b. Tarif khusus
1) Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang
bersumber dari APBN yang diterima oleh pejabat PNS,
anggota TNI/Polri, dan pensiunannya.
a) Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau
imbalan bagi PNS golongan I dan golongan II, anggota
TNI/Polri golongan pangkat Perwira Tamtama dan
Bintara, dan pensiunannya.
b) Tarif 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium
atau imbalan bagi PNS golongan III, anggota TNI/Polri
golongan pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya.
c) Tarif 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto
honorarium atau imblan bagi PNS golongan IV, anggota
TNI/Polri golongan pangkat Perwira Menengah dan
Tinggi, dan pensiunannya.
2) Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa
uang pensiun yang diterima sekaligus.
a) Tarif 0% (nol persen) dari penghasilan bruto sampai
dengan Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
b) Tarif 5% (lima persen) dari penghasilan bruto di atas
Rp50.000.000 sampai denga Rp100.000.000 (seratus juta
rupiah).
c) Tarif 15% (lima belas persen) dari penghasilan bruto di
atas Rp100.000.000 sampai denga Rp500.000.000 (lima
ratus juta rupiah).
d) Tarif 25% (dua puluh lima persen ) dari penghasilan
bruto di atas RP500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
3) Tarif khusus berikut di terapkan atas penghasilan berupa
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari
tua.
a) Tarif 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai
dengan RP 50.000.000 (lima puluh juta rupiah)
b) Tarif 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas RP
50.000.000 (puluh juta rupiah)
4) Tarif khusus 5% (lima persen) atas upah/uang saku harian,
mingguan, borongan, satuan yang diterima oleh tenaga kerja
lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari RP
10.200.000(di bayarkan tidak secara bulanan ).
Tarif pajak penghasilan pasal 21 yang di terapkan terhadap
wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP)
menjadi lebih tinggi 20% ( dua puluh persen) daripada tarif yang di
tetapkan terhadap wajib pajak yang dapat menunjukka NPWP.
Kepemilikan Nomor pokok wajib pajak (NPWP) dapat dibuktikan
oleh wajib pajak , antara lain,dengan cara menunjukkan kartu
NPWP.
5. Penerapan Tarif dan PPh Pasal 21 Terutang
a. Penerapan Tarif Pajak yang Berlaku secara umum atas PKP
Tarif pajak yang berlaku secara umum ditetapkan atas
penghasilan kena pajak dari:
1) Pegawai tetap
2) Penerima Pensiun yang dibayarkan secara bulanan
3) Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas yang dibayarkan
secara bulanan.
Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap
masa pajak, kecuali masa pajak terakhir, tarif diterapkan atas
perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 tahun, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1) Perkiraan atas penghasilan yang bersifat teratur adalah jumlah
penghasilan teratur dalam satu bulan dikalikan 12.
2) Dalam hal terdapat tambahan penghasilan yang bersifat tidak
teratur maka perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama
satu tahun adalah sebesar jumlah perkiraan atas penghasilan
yang bersifat teratur ditambah dengan jumlah penghasilan yang
bersifat tidak teratur.
Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap
masa pajak adalah:
1) Atas penghasilan yang bersifat teratur adalah sebesar pajak
penghasilan terutang atas jumlah penghasilan yang bersifat
teratur dibagi 12.
2) Atas penghasilan yang bersifat tidak teratur adalah sebesar
selisih antara pajak penghasilan yang terutang atas jumlah
penghasilan yang bersifat teratur dan penghasilan yang bersifat
tidak teratur dengan pajak penghasilan yang terutang atas
jumlah penghasilan yang bersifat teratur.
b. Penerapan tarif lapisan pertama dari tarif pajak yang berlaku
secara umum atas penghasilan pegawai tidak
tetap yang penghasilannya tidak dibayarkan secara bulanan
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai
tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, dan uang saku harian,
sepanjang penghasilan tidak dibayarkan secara bulanan, tarif
lapisan pertama dari tarif pajak yang berlaku secara umum (sebesar
5%) diterapkan atas:
1) Jumlah penghasilan bruto diatas bagian penghasilan bruto
diatas bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan
pajak atau
2) Jumlah penghasilan bruto dikurangi PTKP yang sebenarnya
dalam hal jumlah penghasilan kumulatif dalam 1 bulan
kelender telah melebihi PTKP sebulan untuk diri wajib pajak
sendiri.
