang terkait dengan anggaran merujuk pada perilaku manusia
yang terlibat pada saat anggaran tersebut disusun dan diimplemetasikan.
Anggaran dapat mempengaruhi perilaku manusia. Adanya anggaran
mengakibatkan manusia membatasi tindakannya. Anggaran pula yang
menyebabkan kinerja manajer selalu dan secara kontinyu dipantau serta
dibandingkan. Hal ini pula yang mengakibatkan timbulnya tekanan. Manajer
seringkali menghadapi permasalahan akibat adanya anggaran seperti misalnya
timbulya over atau under budget, penyimpangan dari anggaran yang diharapkan,
dan sebagainya. Akibatnya anggaran kemudian dianggap sebagai sesuatu yang
dapat menghambat atau mengancam karir.

Keberhasilan anggaran terutama akan ditentukan oleh cara pembuatan


anggaran itu sendiri. Program anggaran yang paling berhasil harus melibatkan
manajer dalam tanggungjawab pengendalian biaya untuk membuat estimasi
anggaran mereka sendiri. Pendekatan dalam penyediaaan data anggaran ini
penting terutama apabila anggaran tersebut akan digunakan untuk mengendalikan
dan mengevaluasi aktivitas seorang manajer. Pendekatan penganggaran yang
dianggap paling efektif adalah anggaran yang dibuat dengan kerjasama dan
partisipasi penuh dari manajer pada semua tingkatan .

Manajemen harus selalu menyadari bahwa dimensi manusia dalam


penganggaran merupakan faktor kunci. Mudah bagi manajer untuk menguasai
aspek teknis dari program anggaran, tetapi tidak mudah dalam memasukkan aspek
manusia. Manajemen harus ingat bahwa maksud penyusunan anggaran adalah
untuk memotivasi karyawan dan mengkoordinasikan aktivitas.Untuk mendorong
orang supaya bertanggungjawab terhadap penyusunan anggaran dan terhadap
implementasi anggaran untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan

1
efisien, perusahaan perlu mempertimbangkan aspek etika dan perilaku dalam
penganggaran.

1.2 Rumusan Masalah

1 Apa Fungsi dari Perencanaan Laba dan Anggaran?

2 Bagaimana Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran?

3 Bagaimana Terjadinya Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran?

4 Bagaimana Relevansi Konsep Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan?

5 Apa Saja Konsep-Konsep Keperilakuan yang Relevan?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui berbagai fungsi dari perencanaan laba dan anggaran.

2. Untuk mengetahui pandangan perilaku terhadap proses penyusunan anggaran.

3. Untuk mengetahui konsekuensi disfungsional dari proses penyusunan


anggaran.

4. Untuk mengetahui relevansi konsep keperilakuan dalam lingkungan


perencanaan.

5. Untuk mengetahui konsep-konsep keperilakuan yang relevan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Berbagai Fungsi dari Perencanaan Laba dan Anggaran

Anggaran merupakan perencanaan manajerial untuk tindakan yang dinyatakan


dalam istilah-istilah keuangan. Anggaran merupakan rencana laba jangka pendek
yang komprehensif, yang membuat tujuan dan target manajemen dilaksanakan.
Anggaran adalah alat manajerial yang memastikan pencapaian target
organisasional dan memberikan pedoman yang rinci untuk operasi harian.

Anggaran perusahaan seharusnya membuat komitmen atas sumber data yang


diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Anggaran sebaiknya mencerminkan
tambahan biaya iklan dan promosi yang diperlukan untuk meningkatkan
penjualan dan memperbaiki citra perusahaan. Anggaran sebaiknya memasukkan
estimasi arus kas yang juga mempertimbangkan waktu penagihan kas dari
pelanggan, pembayaran kas kepada pemasok, dan peningkatan yang diantisipasi
dalam berbagai beban. Ada beberapa fungsi anggaran, yaitu :

1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan. Sebagai


hasil negosiasi antara anggota organisasi yang dominan, anggaran
mencerminkan consensus organisasional mengenai tujuan operasi untuk masa
depan.

2. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan untuk bertindak, yang


mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi.
Anggaran menunjukkan bagaimana beragam sub unit organisasi harus bekerja
untuk mencapaitujuan perusahaan secara keseluruhan.

3. Anggaran bertindak sebagai suatu alat komunikasi internal yang


menghubungkan beragam departemen atau divisi organisasi antara yang satu
dengan yang lainnya dan dengan manajemen puncak. Arus informasi dari

3
departemen ke departemen berfungsi untuk mengoordinasikan dan
memfasilitasi aktivitas organisasi secara keseluruhan.

4. Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran
berfungsi sebagai standar terhadap mana hasil operasi actual dapat
dibandingkan.

5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan


manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau
kelemahan perusahaan.

6. Anggaran mencoba untuk memengaruhi dan memotivasi baik manajer


maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan
operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi.

2.2 Pandangan Perilaku Terhadap Proses Penyusunan Anggaran

Ada tiga tahapan utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu sebagai
berikut :

a. Tahap Penetapan Tujuan

Aktivitas perencanaan dimulai dengan menerjemahkan tujuan organisasi yang


luas kedalam tujuan-tujuan aktivitas yang khusus. Untuk menyusun rencana yang
realistis dan menciptakan anggaran yang praktis, interaksi yang ekstensif
diperlukan antara manajer lini dan manajer staf organisasi. Dalam suatu
perusahaan, direktur perencanaan memainkan peranan kunci dalam proses
manusia dari penyusunan anggaran ini.

b. Tahap Implementasi

Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk


mengkomunikasikan tujuan dan strategi organisasi, serta untuk memotivasi orang
secara positif dalam organisasi. Hal ini dicapai dengan menyediakan target kinerja
terinci bagi mereka yang bertanggungjawab untuk mengambil tindakan. Agar
rencana tersebut berhasil, maka rencana itu harus dikomunikasikan secara efektif.
Kesalahpahaman sebaiknya dideteksi dan diselesaikan dengan segera. Hanya

4
setelah itu baru rencana formal kemungkinan akan menerima kerjasama penuh
dari berbagai kelompok yang ingin di motivasi olehnya.

c. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja

Setelah anggaran diimplementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi


sebagai elemen kunci dalam sistem pengendalian. Anggaran menjadi tolak ukur
terhadap mana kinerja aktual dibandingkan dan berfungsi sebagai suatu dasar
untuk melakukan manajemen berdasarkan pengecualian. Sebenarnya untuk
menjaga efisiensi dalam operasi, baik kinerja diatas standar maupun dibawah
standar harus diakui dan di investigasi.

Untuk menyusun suatu anggaran atau rencana laba, terdapat langkah-langkah


tertentu yang perlu di ambil, yaitu :

1. Manajemen puncak harus memutuskan apa yang menjadi tujuan jangka


pendek perusahaan dan strategi mana yang akan digunakan untuk
mencapainya.

2. Tujuan harus ditetapkan dan sumber daya dialokasikan.

3. Suatu anggaran atau rencana laba yang komprehensif harus disusun, kemudian
disetujui oleh manajemen puncak. Setelah disetujui, anggaran harus
dikomunikasikan kepada penyelia dan karyawan yang kinerjanya
dikendalikan.

4. Anggaran digunakan untuk mengendalikan biaya yang menentukan bidang-


bidang masalah dalam organisasi tersebut dengan membandingkan hasil
kinerja aktual dengan tujuan yang telah dianggarkan secara periodik.

2.3 Konsekuensi Disfungsional dari Proses Penyusunan Anggaran

Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan suatu tujuan, pengendalian, dan


mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional,
seperti berikut ini ;

5
a. Rasa Tidak Percaya

Suatu anggaran terdiri atas seperangkat tujuan-tujuan tertentu. Walaupun


anggaran tersebut dapat disesuaikan untuk kejadian-kejadian yang tidak
diantisipasi, anggaran menampilkan kesan infleksibilitas. Anggaran merupakan
suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa tidak percaya, rasa
permusuhan, dan mengarah pada kinerja yang menurun.

Alasan dari rasa tidak percaya ini didasarkan pada keyakinan penyelia :

1. Anggaran cenderung untuk terlalu menyederhanakan atau mendistorsi situasi


“riil” dan gagal untuk memungkinkan dimasukkannya variasi dalam faktor-
faktor eksternal.

2. Anggaran mencerminkan variable-variabel kualitatif, seperti pengetahuan


mengenai tenaga kerja, kualitas bahan baku, dan efisiensi mesin, secara tidak
mencukupi.

3. Anggaran hanya mengonfirmasikan apa yang telah diketahui oleh penyelia.

4. Anggaran seringkali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga ukuran


kinerja yang di indikasikan di curigai.

5. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan.

6. Anggaran mengganggu gaya kepemimpinan penyelia.

7. Anggaran cenderung untuk menekan pada kegagalan.

b. Resistensi

Walaupun anggaran telah digunakan secara luas dan manfaatnya sangat


didukung, anggaran masih ditolak oleh banyak partisipan dalam suatu organisasi.
Salah satu alasan utama untuk hal itu adalah bahwa anggaran menandai dan
membawa perubahan, sehingga merupakan suatu ancaman terhadap status quo.
Adalah suatu tantangan bagi manajemen untuk mengatasi resistensi untuk berubah
ini dan untuk berhasil memperkenalkan invovasi yang meningkatkan kinerja
organisasi.

