Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Aspek Keperilakuan Pada Perencanaan Laba dan Penganggaran

Dikumpulkan sebagai tugas Mata Kuliah Akuntansi Keprilakuan Program Studi


Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Disusun oleh :
1. Putri Sriwahyuni (90400120087)

2. Amelia ( 90400120103)

3. Yuliani ( 90400120102)

4. Ummi Rezki Amalia (90400120111)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM UNIVERSITAS ISLAM


NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR 2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini dalam bentuk maupun  isinya yang sangat sederhana. Pembuatan
makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuntansi Keprilakuan.
Adapun makalah ini berisi mengenai “Aspek Keperilakuan Pada Perencanaan Laba
dan Penganggaran”
Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam penulisan selanjutnya serta
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi
kita semua.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun kami harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.

Gowa, 07 Oktober 2022

Hormat Kami,

Kelompok I

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2

1.1. Latar Belakang................................................................................................2

1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................3

1.3. Tujuan.................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN..............................................................................................4

2.1. Pengertian Anggaran...........................................................................................4

2.2. Fungsi Anggaran.................................................................................................4

2.3. Pandangan Perilaku terhadap Proses Penyusunan Anggaran.............................4

2.4. Konsekuensi Disfungsional dan Proses Penyusunan Anggaran.........................5

2.5. Relevansi Konsep Keprilakuan Dalam Lingkungan Perencanaan.....................7

2.6. Konsep-Konsep Keprilakuan Yang Relevan....................................................10

2.6.1. Tahap penetapan tujuan.................................................................................10

2.6.1.1. Keselarasan tujuan..................................................................................10

2.6.1.2. Partisipasi................................................................................................11

2.6.2. Tahap Implementasi.......................................................................................13

2.6.2.1. Pengkomunikasian Anggaran..................................................................13

2.6.2.2. Kerja sama dan Koordinasi.....................................................................14

2.6.3. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja....................................................14

2.6.3.1. Laporan-Laporan Kinerja........................................................................14

BAB III PENUTUP....................................................................................................21

3.1. Kesimpulan.......................................................................................................21

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................22

iii
2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan dalam dunia usaha akhir-akhir ini berjalan dengan pesat,
sehingga mengakibatkan timbulnya persaingan yang semakin ketat. Gejala yang
demikian membawa permasalahan bagi suatu perusahaan agar mampu
mempertahankan diri dan mampu mencapai tujuan perusahaan. Oleh sebab itu
manajemen perusahaan harus mampu mengelola perusahaannya secara efektif dan
efisien untuk mengatasi keadaan tersebut. Perusahaan sangat memerlukan suatu alat
yang berfungsi sebagai perencanaan serta pengendalian. Untuk melakukan
perencanaan dan pengendalian diperlukan suatu alat yang baik, yang dapat
memberikan informasi yang diperlukan manajemen dalam menjalankan fungsinya.
Alat tersebut adalah anggaran. Anggaran berperan sebagai alat perencanaan dan
pengendalian. Sebagai sebuah rencana tindakan, anggaran dapat digunakan sebagai
alat untuk mengendalikan kegiatan organisasi atau unit organisasi dengan cara
membandingkan antara hasil sesungguhnya yang dicapai dengan rencana yang telah
ditetapkan.
Penyusunan anggaran merupakan kegiatan yang penting sekaligus kompleks,
karena anggaran mempunyai dampak fungsional maupun disfungsional terhadap
sikap dan perilaku anggota organisasi. Beberapa aspek keperilakuan dalam
penyusunan anggaran, antara lain: Partisipasi dalam Penyusunan Anggaran Partisipasi
penyusunan anggaran adalah keikutsertaan seluruh tingkat manajemen dalam proses
penyusunan anggaran dan mereka mempunyai pengaruh dalam penentuan besarnya
anggaran.
Aspek perilaku yang terkait dengan anggaran merujuk pada perilaku manusia
yang terlibat pada saat anggaran tersebut disusun dan diimplemetasikan. Anggaran
dapat mempengaruhi perilaku manusia. Adanya anggaran mengakibatkan manusia
membatasi tindakannya. Anggaran pula yang menyebabkan kinerja manajer selalu
dan secara kontinyu dipantau serta dibandingkan. Hal ini pula yang mengakibatkan
timbulnya tekanan. Manajer seringkali menghadapi permasalahan akibat adanya
anggaran seperti misalnya timbulya over atau under budget, penyimpangan dari
anggaran yang diharapkan, dan sebagainya. Akibatnya anggaran kemudian dianggap
sebagai sesuatu yang dapat menghambat atau mengancam karir.
Keberhasilan anggaran terutama akan ditentukan oleh cara pembuatan
anggaran itu sendiri. Program anggaran yang paling berhasil harus melibatkan
manajer dalam tanggungjawab pengendalian biaya untuk membuat estimasi anggaran
mereka sendiri. Pendekatan dalam penyediaaan data anggaran ini penting terutama
apabila anggaran tersebut akan digunakan untuk mengendalikan dan mengevaluasi
aktivitas seorang manajer. Pendekatan penganggaran yang dianggap paling efektif
3