c. Penerapan tarif pajak yang berlaku secara umum atas
penghasilan pegawai tidak tetap yang penghasilannya
kumulatif dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp
6.000.000,00
Apabila jumlah penghasilan kumulatif dalam satu bulan
kalender telah melebihi Rp6.000.000,00, pph pasal 21 dihitung
dengan menerapkan tarif pajak yang berlaku secara umum atas
jumlah penghasilan kena pajak yang disetahunkan .
d. Penerapan tarif pajak yang berlaku secara umum atas
penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai dan peserta
kegiatan
Tarif pajak yang berlaku secara umum diterapkan atas
sebagai berikut:
1) Jumlah penghasilan bruto untuk setiap pembayaran yang
didasarkan pada penyelesaian suatu pekerjaan
atau jasa yang menurut maksudnya tidak bersifat
berkesinambungan yang diterima oleh bukan pegawai
2) Jumlah bruto untuk setiap kali pembayaran yang bersifat utuh
dan tidak dipecah yang diterima oleh peserta kegiatan
3) Jumlah kumulatif penghasilan bruto sebagai imbalan atas
pekerjaan atau jasa yang menurut maksudnya bersifat
berkesinambungan ,baik berdasarkan kontrak atau perjanjian
tertulis atau berdasarkan keadaan yang sebenarnya , yang
diterima oleh bukan pegawai.
e. Penerapan Tarif pajak yang berlaku secara umum atas
penghasilan yang diterima oleh bukan pegawai tertentu
Tarif pajak yang berlaku secara umum diterapkan atas
jumlah kumulatif penghasilan kena pajak sebesar pebghasilan bruto
di kurangi PTKP, yang diterima atau diperoleh bukan pegawai
yang terdiri atas :
1) Distributor multi level marketing atau & direct selling
2) Petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus sebagai
pegawai
3) Penjaja barang dagangan yang tidak berstatus sebagai pegawai
4) Penerimaan penghasilan bukan pegawai lainya yang menerima
penghasilan dari pemotong pph pasal 21 secara
berkesinambungan dalam 1 tahun kelender yang dihitung
setiap bulan.
f. Penerapan tarif pajak yang berlaku secara umum atas
penghasilan yang diterima oleh anggota dewan komisaris
dan mantan pegawai
Tarif berdasarkan pasal 17 ayat (1)huruf a Undang- Undang
pajak penghasilan diterapkan atas penghasilan bruto kumulatif berupa:
1) Honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada
perusahaan yang sama
2) Jasa produksi ,tantiem,gratifikasi ,bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan
pegawai
3) Penarikan dana pensiun oleh peserta program pensium yang
masih berstatus sebagai pegawai dari dana pensiun yang
pendirianya telah disahkan Menteri Keuangan.
Tata cara pemotongan pph pasal 21 atas penghasilan berupa
uang pesangon, yang manfaat pensiun yang dibayar oleh dana pensiun
yang pendirianya telah disahkan oleh Menteri Keuangan , dan
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, yang dibayarkan sekaligus
oleh badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, diatur dalam
peraturan Menteri Keuangan tersendiri yang belum disahkan sampai
buku ini selesai disusun
Tata cara pemotongan dan pengenaan pph pasal 21 atas
penghasilan yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara atau anggaran pendapatan belanja daerah yang diterima atau
diperoleh pejabat negara, pegawai negeri sipil, anggota TNI/POLRI
dan pensiunannya, diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
tersendiri yang juga belum disahkan sampai buk ini selesai disusun.
