Anda di halaman 1dari 30

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21


a. Definisi PPh Pasal 21
Menurut Mardiasmo (2016) menyatakan “Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 Undang Undang Pajak Penghasilan”.
Sedangkan Resmi (2017) mengartikan “Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu
pajak yang dilewatkan terhadap Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas
penghasilan yang terkait dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan”.
Berdasarkan definisi menurut para ahli diatas, dapat diartikan bahwa Pajak
Penghasilan Pasal 21 yaitu pengenaan pajak terhadap WP OP dalam negeri yang
memiliki penghasilan yang berhubungan dengan pekerjaan atau kegiatan lainnya.
Sedangkan bila yang menerima penghasilan tersebut wajib pajak luar negeri selain
BUT atau berbentuk badan hukum lainnya maka akan dikenakan Pajak Penghasi lan
Pasal 26 atau PPh Pasal 26, pembahasan mengenai PPh Pasal 26 le bih terinci akan
dibahas dalam bab tersendiri dalam buku ini.

b. Istilah-Istilah
Beberapa istilah yang harus dipahami terkait dengan pajak penghasil an orang pribadi
antara lain:
1) Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri.
2) Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subjek pajak luar negeri
3) Pemotong PPh Pasal 21 dan / PPh Pasal 26 adalah Wajib Pajak Orang Pribadi atau
badan, termasuk BUT, yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan
pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan orang
pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 26 UU PPh.
4) Penyelenggara kegiatan adalah orang pribadi atau badan sebagai penyelenggara
kegiatan yang melakukan pembayaran imbalan dengan nama dan dalam bentuk
apapun kepada orang pribadi sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan tersebut.
5) Pejabat Negara adalah Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua dan
Anggota DPR / MPR / DPRD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten / Kota, Ketua
dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Ketua ,Wakil Ketua Ketua Muda dan
Hakim Mahkamah Agung, Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung,
Menteri, Menteri Negara dan Menteri Muda, Jaksa Agung, Gubernur dan Wakil
Gubernur Kepala Daerah Provinsi, Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah
Kabupaten, Walikota dan Wakil Walikota.
6) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah pegawai negeri sipil pusat pegawai negeri sipil
daerah dan pegawai negeri sipil lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
7) Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan pekerja an berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertu lis maupun tidak tertulis, termasuk yang
melakukan pekerja an dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau
badan usaha milik daerah.
8) Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pembe ri kerja yang menerima
atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota
Dewan Komisiaris dan anggota Dewan Pengawas yang secara teratur dan berke
sinambungan ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung.
9) Pegawai dengan status wajib pajak luar negeri adalah orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia atau bera da di Indonesia tidak lebih dari 183 hari
dalam jangka waktu 12 bulan yang menerima atau memperoleh gaji, honorarium,
dan / imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan.
10) Pegawai tidak tetap / Tenaga Kerja lepas adalah pegawai yang hanya menerima
penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja ,ber dasarkan jumlah hari
kerja ,jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suatu jenis
pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja
11) Penerima penghasilan bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan
pegawai tidak tetap / tenaga kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama
dan dalam bentuk apapun dari pemotong PPh Pasal 21 / 26 sebagai imbalan jasa
yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
12) Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu,
termasuk mengikuti rapat, sliding, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan,
pertunjukan olahraga atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam kegiatan tersebut.
13) Penerima pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau
memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan di masa lalu, termasuk orang
pribadi atau ahli waris yang menerima TabunganHari Tua atau Jaminan Hari Tua.
14) Penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai
tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan dan imbalan dengan nama
apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh
pemberi kerja, termasuk uang lembur
15) Penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi
pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam
satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, THR, jasa produksi,
tantiem, gratifikasi atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
16) Upah harian adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan atas dasar hari kerja.
17) Upah mingguan adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan secara mingguan.
18) Upah borongan adalah upah yang terutang atau yang dibayarkan atas dasar
penyelesaian pekerjaan tertentu.
19) Upah satuan adalah upah yang terutang atau dibayarkan atas dasar banyaknya satuan
produk yang dihasilkan.
20) Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang terutang atau diberikan kepada bukan pegawai sehubungan dengan
pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan, antara lain berupa honorarium, komisi,
fee dan penghasilan sejenis lainnya
21) Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang terutang atau diberikan kepada peserta kegiatan tertentu, antara lain
berupa uang saku, uang reptesentasi, uang rapat, honorarium ,hadiah atau
penghargaan dan penghasilan sejenis lainnya.
22) Honorarium adalah imbalan atas jasa,jabatan atau kegiatan yang dilakukan.
23) Hadiah atau penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan yang
diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan.
24) Kegiatan multi level marketing atau direct selling adalah suatu sistem penjualan
secara langsung kepada konsumen yang dilakukan secara berantai oleh orang per
orang sebagai distributor perusahaan multi level marketing atau direct selling.
25) Zakat adalah harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang
dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.