6
Alasan lain dari resistensi anggaran adalah bahwa proses anggaran
memerlukan waktu dan perhatian yang besar. Mereka sering kali takut untuk
mengakuinya atau tidak mau cukup mempelajari mengenai proses perencanaan
dan penyusunan anggaran guna memberikan kontribusi yang berarti.

Akhirnya, banyak manajer dan penyelia kurang memahami seluk-beluk dari


penyusunan anggaran. Terdapat banyak alasan untuk resistensi ini. “mengapa saya
harus membuat anggaran? Saya bekerja dengan baik-baik saja”. “Anda tidak dapat
memprediskikan masa depan dengan tingkat kepastian mana pun, jadi mengapa
membuat perencanaan?”. Alasan-alasan tersebut merupakan wujud nyata dari
penolakan mereka terhadap anggaran.

c. Konflik Internal

Anggaran memerlukan interaksi antara orang-orang pada berbagai tingkatan


organisasi yang berbeda. Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari
interaksi ini, atau sebagai akibat dari laporan kinerja yang membandingkan satu
departemen dengan departemen lainnya. Gejala-gejala umum dari konflik adalah
ketidakmampuan untuk mencapai kerjasama antar pribadi dan antar kelompok
selama penyusunan anggaran.

Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif dan


bermusuhan. Konflik dapat menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan
departemennya sendiri secara eksklusif daripada kebutuhan dari organisasi secara
total. Situasi ini menyebabkan keselarasan tujuan menjadi lebih sulit, jika tidak
mungkin, untuk dicapai. Kemudian, tindakan untuk menghilangkan konflik
internal dan mengembalikan hubungan kerja yang harmonis dan produktif dapat
dimulai.

d. Efek Samping Lain yang Tidak Diinginkan

Anggaran barangkali menghasilkan pengaruh lain yang tidak diinginkan.


Salah satu dari hal ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok informal yang
kecil, yang bekerja menentang tujuan dari anggaran. Kelompok-kelompok
karyawan ini biasanya dibentuk untuk melawan konflik internal dan tekanan yang

7
diciptakan oleh anggaran tersebut. Tujuan mereka adalah untuk mengurangi
ketegangan. Tetapi, tujuan mereka dapat berlawanan dengan tujuan organisasi,
dan dampak yang tidak diinginkan dari aktivitas mereka bias juga berlawanan
dengan tujuan yang mereka maksudkan sebelumnya, yaitu untuk mengurangi
ketegangan.

Anggaran seringkali dipandang sebagai alat tekanan manajerial. Oarng-orang


merasakan tekanan ketika manajemen puncak berusaha untuk memperbaiki
efisiensi dengan cara memperoleh lebih banyak output dari tingkat input yang ada
(lebih rendah). Tekanan yang berlebihan dapat dihubungkan dengan frustasi,
emosi yang meningkat, dan penyakit fisik yang ditimbulkan oleh stres. Efek
samping lainnya yang tidak diinginkan yang dapat berkembang adalah penekanan
yang berlebihan pada kinerja departemental dan kurang menekankan pada kinerja
organisasi secara keseluruhan.

Anggaran juga dapat menghambat inisiatif individual dan inovasi yang efektif
biaya, karena metode bisnis yang telah ada dengan probabilitas keberhasilan yang
diketahui lebih dipilih dibandingkan dengan metode baru dengan peluang
keberhasilan yang belum terbukti. Dengan demikian, individu seringkali tidak
berani berinovasi. Untuk membuat anggaran berhasil, karyawan harus dibuat
untuk menyadari bahwa fungsi anggaran sebagai wahana yang positif untuk
operasi organisasi yang mulus. Daripada memandang anggaran sebagai cara yang
mengerikan untuk memeras keringat karyawan sampai ke titik penghabisan,
orang harus belajar untuk memandang anggaran sebagai alat untuk menciptakan
keselarasan tujuan dan sebagai standar kinerja yang dimaksudkan untuk
memberikan manfaat kepada seluruh karyawan perusahaan.