adalah anggaran yang dibuat dengan kerjasama dan partisipasi penuh dari manajer
pada semua tingkatan .
Manajemen harus selalu menyadari bahwa dimensi manusia dalam
penganggaran merupakan faktor kunci. Mudah bagi manajer untuk menguasai aspek
teknis dari program anggaran, tetapi tidak mudah dalam memasukkan aspek manusia.
Manajemen harus ingat bahwa maksud penyusunan anggaran adalah untuk
memotivasi karyawan dan mengkoordinasikan aktivitas.Untuk mendorong orang
supaya bertanggungjawab terhadap penyusunan anggaran dan terhadap implementasi
anggaran untuk mencapai tujuan organisasi secara efektif dan efisien, perusahaan
perlu mempertimbangkan aspek etika dan perilaku dalam penganggaran.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan anggaran ?
2. Apa fungsi dari perencanaan laba dan anggaran?
3. Bagaimana terjadinya disfungsional dari proses penyusunan anggaran ?
4. Bagaimana relevansi konsep keprilakuan dalam lingkungan perencanaan ?
5. Apa saja konsep-konsep keprilakuan yang relevan?
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian anggaran
2. Untuk mengetahui berbagai fungsi dari perencanaan laba dan anggaran
3. Untuk mengetahui konsekuensi disfungsional dari proses penyusunan
anggaran
4. Untuk mengetahui relevansi konsep keprilakuan dalam lingkungan
perencanaan
5. Untuk mengetahui konsep-konsep keprilakuan yang relevan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Anggaran


Anggaran dan akuntansi memiliki hubungan yang sangat erat dimana
akuntansi menyajikan data historis yang sangat bermanfaat untuk mengadakan
estimasi-estimasi yang akan dituangkan dalam anggaran yang nantinya akan
dijadikan sebagai pedoman kerja di waktu mendatang. Anggaran merupakan suatu
rencana yang disusun secara sistematis yang meliputi seluruh kegiatan perusahaan
dan dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan berlaku untuk jangka waktu
(periode) mendatang. Orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap
penyusunann anggaran serta pelaksanaannya adalah pemimpin perusahaan. Namum
siapa atau bagian apa yang ditugaskan untuk mempersiapkan dan menyusun anggaran
tersebut sangat tergantung pada struktur organisasi dari setiap perusahaan
Pada dasarnya aspek keperilakuan dari penganggaran mengacu pada perilaku
manusia yang muncul dalam penyusunan anggaran dan perilaku manusia yang
didorong ketika manusia mencoba untuk hidup dengan anggaran.
2.2. Fungsi Anggaran
Beberapa fungsi anggaran yaitu:
1. Anggaran merupakan hasil akhir dari proses perencanaan perusahaan.
2. Anggaran merupakan cetak biru perusahaan untuk bertindak, yang
mencerminkan prioritas manajemen dalam alokasi sumber daya organisasi.
3. Anggaran bertindak sebagai alat komunikasi internal yang menghubungkan
beragam departemen atau divisi organisasi yang satu dengan lainnya.
4. Dengan menetapkan tujuan dalam kriteria kinerja yang dapat diukur, anggaran
berfungsi sebagai standar terhadap mana hasil operasi aktual yang dapat
dibandingkan.
5. Anggaran berfungsi sebagai alat pengendalian yang memungkinkan
manajemen untuk menemukan bidang-bidang yang menjadi kekuatan atau
kelemahan perusahaan.
6. Anggaran mencoba untuk mempengaruhi dan memotivasi baik manajer
maupun karyawan untuk terus bertindak dengan cara yang konsisten dengan
operasi yang efektif dan efisien serta selaras dengan tujuan organisasi.
2.3. Pandangan Perilaku terhadap Proses Penyusunan Anggaran
Ada 3 tahap utama dalam proses penyusunan anggaran, yaitu :
1. Penetapan Tujuan
Tujuan realistis yang ditetapkan melalui partisipasi yang berarti akan
mempengaruhi tingkat aspirasi manajer dan karyawan secara menguntungkan.

4
5

2. Implementasi
Pada tahap implementasi, rencana formal tersebut digunakan untuk
mongomunikasikan tujuan dan strategi organisasi, serta memotivasi orang
secara positif dalam organisasi.
3. Pengendalian dan Evaluasi Kerja
Setelah anggaran di implementasikan, maka anggaran tersebut berfungsi
sebagai elemen kunci dalam sistem pengendalian.
2.4. Konsekuensi Disfungsional dan Proses Penyusunan Anggaran
Berbagai fungsi anggaran seperti penetapan tujuan, pengendalian, dan
mekanisme evaluasi kinerja dapat memicu berbagai konsekuensi disfungsional,
seperti rasa tidak percaya, resistensi, konflik internal, dan efek samping lainnya
yang tidak diinginkan.
1. Rasa Tidak Percaya
Anggaran merupakan suatu sumber tekanan yang dapat menimbulkan rasa
tidak percaya, rasa permusuhan, dan mengarah pada kinerja yang menurun.
Riset telah menemukan sejumlah besar rasa tidak percaya terhadap seluruh
proses anggaran pada tingkat penyelia. Alasannya adalah :
a. Anggaran cenderung untuk terlalu menyederhanakan atau mendistorsi
situasi “riil” dan gagal untuk memungkinkan dimasukannya variasi dalam
faktor-faktor eksternal.
b. Anggaran mencerminkan variabel-variabel kualitatif, seperti pengetahuan
mengenai tenaga kerja, kualitas bahan baku, dan efisiensi mesin, secara
tidak mencukupi.
c. Anggaran hanya mengonfirmasikan apa yang telah diketahui oleh
penyelia.
d. Anggaran sering kali digunakan untuk memanipulasi penyelia sehingga
ukuran kinerja yang diindikasikan dicurigai.
e. Laporan anggaran menekankan pada hasil, bukan pada alasan.
f. Anggaran mengganggu gaya kepemimpinan penyelia.
g. Anggaran cenderung untuk menekan pada kegagalan.
2. Resistensi
Meskipun anggaran telah digunakan secara luas dan manfaatnya sangat
didukung anggaran masih ditolak oleh banyak partisipan dalam suatu
organisasi.Salah satu alasan utama untuk hal itu adalah bahwa anggaran
menandai dan membawa perubahan, sehingga merupakan suatu ancaman
terhadap status quo.Literature dalam bidang ilmu social, manajemen, dan
perilaku organisasi telah menggambarkan fenomena dari resistensi karyawan
untuk berubah.Banyak orang menjadi terbiasa dengan cara-cara tertentu untuk
melakukan segala sesuatu dan dengan cara-cara tertentu untuk memandang
6

