b. Istilah-Istilah
Beberapa istilah yang harus dipahami terkait dengan pajak penghasil an orang pribadi
antara lain:
1) Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
2) Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subjek pajak luar negeri
3) Pemotong PPh Pasal 21 dan / PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau
badan, termasuk BUT, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan
pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang
pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 UU PPh.
4) Penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan sebagai penyelenggara
kegiatan yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk
apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.
5) Pejabat Negara adalah Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua dan
Anggota DPR / MPR / DPRD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten / Kota, Ketua
dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua ,Wakil Ketua Ketua Muda dan
Hakim Mahkamah Agung, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung,
Menteri, Menteri Negara dan Menteri Muda, Jaksa Agung, Gubernur dan Wakil
Gubernur Kepala Daerah Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah
Kabupaten, Walikota dan Wakil Walikota.
6) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pegawai negeri sipil pusat pegawai negeri sipil
daerah dan pegawai negeri sipil lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
7) Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan pekerja an berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertu lis maupun tidak tertulis, termasuk yang
melakukan pekerja an dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah.
8) Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pembe ri kerja yang menerima
atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota
Dewan Komisiaris dan anggota Dewan Pengawas yang secara teratur dan berke
sinambungan ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
9) Pegawai dengan status wajib pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau bera da di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium,
dan / imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.
10) Pegawai tidak tetap / Tenaga Kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima
penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja ,ber dasarkan jumlah hari
kerja ,jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis
pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja
11) Penerima penghasilan bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap / tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun dari pemotong PPh Pasal 21 / 26 sebagai imbalan jasa
yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
12) Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu,
termasuk mengikuti rapat, sliding, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan,
pertunjukan olahraga atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
13) Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau
memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang
pribadi atau ahli waris yang menerima TabunganHari Tua atau Jaminan Hari Tua.
14) Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai
tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan dan imbalan dengan nama
apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
pemberi kerja, termasuk uang lembur
15) Penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi
pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam
satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, THR, jasa produksi,
tantiem, gratifikasi atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
16) Upah harian adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan atas dasar hari kerja.
17) Upah mingguan adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan secara mingguan.
18) Upah borongan adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan atas dasar
penyelesaian pekerjaan tertentu.
19) Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan
produk yang dihasilkan.
20) Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee dan penghasilan sejenis lainnya
21) Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang terutang atau diberikan kepada peserta kegiatan tertentu, antara lain
berupa uang saku, uang reptesentasi, uang rapat, honorarium ,hadiah atau
penghargaan dan penghasilan sejenis lainnya.
22) Honorarium adalah imbalan atas jasa,jabatan atau kegiatan yang dilakukan.
23) Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang
diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan.
24) Kegiatan multi level marketing atau direct selling adalah suatu sistem penjualan
secara langsung kepada konsumen yang dilakukan secara berantai oleh orang per
orang sebagai distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling.
25) Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.
Berikut ini yang termasuk penerima penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21/26
yaitu orang pribadi sebagai :
1. pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THR, atau JHT,
termasuk ahli warisnya;
a) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
c) olahragawan
f) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
g) agen iklan;
5. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama
6. Mantan pegawai
Berikut ini penerima penghasilan yang dikecualiakan dari pemotongan PPh pasal
21/26, yaitu:
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: bukan warga negara Indonesia,
dan; di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia
b) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 ( Objek Pajak PPh Pasal 21/26
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
PPh 21 yang bersifat final yaitu yang dikenkaan bagi pejabat Negara , pegawai
negeri sipil ,anggota TNI POLRI ,serta pensiunannya dengan golongan tertentu ,dan
uang pesangon ,uamh manfaat pension,tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus .
PPh Pasal 26 yang bersifat final yaitu ikenakan atas penghasilan yang berupa
imbalan atas pekerjaan ,jasa atau kegiatan lain, yang diterima oleh orang pribadi
dengan status sebagai WNA ,PPh 26 ini bias bersifat tidak final bila mana subjek
pajak tersebut berubah status menjadi WNI.
d) Penghasilan yang PPh Pasal 21 di Tanggung Pemerintah .
a) PPh yang terutang atas Penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang
melakukan pekerjaan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai
dengah hibah.
b) PPh atas penghasilan pekerjaan pada kategori usaha tertentu .
e) Penghasilan yang tidak ipotong PPh Pasal 21 ( Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21
)
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari
tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima
oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan;
Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu:
Rp.0 s. Rp.50.000.000 5%
Dikurangi PTKP
Dikurangi PTKP
3) Dasar pengenaan pajak diperoleh dari jumlah penghasilan bruti dikali dengan 50%
,berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksukan PER-16/PJ/2016yang
menerima imbalan yang tidak bersifat bekesinambungan ,seperti:
b) Tarif 5% ini juga digunakan untuk jumlah upah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp. 4.500.000
dan kurang dari Rp. 10.200.000 . Jika jumlah upah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp. 10.200.000 maka
dikenakan tarif pasal 17 ayat 1 huruf a .