2. Pemotong Pajak PPh Pasal 21


a. Pengertian Pemotong PPh Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21yaitu setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh
Undang Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan sebagaimana telah
diubah dengan terakhir Undang Uundang Nomor 36 tahun 2008 untuk memotong PPh
Pasal 21. Berdasarkan peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16 / PI / 2016
tentang pedoman teknis pemotongan PPh Pasal 21 / 26, yang menyebutkan pemotong
PPh Pasal 21 / 26 meliputi:
1) Pemberi kerja yang terdiri dari: orang pribadi, badan, cabang, perwakilan atau unit
yang melakukan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain.
2) Bendaharawan pemerintah meliputi: bendaharawan pemerintah pusat atau
pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga lembaga Negara
lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri yang membayar gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
3) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja dan badan badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4) Orang pribadi atau badan yang membayar honorarium, fee atau pembayara lain
sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan
status wajib pajak dalam negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak
untuk dan atas nama sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya, atau
dilakukan oleh orang pribadi dengan status wajib pajak luar negeri atau pembayaran
dilakukan kepada peserta pendidikan dan pelatihan serta pegawai magang.
5) Penyelenggara kegiatan termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
Nasional dan Internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu kegiatan.
b. Bukan Pemotong PPh Pasal 21 / 26
Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16 / PI / 2016,pemberi
kerja yang dikecualikan sebagai pemotong PPh Pasal 21 / 26 yaitu:
1) Kantor Perwakilan Negara Asing
2) Organisasi Organisasi Internasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri
Keuangan yang mengatur mengeai penetapan organisasi organisasi Internasional
yang tidak termasuk sebagai subjek pajak penghasilan.
3) Organisasi Organisasi Internasional yang ketentuan pajak dan penghasilannya
didasarkan pada ketentuan perjanjian Internasional dan dalam perjanjian
Internasional tersebut mengecualikan kewajiban pemotongan pajak, serta organisasi
organisasi dimaksud yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
4) Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan suatu usaha atau
pekerjaan bebas yang semata mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan
pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas.
c. Hak Pemotong Pajak
Hak hak pemotong PPh Pasal 21 / 26 adalah jika dalam satu bulan terjadi kelebihan
penyetoran pajak atas PPh Pasal 21 / 26 yang terutang, oleh pemotong PPh pasal 21 /
26, kelebihan penyetoran tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 / 26, yang
terutang pada bulan berikutnya menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21 / 26.
d. Kewajiban Pemotong Pajak
Kewajiban pemotong PPh Pasal 21 / 26 adalah:
1) Pemotong PPh Pasal 21 / 26 dan penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21
Wajib mendaftarkan diri ke KPP yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal
pemotong pajak dan penerima penghasilan atau sesuai dengan ketentuan perpajakan
2) Pegawai, penerima pensiun berkala, serta bukan pegawai yang menerima
penghasilan wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan
keluarga pada awal tahun kalender atau pada saat mulai menjadi Subjek Pajak dalam
negeri sebagai dasar penentuan PTKP dan wajib menyerahkannya kepada Pemotong
PPh Pasal 21 pada saat mulai bekerja atau mulai pensiun.
3) Dalam hal terjadi perubahan tanggungan keluarga bagi pegawai, penerima pensiun
berkala dan bukan pegawai (yang menerima imbalan bersifat berkesinambungan)
membuat surat pernyataan baru dan menyerahkannya kepada Pemotong PPh Pasal
21 paling lama sebelum mulai tahun kalender berikutnya.
4) Pemotong PPh Pasal 21 / 26 wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan
melaporkan PPh Pasal 21 / 26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
5) Pemotong PPh Pasal 21 / 26 wajib membuat catatan atau kertas kerja perhitungan
PPh Pasal 21 / 26 untuk masing masing penerima penghasilan, yang menjadi dasar
pelaporan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak dan wajib
menyimpan catatan atau kertas kerja perhitungan tersebut sesuai dengan ketentuan
perpajakan.
6) Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan Pemotongan PPh Pasal 21 / 26
untuk setiap bulan kalender sebagaimana dimaksud pada poin (4) tetap
berlaku,dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada bulan yang bersangkutan nihil.
7) Pemotong PPh Pasal 21 / 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 / 26
atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap atau penerima pensiun
berkala paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir.
8) Dalam hal pegawai tetap berhenti bekerja sebelum bulan Desember, bukti
pemotongan PPh Pasal 21 / 26 sebagaimana dimaksud pada poin (7) harus diberikan
paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja.
9) Pemotong PPh Pasal 21 / 26 harus memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 / 26
atas pemotongan PPh Pasal 21 / 26 selain pegawai tetap dan penerima pensiun
berkala sebagaimana dimaksud pada poin (7), serta bukti pemotongan PPh setiap
kali melakukan pemotongan PPh Pasal 21 / 26.
10) Dalam hal 1 (satu) bulan kalender, kepada satu penerima penghasilan dilakukan
lebih dari 1 (satu) kali pembayaran penghasilan, bukti pemotongan PPh Pasal 21 / 26
sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dapat dibuat sekali untuk 1 (satu) bulan
kalender.
11) PPh Pasal 21 / 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21 / 26 untuk setiap masa
pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan,
paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa Pajak berakhir
12) Pemotong PPh Pasal 21 / 26 wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh
Pasal 21 / 26 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat
Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 / 26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong
PPh Pasal 21 / 26 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak
berakhir.
13) Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 / 26 sebagaimana dimaksud
pada poin (11) dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21 / 26 sebagaimana dimaksud
pada poin (12) bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari Nasional,
penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 / 26 dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
14) Jumlah PPh Pasal 21/16 yang dipotong merupakan krteit pajak bagi penerima
penghasilan yang dikenakan pemotongan untuk tahun pajak yang
bersangkutan,kecualiPPh 21 yang bersifat final .
15) Jumalh pemotongan PPh Pasal 21 atas selisih penerapan tariff sebesar 20% lebih
tinggi bagi pegawai tetap atau penerima pension berkala sebelum memiliki NPWP
yang telah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan
selanjutnya pada tahun kalender berikutnya tiak termasuk kredit pajak sebagaiman
dimaksud pada point.
16) Dalam hal wajib pajak yang telah dipotong PPh Pasal 21 dengan tariff yang lebih
tinggi mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP maka PPh 21 yang telah
dipotong tersebut dapat dikreditkan dalam SPT Pajak Penghasilan WPOP untuk
tahun pajak yang bersangkutan .
17) Dalam hal wajib pajak menyampaikan SPT Pajak Penghasilan yang menyatakan
jumlah lebih bayar maka penyampaiannya harus dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 3 tahun sejak berakhirnya tahun pajak bersangkutan .Dalam hal SPT
18) Pajak Penghasilan yang menyatakn jumlah lebih bayar disampaikan setelah 3 tahun
sesudah berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan dan Wajib Pajak telah itegur
secara tertulis ,tidak ianggap sebagai Surat Pemberitahuan tahunana Pajak
Penghasilan .
3. Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Pasal 21
a) Pengertian Subjek Pajak PPh Pasal 21
 adalah pajak penghasilan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.

