Anda di halaman 1dari 14

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21/26

A. PENGANTAR
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam Negeri.
Sedangkan pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan
oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak luar negeri disebut Pajak Penghasilan Pasal 26.
Jumlah pajak yang dipotong dan disetorkan dengan benar oleh pemberi kerja dan pemotong
lainnya dapat digunakan oleh wajib pajak untuk dijadikan kredit pajak atas PPh yang terutang pada
akhir tahun.
.
B. POKOK-POKOK ISI
4.1. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri wajib dilakukan oleh:
1. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai;
2. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
3. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain dengan
nama apa pun dalam rangka pensiun;
4. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
5. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan suatu
kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana
tersebut di atas adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional. Jika
pemberi pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak sebagaimana tersebut di atas
adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional maka disebut dan
termasuk dalam kategori pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (selanjutnya disingkat Pasal 26).
Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk setiap bulan adalah jumlah
penghasilan bruto setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun yang besarnya
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya yang dipotong
pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan
pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Tarif pemotongan
atas penghasilan adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam UU PPh Pasal 17 ayat (1) huruf
a, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan Pemerintah.
Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Ketentuan mengenai petunjuk
pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:
5% x Rp50.000.000,00= Rp2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,00= Rp3.750.000,00 (+)
Jumlah Rp6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120% x Rp50.000.000,00= Rp3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,00= Rp4.500.000,00 (+)
Jumlah Rp7.500.000,00
Kemudian atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto oleh
pihak yang wajib membayarkan:
1. dividen;
2. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang;
3. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
4. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
5. hadiah dan penghargaan;
6. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
7. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
8. keuntungan karena pembebasan utang.
Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia adalah negara tempat tinggal atau tempat
kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner). Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali
yang diatur dalam UU PPh Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri
selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan
asuransi luar negeri dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan neto. Atas
penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen)
dari perkiraan penghasilan neto.
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai
pajak sebesar 20% (dua puluh persen), kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di
Indonesia, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. Pemotongan pajak tersebut di atas bersifat final, kecuali:
1. pemotongan atas penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap di Indonesia dan penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan
yang memberikan penghasilan dimaksud.
2. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan luar
negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

4.2. Wajib Pajak Penghasilan Pasal 21/26


Wajib pajak PPh Pasal 21 atau penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 berdasarkan pasal 3 peraturan Direktur Jenderal Pajak PER-32/PJ/2015 adalah orang
pribadi yang merupakan:
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan
hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh Pasal 21.
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
- Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek,
dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
- Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang
iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat,
pelukis dan seniman lainnya;
- Olahragawan;
- Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
- Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
- Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu
kepanitiaan;
- Agen iklan;
- Pengawas atau pengelola proyek;
- Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
- Petugas penjaja barang dagangan;
- Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
- Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya
Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap
pada perusahaan yang sama juga merupakan wajib pajak PPh Pasal 21. Selain itu, kategori di
bawah ini juga termasuk wajib pajak PPh 21:
1. Mantan pegawai; dan/atau
2. Wajib pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
- Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
- Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
- Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
- Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
- Peserta kegiatan lainnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Wajib pajak PPh 21 dapat dikelompokkan menjadi empat
macam, yaitu:
1. Pegawai
2. Pensiun, penerima pesangon.
3. Bukan pegawai
4. Anggota dewan komisaris, mantan pegawai.
4.3. Tidak Termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh
Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi
kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau Badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

4.4. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21


1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur.
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun
atau penghasilan sejenisnya.
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan
dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis.
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan,
upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan
sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan
sejenis dengan nama apapun.
4.5. Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 Final
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh
Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi
kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau Badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

4.6. Penghasilan yang PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah


Penghasilan yang diterima oleh :
1. Pejabat Negara berupa gaji kehormatan dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait atau
imbalan tetap sejenisnya;
2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Anggota ABRI berupa gaji dan tunjangan-tunjangan lain
yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji;
3. Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa uang pensiun dan
tunjangan lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan uang pensiun;
4. yang dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 yang
terutang ditanggung pemerintah.
Penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, anggota ABRI, dan Pensiunan berupa
honorarium dan imbalan lain yang sifatnya tidak tetap / teratur dengan nama apapun yang
dibebankan kepada Keuangan Negara/Daerah dipotong PPh Pasal 21 oleh Bendaharawan
Pemerintah sebesar 15 % bersifat final, kecuali yang dibayarkan kepada:
1. PNS Golongan II/d ke bawah ;
2. Anggota ABRI berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.