Berikut tabel tarif dan cara perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
267
Dengan demikian, apabila pegawai tetap adalah Wajib
Pajak dalam negeri yang merupakan pendatang dari luar
negeri, yang mulai bekerja di Indonesia dalam tahun berjalan,
perhitungan PPh Pasal 21 didasarkan pada jumlah penghasilan
yang sebenarnya diperoleh dalam bagian tahun pajak yang
bersangkutan yang disetahunkan.
7. Rumus Perhitungan Pajak PPh Pasal 21
a. Pegawai Tetap
1) Pegawai Tetap Dengan Gaji Bulanan
a) Al-Farabi pada tahun 2019 bekerja pada perusahaan PT.
A dengan memperoleh gaji sebulan sebesar Rp. xxxx
dan membayar iuran pension sebesar Rp. xxxx sebulan.
PT. A adalah perusahaan yang kegiatan bisnisnya
sesuai dengan syariat islam.. Karena Al-Farabi adalah
orang islam dan bekerja di perusahaan berbasis syariah
maka Al-Farabi juga mengeluarkan Zakat Profesi
sebesar 2,5% dari gaji pokok. Al-Farabi sudah menikah
dan memiliki 3 orang anak (K/3). Pada bulan Januari
penghasilan Al-Farabi dari PT. A hanya dari gaji saja.
Jawab:
Perhitungan Zakat Profesi Al-Farabi:
Batas Nisab = 524 kg Beras
Harga beras = Rp. xxxx
Berarti Rp. xxxx X 524 kg Beras = Rp. xxxx Karena
gaji pokok Al-Farabi > Batas Nisab
Rp. xxxx > Rp. xxxx
268
Maka, Al-Farabi wajib dipotong Zakat Profesi karena
Gaji pokoknya sudah melebihi Batas Nisab.
Jadi, Zakat yang dikeluarkan = 2,5% x Rp. xxxx
= Rp. xxxx
Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah
sebagai berikut:
Gaji sebulan
Rp. xxxx
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan 5% x Rp.xxxx = Rp. xxxx
Maksimal = Rp. xxxx (Rp. xxxx)
2. Iuran Pensiun (Rp. xxxx)
PTKP (K/3):
- Diri Wp Rp. xxxx
- Status kawin Rp. xxxx
- Anak (3) Rp. xxxx +
(Rp. xxxx)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. xxxx
PPh pasal 21 terutang 5% x Rp.xxxx = Rp. xxxx PPh
pasal 21 bulan Januari:Rp. xxxx : 12 = Rp. Xxx
269
dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi
kerja dengan jumlah masing-masing x,xx% dan x,xx%
dari gaji. PT. B menanggung iuran Jaminan Hari Tua
setiap bulan sebesar x,xx% dari gaji sedangkan Alex
Cristian membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar
x,xx% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT. B juga
mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. B
membayar iuran pensiun untuk Alex Cristian kepada
dana pensiun, yang pendirinya telah disahkan oleh
mentri keuangan, setiap bulan sebesar Rp. xxxx
Sedangkan Alex Cristian membayar iuran pensiun
sebesar Rp. xxxx Pada bulan Juni 2019 Alex Cristian
hanya menerima pembayaran berupa gaji. Alex Cristian
adalah seorang non muslim dan dia sudah menikah dan
memiliki 1 orang anak (K/1).
Penyelesaian:
Alex Cristian tidak wajib dikenakan Zakat Profesi
karena Alex Cristian adalan seorang non muslim.
Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Juni adalah sebagai
berikut:
Gaji sebulan Rp.xxxx
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp. xxxx
Premi Jaminan Kematian Rp. xxxx
Penghasilan Bruto Rp. Xxxx
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp.xxxx Rp. xxxx
2. Iuran Pensiun Rp. xxxx
270
3. Iuran Jaminan Hari Tua Rp. xxxx +
(Rp.xxxx)
Penghasilan Neto sebulan Rp. xxxx
Penghasilan Neto setahun Rp. xxxx X 12
Rp. xxxx
PTKP (K/1):
- Diri Wp Rp. xxxx
- Status kawin Rp. xxxx
- Anak (1) Rp. xxxx +
(Rp. xxxx)
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp. xxxx
PPh pasal 21 terutang
5% x Rp. xxxx = Rp. xxxx
15% x Rp. xxxx = Rp. xxxx
Rp. xxxx
PPh pasal 21 bulan Juni: Rp. xxxx : 12
= Rp. Xxxx
2) Pegawai Tetap Dengan Gaji Mingguan
Ahmad Syukron berstatus belum menikah (TK/-) dan tidak
memiliki tanggungan. Ia bekerja sebagai pegawai tetap di
PT. A Perusahaan tersebut adalah perusahaan yang kegiatan
bisnisnya berbasis Syariah atau sesuai dengan aturan islam.