Berikut ini yang termasuk penerima penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21/26
yaitu orang pribadi sebagai :

1. pegawai;
2. penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THR, atau JHT,
termasuk ahli warisnya;

3. bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan


pekerjaan, jasa, atau kegiatan, antara lain meliputi :

a) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang


sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;

c) olahragawan

d) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e) pengarang, peneliti, dan penerjemah;

f) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;

g) agen iklan;

h) pengawas atau pengelola proyek;

i) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi


perantara;

j) petugas penjaja barang dagangan;

k) petugas dinas luar asuransi;

l) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan


sejenis lainnya;

4. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan


dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :

a) peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga,


seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
b) peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;

c) peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan


tertentu;

d) peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;

e) peserta kegiatan lainnya.

5. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama

6. Mantan pegawai

Berikut ini penerima penghasilan yang dikecualiakan dari pemotongan PPh pasal
21/26, yaitu:

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing,
dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat: bukan warga negara Indonesia,
dan; di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut serta negara yang bersangkutan memberikan
perlakuan timbal balik;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri
Keuangan sepanjang bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha
atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia

b) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 ( Objek Pajak PPh Pasal 21/26

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur;

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;

3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan


sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan
pembayaran lain sejenis
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara
bulanan;

5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.

7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:

a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau

b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma


penghitungan khusus (deemed profit).]

c) Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 Final

PPh 21 yang bersifat final yaitu yang dikenkaan bagi pejabat Negara , pegawai
negeri sipil ,anggota TNI POLRI ,serta pensiunannya dengan golongan tertentu ,dan
uang pesangon ,uamh manfaat pension,tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
dibayarkan sekaligus .
PPh Pasal 26 yang bersifat final yaitu ikenakan atas penghasilan yang berupa
imbalan atas pekerjaan ,jasa atau kegiatan lain, yang diterima oleh orang pribadi
dengan status sebagai WNA ,PPh 26 ini bias bersifat tidak final bila mana subjek
pajak tersebut berubah status menjadi WNI.
d) Penghasilan yang PPh Pasal 21 di Tanggung Pemerintah .
a) PPh yang terutang atas Penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang
melakukan pekerjaan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai
dengah hibah.
b) PPh atas penghasilan pekerjaan pada kategori usaha tertentu .
e) Penghasilan yang tidak ipotong PPh Pasal 21 ( Bukan Objek Pajak PPh Pasal 21
)
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa;

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun


diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali kecuali penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) Peraturan Direktur Jenderal Pajak
Nomor PER-31/PJ./2009;

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari
tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima
oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak yang bersangkutan;

5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang


Pajak Penghasilan.

4. Cara Menghitung PPh Pasal 21/26

a. Tarif Pemotongan PPh Pasal 21

 Tarif yang dipakai adalah tarif Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Rp.0 s. Rp.50.000.000 5%

Di atas Rp.50.000.000 s.d Rp. 250.000.000 15 %

Di atas Rp. 250.000.000 s.d Rp. 500.000.000 25 %

Di atas Rp. 500.000.000 30 %


1) Penghasilan yang bersifat teratur :

Yang dipotong Dasar Pengenaan Pajak


1. Penghasilan Kena Pajak= jumlah seluruh
Pegawai Tetap
penghasilan bruto setelah dikurangi dengan:

a. Biaya jabatan, sebesar 5% dari penghasilan


bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00
sebulan atau Rp 6.000.000,00 setahun;
b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar
oleh pegawai kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan atau badan penyelenggara
tunjangan hari tua yang dipersamakan
dengan dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan.

Dikurangi PTKP

Penerima Pensiun Berkala Penghasilan Kena Pajak = seluruh jumlah


2.
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun,
sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-
tingginya Rp 200.000,00 sebulan atau Rp
2.400.000,00 setahun.

Dikurangi PTKP

Penghasilan Kena Pajak = Penghasilan Bruto


3. Pegawai tidak tetap yang
penhasilannya dibayar secara Dikurangi PTKP
bulanan atau jumlah kumulatif
penghasilan yang diterima dalam 1
bulan kalender telah melebihi Rp
4.500.000
4. Bukan pegawai yang menerima (penghasilan bruto tiap bulan dikurangi PTKP per
imbalan yang bersifat bulandikali 50 % dasar pengenaan pajak tersebut
berkesinambungan hanya berlaku bagi bukan pegawai yang yang
memiliki NPWP dan hanya memperolah penghasilan
dari satu pemberi kerja .

2) Penghasilan yang bersifat tidak teratur:

Penerima honorarium ,uang saku ,hadiah atau penghargaan ,komisi ,bea


siswa ,dan pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa dan kegiatan yang jumlahnya
dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa
atau kegiatan ,dan honorarium yang diterima oleh anggota dewan komisaris atau dwn
pengawasyang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan tersebut ,serta
mantan pegawai yang menerima jasaproduksi,tatiem,grafikasi ,bonus ,peserta
program pension yang menarik dananya pada dana pension dikenakan tariff
berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang PPh dikalikan dengan penghasilan bruto .