Hal yang harus dilaksanakan oleh pejabat negara, PNS, anggota ABRI dan pensiunan jika
menerima penghasilan selain dari penghasilan yang dibebankan kepada keuangan negara atau
daerah adalah
1. Pejabat Negara, PNS, anggota ABRI, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-
anaknya yang menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar penghasilan yang
dibebankan kepada Keuangan Negara / Daerah, penghasilan tersebut ditambah dengan
penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah dan dilaporkan
pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh yang bersangkutan.
2. PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah dapat dikreditkan dengan PPh yang terutang atas
seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.
Pemotong PPh Pasal 21 untuk penghasilan yang bersifat tetap dan tidak tetap yang dibebankan
kepada negara adalah :
1. Bendaharawan Pemerintah;
2. Pemegang Kas ABRI;
3. Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero Taspen);
4. Asuransi Anggota ABRI (ASABRI).
kewajiban pemotong PPh Pasal 21 untuk penghasilan yang bersifat tetap yang dibebankan kepada
negara adalah:
1. menghitung PPh Pasal 21 terutang yang ditanggung pemerintah;
2. mencantumkan PPh Pasal 21 dalam daftar gaji, pembayaran pensiun, dan pembayaran lainnya
yang berkaitan dengan pemberian imbalan kepada pegawai;
3. melaporkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong (walaupun nihil) kepada Kepala Kantor
Pelayanan Pajak setempat, paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah bulan
dilakukannya pemotongan pajak.
Kewajiban pemotong PPh Pasal 21 untuk penghasilan yang bersifat tidak tetap yang dibebankan
kepada negara adalah :
1. memotong PPh Pasal 21 sebesar 15 % (lima belas persen) dari jumlah penghasilan bruto, dan
bersifat final;
2. memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada penerima penghasilan;
3. menyetorkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro
dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya
setelah dilakukan pemotongan pajak;
4. melaporkan PPh Pasal 21 yang telah dipotong dan disetor kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak setempat, paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah bulan dilakukan
pemotongan pajak.

4.7. Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21


1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea
siswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh
Wajib Pajak atau Pemerintah, termasuk Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi
kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau Badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang
dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh Orang Pribadi yang berhak dari Badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi
pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Ayat (3) huruf l Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

4.8. Menghitung PPh Pasal 21


Berdasarkan Pasal 17 Ayat 1 UU PPh, perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif
sebagai berikut:
1. Penghasilan sampai dengan Rp50.000.000 per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 5%.
2. Penghasilan Rp50.000.000,- sampai dengan Rp250.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak
sebesar 15%.
3. Penghasilan Rp250.000.000,- sampai Rp500.000.000,- per tahun dikenakan tarif sebesar 25%.
4. Penghasilan di atas Rp500.000.000,- per tahun dikenakan tarif pajak sebesar 30%.
Sedangkan untuk Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP dikenakan tarif sebesar 20% lebih tinggi
daripada Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP.
Perhitungan PPh 21 dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak atau
jumlah bruto dari penghasilan yang ditetapkan. Umumnya penghasilan yang diterima atau
diperoleh tersebut akan dikurangi dengan unsur pengurang yang juga ditetapkan sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Rumus cara menghitung PPh 21 sebagai berikut:
PPh 21 = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak (PKP)
PKP = (Penghasilan – Pengurang)
Bagi pihak penerima penghasilan yang belum memiliki NPWP, perhitungan dilakukan dengan
mengalikan 120% dengan total pajak yang terutang.
PPh 21 yang harus dibayar = 120% x PPh 21 Terutang

Untuk menghitung besarnya PPh Pasal 21 terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai
Penghasilan Kena Pajak (PKP)
Menurut Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-32/PJ/2015 Penghasilan Kena Pajak adalah
pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar Penghasilan Netto dikurangi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru. Sementara pegawai tidak tetap dikenakan PKP
sebesar Penghasilan Bruto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) terbaru.
Sedangkan untuk pegawai yang termuat dalam Peraturan Direktorat Jenderal Pajak No. PER-
32/PJ/2015 Pasal 3 huruf c, dikenakan sebesar 50% atas PKP dari jumlah penghasilan bruto
dikurangi PTKP dalam satu bulan.
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan pendapatan yang tidak dikenai Pajak
Penghasilan seperti yang termuat dalam PPh Pasal 21. Menurut Direktorat Jenderal Pajak,
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dijelaskan sebagai pengeluaran untuk memenuhi
kebutuhan dasar Wajib Pajak beserta keluarga, dalam satu tahun. Maka tidak termasuk dalam PPh
Pasal 21.
Berdasarkan PMK No. 101/PMK. 010/2016, Wajib Pajak tidak akan dikenakan pajak penghasilan
apabila penghasilan Wajib Pajak sama dengan atau tidak lebih dari Rp54.000.000,-. Objek
Penghasilan Tidak Kena Pajak dipaparkan sebagai berikut.
1. Rp 54.000.000,- untuk diri Wajib Pajak Orang Pribadi.
2. Rp 4.500.000,- tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin.
3. Rp 54.000.000,- untuk istri yang memiliki jumlah penghasilan tersebut telah digabung dengan
penghasilan suami.
4. Rp 4. 500.000,- tambahan untuk setiap anggota keluarga kandung serta keluarga dalam garis
keturunan serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang
untuk setiap keluarga.