kejadian, serta tidak tertarikuntuk berubah.Merupakan suatu tantangan bagi


manajemen untuk mengatasi resistensi untuk berubah dan untuk berhasil
memperkenalkan inovasi yang meningkatkan kinerja organisasi.
Alasan lain dari resistensi anggaran adalah bahwa proses anggaran
memerlukan waktu dan perhatian yang besar. Manajer atau penyelia mungkin
merasa terlalu terbebani dengan adanya permintaan yang ekstensif atas waktu
mereka dan tanggung jawab rutin mereka. Oleh karena itu, mereka tidak ingin
untuk terlibat dalam proses penyusunan anggaran.
Akhirnya, banyak manajer dan penyelia kurang memahami seluk-beluk
dari penyusunan anggaran. Mereka sering kali takut untuk mengakuinya atau
tidak mau cukup mempelajari mengenai proses perencanaan dan penyusunan
anggaran guna memberikan kontribusi yang berarti.
3. Konflik Internal
Konflik internal dapat berkembang sebagai akibat dari interaksi yang
diperlukan oleh anggaran antara orang-orang pada berbagai tingkatan
organisasi yang berbeda, atau dapat berkembang pula akibat dari laporan
kinerja yang membandingkan satu departemen dengan departemen lainnya.
Gejala-gejala umum dari konflik adalah ketidakmampuan untuk mencapai
kerja sama antarpribadi dan antarkelompok selama proses penyusunan
anggaran.
Konflik internal menciptakan suatu lingkungan kerja yang kompetitif
dan bermusuhan.Konflik dapat menyebabkan orang berfokus pada kebutuhan
departemennya sendiri secara eksklusif daripada kebutuhan dari organisasi
secara total.Situasi ini menyebabkan keselarasan tujuan menjadi lebih sulit
untuk dicapai, hal tersebut menimbulkan kebencian kepada manajemen dan
juga kepada anggaran.
Untuk membuat anggaran berhasil, tekanan ditingkatkan ke bawah dan
ditolak oleh manajemen tingkat bawah.Sehingga menimbulkan tekanan dan
konflik yang lebih besar. Persaingan antara bawahan mungkin meningkat dan
kualitas kerja menurun. Guna menghilangkan tekanan, kesalahan akan
ditimpakan kepada individu atau kelompok tertentu. Kesemuanya akan
mengarah pada konflik yang lebih besar diantara individu dan organisasi.
4. Efek Samping Lain yang Tidak Diinginkan
Anggaran barang kali menghasilkan pengaruh lain yang tidak
diinginkan. Salah satu dari hal ini adalah terbentuknya kelompok-kelompok
informal yang kecil, yang bekerja menentang tujuan dari anggaran.Kelompok-
kelompok karyawan ini biasanya dibentuk untuk melawan konflik internal dan
tekanan yang diciptakan oleh anggaran tersebut.Tujuan mereka adalah untuk
mengurangi ketegangan.Tetapi, tujuan mereka dapat berlawanan dengan tujuan
7