5) Penerima pesangon, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut :
6) Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan lain
yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah
menggunakan tariff PPh Pasal 21 Final
Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan 5%
Pensiunannya
3 PNS Golongan IV
Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah, 15%
Perwira Tinggi, dan Pensiunannya
b. Tarif PPh Pasal 26
Tarif PPh Pasal 26 Sebesar 20% dan bersifat final. Dasar pengenaan pajak PPh pasal
26 yaitu jumlah penghasilan bruto. Pengenaan tariff PPh pasal 26 memperhatikan ketentuan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku antara Republik Indonesia
dengan Negara domisili Subjek Pajak luar negeri tersebut.
Apabila penerima pengahasilan yang dipotong PPh Pasal 21 tidak memiliki NPWP
maka dikenakan tariff lebih tinggi 20%, dengan catatan pajak yang dipotong bersifat tidak
final
Merujuk pada PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan Pajak PPh pasal 21/26 ditentukan
sebagai berikut :
c. Tidak memperoleh
penghasilan lainnya
Bagi WP OP yang dipotong PPh pasal 21 tidak meiliki NPWP maka dikenakan tariff
20% lebih tinggi dari pada tariff WP OP yang memiliki NPWP. Berikut contoh cara
menghitung PPh Pasal 21 :
Tuan Seto juga membayar Iuran Pensiun sebesar 200.000 per bulan kepada lembaga
dan pension yang telah disahkan Menteri Keuangan. Maka besarnya pajak
penghasilan pasal 21 yang dipotong dari Tuan Seto per bulan adalah :
Gaji Per Bulan 5.000.000
Tunjangan 2.000.000 +
Total Penghasilan Bruto 7.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% x 7.000.000) 350.000
Iuran Tunjangan Hari Tua 200.000 +
Total Pengurangan 550.000 –
Penghasilan Netto Per Bulan 6.450.000
Penghasilan Netto Setahun (6.450.000 x 12) 77.400.000
PTKP :
Wajib Pajak 54.000.000
Tambahan WP Kawin 4.500.000
Tambahan 1 Tanggungan 4.500.000 +
Besarnya PTKP 63.000.000-
Penghasilan Kena Pajak Setahun 14.400.000
PPh Pasal 21 Terutang (5% x 14.400.000) 720.000
PPh Pasal 21 per bulan (720.000 : 12) 60.000
Dari perhitungan diatas, setiap bulannya Tuan Seto memiliki pajak terutang
sebesar 60.000, sehingga gaji yang diterim Tuan Birzy per bulan setelah dipotong PPh
Pasal 21 (Tax Home Pay) sebesar 6.740.000 (7.000.000 – 200.000 – 60.000). Jika
Tuan Seto tidak memiliki NPWP maka akan dikenakan biaya tambahan 20% dari
perhitungan normal
Pada saat Tuan Sena berhenti bekerja dan memasuki masa pension, PT ABC
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dengan rincian sebagai berikut :
Pengurangan :
PTKP
Januari 45.000.000
Februari 45.000.000
Maret 50.000.000
April 52.000.000
Mei 54.000.000
Juni 50.000.000
Juli 55.000.000
Agustus 65.000.000
September 50.000.000
Oktober 52.000.000
November 55.000.000
Desember 56.000.000
Total 629.000.000
(5) =(3) –
-1 -2 -3 -4 -6 -7 -8
(4)
Dari data penghasilan bruto yang diperoleh dr. Bella di Rumah Sakit pinda Sehat"selama
n Bruto 17
Jan 45.000.000 22.500.000 4.500.000 18.000.000 18.000.000 5% 18.000.000
Feb 45.000.000 22.500.000 4.500.000 18.000.000 36.000.000 5% 18.000.000
Mar 50.000.000 25.000.000 4.500.000 20.500.000 56.500.000 5% 14.000.000
Tahun 2018, perhitungan PPh 21 terutang adalah sebagai berikut:
(9) =(8)
2.625.000
1.950.000
3.450.000
3.225.000
3.075.000
3.450.000
3.075.000
3.375.000
3.225.000
4200.000
975.000
700.000
900.000
900.000
PPh 21
(7)
×
2. Berdasarkan Penghasilan Bruto
Tabel 5-5
Ringkasan Tarif dan DPP PPh Pasal 21 Berdasarkan Penghasilan Bruto DPP
Skema perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Devan adalah sebagai
berikut:
PPh Pasal 21
Penghasilan Penghasilan Penghasilan Tarif Pasal
Bulan Yang Harus
Jasa Produksi Kumulatif Sebagai DPP 17
Dipotong
Maret 65.000.000 65.000.000 50.000.000 5% 2.500.000
15.000.000 15% 2.250.000
Juni 130.000.000 195.000.000 130.000.000 15% 19.500.000
September 100.000.000 295.000.000 55.000.000 15% 8.250.000
45.000.000 25% 11.250.000
295.000.000 295.000.000 43.750.000
Contoh soal
Peserta Program Pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai
Pada bulan Juni 2018, Aldi memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, maka
ia mengambil sebagian uang dari iuran dana pensiun yang telah dibayar secara mandiri
sebesar Rp 20.000.000. Kemudian pada bulan September menarik lagi sebesar Rp
15.000.000 dan terakhir pada bulan Desember sebesar Rp 25.000.000.