Contoh:
Penghasilan Tetap
Satria adalah seorang karyawan swasta yang mulai bekerja di PT Harapan Kreasi pada bulan
Januari 2018 dengan status menikah dan mempunyai dua orang anak. Gaji pokok Satria adalah
sebesar Rp10.000.000 per bulan dengan tambahan tunjangan pada bulan Januari 2018 dari
perusahaan sebagai berikut:
1. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000
2. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000
3. Tunjangan Transport Rp500.000
Selain itu, perusahaan juga mengikuti program BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan yang
menimbulkan iuran yang harus dibayarkan sebagai berikut:
1. Jaminan Kesehatan oleh Perusahaan 4% dan oleh Karyawan 1%
2. Jaminan Kecelakaan Kerja oleh Perusahaan 0,24%
3. Jaminan Kematian oleh Perusahaan 0,3%
4. Jaminan Hari Tua oleh Perusahaan 3,7% dan oleh Karyawan 2%
5. Jaminan Pensiun oleh Perusahaan 2% dan oleh Karyawan 1%
Maka perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
Januari 2018
1. Gaji Pokok = Rp10.000.000
2. Tunjangan Lembur = Rp1.000.000
3. Tunjangan Komunikasi = Rp300.000
4. Tunjangan Transport = Rp500.000
Penghasilan dari Pemberi Kerja per Bulan = Rp11.800.000
Jaminan yang dibayar oleh pemberi kerja:
1. Jaminan Kesehatan (4%) = Rp320.000
2. Jaminan Kecelakaan Kerja (0,24%) = Rp24.000
3. Jaminan Kematian (0,3%) = Rp30.000
4. Penghasilan Bruto per Bulan = Rp12.174.000
Pengurang:
1. Biaya Jabatan (5% x Ph. Bruto) = Rp500.000
2. Jaminan Hari Tua o/ Karyawan (2%) = Rp200.000
3. Jaminan Pensiun o/ Karyawan (1%) = Rp77.035

Penghasilan Netto per Bulan = Rp11.396.965


Penghasilan Netto per Tahun = Rp136.763.580
Ph. Tidak Kena Pajak (PTKP) K/2 = Rp67.500.000
Ph. Kena Pajak (PKP) = Rp69.263.000

Ph. Kena Pajak (PKP) - pembulatan ke ribuan terdekat


PPh 21 Terutang setahun (12 bulan) = Rp5.389.450
PPh 21 Terutang Januari 2018 = Rp449.120,83

Berarti PPh 21 yang harus dipotong oleh PT Harapan Kreasi pada bulan Januari 2018 adalah
sebesar Rp449.120,83.

Contoh: Penghasilan Tidak Tetap


Tania adalah seorang freelancer dengan status belum menikah dan sudah memiliki NPWP.
Penghasilannya adalah Rp2.000.000 per minggu. Maka akan diakumulasikan sebulan yaitu
Rp8.000.000. Perhitungan pajak Tania yang gajinya dibayarkan secara mingguan adalah sebagai
berikut:
Rp2.000.000 x 4 = Rp8.000.000,-.
Penghasilan bruto = Rp8.000.000,-.
Biaya Jabatan = 5% x Rp8.000.000 = Rp400.000,-.
Penghasilan neto sebulan = Rp7.600.000,-.
Penghasilan neto setahun = 12 x Rp7.600.000 = Rp91.200.000,-.
PTKP setahun untuk Wajib Pajak Tidak Kawin adalah Rp54.000.000 = Rp91.200.000 –
Rp54.000.000,-.
Penghasilan Kena Pajak setahun = Rp37.200.000,-.
PPh Pasal 21 terutang 5% x Rp37.200.000 = Rp1.860.000,-.
Maka PPh Pasal 21 dalam satu bulan yang dikenakan pada penghasilan Tania adalah Rp38.750,-
.
4.9. Pelaporan SPT PPh Pasal 21
SPT Masa PPh Pasal 21 adalah Surat Pemberitahuan untuk melaporkan tentang Pajak Penghasilan
karyawan di Indonesia. Batas waktu pembayaran jatuh pada tanggal 10 bulan berikutnya, diikuti
oleh batas akhir waktu lapor pajak yaitu setiap tanggal 20. Untuk mengetahui lebih jelas tentang
cara lapor pajak PPh 21, berikut tahapan yang wajib Anda ketahui:
1. Login di aplikasi e-Faktur dengan akun PKP yang sudah Anda miliki. Masukkan NPWP dan
password serta kode keamanan yang tertera.
2. Akan muncul pilihan a menu yaitu e-Billing, e-Form, dan e-Filing. Klik e-Filing untuk
melaporkan SPT PPh 21. Pilih file SPT Masa PPh Pasal 21 yang ingin Anda laporkan (dalam
bentuk CSV dan PDF) namun pastikan nama kedua file tersebut sudah sama. Setelah itu Anda
dapat klik “Start Upload” maka akan muncul pesan bahwa proses upload selesai.
3. Selanjutnya Anda akan diminta untuk meminta kode verifikasi. Klik “oke” dan akan muncul
kode rincian SPT yang akan dilaporkan serta kolom kode verifikasi. Segera ambil kode
verifikasi dengan klik link yang dimaksud. Anda bisa copy kode verifikasi yang dikirimkan ke
email Anda dan masukkan ke kolom kosong. Sesudah memastikan SPT dan kode verifikasi
sudah benar, klik “Kirim SPT”.
4. Selanjutnya cek email kembali untuk memastikan Anda mendapat tanda terima Laporan SPT
Masa PPh 21 secara online atau Bukti Penerimaan Elektronik (BPE). Simpan bukti tersebut
sebagai tanda Anda sudah berhasil melakukan cara lapor SPT Masa PPh Pasal 21 online.