organisasi, dan dampak yang tidak diinginkan dari aktivitas mereka bisa juga
berlawanan dengan tujuan yang mereka maksudkan sebelumnya, yaitu untuk
mengurangi ketegangan. Kelompok karyawan ini kadang kala menggeser
tanggung jawab ke departemen lain, mempertanyakan validitas dari data yang
dianggarkan, dan melakukan lobi untuk menurunkan standar. Situasi semacam
ini menimbulkan kesulitan bagi fungsi staf akuntansi untuk melimpahkan
wewenang secara efektif, menciptakan iklim oganisasi yang penuh ketegangan,
dan merusak manfaat dari anggaran.
Anggaran sering kali dipandang sebagai alat tekanan manajerial.
Orang-orang merasakan tekanan ketika manajemen puncak berusaha untuk
memperbaiki efisiensi dengan cara memperoleh lebih banyak output dari
tingkat input yang ada (atau lebih rendah). Tekanan yang berlebihan dapat
dihubungkan dengan frustasi, emosi yang meningkat, dan penyakit fisik yang
ditimbulkan oleh stress.Efek samping lainnya yang tidak diinginkan yang
dapat berkembang adalah penekanan yang berlebihan pada kinerja
departemental dan kurang menekankan pada kinerja organisasi secara
keseluruhan.
Anggaran juga dapat menghambat inisiatif individual dan inovasi yang
efektif biaya, karena metode bisnis yang telah ada dengan probabilitas
keberhasilan yang diketahui lebih dipilih dibandingkan dengan metode baru
dengan peluang keberhasilan yang belum terbukti.Dengan demikian, individu
sering kali tidak berani berinovasi.
Untuk membuat anggaran berhasil, karyawan harus dibuat untuk
menyadari bahwa fungsi anggaran sebagai wahana yang positif untuk operasi
organisasi yang mulus. Dari pada memandang anggaran sebagai cara yang
mengerikan untuk memeras keringat karyawan sampai ke titik penghabisan,
orang harus belajar untuk memandang anggaran sebagai alat untuk
menciptakan keselarasan tujuan dan sebagai standar kinerja yang dimaksudkan
untuk memberikan manfaat kepada seluruh karyawan perusahaan. Manajemen
dan tenaga kerja yang berpendidikan kemungkinan besar akan bekerja sama
dalam menyusun anggaran dan rencana laba. Tanpa pendidikan anggaran,
kerja sama semacam itu mustahil akan terjadi. Tanpa mempedulikan seberapa
canggihnya tehnik anggaran, proses anggaran dapat menjadi pemborosan
terhadap dana perusahaan jika masalah potensial tidak dibahas sebelumnya dan
diselesaikan.
2.5. Relevansi Konsep Keprilakuan Dalam Lingkungan Perencanaan
1. Dampak dari lingkungan perencanaan
Sebelum konsep ilmu keperilakuan yang memengaruhi proses
perencanaan atau penyusunan anggaran dapat dibahas dengan berarti, adalah
8

perlu untuk memperkenalkan faktor-faktor yang menimbulkan variasi dalam


lingkungan perencanaan. Lingkungan perencanaan mengacu pada struktur,
proses, dan pola-pola interaksi dalam penetapan kerja. Hal tersebut kadang
kala disebut dengan budaya penerimaan manajemen puncak terhadap ide-ide
baru, prosedur dan perangkat untuk membuat agar pekerjaan dilakukan,
perasaan identifikasi dengan organisasi, tingkat kohesi dari tenaga kerja, dan
seterusnya. Ukuran dan struktur, gaya kepemimpinan, jenis system
pengendalian, dan stabilitas lingkungan dari suatu organisasi merupakan
beberapa factor yang memengaruhi lingkungan kerja dimana perencanaan
terjadi.
Lingkungan kerja atau budaya organisasi memengaruhi perilaku dan
oleh karena itu juga memengaruhi proses perencanaan. Perilaku manusia
bersifat adaptif dan berbeda dari satu tindakan tertentu oleh manajemen
puncak dapat mendorong perilaku dan hasil anggaran yang menguntungkan,
sementara tindakan yang sama di lingkungan yang berbeda dapat mendorong
perilaku yang tidak diinginkan dan hasil anggaran yang disfungsional.
2. Ukuran Dan Struktur Organisasi
Ukuran dan struktur dari suatu organisasi memengaruhi perilaku
manusia dan pola interaksi dalam tahap penetapan tujuan, implemetasi, dan
pengendalian serta evaluasi terhadap proses perencanaan. Ukuran organisasi
mungkin dipandang sebagai jumlah karyawan, nilai dollar dari pabrik fisik,
volume penjualan, jumlah kantor cabang, atau ukuran kuantitatif lainnya yang
membedakan organisasi. Struktur organisasi mengacu pada hubungan formal
dan informal antara paa anggota organisasi. Hal tersebut meliputi jumlah
lapisan wewenang, jumlah kantor atau posisi pada setiap lapisan, tanggung
jawab dari setiap kantor, dan prosedur untuk membuat pekerjaan dilakukan.Di
perusahaan-perusahaan kecil, struktur perencanaan dan pengendalian adalah
relative sederhana karena aktivitas organisasi hanya dilaksanakan oleh sedikit
orang. Aktivitas dapat dengan mudah dikendalikan dan masalah keselarasan
tujuan dapat dengan cepat dibahas. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar
harus mengembangkan struktur birokrasi yang kompleks untuk berurusan
dengan administrasi dari berbagai fungsi organisasi.
Wewenang didelegasikan dan disebarkan dari atas, pekerjaan dan
tugas karena kebutuhan dibagi menjadi bidang-bidang tanggung jawab kecil,
yang menciptakan kebutuhan akan koordinasi yang lebih ketat dan
pengendalian formal di sepanjang garis penyelia/bawahan. Dalam struktur
manajemen birokratis semacam itu, penyusunan anggaran yang efektif
dianggap lebih sulit karena potensi inefisiensi dalam komunikasi di dalam
organisasi, kurangnya keselarsan tujuan, dan ketidakmampuan dari banyak
9