3) Dasar pengenaan pajak diperoleh dari jumlah penghasilan bruti dikali dengan 50%
,berlaku bagi bukan pegawai sebagaimana dimaksukan PER-16/PJ/2016yang
menerima imbalan yang tidak bersifat bekesinambungan ,seperti:

a) Tenaga Ahli yang melakukan pekerjaan bebas (pengacara ,akuntan


,arsitek,dokter,konsultan,notaries,penilaidan aktuaris)dasar pengenaan pajak
berdasarkan 59% dari perkiraan penghasilan bruto dikurangi PTKP per bulan .

b) Bagi bukan pegawai yang tidak bersifat berkesinambungan dasar pengenaan


pajak berdasarkan 50% dari jumlah penghasilan bruto,hanya berlaku bagi
bukan pegawai yang tidak memiliki NPWP ,memperoleh penghasilan lebih
dari satu pemotong PPh Pasal 21,dan memiliki penghasilan lainnya.

4) Atas Penghasilan yang tidak dibayarkan secara bulanan:


a) Pegawai harian ,pegawai mingguan ,pemagang ,dan calon pegawai ,serta pegawai
tidak tetap lainnya yang menerima upah harian ,upah mingguan ,upah satuan
,upah borongan dan uang saku harian yang besarnya melebihi Rp. 450.000 sehari
tetapi dalam satua bulan jumlahnya tidak melebihi Rp.4.500.000 atau tidak
dibayarkan secara bulanan ,maka PPh Pasal 21 yang terutang dalam sehari adalah
dengan menerapkan tarif 5 % dari penghasilan bruto sehari setelah dikurangi Rp.
450.000. Jika upah sehari untuk melebihi Rp. 450.000 dan jumlah kumulatif
dalam satu bulan tidak lebih dari Rp. 4.500.000 maka tidak dikenakan PPh Pasal
21

b) Tarif 5% ini juga digunakan untuk jumlah upah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam bulan kalender yang bersangkutan telah melebihi Rp. 4.500.000
dan kurang dari Rp. 10.200.000 . Jika jumlah upah kumulatif yang diterima atau
diperoleh dalam satu bulan kalender telah melebihi Rp. 10.200.000 maka
dikenakan tarif pasal 17 ayat 1 huruf a .

5) Penerima pesangon, Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang dibayarkan
sekaligus dikenakan tarif PPh final sebagai berikut :

Tarif PPh 21 Final

Untuk Penerima Pesangon, Tunjangan/Jaminan Hari Tua yang dibayar Sekaligus

Uang Pesangon Tarif Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari


Tua, atau Jaminan Hari Tua
Sampai dengan 50.000.000 0% Sampai dengan 50.000.000
Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000 5% Diatas 50.000.000 s/d 100.000.000
Diatas 100.000.000 s/d 500.000.000 15%
Diatas 500.000.000 25%

6) Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri yang menerima honorarium dan imbalan lain
yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah
menggunakan tariff PPh Pasal 21 Final

Tarid PPh Final Untuk Pejabat Negara


No Penerima Penghasilan Tarif

1 PNS Golongan I dan II

Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Tamtama dan 0%


Bintara, dan Pensiunannya
2 PNS Golongan III

Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan 5%
Pensiunannya
3 PNS Golongan IV

Anggota TNI dan Anggota POLRI Golongan Pangkat Perwira Menengah, 15%
Perwira Tinggi, dan Pensiunannya
b. Tarif PPh Pasal 26

Tarif PPh Pasal 26 Sebesar 20% dan bersifat final. Dasar pengenaan pajak PPh pasal
26 yaitu jumlah penghasilan bruto. Pengenaan tariff PPh pasal 26 memperhatikan ketentuan
Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang berlaku antara Republik Indonesia
dengan Negara domisili Subjek Pajak luar negeri tersebut.

Apabila penerima pengahasilan yang dipotong PPh Pasal 21 tidak memiliki NPWP
maka dikenakan tariff lebih tinggi 20%, dengan catatan pajak yang dipotong bersifat tidak
final

c. Dasar Pengenaan dan Pemotongan Pajak (DPP) PPh Pasal 21/26

Merujuk pada PER-16/PJ/2016, Dasar Pengenaan Pajak PPh pasal 21/26 ditentukan
sebagai berikut :

1. Berdasarkan Penghasilan Pajak

Ringkasan Tarif dan DPP PPh Pasal 21 Berdasarkan PKP

NO Subjek Pajak Objek Pajak Tarif DPP


1 Pegawai Tetap Penghasilan Pasal 17 PKP =
Teratur ayat (1) Penghasilan
huruf a UU Neto - PTKP
PPh
2 Penerima Pensiun Uang Pensiun Pasal 17 PKP =
Berkala ayat (1) Penghasilan
huruf a UU Neto – PTKP
PPh
3 Pegawai Tidak Tetap 1. Upah Harian, 1. Tidak 1. Jika upah
atau tenaga kerja lepas, Upah Mingguan, dipotong sehari tidak
pemagang, dan calon upah satuan, upah 2. Lima melebihi
pegawai borongan, uang Persen (5%) 450.000 dan
saku harian tidak 3. Lima upah kumulatif
dibayarkan secara Persen (5%) sebilan tidak
bulanan melebihi
4.500.000
2. Upah sehari -
450.000 jika
upah sehari
melebihi
450.000 dan
upah kumulatif
sebulan tidak
melebihi
4.500.000
3. Upah sehari-
PTKP yang
sebenarnya
sehari jika upah
kumulatif
sebulan
melebihi
4.500.000 dan
tidak melebihi
10.200.000
2. upah dibayarkan Pasal 17 PKP setahun =
secara bulanan ayat (1) penghasilan
3. Jumlah upah huruf a UU bruto
kumulatif sebulan PPh disetahunkan –
melebihi PTKP setahun
10.200.000
4 Bukan Pegawai dengan Imbalan jasa Pasal 17 PKP = 50% X
ketentuan : (honorarium, fee, ayat (1) (penghasilan
dan lain-lain) huruf a UU bruto – PTKP
a. Mempunyai NPWP
berkesinambungan PPh per bulan)
b. Memperoleh peneran tariff
penghasilan dari didasarkan pada
hubungan kerja dengan jumlah PKP
satu pemotong PPh kumulatif
Pasal 21

c. Tidak memperoleh
penghasilan lainnya

Bagi WP OP yang dipotong PPh pasal 21 tidak meiliki NPWP maka dikenakan tariff
20% lebih tinggi dari pada tariff WP OP yang memiliki NPWP. Berikut contoh cara
menghitung PPh Pasal 21 :