4.10. PPh Pasal 26


Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan
kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak luar negeri. Atau dapat
dikatakan bahwa pajak penghasilan yang dikenakan atas penghasilan yang diterima wajib pajak
luar negeri dari Indonesia selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia.
Hal yang menentukan seorang individu atau perusahaan dikategorikan sebagai wajib pajak luar
negeri adalah:
- seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan
atau berada di Indonesia, yang mengoperasikan usahanya melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
- seorang individu yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, individu yang tinggal di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam setahun/12 bulan, dan perusahaan yang tidak didirikan
atau berada di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak
melalui menjalankan usaha melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
Semua badan usaha yang melakukan transaksi pembayaran (gaji, bunga, dividen, royalti dan
sejenisnya) kepada Wajib Pajak Luar Negeri, diwajibkan untuk memotong Pajak Penghasilan
Pasal 26 atas transaksi tersebut.
Tarif umum untuk PPh pasal 26 adalah 20%. Namun jika mengikuti tax treaty/Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B), maka tarif dapat berubah.
Tarif untuk Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)
Tarif 20% (final) atas jumlah bruto yang dikenakan atas:
1. Dividen
2. Bunga, termasuk premium, diskonto, insentif yang terkait dengan jaminan pembayaran
pinjaman
3. Royalti, sewa, dan pendapatan lain yang terkait dengan penggunaan aset
4. Insentif yang berkaitan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala
7. Premi swap dan transaksi lindung lainnya
8. Perolehan keuntungan dari penghapusan utang
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan dari:
1. Pendapatan dari penjualan aset di Indonesia.
2. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui pialang
kepada perusahaan asuransi di luar negeri.
Tarif 20% (final) dari laba bersih yang diharapkan selama penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara perusahaan media atau perusahaan tujuan khusus yang didirikan atau bertempat
di negara yang memberikan perlindungan pajak yang memiliki hubungan khusus untuk suatu
entitas atau bentuk usaha tetap (BUT) didirikan di Indonesia.
Tarif 20% yang dipungut dari penghasilan kena pajak setelah dikurangi dengan pajak, suatu bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia.
Tingkat berdasarkan tax treaty (perjanjian pajak) yang dikenal sebagai JGI Penghindaran Pajak
berganda (P3B) antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian, mungkin
berbeda satu sama lain. Tarif mereka biasanya mengurangi tingkat dari tarif biasa 20%, dan
beberapa mungkin memiliki tarif 0%.
C. RINGKASAN
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) adalah jenis pajak yang dikenakan terhadap penghasilan
berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
Orang Pribadi dalam Negeri. Sedangkan pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa
dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi subjek pajak luar negeri disebut PPh
Pasal 26.

D. PERTANYAAN
1. Berapakah PTKP untuk orang pribadi, wajib pajak kawin, dan tambahan untuk anggota
keluarga?
2. Sebutkan lapisan tarif berdasarkan pasal 17 (1) A.
3. Berapakah tarif yang diberlakukan bagi golongan IV dalam ketentuan khusus PNS?
4. Dr. Lukman (bukan PNS) menerima honorarium sebagai pembicara di KEMENDIKNAS
sebesar Rp 25.000.000. hitunglah berapa PPH pasal 21 yang terutang?

Anda mungkin juga menyukai