orang untuk melihat hubungan antara peran kerja mereka dengan tujuan
organisasi secara keseluruhan. Dalam organisasi birokratis yang besar, system
perencanaan harus didesain untuk mengurangi kemampuan yang melekat dari
manajer yang tidak puas untuk mempraktikkan ketidakpatuhan yang tidak
dapat dideteksi.
Sistem perencanaan juga harus berusaha untuk menghilangkan atau
mengurangi ketidakselarasan tujuan yang serius.Ukuran dan kompleksitas dari
beberapa organisasi menimbulkan masalah besar dalam perencanaan,
implementasi, dan pengendalian. Ukuran organisasi mengacaukan proses
anggaran dengan cara-cara lain. Misalnya, manajer pada berbagai tingkatan
organisasi dapat menyaring informasi dan meneruskan ke atas atau ke bawah
hanya informasi yang menguntungkan bagi mereka.Manajer atau penyelia
dapat melaksanakan hanya bagian tanggung jawab mereka yang konsisten
dengan tujuan dan kepentingan mereka sendiri.
3. Gaya kepemimpinan
Gaya kepemimpinan juga memengaruhi lingkungan perencanaan
organisasi. Teori X dari Mc. Gregor menjelaskan gaya kepemimpinan yang
otoriter dan dikendalikan secara ketat, dimana kebutuhan akan efisiensi dan
pengendalian mengharuskan pendekatan manajerial tersebut untuk berurusan
dengan bawahannya. Untuk memantau kinerja bawahan, para pemimpin ini
menugaskan staf mereka untuk mengumpulkan informasi yang
memungkinkan dilakukannya pengwasan secara tidak langsung. Filosofi
untuk mendorong perilaku bawahan yang diinginkan adalah : “gaji mereka
dengan baik dan awasi mereka dengan ketat”.
Teori X mengimplikasikan bahwa anggaran akan disusun oleh
manajemen puncak (kontroler atau direktur perencanaan) dan dikenakan pada
manajemen tingkat bawah. Dengan demikian, dalam gaya kepemimpinan
otoriter, anggaran dipandang sebagai alat pengendalian manajemen yang
didesain untuk memastikan kepatuhan karyawan terhadap harapan dari
manajemen puncak.
Gaya kepemimpinan otoriter secara nyata memfasilitasi koordinasi dan
pengendalian atas aktivitas, khususnya ketika tanggung jawab atas tugas
tersebut tidak jelas. Gaya kepemimpinan ini terutama efisien dalam kasus
perbedaan bahasa atau budaya. Tetapi, gaya kepemimpinan ini tidak
mendorong partisipasi dan dapat menimbulkan tekanan anggaran yang
berlebihan, kegelisahan, dan rusaknya motivasi.
Teori Y dari Mc. Gregor dan gaya kepemimpinan demokratis Likert
mendorong tingkat keterlibatan dan partisipasi karyawan dalam penentuan
tujuan dan pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan demokratis
10

memungkinkan fleksibilitas dalam proses penyusunan anggaran dan


memberikan peluang kepada karyawan untuk terlibat dalam perancangan arah
organisasi, mengekspresikan ide-ide mereka tentang bagaimana perusahaan
sebaiknya beroperasi, dan memanfaatkan bakat mereka secara efektif. Dengan
pendekatan partisipatif, dibutuhkan waktu yang lebih banyak untuk
menyelesaikan anggaran karena adanya komunikasi dan negosiasi bolak-balik
antar-departemen. Tetapi, riset telah mengungkapkan bahwa orang
mengidentifikasikan dirinya lebih dekat dengan anggaran dan melakukan
usaha yang lebih besar guna mencapai tujuan yang dinyatakan ketika mereka
berpartisipasi dalam menetapkan tujuan ini.
4. Stabilitas Lingkungan Organisasi
Faktor lainnya yang memengaruhi lingkungan perencanaan adalah
lingkungan eksternal. Lingkungan tersebut meliputi iklim politik dan
ekonomi, ketersediaan pasokan, struktur industri yang melayani organisasi,
hakikat persaingan, dan lain sebagainya. Lingkungan yang stabil mengenakan
resiko yang terbatas dan memungkinkan proses penetapan tujuan menjadi
demokratis dan partisipatif.
Lingkungan yang berubah dengan cepat menghasilkan situasi yang
beresiko tinggi.Perubahan yang dramatis dalam tingkat bunga, fluktuasi nilai
tukar mata asing, dan semakin meningkatnya persaingan dari luar negeri
adalah beberapa kasus di antaranya.Untuk menghadapi perubahan semacam
itu, keputusan harus dibuat dengan cepat dan tegas.Penyesuaian tujuan dan/
atau strategi yang sering mungkin diperlukan. Dalam kasus-kasus ini, gaya
kepemimpinan otoriter telah terbukti lebih efisien dibandingkan dengan gaya
kepemimpinan yang demokratis dan partisipatif.
2.6. Konsep-Konsep Keprilakuan Yang Relevan
Konsep-konsep Keperilakuan yang Relevan dalam Proses Penyusunan
Anggaran sebagai berikut:
2.6.1. Tahap penetapan tujuan
Selama tahap penetapan tujuan, tujuan umum dari manajemen puncak
diterjemahkan ke dalam target-target yang pasti dan dapat diukur bagi organisasi
serta bagi setiap subunit utama (pusat-pusat pertanggungjawaban). Orang-orang
di dalam organisasi bertanggungjawab untuk menentukan sasaran dan
menetapkan tujuan. Orang-orang dalam organisasi juga bertanggungjawab atas
pencapaian sasaran dan tujuan tersebut. Dengan demikian, fase penetapan tujuan
dari perencanaan penuh dengan kekurangan dalam perilaku.
2.6.1.1. Keselarasan tujuan
Masalah utama yang dijumpai dalam tahap penetapan tujuan adalah
mencapai suatu tingkat keselarasan tujuan atau kompatibilitas yang mungkin di
11