Ahmad Syukron menerima gaji yang dibayar mingguan
sebesar Rp. xxxx Pada minggu pertama Agustus 2019.
Ahmad menerima gaji sebesar Rp. xxxx dan dalam bulan
tersebut hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Selain itu, Ahmad syukron juga mengeluarkan zakat Profesi
sebesar 2,5% dari gaji pokoknya.
Perhitungan Zakat Profesi Ahmad Syukron :
Batas Nisab = 524 kg Beras
271
Harga beras = Rp. xxxx
Berarti Rp. xxxx X 542 Kg Beras = Rp. xxxx Karena
gaji pokok Ahmad Syukron > Batas Nisab
Rp. 4 X xxxx= Rp.xxxx> Rp. xxxx
Maka, Ahmad Syukron wajib dipotong Zakat
Profesi Karena Gaji Pokoknya sudah melebihi
Batas Nisab.
Jadi, Zakat yang dikeluarkan = 2,5 % x Rp. xxxx
= Rp. xxxx
Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah
sebagai berikut :
Gaji (4 x Rp. xxxx) Rp. xxxx
Pengurangan :
1. Biaya Jabatan : 5% x Rp. xxxx= Rp. xxxx
Maksimal = Rp.xxxx (Rp.xxxx)
2. Iuran Pensiun
(Rp. xxxx)
Penghasilan Neto sebulan Rp.xxxx
Penghasilan Neto Setahun Rp. xxxx X 12
Rp. xxxx
PTKP (TK/0) :
- Untuk WP sendiri (Rp. xxxx)
Penghasilan kena pajak setahun Rp. xxxx
PPh Pasal 21 terutang setahun 5% x Rp. xxxx
Rp. xxxx
PPh pasal 21 sebulan: Rp. xxxx 12 Rp. xxxx PPh
Pasal 21 atas gaji/ upah minggu pertama: Rp. xxxx
4 = Rp. Xxxx
3) Pegawai Tetap Dengan Gaji Harian
Abdi Hafid tercatat sebagai pegawai tetap di PT. A
Perusahaan dimana ia bekerja merupakan perusahaan
272
yang kegiatan bisnisnya bergerak sesuai dengan aturan
islam. Abdi Hafid memperoleh gaji yang dibayar harian
sebesar Rp.xxxx Abdi belum menikah.PT.A masuk program
BPJS ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja,
dan premi Jaminan Kematian yang dibayar oleh pemberi
kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar x
% dan x,xx% dari gaji. Abdi membayar iuran pension Rp.
xxxx dan Jaminan Hari Tua sebesar x,xx% dari gaji. Selain
Perhitungan Zakat Profesi Abdi Hafid :
Batas Nisab = 524 Kg Beras
Harga Beras = Rp. xxxx
Berarti Rp.xxxx X 524 Kg Beras = Rp.xxxx
Karena gaji pokok Abdi Hafid > Batas Nisab 26
x Rp.xxxx = Rp. xxxx > Rp. xxxx
Maka, Abdi Hafid wajib dipotong Zakat Profesi karena
Gaji pokoknya sudah melebihi Batas Nisab.
Jadi, Zakat yang dikeluarkan = 2,5% x Rp. xxxx
= Rp. Xxxx
itu, Abdi Hafid juga mengeluarkan Zakat setiap
bulannya sebesar 2,5% dari Gajinya.
Perhitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai
berikut:
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah:. Penghasilan
sebulan (26 X xxxx) Rp. Xxxx Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (1% x Rp.xxxx)
Rp. Xxxx
Premi Jaminan Kematian (0.3% x Rp.xxxx) Rp. xxxx
Penghasilan bruto Rp. xxxx
Pengurangan:
273
1. Biaya Jabatan: 5% x Rp. xxxx = Rp. xxxx
Maksimal Rp. xxxx
(Rp. xxxx)
2. Iuran pensiun (Rp. xxxx)
3. Iuran Jaminan Hari Tua (2% x Rp. xxxx)
(Rp. xxxx)
Penghasilan neto sebulan Rp. xxxx
Penghasilan neto setahun: 12 x Rp. xxxx
Rp. xxxx
PTKP (TK/0)
- Untuk WP sendiri Rp. xxxx
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp. xxxx
274
2. Wajib Pajak PPh Pasal 21
Penerimaan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah
orang pribadi dengan status sebagai subjek pajak luar negeri
menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan bentuk
apa pun dari pemotong PPh Pasal 26 sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan baik dalam
hubunganya sebagai pegawai maupun bukan pegawai, termasuk
penerimaan pensiun.
3. Bukan Wajib Pajak
Yang tidak termasuk dalam pengertian penerimaan
penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah:
a. Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain
dari negara asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada
negara mereka yang bekerja dan bertempat tinggal bersama
mereka, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain
diluar jabatan atau pekerjaanya tersebut serta negara yang
bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
4. Pemotongan PPh Pasal 26
Pemotongan PPh Pasal 26, yang selanjutnya disingkat
pemotongan pajak adalah:
a. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi ataupun badan,
yang merupakan induk, cabang, perwakilan atau unit
perusahaan, yang membayar atau terutang gaji,
275
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama apapun (misalnya, bonus, gratifikasi, dan tantiem)
sebagai imbalan sehubungan dengan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. Pengertian
pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang
tidak di kecualikan dari kewajiban memotong pajak.
Sedangkan yang di maksud dengan bukan pegawai adalah
orang pribadi yang menrima atau memperoleh penghasilan dari
pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap,
misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarum
dari pemberi kerja.
b. Bendahara pemerintah (termasuk bendahara pemerintah pusat,
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah,
lembaga-lembaga negara lain dan kedutaan besar republic
Indonesia di luar negeri) yang membayar gaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
c. Dana pensiun atau badan lain (misalnya badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja) yang membayarakan uang
pensiun, tunjangan hari tua, dan tabungan hari tua, dan
pembayaran lain yang sejenis dengan nama apa pun.
d. Orang pribadi yang melakukan kegatan usaha atau pekerjaan
bebas serta badan yang membayar:
1) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan jasa atau kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri,
termasuk jasa tenaga ahli.
276
2) Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan
sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh
pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
3) Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan,
pelatihan, magang.
e. Penyelenggara kegiatantermasuk badan pemerintah, organisasi
termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi,
serta lembaga lainya yang menyelenggarakankegiatan, yang
membayar honorarium, hadiah, dan penghargaan dalam bentuk
apa pun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negari
berkenaan dngan suatu kegiatan.
5. Bukan Pemotongan Pajak PPh Pasal 26
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai
kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak adalah:
a. Kantor perwakilan
b. Organisasi-organisasi internasional, dengan syarat:
1) Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut dan
2) Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk
memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.
c. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan
orang pribadi untuk melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas.
277
6. Hak Dan Kewajiban Pemotongan Pajak Serta
Penerimaan Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 26
a. Pemotong PPh Pasal 26 wajib mendaftarakan diri ke
kantor pelayanan pajak sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
b. Pemotong PPh Pasal 26 wajib menghitung, memotong,
menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal
26 yang terutang untuk setiap bulan kalender. Kewajiban
untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 26 tetap berlaku
meskipun jumlah pajak yang di potong pada bulan yang
bersangkutan nihil.
c. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat catatan atau kertas
kerja perhitungan PPh Pasal 26 untuk masing-masing
penerima penghasilan, yang menjadi dasar pelaporan PPh
Pasal 26 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib
menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
d. Apabila dalam suatu bulan terjadi kelebihan penyetoran
pajak atas PPh Pasal 26 yang terutang, kelebihan
penyetoran tersebut dapat di
perhitungkan dengan PPh pasal 26 yang terutang pada
bulan berikutnya melalui SPT Masa pph pasal 26.
e. Pemotong PPh Pasal 26 wajib membuat bukti pemotongan
PPh Pasal 26 dan memberikan bukti pemotongan tersebut
kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak
7. Objek PPh Pasal 26
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah penghasilan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
278
yang di bayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap atau perwakilan perusahaan luar negeri lainya kepada wajib
pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, berupa:
a. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur, yaitu
penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala
macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apa pun yang di
berikan secara periodic berdasrkan ketentuan yang di tetapkan
oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur .
b. Penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur, yaitu
penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang
bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau
periode lainya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya
(THR), jasa produksi, tantiem, fratifikasi, atau imbalan sejenis
lainya dengan nama apa pun.
c. Penghasilan yang di terima atau di peroleh penerima pensiun
secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan
sejenisnya.
d. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja
dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima
secara sekligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain
sejenis.
e. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas berupa
upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau
upah yang dibayarkan secara bulanan.
f. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa
honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenis dengan
279
nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang di lakukan.
g. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku,
uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau
penghargaan, dengan nama dan dalam bentuk, dan imbalan
sejenis dengan nama apa pun.
h. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainya
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang di berikan
oleh:
1) Bukan wajib pajak
2) Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang
bersifat final atau
3) Wajib pajak yang di kenakan pajak penghasilan berdasrkan
norma perhitungan khusus (deemed profit).
Perhitungan PPh pasal 26 atas penghasilan berupa
penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainya dengan
nama dan dalam bentuk apa pun tersebut di dasarkan pada harga
pasar atas barang yang di berikan atau nilai wajar atas pemberian
kenikmatan yang di berikan.
Dalam hal penghasilan tersebut diperoleh dalam mata uang
asing, perhitungan PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (kurs)
yang ditetapkan oleh menteri keuangan yang berlaku pada saat
pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat di bebankan
sebagai biaya.
8. Saat Terutang PPh Pasal 26
PPh Pasal 26 terutang bagi penerima penghasilan dan saat
dilakukan pembayaran atau pada saat terutangnya
280
penghasilan yang bersngkutan.PPh Pasal 26 terutang bagi
Pemotong PPh Pasal 26 untuk setiap masa pajak.Saat terutang
untuk setiap masa pajak adalah akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau pada akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan.
9. Dasar Perhitungan PPh Pasal 26
a. Tarif dan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26
1) Tarif Pajak dan Penerapannya
Tarif yang dikenakan adalah 20% untuk setiap jenis
penghasilan yang dikenakan Pph Pasal 26 atau sesuai
dengan persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B)
antarnegara atau tax treaty.Tarif 20% dikenakan dari
dasar pengenaan pajak, dengan ketentuan sebagai
berikut;
a) Tarif 20% dari penghasilan bruto;
b) Tarif 20% dari penghasilan netto;
c) Tarif 20% dari penghasilan kena pajak setelah
dkurangi pajak penghasilan.
Tarif pajak yang berlaku menurut ketentuan dalam
PPh Pasal 26 adalah 20% dan bersifat final diterapkan
atas penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh
sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
Luar Negeri dengan memperhatikan ketentuan
persetujuan penghindaran pajak
berganda yang berlaku antara Indonesia dengan negara
Domisili Subjek Pajak Luar negeri.
Tarif pajak sebesar 20% yang dikenakan atas
penghasilan Wajib Pajak Luar Negeri tersebut berubah
status menjadi Wajib Pajak luar negeri
281
tersebut berubah status menjadi Wajib Pajak dalam
negeri. Selain itu pengurangan PTKP tidak berlaku
terhadap penghasilan Wajib Pajak luar negeri.