a. Penarikan pada bulan Juni 2018: PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp 1.000.000 (Rp
20.000.000 x 5%)
b. Penarikan pada bulan September 2018: PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp 750.000 (Rp
15.000.000 x 5%) c. Penarikan pada bulan Desember 2018:
PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp 2.250.000, dengan rincian perhitungan sebagai berikut:
5% x Rp 15.000.000
Peserta Kegiatan
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
Jika Mariezky tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang dipotong sebesar Rp
21.000.000= (Rp17.500.000 + Rp3.500.000).
Contoh Pejabat PNS, anggota TNI, Polri dan pensiunannya
Mengacu pada PP No.80 Tahun 2010 dan PMK No. 262/PMK.03/2010 yang
membahas tentang Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya atas Penghasilan yang menjadi Beban APBN atau APBD, PPh Pasal 21
yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan ditanggung oleh Pemerintah.
Misalnya:
Alfad, Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c, menduduki eselon IV. A status kawin,
mempunyai 2 orang tanggungan , telah memiliki NPWP, bekerja di Kantor Pelayanan
Pemerintah a, menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagai berikut:
Pembulatan Rp 75
Pembulatan Rp 75
1. Biaya Jabatan
5% x Rp10.938.800 Rp 546.940
2. Iuran Pensiun
4,75% x Rp10.198.725 Rp 484.439
Rp 1.031.379
12 x Rp 5.654.271 Rp118.889.047
PTKP (K/2)
Rp 67.500.000
Pembulatan Rp 51.389.000
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
Rp2.708.350 : 12 Rp 225.696
Catatan:
PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan sebesar Rp225.696 Ditanggung Pemerintah.
Apabila Alfad belum memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
setiap bulan adalah: 120% x Rp225.696 = Rp270.835.
Contoh:
Jika Hanung Chairudin tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 menjadi:
a. Bentuk dan Isi SPT Masa PPh Pasal 21/26. Beberapa formulir yang digunakan dalam
administrasi pajak penghasilan pasal 21/26 terdiri atas bukti pemotongan PPh pasal
21/26, daftar bukti pemotongan PPh pasal 21/26, SPT Masa PPh Pasal 21/26, surat
setoran pajak (SSP), dan lain- lain. Sesuai peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-
14/PJ/2013 pemotongan PPh Pasal 21/26 wajib menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21
dalam bentuk e-SPT apabila:
1) "Melakukan pemotongan PPh pasal 21/26 terhadap pegawai yang jumlahnya lebih dari
20 orang dalam satu masa pajak dan/atau
2) Melakukan pemotongan PPh Pasal 21/26 selain pemotongan PPh pasal 21 pada angka
1 dengan jumlah bukti pemotongan lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak
dan/atau
4) Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti pembayaran yang jumlahnya
lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak".
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa PPh Pasal 21/26 dibayarkan oleh aih
pajak melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain yaitu pemberi kerja, yang
selanjutnya disebut sebagai pemotong pajak. Kewajiban pemotong najak dalam
menghitung, memotong dan menyetorkan PPh pasal 21/26 yang terutang untuk setiap
bulan takwim dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau e-billing ke Kantor
Pos atau Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Direktur lenderal Anggaran, selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya. Pemotong pajak wajib melaporkan
penyetoran ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dengan
menggunakan SPT Masa selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
Dengan melampirkan semua bukti pemotongan PPh Pasal 21/26, baik diminta maupun
tidak pada saat melakukan pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan pegawai atau
sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua
berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia/ polisi
RI, pejabat Negara dan pensiunannya. Pemotong pajak wajib memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21/26 tahunan kepada pegawai tetap dan penerima pensiun atau
tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil,
anggota tentara nasional Indonesia/polisi RI, pejabat Negara dan pensiunannya dalam
waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir, formulir tersebut dibuat rangkap dua.
Pada masa pajak berakhir dalam suatu tahun pajak, pemotong pajak berkewajiban
menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21/26 yang terutang atas penghasilan pegawai
tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/ jaminan hari tua berkala dan/ atau
terhadap pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia/ polisi RI, pejabat
Negara dan pensiunannya.