Contoh 1 : Pegawai Tetap


Tuan Seto adalah seorang karyawan disalah satu perusahaan swasta di Surabaya, ia
berstatus kawin dan memiliki 1 anak. Rincian data penghasilan Tuan Seto sebagai
berikut :

Gaji Pokok 5.000.000


Tunjangan Transportasi, Uang Makan, dan lain-lain 2.000.000 +
Total Penghasilan Bruto 7.000.000

Tuan Seto juga membayar Iuran Pensiun sebesar 200.000 per bulan kepada lembaga
dan pension yang telah disahkan Menteri Keuangan. Maka besarnya pajak
penghasilan pasal 21 yang dipotong dari Tuan Seto per bulan adalah :
Gaji Per Bulan 5.000.000
Tunjangan 2.000.000 +
Total Penghasilan Bruto 7.000.000
Pengurangan :
Biaya Jabatan (5% x 7.000.000) 350.000
Iuran Tunjangan Hari Tua 200.000 +
Total Pengurangan 550.000 –
Penghasilan Netto Per Bulan 6.450.000
Penghasilan Netto Setahun (6.450.000 x 12) 77.400.000
PTKP :
Wajib Pajak 54.000.000
Tambahan WP Kawin 4.500.000
Tambahan 1 Tanggungan 4.500.000 +
Besarnya PTKP 63.000.000-
Penghasilan Kena Pajak Setahun 14.400.000
PPh Pasal 21 Terutang (5% x 14.400.000) 720.000
PPh Pasal 21 per bulan (720.000 : 12) 60.000

Dari perhitungan diatas, setiap bulannya Tuan Seto memiliki pajak terutang
sebesar 60.000, sehingga gaji yang diterim Tuan Birzy per bulan setelah dipotong PPh
Pasal 21 (Tax Home Pay) sebesar 6.740.000 (7.000.000 – 200.000 – 60.000). Jika
Tuan Seto tidak memiliki NPWP maka akan dikenakan biaya tambahan 20% dari
perhitungan normal

Contoh 2 : Penerima Pensiun Berkala


Tuan Sena, berstatus kawin dan memiliki 2 anak. Ia bekerja sebagai pegawai
tetap pada PT ABC dengan gaji sebulan sebesar 12.500.000. tuan Sena setiap bulan
membayar iuran pension sebesar 250.000 ke Dana Pensiun. Berdasarkan ketentuan
yang berlaku terhitung mulai 1 juli 2018, Tuan Sena akan memasuki masa pension.
Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :

Gaji sebulan 12.500.000


Pengurangan :
Biaya Jabatan 5% x 12.500.000 500.000
Iuran Pensiun 250.000
Total Pengurang (750.000 )
Pengahasilan Neto sebulan 11.750.000

Penghasilan Neto 6 bulan (masa kerja Januari s.d. Juni 2018)


11.750.000 x 6 70.500.000
PTKP
Untuk WP sendiri 54.000.000
Tambahan karena menikah 4.500.000
Tambahan untuk 2 anak 9.000.000
Besarnya PTKP (67.500.000 )
Penghasilan Kena Pajak 3.000.000
PPh Pasal 21 terutang 5% x 3.000.000 150.000
PPh Pasal 21 terutang sebulan 150.000 : 6 25.000

Pada saat Tuan Sena berhenti bekerja dan memasuki masa pension, PT ABC
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 dengan rincian sebagai berikut :

Gaji selama 6 bulan 6 x 12.500.000 75.000.000

Pengurangan :

Biaya Jabatan 5% x 75.000.000 3.750.000

Iuran Pensiun 6 x 250.000 (1.500.000)

Penghasilan Neto selama 6 bulan 69.750.000

PTKP

Untuk WP sendiri 54.000.000

Tambahan karena menikah 4.500.000

Tambahan untuk 2 anak 9.000.000

Besarnya PTKP (67.500.000 )

Penghasilan Kena Pajak 2.250.000

PPh Pasal 21 terutang 5% x 2.250.000 112.500


PPh Pasal 21 telah dipotong 6 x 25.000 (150.000 )

PPh Pasal 21 kurang (lebih) dipotong (37.500)

Contoh 4: Bukan Pegawai Dengan Ketentuan Tertentu


Mengacu pada PER-16/PJ/2016, maksud penerima penghasilan bukan
Pegawai adalah orang pribadi selain Pegawai Tetap dan Pegawai Tidak Tetap atau
Tenaga Kerja Lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dalam bentuk
apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 sebagai imbalan jasa ya dilakukan berdasarkan
perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan Penerima penghasilan bukan
pegawai antara lain pengacara, arsitek, dokter notaris, akuntan, aktuaris, konsultan,
olahragawan, pengajar, peneliti,penceramah, penyanyi, bintang film, petugas dinas
luar asuransi, dan lain-lain
Misalnya :
Dr. Bella memiliki suami yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak serta memiliki NPWP dan
bekerja di PT. SingosariApparel. dr. Bella melampirkan fotocopy NPWP Suami Surat Nikah
dan Kartu Keluarga, dr. Bella merupakan spesialis kandungan yang melakukan praktik di
Rumah Sakit "Bunda Sehat dengan perjanjian bah 20% oleh pihak Rumah Sakit sebagai bagi
penghasilan Rumah sakit dan sisanya sebesar 80% dari jasa dokter tersebut akan dibayarkan
kepadanya setiap akhir bulan. Selain praktik di Rumah sakit"Bunda Sehat", ia juga melakukan
praktik sendiri di klinik pribadinya. Jasa dokter yang dibayar pasien dari praktiknya di Rumah
Sakit "Bunda Sehat” sebagai berikut:

Bulan Jasa Dokter yang dibayarkan Pasien

Januari 45.000.000
Februari 45.000.000
Maret 50.000.000
April 52.000.000
Mei 54.000.000
Juni 50.000.000
Juli 55.000.000
Agustus 65.000.000
September 50.000.000
Oktober 52.000.000
November 55.000.000
Desember 56.000.000
Total 629.000.000
(5) =(3) –
-1 -2 -3 -4 -6 -7 -8
(4)
Dari data penghasilan bruto yang diperoleh dr. Bella di Rumah Sakit pinda Sehat"selama

Bulan Penghasila PB 50% PTKP PKP Kumulatif Tarif Pasal PKP


×

n Bruto 17
Jan 45.000.000 22.500.000 4.500.000 18.000.000 18.000.000 5% 18.000.000
Feb 45.000.000 22.500.000 4.500.000 18.000.000 36.000.000 5% 18.000.000
Mar 50.000.000 25.000.000 4.500.000 20.500.000 56.500.000 5% 14.000.000
Tahun 2018, perhitungan PPh 21 terutang adalah sebagai berikut:

4.500.000 15% 6.500.000


Apr 52.000.000 26.000.000 4.500.000 21.500.000 78.000.000 15% 21.500.000
Mei 54.000.000 27.000.000 4.500.000 22.500.000 100.500.000 15% 22.500.000
Jun 50.000.000 25.000.000 4.500.000 20.500.000 121.000.000 15% 20.500.000
Jul 55.000.000 27.500.000 4.500.000 23.000.000 144.000.000 15% 23.000.000
Agu 65.000.000 32.500.000 4.500.000 28.000.000 172.000.000 15% 28.000.000
Sep 50.000.000 25.000.000 4.500.000 20.500.000 192.500.000 15% 20.500.000
Okt 52.000.000 26.000.000 4.500.000 21.500.000 214.000.000 15% 21.500.000
Nov 66.000.000 27.500.000 4.500.000 23.000.000 237.00.000 15% 23.000.000
Des 56.000.000 28.000.000 4.500.000 23.500.000 260.500.000 15% 13.000.000
25% 10.500.000
TOTAL 629.000.000 314.500.00 54.000.000 260.500.000 260.500.000
0
Terhutang
35.125.000

(9) =(8)
2.625.000

1.950.000

3.450.000

3.225.000

3.075.000

3.450.000

3.075.000

3.375.000

3.225.000
4200.000

975.000

700.000

900.000

900.000

PPh 21

(7)
×
2. Berdasarkan Penghasilan Bruto

Tabel 5-5
Ringkasan Tarif dan DPP PPh Pasal 21 Berdasarkan Penghasilan Bruto DPP

No. Subjek Pajak Objek Pajak Tarif DPP


1 Anggota Dewan , Honorarium Atau Pasal 1 ayat (1) Jumlah
Komisaris atau Dewan Imbalan Tidak huruf a UU PPN Penghasilan
Pengawas yang tidak Teratur bruto kumulatif
merangkap sebagai
pegawai tetap pada
perusahaan yang sama
2 Mantan Pegawai Jasa Produksi , Pasal 1 ayat (1) Jumlah
Tantiem , huruf a UU PPN Penghasilan
Gratifikasi , Bonus bruto kumulatif
atau Imbalan lain
3 Peserta Program Pensiun Penarikan dana Pasal 1 ayat (1) Jumlah
yang Masih Berstatus pensiun duri dana huruf a UU PPN Penghasilan
Pegawai pensiun yang telah bruto kumulatif
disahkan Menteri
Keuangan
4 Peserta Kegiatan Imbalan (uang Pasal 1 ayat (1) Jumlah
saku. ruang rapat, huruf a UU PPN penghasilan
honorarium, bruto per
hadiah/ pembayarandan
penghargaan, dan tidak di pecah-
lain- lain) pecah (tidak
kumulatif)
5 Pejabat PNS , Anggota Honorarium Atau A) 0% bagi PNS Jumlah
Polri , TNI dan Imbalan yang golongan I dan II Penghasilan
Pensiunannya Bersumber dari anggota TNI Bruto ( Final)
APBN APBD atauPolri
Golongan
Pangkat Perwira
Tamtama dan
Bintara dan
Pensiunannya

6 Penerima Uang Pensiun , Uang Pesangon Di (A)0% untuk Penghasilan


Uang Manfaat pensiun, Terima Sekaligus uang pesangon Bruto (Uang
tunjangan hari tua atau sampai dengan Pesangon)
jaminan hari tua sekaligus. Rp 50.000.000
B) 5 untuk uang
pesangon
diatasRp
50.000.000
sampai dengan
100.000.000
C) 155 untuk
uang pesangon
diatas100.000.000
sampai dengan
Rp 500.000.000
D) d) 25% untuk
uang pesangon
diatas Rp
500.000.000
7 Subjek Pajak Luar Negeri Honorarium 20% atau sesuai Penghasilan
imbalan lainnya dengan P3B Bruto (Final)