2.4 Relevansi Konsep Ilmu Keperilakuan dalam Lingkungan Perencanaan

A. Dampak dari Lingkungan Perencanaan

Sebelum konsep ilmu keperilakuan yang memengaruhi proses perencanaan


atau penyusunan anggaran dapat dibahas dengan berarti, adalah perlu untuk
memperkenalkan faktor-faktor yang menimbulkan variasi dalam lingkungan

8
perencanaan. Lingkungan perencanaan mengacu pada struktur, proses, dan pola-
pola interaksi dalam penetapan kerja. Hal tersebut kadangkala disebut dengan
budaya penerimaan manajemen puncak terhadap ide-ide baru, prosedur dan
perangkat untuk membuat agar pekerjaan dilakukan, perasaan identifikasi dengan
organisasi, tingkat kohesi dari tenaga kerja, dan seterusnya.

Ukuran dan struktur, gaya kepemimpinan, jenis sistem pengendalian, dan


stabilitas lingkungan dari suatu organisasi merupakan beberapa faktor yang
memengaruhi lingkungan kerja dimana perencanaan terjadi. Lingkungan kerja
atau budaya organisasi memengaruhi perilaku dan oleh karena itu juga
memengaruhi proses perencanaan. Perilaku manusia bersifat adaptif dan berbeda
dari satu tindakan tertentu oleh manajemen puncak dapat mendorong perilaku dan
hasil anggaran yang menguntungkan, sementara tindakan yang sama di
lingkungan yang berbeda dapat mendorong perilaku yang tidak diinginkan dan
hasil anggaran yang disfungsional.

B. Ukuran dan Struktur Organisasi

Ukuran dan struktur dari suatu organisasi memengaruhi perilaku manusia dan
pola interaksi dalam tahap penetapan tujuan, implemetasi, dan pengendalian serta
evaluasi terhadap proses perencanaan. Ukuran organisasi mungkin dipandang
sebagai jumlah karyawan, nilai dollar dari pabrik fisik, volume penjualan, jumlah
kantor cabang, atau ukuran kuantitatif lainnya yang membedakan organisasi.

Diperusahaan-perusahaan kecil, struktur perencanaan dan pengendalian


adalah relatif sederhana karena aktivitas organisasi hanya dilaksanakan oleh
sedikit orang. Aktivitas dapat dengan mudah di kendalikan dan masalah
keselarasan tujuan dapat dengan cepat dibahas. Sebaliknya, perusahaan-
perusahaan besar harus mengembangkan struktur birokrasi yang kompleks untuk
berurusan dengan administrasi dari berbagai fungsi organisasi. Wewenang di
delegasikan dan disebarkan dari atas. Pekerjaan dan tugas karena kebutuhan
dibagi menjadi bidang-bidang tanggung jawab kecil, yang menciptakan
kebutuhan akan koordinasi yang lebih ketat dan pengendalian formal di sepanjang
garis penyelia/bawahan. Dalam struktur manajemen birokratis semacam itu,

9
penyusunan anggaran yang efektif dianggap lebih sulit karena potensi inefisiensi
dalam komunikasi didalam organisasi, kurangnya keselarsan tujuan, dan
ketidakmampuan dari banyak orang untuk melihat hubungan antara peran kerja
mereka dengan tujuan organisasi secara keseluruhan

Ukuran dan kompleksitas dari beberapa organisasi menimbulkan masalah


besar dalam perencanaan, implementasi, dan pengendalian. Ukuran organisasi
mengacaukan proses anggaran dengan cara-cara lain. Misalnya, manajer pada
berbagai tingkatan organisasi dapat menyaring informasi dan meneruskan keatas
atau kebawah hanya informasi yang menguntungkan bagi mereka. Manajer atau
penyelia dapat melaksanakan hanya bagian tanggung jawab mereka yang
konsisten dengan tujuan dan kepentingan mereka sendiri.

C. Gaya Kepemimpinan

Gaya kepemimpinan juga mempengaruhi lingkungan perencanaan organisasi.


Teori X dari McGregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang otoriter dan
dikendalikan secara ketat, dimana kebutuhan akan efisiensi dan pengendalian
mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan dengan
bawahannya. Untuk memantau kinerja bawahan, para pemimpin ini menugaskan
staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang memungkinkan dilakukannya
pengwasan secara tidak langsung. Filosofi untuk mendorong perilaku bawahan
yang diinginkan adalah : “gaji mereka dengan baik dan awasi mereka dengan
ketat”.

Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh manajemen


puncak (kontroler atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada manajemen
tingkat bawah. Dengan demikian, dalam gaya kepemimpinan otoriter, anggaran
dipandang sebagai alat pengendalian manajemen yang di desain untuk
memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari manajemen puncak. Gaya
kepemimpinan otoriter secara nyata memfasilitasi koordinasi dan pengendalian
atas aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas tersebut tidak jelas.
Gaya kepemimpinan ini terutama efisien dalam kasus perbedaan bahasa atau
budaya. Tetapi, gaya kepemimpinan ini tidak mendorong partisipasi dan dapat

10
menimbulkan tekanan anggaran yang berlebihan, kegelisahan, dan rusaknya
motivasi.

Teori Y dari McGregor dan gaya kepemimpinan demokratis Likert


mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan tujuan
dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan demokratis memungkinkan
fleksibilitas dalam proses penyusunan anggaran dan memberikan peluang kepada
karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah organisasi, mengekspresikan
ide-ide mereka tentang bagaimana perusahaan sebaiknya beroperasi, dan
memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Dengan pendekatan partisipatif,
dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan anggaran karena
adanya komunikasi dan negosiasi bolak-balik antar departemen. Tetapi, riset telah
mengungkapkan bahwa orang mengidentifikasikan dirinya lebih dekat dengan
anggaran dan melakukan usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang
dinyatakan ketika mereka berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini.

D. Stabilitas Lingkungan Organisasi

Faktor lainnya yang memengaruhi lingkungan perencanaan adalah lingkungan


eksternal. Lingkungan tersebut meliputi iklim politik dan ekonomi, ketersediaan
pasokan, struktur industri yang melayani organisasi, hakikat persaingan, dan lain
sebagainya. Lingkungan yang stabil mengenakan resiko yang terbatas dan
memungkinkan proses penetapan tujuan menjadi demokratis dan partisipatif.
Lingkungan yang berubah dengan cepat menghasilkan situasi yang beresiko
tinggi. Perubahan yang dramatis dalam tingkat bunga, fluktuasi nilai tukar mata
asing, dan semakin meningkatnya persaingan dari luar negeri adalah beberapa
kasus diantaranya. Untuk menghadapi perubahan semacam itu, keputusan harus
dibuat dengan cepat dan tegas. Penyesuaian tujuan dan/atau strategi yang sering
mungkin diperlukan.

11
2.5 Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan
Anggaran

A. Tahap Penetapan Tujuan

Tahap penetapan tujuan adalah penting untuk diingat bahwa orang-orang di


dalam organisasi bertanggung jawab untuk menentukan sasaran dan menetapkan
tujuan. Orang-orang dalam organisasi juga bertanggungjawab atas pencapaian
sasaran dan tujuan tersebut. Dengan demikian, fase penetapan tujuan dari
perencanaan penuh dengan kekurangan dalam perilaku.

Tujuan organisasi sangat dipengaruhi oleh tujuan dari anggota organisasi yang
dominan, yang secara kolektif mempunyai kendali yang mencukupi atas sumber
daya organisasi untuk membuat komitmen atasnya kearah tertentu atau untuk
menahannya dari yang lain. Tujuan dipandang sebagai suatu kesepakatam yang
kompleks, yang kadangkala mencerminkan kebutuhan individual dan tujuan
pribadi yang saling bertentangan dari anggota organisasi yang dominan. Tujuan
organisasi ditentukan melalui negosiasi.

B. Keselarasan Tujuan

Masalah utama yang dijumpai dalam tahap penetapan tujuan adalah mencapai
suatu tingkat keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin diantara
tujuan-tujuan organisasi, sub unit-sub unitnya (divisi atau departemen), dan
anggota-anggotanya yang berpartisipasi. Keselarasan tujuan atau kompatibilitas
akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya dapat
dipenuhi dengan mencapai tujuan organisasi. Jika tujuan organisasi dipandang
sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi atau untuk memenuhi kebutuhan
pribadi, maka tujuan organisasi akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan
tindakan yang diinginkan.

Jika keselarasan tujuan tidak diterapkan, maka berbagai masalah dapat


berkembang. Manajer dari sub unit yang berbeda mungkin bekerja untuk tujuan
yang saling bersaing, semangat persaingan dapat menggantikan semangat untuk

12
bekerjasama, atau perasaan putus asa dapat menyerap kedalam tingkatan
manajerial.

C. Partisipasi

Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian besar


orang sebagai obat mujarab untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri dan
aktualisasi diri dari para anggota organisasi. Partisipasi adalah suatu proses
pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak dimana
keputusan tersebut akan memiliki dampak masa depan terhadap mereka yang
membuatnya. Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki
suara dalam proses manajemen. Ketika diterapkan kepada perencanaan,
partisipasi mengacu pada keterlibatan manajer tingkat menengah dan bawah
dalam pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional
dan penetapan sasaran kinerja. Keterlibatan tersebut dapat bervariasi dari hanya
sekedar hadir pada pertemuan-pertemuan anggaran sampai pada partisipasi dalam
diskusi yang berkaitan dengan kewajaran dari kuota penjualan dan target produksi
dan pada hak untuk melakukan negosiasi dalam menetapkan sasaran dari orang
itu sendiri.

Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam proses manajemen


menyimpulkan bahwa partisipasi menguntungkan organisasi. Partisipasi telah
menunjukkan dampak positif terhadap sikap karyawan, meningkatkan kuantitas
dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerjasama diantara manajer. Namun,
Becker dan Green menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi
yang salah, partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk
mencapai tujuan organisasi.

Banyak studi mengenai pengambilan keputusan secara partisipatif tidak


menyetujui suatu format eksklusif yang diinginkan untuk partisipasi karyawan
yang akan bekerja di semua organisasi. Terdapat relatif sedikit diskusi atau
kesepakatan mengenai kedalaman, lingkup, atau bobot partisipasi. Yaitu, tidak
ada pandangan yang seragam mengenai siapa yang sebaiknya berpartisipasi

13
(kedalaman), jenis keputusan dimana mereka sebaiknya berpartisipasi (lingkup),
atau tingkat kekuasaan partisipan dalam keputusan akhir (bobot).

Dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi merupakan inti dari proses
demokratis dan oleh karena itu tidaklah alamiah jika diterapkan dalam struktur
organisasi yang otoriter. Dengan demikian, dalam organisasi besar dan birokratis
yang di kelola secara sentral, partisipasi dalam menentukan tujuan dan
menetapkan sasaran akan berdasarkan definisi terbatas pada sekelompok
eksklusif puncak. Perusahaan dengan gaya kepemimpinan demokratis dan/atau
organisasi yang terdesentralisasi memungkinkan partisipasi manajemen yang
lebih besar dalam keputusan penetapan anggaran. Banyak dari perusahaan ini
mendorong baik manajer tingkat bawah maupun karyawan untuk memberikan
kontribusi kepada proses perencanaan. Salah satu alasannya adalah bahwa orang
bereaksi secara berbeda terhadap kemungkinan untuk berperan dalam menetapkan
standar kinerja mereka sendiri. Karyawan yang otoriter dan/atau sangat
bergantung dapat merasa terancam oleh kemungkinan untuk menjadi bagian dari
proses pengambilan keputusan. Mereka akan merasa lebih nyaman jika mereka
menerima instruksi yang jelas dan tegas mengenai batas pengeluaran dan standar
kinerja. Di pihak lain, orang dengan independensi yang kuat dan kebutuhan akan
harga diri akan maju ketika diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam
memformulasikan sasaran kinerja mereka sendiri. Alasan lain mengapa partisipasi
mungkin tidak berhasil adalah bahwa tidak ada usaha serius yang dibuat untuk
menjamin partisipasi dan kerjasama dari para manajer tingkat bawah dan
karyawan.

D. Manfaat Partisipasi

Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipan
menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan
mereka. Partisipasi dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang lebih
besar pada semua tingkatan manajemen. Partisipasi yang berarti juga
meningkatkan rasa kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk
meningkatkan kerjasama antar anggota kelompok dalam penetapan tujuan.

14
Tujuan organisasi yang dibantu penetapannya oleh orang-orang tersebut
kemudian akan dipandang sebagai tujuan yang selaras dengan tujuan pribadi
mereka. Proses ini disebut dengan internalisasi tujuan.

Partisipasi yang berarti juga berkaitan dengan penurunan tekanan dan


kegelisahan yang berkaitan dengan anggaran. Hal ini disebabkan karena orang
yang berpartisipasi dalam penetapan tujuan mengetahui bahwa tujuan tersebut
wajar dan dapat dicapai. Partisipasi juga dapat menurunkan ketidakadilan yang
dipandang ada dalam alokasi sumber daya organisasi antara sub unit organisasi,
serta reaksi negatif yang dihasilkan dari persepsi semacam itu.

E. Batasan dan Permasalahan Partisipasi

Partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai keterbatasannya tersendiri.


Proses partisipasi memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk menetapkan
isi dari anggaran mereka. Kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara yang
memiliki konsekuensi disfungsional bagi organisasi itu. Sebagai contoh, para
manajer bias memasukkan “slack organisasional” kedalam anggaran mereka.
Slack adalah selisih antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara
efisien menyelesaikan suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar
diperuntukkan bagi tugas tersebut. Dengan kata lain, slack adalah
penggelembungan anggaran. Beberapa orang beragumentasi bahwa sejumlah
kecil slack diperlukan karena mengurangi sebagian tekanan dan memungkinkan
berpadunya tujuan pribadi dan organisasi, sehingga membuat keselarasan tujuan
lebih mungkin terjadi. Tetapi, slack yang berlebihan jelas merugikan kepentingan
organisasi.