antara tujuan-tujuan organisasi, subunit-subunitnya (divisi atau departemen), dan


anggota-anggotanya yang berpartisipasi. Keselarasan tujuan atau kompatibilitas
akan terjadi ketika individu memandang bahwa kebutuhan pribadinya dapat
dipenuhi dengan mencapai tujuan organisasi. Jika tujuan organisasi dipandang
sebagai alat untuk mencapai tujuan pribadi atau untuk memenuhi kebutuhan
pribadi, maka tujuan organisasi akan memotivasi karyawan untuk menyelesaikan
tindakan yang diinginkan.
2.6.1.2. Partisipasi
Partisipasi dalam proses penyusunan anggaran diklaim oleh sebagian
besar orang sebagai obat mujarab untuk memenuhi kebutuhan akan harga diri dan
aktualisasi diri dari para anggota organisasi. Partisipasi adalah suatu “proses
pengambilan keputusan bersama oleh dua bagian atau lebih pihak di mana
keputusan tersebut akan memilik dampak masa depan terhadap mereka yang
membuatnya.” Dengan kata lain, pekerja dan manajer tingkat bawah memiliki
suara dalam proses manajemen. Ketika diterapkan kepada perencanaan,partisipasi
mengacu pada keterlibatan manajer tingkat menengah dan bawah dalam
pengambilan keputusan yang mengarah pada penentuan tujuan operasional dan
penetapan sasaran kinerja. Keterlibatan tersebut dapat bervariasi dari hanya
sekedar hadir pada pertemuan-pertemuan anggaran sampai pada partisipasi dalam
diskusi yang berkaitan dengan kewajaran dari kuota penjualan dan target produksi
dan pada hak untuk melakukan negosiasi dalam menetapkan sasaran dari orang
itu sendiri.
Hampir semua studi mengenai partisipasi dalam proses manajemen
menyimpulkan bahwa partisipasi menguntungkan organisasi. Partisipasi telah
menunjukkan dampak positif terhadap sikap karyawan, meningkatkan kuantitas
dan kualitas produksi, dan meningkatkan kerja sama diantara manajer. Namun,
Becker dan Green menemukan bahwa ketika hal tersebut diterapkan dalam situasi
yang salah, partisipasi dapat menurunkan motivasi dan usaha karyawan untuk
mencapai tujuan organisasi.
Banyak studi mengenai pengambilan keputusan secara partisipatif tidak
menyetujui suatu format eksklusif yang diinginkan untuk partisipasi karyawan
yang akan bekerja di semua organisasi. Terdapat relative sedikit diskusi atau
kesepakatan mengenai kedalaman, lingkup, atau bobot partisipasi. Yaitu, tidak
ada pandangan yang seragam mengenai siapa yang sebaiknya berpartisipasi
(kedalaman), jenis keputusan dimana mereka sebaiknya berpartisipasi (lingkup),
atau tingkat kekuasaan partisipan dalam keputusan akhir (bobot).
Dalam pengertian yang lebih luas, partisipasi merupakan inti dari proses
demokratis dan oleh itu tidaklah alamiah jika diterapkan dalam struktur organisasi
yang otoriter. Dengan demikian, dalam organisasi besar dan birokratis yang
12

dikelola secara sentral, partisipasi dalam menentukan tujuan dan menetapkan


sasaran akan berdasarkan definisi terbatas pada sekelompok eksklusif puncak.
Perusahaan dengan gaya kepemimpinan demokratis dan/atau organisasi yang
terdesentralisasi memungkinkan partisipasi manajemen yang lebih besar dalam
keputusan penetapan anggaran. Banyak dari perusahaan ini mendorong baik
manajer tingkat bawah maupun karyawan untuk memberikan kontribusi kepada
proses perencanaan. Salah satu alasannya adalah bahwa orang bereaksi secara
berbeda terhadap kemungkinan untuk berperan dalam menetapkan standar kinerja
mereka sendiri. Karyawan yang otoriter dan/atau sangat bergantung dapat merasa
terancam oleh kemungkinan untuk menjadi bagian dari proses pengambilan
keputusan. Mereka akan merasa lebih nyaman jika mereka menerima instruksi
yang jelas dan tegas mengenai batas pengeluaran dan standar kinerja.
Di pihak lain, orang dengan independensi yang kuat dan kebutuhan akan
harga diri akan maju ketika diperbolehkan untuk berpartisipasi dalam
memformulasikan sasaran kinerja mereka sendiri. Alasan lain mengapa partisipasi
mungkin tidak berhasil adalah bahwa tidak ada usaha serius yang dibuat untuk
menjamin partisipasi dan kerja sama dari para manajer tingkat bawah dan
karyawan.
1. Manfaat partisipasi