2) Penghitungan PPh Pasal 26
a) PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan Bruto
Penghitungan tersebut diterapkan untuk
penghasilan yang bersumber dari modal dalam
bentuk;
1. Deviden;
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap,
dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
3. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta;
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan;
5. Hadiah dan penghargaan;
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya; Sesuai
peraturan pemerintah Nomor 1 Tahun 2007,
pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang
dibayarkan kepada Subjek Pajak Luar Negeri sebesar
10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah
menurut penghindaran pajak berganda yang berlaku
dalam hal terdapat penanaman
modal di bidang-bidang usaha tertentu dan /
atau di daerah-daerah tertentu.
b) PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan Neto
Penghasilan Neto = Perkiraan Penghasilan
Bruto x Penghasilan Bruto
Penghitungan tersebut diterapkan untuk:
1. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia;
282
2. Premi asuransu dan reasuransi yang dibayarkan
kepada perusahaan asuransi luar negeri.
Besarnya perkiraan penghasilan neto dihitung
berdasarkan kondisi sebagai berikut.
1. Untuk premi yang dibayar tertanggung
kepada perusahaan asuransi di luar negeri, baik
secara langsung maupun melalui pialang, besarnya
perkiraan penghasilan neto adalah 50% (lima puluh
persen) dari jumlah premi yang dibayar
(penghasilan bruto) sehingga: PPh Pasal 26
= 20% x Penghasilan neto
= 20% x {50% x
Penghasilan bruto}
= 10% x Penghasilan bruto
= 10% x Jumlah premi
yang dibayar
2. Untuk premi yang dibayar perusahaan asuransi
yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupan melaui pialang adalah 10%
(sepuluh persen) dari jumlah premi yang dibayar
(penghasilan bruto) sehingga:
PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan neto
= 20% x {10% x
Penghasilan bruto}
= 2% x Penghasilan bruto
= 2% x Jumlah premi yang
dibayar
283
3. Untuk premi yang dibayar perusahaan
reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di luar negeri, baik secara
langsung maupun melalui pialang adalah 5% (ima
persen) dari jumlah premi yang dibayar
(penghasilan bruto) sehingga: PPh Pasal 26
= 20% x Penghasilan neto
= 20% x {5% x Penghasilan
bruto}
= 1% x Penghasilan bruto
= 1% x Jumlah premi yang
dibayar
c) PPh Pasal 26 = 20% x (Penghas Penghasilan
Kena Pajak – PPh terutang)
Penghitungan tersebut diterapkan pada bentuk usaha
tetap di Indonesia yang penghasilan atau bagian
labanya tidak ditanamkan kembali di Indonesia. Jika
penghasilan setelah dikurangi pajak tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan
tersebut tidak dipotong PPh Pasal 26.
b. Perhitungan PPh Pasal 26
1) Orang Pribadi
PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan Bruto
Christian adalah warga Negara Belanda yang berada di
Indonesia kurang dari 181 hari, dia telah menikah dan
mempunyai 4 orang anak.Christian menerima
penghasilan dari PT.A pada bulan Juni sebesar US$
xxxx.kurs saat ini US$ x sama dengan Rp. xxxx. Berapa
jumlah pajak yang harus dipotong
?
284
Jawaban :
Penghasilan bruto gaji sebulan
= US$ xxxx X Rp. xxxx
= Rp. xxxx
PPh Pasal 26 terutang
= 20% x Rp. xxxx
= Rp. Xxxx
2) Badan Usaha
PPh Pasal 26 = 20% x Penghasilan Neto Penghasilan Neto=
Perkiraan Penghasilan Neto x
Penghasilan Bruto
Perusahaan penyewaan gedung rapat dan pelatihan PT.
SENTOSA mengasuransikan bangunan tersebut ke perusahaan
asuransi di luar negeri dengan membayarkan jumlah premi
selama tahun 2019 sebesar Rp. xxxx
Jawaban:
Perkiraan Penghasilan
= 50% x Rp. xxxx = Rp. xxxx PPh
Pasal 26 yang harus di bayar
= 20% x Rp. xxxx
= Rp. Xxx
285