Slack yang berlebihan membuat batas pengeluaran, kuota produksi, dan


standar kinerja menjadi tidak berarti. Masalah slack yang berlebihan dapat diatasi
jika manajemen puncak menetapkan prosedur yang efektif untuk tinjauan
mendalam selama proses penyusunan anggaran. Jika tujuan anggaran terlalu
mudah untuk dicapai karena adanya slack atau faktor-faktor lain yang di
timbulkan dari partisipasi dalam proses penyusunan anggaran, maka manfaat
motivasional menjadi minimal atau tidak ada sama sekali. Jika dilain pihak,

15
tujuan dianggarkan terlalu sulit untuk dicapai dan kinerja aktual mulai
menyimpang secara tidak menguntungkan dari standar, orang akan mencoba
memperbaiki kinerja mereka pada awalnya. Akan tetapi, jika penyimpangan
anggaran menjadi semakin besar, maka orang pada akhirnya akan menjadi kecil
hati dan menyerah untuk memperbaiki situasi tersebut. Jelas bahwa bukanlah
kepentingan perusahaan untuk membuat orang menjadi begitu kecil hati. Intinya,
anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar atau disusun dengan slack yang
berlebihan atau tanpa slack sama sekali dapa menciptakan tanggapan
keperilakuan yang berlawanan dengan kepentingan perusahaan.

F. Tahap Implementasi

Setelah tujuan organisasi ditetapkan, direktur perencanaan


mengonsolidasikannnya kedalam anggaran formal yang komprehensif. Cetak biru
untuk tindakan ditingkat perusahaan ini kemudian disetujui oleh presiden direktur
atau dewan komisaris. Anggaran tersebut kemudian di implementasikan melalui
komunikasi karyawan kunci dalam organisasi. Hal ini mengimformasikan kepada
mengenai harapan manajemen, alokasi sumber daya, kuota produksi, dan
tenggang waktu.

Untuk membuat anggaran bekerja, semua karyawan harus belajar untuk


melihatnya sebagai wahana positif untuk tindakan organisasi dan sebagai
perbaikan dan bukan sebagai beban atau senjata manajemen. Mereka harus belajar
untuk mempertimbangkan anggaran sebagai alat perencanaan dan pengendalian
aktivitas organisasi. Tanpa pemahaman, bahkan proses penyusunan anggaran
yang palig canggih secara teknis sekalipun dapat menjadi pemborosan bagi dana
perusahaan dan gagal untuk memperbaiki efisiensi operasional.

G. Pengkomunikasian Anggaran

Kontroler atau direktur perencanaan bertanggungjawab untuk


mengimplementasikan anggaran. Hal ini dapat dicapai dengan
mengkomunikasikan sasaran operasional yang disetujui kepada orang-orang di
tingkat organisasi yang lebih rendah. Hal ini kadangkala disebut sebagai

16
“menjual” anggaran kebawah. Banyak masalah komunikasi yang kompleks dapat
berkembang dalam tugas menjual ini karena pesan tersebut harus dipahami oleh
orang yang memiliki latar belakang dan pelatihan yang beragam serta yang
bekerja ditingkatan organisasi yang berbeda. Untuk menghilangkan beberapa dari
masalah potensial, kontroler harus menerjemahkan sasaran organisasi secara
keseluruhan kedalam sasaran yang dapat dipahami bagi setiap sub unit organisasi.

Sasaran tersebut dapat dikomunikasikan dengan sangat efektif jika dijelaskan


secara pribadi dan di lengkapi dengan pedoman tertulis atau diskusi tindak lanjut
informal dengan sub bagian. Yaitu, direktur perencanaan sebaiknya menjelaskan
dasar-dasar dari proses penyusunan anggaran yang menghasilkan jumlah anggaran
akhir. Jika tingkat inflasi, misalnya harus dipertimbangkan ketika anggaran
disusun, kemudian direktur perencanaan sebaiknya mengidentifikasikan mengapa
tingkat tertentu digunakan. Selain bertujuan untuk menginformasikan manajer
tingkat bawah mengenai tingkat bawah mengenai tanggung jawab mereka,
komunikasi atas sasaran anggaran juga dimaksudkan untuk menenangkan
kepercayaan diri karyawan tingkat bawah.