Salah satu manfaat dari partisipasi yang berhasil adalah bahwa partisipan
menjadi terlibat secara emosi dan bukan hanya secara tugas dalam pekerjaan mereka.
Patisipasi dapat meningkatkan moral dan mendorong inisiatif yang lebih besar pada
semua tingkatan manajemen. Partisipasi yang berarti juga meningkatkan rasa
kesatuan kelompok, yang pada gilirannya cenderung untuk meningkatkan kerja sama
antar anggota kelompok dalam penetapan tujuan. Tujuan organisasi yang dibantu
penetapannya oleh orang-orang tersebut kemudian akan dipandang sebagai tujuan
yang selaras dengan tujuan pribadi mereka. Proses ini disebut dengan internalisasi
tujuan.
Kurangnya internalisasi tujuan dapat menimbulkan konflik antara tujuan
pribadi individual dan tujuan yang terkait dengan karyawan. Karena tujuan dan
kebutuhan pribadi biasanya mendominasi tujuan organisasi, kurangnya internalisasi
tujuan dapat dihubungkan dengan penurunan dalam moral produktivitas. Ketika
orang menginternalisasi dan menerima tujuan organisasi, dan ketika terdapat tingkat
kesatuan kelompok yang tinggi, maka persyaratan untuk efisiensi yang maksimal
dalam pencapaian tujuan akan tercapai.
2. Batasan dan permasalahan partisipasi

Partisipasi dalam penetapan tujuan mempunyai keterbatasannya tersendiri.


Proses partisipasi memberikan kekuasaan kepada para manajer untuk menetapkan isi
13

dari anggaran mereka. Kekuasaan ini bisa digunakan dengan cara yang memiliki
konsekuensi disfungsional bagi organisasi itu. Sebagai contoh, para manajer bisa
memasukkan “slack organisasional” ke dalam anggaran mereka. Slack adalah selisih
antara sumber daya yang sebenarnya diperlukan untuk secara efisien menyelesaikan
suatu tugas dan jumlah sumber daya yang lebih besar diperuntukkan bagi tugas
tersebut. Dengan kata lain, slack adalah penggelembungan anggaran. Beberapa orang
beragumentasi bahwa sejumlah kecil slack diperlukan karena mengurangi sebagian
tekanan dan memungkinkan berpadunya tujuan pribadi dan organisasi, sehingga
membuat keselarasan tujuan lebih mungkin terjadi. Tetapi, slack yang berlebihan
jelas merugikan kepentingan organisasi.
Slack yang berlebihan membuat batas pengeluaran, kuota produksi, dan
standar kinerja menjadi tidak berarti. Masalah slack yang berlebihan dapat diatasi jika
manajemen puncak menetapkan prosedur yang efektif untuk tinjauan mendalam
selama proses penyusunan anggaran. Jika tujuan anggaran terlalu mudah untuk
dicapai karena adanya slack atau factorfaktor lain yang ditimbulkan dari partisipasi
dalam proses penyusunan anggaran, maka manfaat motivasional menjadi minimal
atau tidak ada sama sekali. Jika di lain pihak, tujuan dianggarkan terlalu sulit untuk
dicapai dan kinerja actual mulai menyimpang secara tidak menguntungkan dari
standar, orang akan mencoba memperbaiki kinerja mereka pada awalnya. Akan
tetapi, jika penyimpangan anggaran menjadi semakin besar, maka orang pada
akhirnya akan menjadi kecil hati dan menyerah untuk memperbaiki situasi tersebut.
Jelas bahwa bukanlah kepentingan perusahaan untuk membuat orang menjadi begitu
kecil hati. Intinya, anggaran yang terlalu ketat atau terlalu longgar atau disusun
dengan slack yang berlebihan atau tanpa slack sama sekali dapat menciptakan
tanggapan keperilakuan yang berlawanan dengan kepentingan perusahaan.
2.6.2. Tahap Implementasi
Anggaran tersebut kemudian diimplementasikan melalui komunikasi kepada
karyawan kunci dalam organisasi. Hal ini menginformasikan kepada mereka
mengenai harapan manajemen, alokasi sumber daya, kuota produksi, dan tenggang
waktu. Untuk membuat anggaran bekerja, semua karyawan harus belajar untuk
melihatnya sebagai wahana positif untuk tindakan organisasi dan sebagai perbaikan
dan bukan sebagai beban atau senjata manajemen.
2.6.2.1. Pengkomunikasian Anggaran
Pengontrol atau direktur perencanaan bertanggung jawab
mengimplementasikan anggaran. Hal ini dicapai dengan mengkomunikasikan sasaran
operasional yang disetujui kepada orang-orang ditingkat organisasi yang lebih
rendah. Untuk menghilangkan beberapa masalah potensial, pengontrol harus
menerjemahkan sasaran organisasi secara keseluruhan kedalam sasaran yang dapat
dipahami bagi setiap subunit organisasi.
14