Contoh 1: Anggota Dewan, Komisaris atau dewan Pengawas yang tidak


merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama
Raka Wijaya menjabat sebagai komisaris di PT. Wijaya Software, tetapi ia bukan
pegawai tetap, la menerima honorarium sebesar Rp 150000000 dan hariannya
dilakukan dua kali dalam setahun. Penerimaan pertama pada tanggal 30 juni 2018
sebesar Rp 75000000 dan sisanya pada tanggal 31 desember 2018. Berikut
penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang:
Pada bulan Juni 2018
5% x Rp 50.000.000Rp 2.500.000
15% x Rp 25.000.000Rp 3750000 +
PPh Pasal 21 yang harus dipotongRp 4.250.000

Pada Bulan Desember 2018


Maka Pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp11.250.000 (15% × 75.000.000)

Contoh 2: Mantan Pegawai


Pada tanggal 7 Januari 2018, Devan telah berhenti bekerja dari PT CemerlangPaint
karena pensiun. Pada tanggal 1 Maret 2018, Devan menerima jasa produksi tahun
2017 dari PT Cemerlang Paint sebesar Rp 65.000.000
PPh Pasal 21 yang terhutang :
5% × Rp 50.000.000Rp 2.500.000
15% × Rp 15.000.000Rp 2.250.000 ×
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 4.750.000
Misalnya pada tanggal 1 Juni 2018, Devan kembali menerima penghasilan jasa
produksi sebesar Rp 130000000 dan pada tanggal 1 September 2018 sebesar Rp
100000000 maka penghitungan PPh 21 atas penghasilan jasa produksi yang diterima
Devan yaitu
Atas Penghasilan Jasa Produksi Bulan Juni:
15% - Rp 130.000.000. Rp 19.500.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong. Rp 19.500.000

Atas Penghasilan Jasa Produksi Bulan September:


15% × Rp 55.000.000. Rp 8.250.000
25% × Rp 45.000.000. Rp 11.250.000 +
PPh pasal 21 yang harus di Potong. Rp 43.750.000

Skema perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang diterima oleh Devan adalah sebagai
berikut:

PPh Pasal 21
Penghasilan Penghasilan Penghasilan Tarif Pasal
Bulan Yang Harus
Jasa Produksi Kumulatif Sebagai DPP 17
Dipotong
Maret 65.000.000 65.000.000 50.000.000 5% 2.500.000
15.000.000 15% 2.250.000
Juni 130.000.000 195.000.000 130.000.000 15% 19.500.000
September 100.000.000 295.000.000 55.000.000 15% 8.250.000
45.000.000 25% 11.250.000
295.000.000 295.000.000 43.750.000

Contoh soal
 Peserta Program Pensiun yang masih berstatus sebagai Pegawai

Aldi merupakan pegawai PT. Maskumambang menerima gaji Rp12.000.000 sebulan.


PT Maskumambang membayar iuran dana pensiun untuk karyawannya termasuk Aldi
sebesar Rp100.000 sebulan ke Dana Pensiun "Senja". Selain itu aldi juga membayar
secara mandiri sebesar Rp 50.000.

Pada bulan Juni 2018, Aldi memerlukan uang untuk biaya pendidikan anaknya, maka
ia mengambil sebagian uang dari iuran dana pensiun yang telah dibayar secara mandiri
sebesar Rp 20.000.000. Kemudian pada bulan September menarik lagi sebesar Rp
15.000.000 dan terakhir pada bulan Desember sebesar Rp 25.000.000.

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang yaitu:

a. Penarikan pada bulan Juni 2018: PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp 1.000.000 (Rp
20.000.000 x 5%)

b. Penarikan pada bulan September 2018: PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp 750.000 (Rp
15.000.000 x 5%) c. Penarikan pada bulan Desember 2018:

PPh Pasal 21 terutang sebesar Rp 2.250.000, dengan rincian perhitungan sebagai berikut:

5% x Rp 15.000.000

15% x Rp 10.000.000 Rp Rp 1.500.000 + Rp 2.250.000 750.000 PPh Pasal 21 yang


harus dipotong

 Peserta Kegiatan

Mariezky merupakan seorang atlet renang. la memenangkan lomba renang yang


diadakan oleh PT. Seger Pool dan mendapatkan hadiah berupa uang tunai sebesar Rp
150.000.000

Perhitungan PPh Pasal 21 atas hadiah yang diterima oleh Mariezky:

5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000

15% x Rp 100.000.000 Rp 15.000.000 +

PPh Pasal 21 yang dipotong Rp 17.500.000

Jika Mariezky tidak memiliki NPWP maka PPh Pasal 21 yang dipotong sebesar Rp
21.000.000= (Rp17.500.000 + Rp3.500.000).
Contoh Pejabat PNS, anggota TNI, Polri dan pensiunannya

Mengacu pada PP No.80 Tahun 2010 dan PMK No. 262/PMK.03/2010 yang
membahas tentang Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan
Pensiunannya atas Penghasilan yang menjadi Beban APBN atau APBD, PPh Pasal 21
yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan ditanggung oleh Pemerintah.

Misalnya:

Alfad, Pegawai Negeri Sipil Golongan III/c, menduduki eselon IV. A status kawin,
mempunyai 2 orang tanggungan , telah memiliki NPWP, bekerja di Kantor Pelayanan
Pemerintah a, menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagai berikut:

Gaji Pokok Rp 9.000.000

Tunjangan Istri Rp 900.000

Tunjangan Anak Rp 298.725

Tunjangan Jabatan Rp 540.000

Tunjangan Beras Rp 200.000

Pembulatan Rp 75

Jumlah Penghasilan Bruto Rp10.938.800

Perhitungan PPh Pasal 21 bulanan untuk bulan Januari s.d November:

Gaji Pokok Rp 9.000.000

Tunjangan Istri Rp 900.000

Tunjangan Anak Rp 298.725

Tunjangan Jabatan Rp 540.000

Tunjangan Beras Rp 200.000

Pembulatan Rp 75

Jumlah Penghasilan Bruto Rp 10.938.800


Pengurangan:

1. Biaya Jabatan
5% x Rp10.938.800 Rp 546.940
2. Iuran Pensiun
4,75% x Rp10.198.725 Rp 484.439

Rp 1.031.379

Penghasilan neto Rp 9.907.421

Penghasilan neto disetahunkan:

12 x Rp 5.654.271 Rp118.889.047

PTKP (K/2)

 Untuk Wajib Pajak Rp 54.000.000


 Status WP Kawin Rp 4.500.000
 Tambahan 2 orang tanggungan Rp 9.000.000
(2 x Rp4.500.000)

Rp 67.500.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 51.389.047

Pembulatan Rp 51.389.000

PPh Pasal 21 atas gaji setahun:

5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000

15% x Rp 1.389.000 Rp 208.350

PPh Pasal 21 setahun Rp 2.708.350

PPh 21 atas gaji sebulan

Rp2.708.350 : 12 Rp 225.696

Catatan:

PPh Pasal 21 yang terutang setiap bulan sebesar Rp225.696 Ditanggung Pemerintah.
Apabila Alfad belum memiliki NPWP maka besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
setiap bulan adalah: 120% x Rp225.696 = Rp270.835.

Atas tambahan PPh 21 terutang yaitu sebesar Rp45.139 (Rp270.835 – Rp225.696)


tidak Ditanggung Pemerintah sehingga Bendahara Pemerintah wajib memotong dari gaji
dan tunjangan Alfad dan menyetorkannya ke Kas Negara.

Dasar Pengenaan Pajak Berdasarkan 50% dari penghasilan bruto

Subjek Pajak Objek Pajak Tarif DPP


Bukan Pegawai Imbalan jasa Pasal 17 ayat (1) 50% x penghasilan
(honorarium, fee dan huruf a UU PPh bruto per
lain-lain) yang tidak pembayaran. (Tidak
bersifat kumulatif)
berkesenimbangan

Contoh:

Bukan Pegawai yang Menerima Imbalan Tidak Bersifat Berkesenimbangan Hanung


Chairudin memberikan jasa perawatan maintenance kepada PT. Surya Gemilang dengan
fee sebesar Rp3.000.000

Besarnya PPh Pasal 21:

5% x 50% x Rp3.000.000 = Rp3.750

Jika Hanung Chairudin tidak memiliki NPWP, maka PPh Pasal 21 menjadi:

120% x 5% x Rp3.000.000 = Rp4.500

5. Tehnik Penghitungan dan Pengisian SPT Masa PPh Pasal 21/26

a. Bentuk dan Isi SPT Masa PPh Pasal 21/26. Beberapa formulir yang digunakan dalam
administrasi pajak penghasilan pasal 21/26 terdiri atas bukti pemotongan PPh pasal
21/26, daftar bukti pemotongan PPh pasal 21/26, SPT Masa PPh Pasal 21/26, surat
setoran pajak (SSP), dan lain- lain. Sesuai peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-
14/PJ/2013 pemotongan PPh Pasal 21/26 wajib menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21
dalam bentuk e-SPT apabila:
1) "Melakukan pemotongan PPh pasal 21/26 terhadap pegawai yang jumlahnya lebih dari
20 orang dalam satu masa pajak dan/atau

2) Melakukan pemotongan PPh Pasal 21/26 selain pemotongan PPh pasal 21 pada angka
1 dengan jumlah bukti pemotongan lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak
dan/atau

3) Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang


jumlahnya lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak

4) Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti pembayaran yang jumlahnya
lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak".

b. Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 21.

Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya bahwa PPh Pasal 21/26 dibayarkan oleh aih
pajak melalui pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain yaitu pemberi kerja, yang
selanjutnya disebut sebagai pemotong pajak. Kewajiban pemotong najak dalam
menghitung, memotong dan menyetorkan PPh pasal 21/26 yang terutang untuk setiap
bulan takwim dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atau e-billing ke Kantor
Pos atau Bank Persepsi yang ditunjuk oleh Direktur lenderal Anggaran, selambat-
lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya. Pemotong pajak wajib melaporkan
penyetoran ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat wajib pajak terdaftar dengan
menggunakan SPT Masa selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
Dengan melampirkan semua bukti pemotongan PPh Pasal 21/26, baik diminta maupun
tidak pada saat melakukan pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan pegawai atau
sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua
berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia/ polisi
RI, pejabat Negara dan pensiunannya. Pemotong pajak wajib memberikan bukti
pemotongan PPh Pasal 21/26 tahunan kepada pegawai tetap dan penerima pensiun atau
tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap pegawai negeri sipil,
anggota tentara nasional Indonesia/polisi RI, pejabat Negara dan pensiunannya dalam
waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir, formulir tersebut dibuat rangkap dua.
Pada masa pajak berakhir dalam suatu tahun pajak, pemotong pajak berkewajiban
menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21/26 yang terutang atas penghasilan pegawai
tetap dan penerima pensiun atau tunjangan hari tua/ jaminan hari tua berkala dan/ atau
terhadap pegawai negeri sipil, anggota tentara nasional Indonesia/ polisi RI, pejabat
Negara dan pensiunannya.

Pegawai Bank Persepsi Kantor


Pemberi Kerja
(Subjek PPh atau Kantor Pos Pelayanan
(Pemotong PPh 21)
21/26) Pajak

Gaji + Bukti Gaji + Bukti Pemotongan


Pemotongan PPh Pasal 21/26
PPh Pasal
21/26

Surat Setoran Surat Setoran


Pajak (SSP) Pajak (SSP) SPT Masa PPh
21/26 Pasal 21/26 +
SSP

SPT PPh Pasal 21/26 +


SSP

Anda mungkin juga menyukai