H. Kerjasama dan Koordinasi

Implementasi anggaran yang berhasil membutuhkan kerjasama dari orang-


orang dengan beraneka ragam keterampilan dan bakat. Setiap dimensi dari
rencana tersebut harus dijelaskan dengan sangat hati-hati kepada mereka yang
bertanggungjawab untuk mengambil tindakan guna mengembangkan dalam diri
mereka suatu perasaan akan keterlibatan dan nilai penting mereka sendiri dalam
konteks anggaran keseluruhan. Hal ini juga memperlihatkan tugas-tugas yang
saling berhubungan yang menyusun seluruh aktivitas organisasi dan
mengungkapkan peran yang dimainkan oleh masing-masing sub unit. Direktur
perencanaan sebaiknya mempertimbangkan sepenuhnya bahwa konflik yang
muncul dalam kelompok dapat mengurangi kerjasama antar sub unit.

Koordinasi adalah seni menggabungkan secara efektif seluruh sumber daya


organisasi. Dari sudut pandang keperilakuan, hal ini berarti menggabungkan bakat
dan kekuatan dari setiap partisipan organisasi dan membuatnya berjuang untuk

17
mencapai tujuan yang sama. Untuk melaksanakan ini, pelaksana harus berhasil
mengkomunikasikan bahwa bagaimana pekerjaan setiap orang memberikan
kontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. Lebih dari itu direktur perencanaan
sebaiknya mengidentifikasikan departemen mana yang bertanggungjawab untuk
aspek tertentu dan pekerjaan yang harus dilakukan, dimana individu-individu
dalam departemen tersebut bertanggungjawab, dan kemana mereka dapat meminta
tujuan.

I. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja

Tujuan-tujuan yang dianggarkan jarang dicapai tanpa memantau kemajuan


karyawan secara kontinu terhadap pencapaian tujuan mereka. Dalam tahap
pengendalian dan evaluasi kinerja, kinerja aktual dibandingkan dengan standar
yang dianggarkan guna menentukan bidang-bidang permasalahan dalam
organisasi tersebut dan menyarankan tindakan yang sesuai untuk memperbaiki
kinerja yang dibawah standar. Perbandingan antara biaya aktual dan biaya yang
dianggarkan juga akan mengindikasikan kinerja diatas anggaran.

J. Laporan-laporan Kinerja

Untuk mempertahankan kendali atas biaya dan untuk menjaga agar karyawan
termotivasi kearah pencapaian sasaran, laporan kinerja sebaiknya disusun dan di
distribusikan paling tidak secara bulanan. Pentingnya komunikasi berkala atas
hasil kinerja telah berulang kali ditunjukan dalam studi-studi empiris. Penerbitan
laporan kinerja yang tepat waktu memiliki dampak mendorong pada moral
karyawan.

Evaluasi dan umpan balik kinerja yang berkala akan meningkatkan efisiensi
organisasi dengan mengidikasikan sasaran yang harus direvisi untuk siklus
perencanaan yang berikutnya. Dengan demikian, umpan balik kinerja secara
periodik memicu perasaan subjektif akan keberhasilan atau kegagalan. Laporan
kinerja juga dapat mendorong karyawan untuk merasakan tekanan, kegelisahan,
iri hati, kemarahan, kecil hati, penyesalan, kegembiraan dan seterunya. Harus

18
ditekankan bahwa perasaan sukses atau gagal yang dipicu oleh laporan kinerja
tersebut adalah pada kenyataannya “subjektif”.

19
BAB III

KESIMPULAN

Aspek keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku manusia yang


muncul dalam proses penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang di dorong
ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran. Anggaran seringkali
dipandang sebagai penghalang atau ancaman birikratis terhadap kemajuan karir.

 Struktur organisasi, budaya organisasi, gaya kepemimpinan, tingkat


partisipasi karyawan dalam pengambilan keputusan, jumlah slack yang
diperbolehkan, dan tingkat tekanan yang akan di dorong oleh anggaran tersebut
adalah beberapa faktor yang akan mempengaruhi jawabannya.

Meskipun tidak ada jawaban definitif yang dapat diterapkan di semua


organisasi, terdapat beberapa aturan umum yang berlaku. Partisapasi angkatan
kerja dalam pengambilan keputusan telah ditunjukan memiliki dampak psikologis
positif terhadap angkatan kerja dan meningkatkan kuantitas maupun kualitas dari
output pekerja.

20
DAFTAR PUSTAKA

Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2008. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta:


Salemba Empat

21

Anda mungkin juga menyukai