Selain bertujuan untuk menginformasikan manajer tingkat bawah mengenai


tanggung jawab mereka, komunikasi atas sasaran anggaran juga dimaksudkan untuk
memenangkan kepercayaan dari karyawan tingkat bawah. Sebagai contoh, jika
manajemen puncak memiliki keraguan atas kemungkinan mencapai tujuan
organisasi, persepsi ini dapat dikomunikasikan dengan kurang hati-hati kepada
bawahan serta mendorong perilaku yang tidak diinginkan. Dengan demikian,
manajemen puncak harus memastikan bahwa tujuan-tujuan realistis telah ditetapkan.
Kemudian, manajemen puncak dapat menunujukkan keyakinan dalam menyusun
anggaran yang akan menginspirasikan perilaku bawahan yang diinginkan.
2.6.2.2. Kerja sama dan Koordinasi
Implementasi anggaran yang berhasil membutuhkan kerja sama dari orang-
orang dengan beraneka ragam keterampilan dan bakat. Direktur perencanaan
sebaiknya mempertimbangkan sepenuhnya bahwa konflik yang muncul di dalam
kelompok dapat mengurangi kerja sama antar-subunit. Masalah-masalah ini harus
ditangani segera setelah dideteksi guna menghindari konsekuensi organisasional yang
lebih serius.
Koordinasi adalah seni menggabungkan seluruh sumber daya organisasi secar
efektif. Dari sudut pandang keperilakuan, hai ini berarti menggabungkan bakat dan
kekuatan dari setiap partisipan organisasi dan membuatnya berjuang untuk mencapai
tujuan yang sama. Dengan demikian, pengetahuan karyawan mengenai struktur
organisasi adalah penting untuk komunikasi dan kerja sama yang berhasil. Untuk
membuat segala sesuatunya dilakukan, orang harus mengetahui peran yang
dimainkan oleh orang lain baik dalam organisasi formal maupun informal.
Direktur perencanaan memerlukan lebih dari sekedar pemahaman teknis atas
dimensi keuangan organisasi. Ia juga harus memahami perilaku manusia, dinamika
kelompok, struktur organisasi, dan peran formal. Pengetahuan dan pemahaman
terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku individu dan kelompok
dibutuhkan guna memodifikasi perilaku.
2.6.3. Tahap Pengendalian dan Evaluasi Kinerja
Tujuan-tujuan yang dianggarkan jarang dicapai tanpa memantau kemajuan
karyawan secara kontinu terhadap pencapaian tujuan mereka. Dalam tahap
pengendalian dan evaluasi kinerja, kinerja aktual dibandingkan dengan standar yang
dianggarkan guna menentukan bidang-bidang permasalahan dalam organisasi tersebut
dan menyarankan tindakan yang sesuai untuk memperbaiki kinerja yang dibawah
standar. Perbandingan antara biaya aktual dan biaya yang dianggarkan juga akan
mengindikasikan kinerja diatas anggaran.
2.6.3.1. Laporan-Laporan Kinerja
Untuk mempertahankan kendali atas biaya dan menjaga agar karyawan
termotivasi ke arah pencapaian sasaran, laporan kinerja sebaiknya disusun dan
15

didistribusikan paling tidak secara bulanan. Penerbitan laporan kinerja yang tepat
waktu memiliki dampak mendorong pada moral karyawan. Efisisensi umpan balik
kinerja akan meningkatkan efisiensi organisasi dengan mengindikasikan sasaran yang
harus direvisi untuk siklus perencanaan yang berikutnya. Manajer dapat
menyimpulkan hal-hal tersebut dari yang diketahui mengenai tingkat aspirasi. Karena
tingkat aspirasi naik ketika kinerja yang berwujud berhadapan atau melebihi
anggaran, kinerja aktual memenuhi atau melampaui anggaran, kinerja yang
menguntungkan dapat menandai bahwa sasaran tersebut sebaiknya dinaikkan unti
menyesuaikan dengan tingkat aspirasi yang baru.
Laporan kinerja juga dapat mendororng karyawan untuk merasakan tekanan,
kegelisahan, iri hati, kemurahan, kecil hati, dan seterusnya. Kita mengetahui dari ilmu
pengetahuan sosial bahwa orang yang akan bertindak berdasarkan pada sesuatu yang
mereka pikirkan atau rasakan. Dengan demikian, direktur perencanaan sebaiknya
sangat sensitif terhadap reaksi manusia dengan laporan kinerja.
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Anggaran merupakan suatu rencana yang disusun secara sistematis yang
meliputi seluruh kegiatan perusahaan dan dinyatakan dalam unit (satuan) moneter dan
berlaku untuk jangka waktu (periode) mendatang. Anggaran memiliki beberapa
fungsi yang menjadikan suatu kinerja organisasi dapat terlaksana dengan baik atau
dapat dikatakan bahwa anggaran bisa dijadikan sebagai alat pengendalian manajemen
dalam menemukan kekuatan serta kelemahan dari organisasi tersebut.
Terdapat tiga tahapan pandangan perilaku dalam proses penyusunan anggaran
diantaranya penetapan tujuan, implementasi, pengendalian dan evaluasi kinerja.
Tahapan tersebut arus dilakukan secara sistematis agar jika terjadi kesalahan akan
terdeteksi lebih awal. Dari penyusunan anggaran tersebut dapat memunculkan
konsekuensi disfungsional antara lain rasa tidak percaya, resistensi, konflik internal
serta efek samping lain yang tidak diinginkan.

21
DAFTAR PUSTAKA

http://irma-yuni.blogspot.co.id/2012/06/aspek-keperilakuan-pada-
perencanaan.html

Lubis, Arfan Ikhsan. 2011. Akuntansi Keperilakuan, Edisi Kedua. Jakarta:


Salemba Empat

https://prezi.com/zngqbd6j-qtb/aspek-keprilakuan-pada-perencanaan-laba-
dan-penganggaran/

http://taskseekers.blogspot.co.id/2013/12/aspek-keperilakuan-pada-
perencanaan.html

Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2008. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta:


Salemba Empat

22

Anda mungkin juga menyukai