Anda di halaman 1dari 7

KELOMPOK 3

Resume Week 8
Perpajakan II/O

Nama Anggota:

041911333168 Ramadhan Ghea Ananda Putra


041911333175 Lisna Giacinta
041911333180 M. Mahesa Ardana Arya Farmansah
041911333184 Irawaty Dominggo Rumahorbo
041911333189 Achmad Syaugi
041911333195 Rr. Nola Amanda Kusuma Putri
041911333200 Bagas Pascadha Mahardika
041911333201 Muhammad Rizki Noor
041911333206 Rafika Alifiyah
041911333209 Cornelius Cakra Adiwijaya
041911333216 Putu Widy Ari Shanti
041911333220 Aulia Nabila Cahyani Putri
041911333224 Ilham Ferdiansyah Al Farid
041911333226 Haura Mahirah
041911333238 Syarifah Ismatillah
041911333241 RAHUL WILLY SIREGAR
041911333243 Nida Sabita Fitri
041911333244 Achmad Noor Alluvian Bugiwatsi
041911333245 Ammar Yasir Bahanan
041911333246 Syandana Pradayan
041911333249 Safira Anisa Fitri
041911333250 Adella Azzahra Yunus
041911333251 Maharani Thalita Putri
041911333252 Naufal Aulia Rohman
041911333253 Sarah Surya Luhtitisari
1. Apakah PPh pasal 21/26 itu?

PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah wajib pajak orang pribadi atau wajib pajak badan,
termasuk bentuk usaha tetap, mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 21 dan pajak 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan.

2. Siapakah Subjek PPh pasal 21/26?

Pemotongan PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26, meliputi:


1. Pemberi kerja yang terdiri dari :
a. Orang pribadi.
b. Badan.
c. Cabang, perwakilan, atau unit.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah.
3. Dana pensiun.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
5. Penyelenggara kegiatan.

Yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban atau melakukan
pemotongan pajak adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing
2. Organisasi-organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh menteri keuangan
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi.

3. Apa Objek PPh pasal 21/26?

a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan
yang Bersifat Teratur maupun Tidak Teratur;
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa
uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka
waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
d. penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
e. Imbalan kepada Bukan Pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan jasa yang dilakukan;
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima
atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau i. penghasilan
berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus
sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan. Termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan
lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh:
- Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final; atau
- Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit). (didasarkan pada harga pasar
atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan
yang diberikan.)

4. Siapakah Pemotong PPh Pasal 21/26?

➔ Dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan, Anda perlu mengetahui siapa
saja pemotong, siapa yang dipotong, apa saja hak dan kewajiban pihak pemotong dan
yang dipotong, bagaimana mekanisme pemotongan, serta cara pelaporan PPh Pasal
21/26.

➔ Pemotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:


1. Pemberi kerja
2. Bendahara dan pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun
4. Orang pribadi pembayar honorarium
5. Penyelenggara kegiatan

➔ Adapun penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26 terdiri dari:
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya juga merupakan wajib pajak PPh
Pasal 21.
3. Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:
○ Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris;
○ Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis dan seniman
lainnya;
○ Olahragawan;
○ Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
○ Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
○ Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
○ Agen iklan;
○ Pengawas atau pengelola proyek;
○ Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
○ Petugas penjaja barang dagangan;
○ Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
○ Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama juga merupakan Wajib Pajak PPh
Pasal 21. Selain itu, kategori di bawah ini juga termasuk Wajib Pajak PPh 21:
5. Mantan pegawai; dan/atau
6. Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu
kegiatan, antara lain:
○ Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olah raga,
seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
○ Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
○ Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu;
○ Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
○ Peserta kegiatan lainnya.

➔ Dalam hal Anda merupakan pemberi kerja yang memotong PPh Pasal 21/26, hal-hal
yang harus Anda lakukan adalah:
1. melakukan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan tarif
PPh yang berlaku;
2. membuat bukti potong PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-SPT PPh Pasal 21;
3. melakukan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut menggunakan
kode billing dengan kode MAP dan kode jenis setoran 411121-100. Penyetoran
dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Misalnya: pemotongan PPh
Pasal 21 dilakukan pada bulan April 2020, maka penyetoran PPh-nya adalah
paling lambat dilakukan pada tanggal 10 Mei 2020; dan
4. menyampaikan laporan SPT Masa PPh 21 secara daring melalui saluran e filing
Direktorat Jenderal Pajak di laman pajak.go.id atau Penyedia Jasa Aplikasi
Perpajakan (PJAP) resmi yang ditunjuk.
➔ Jika Anda adalah orang pribadi penerima penghasilan dari pemberi kerja yang
bertindak sebagai pemotong PPh Pasal 21/26, Anda perlu melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Meminta dan mendapatkan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (1721-A1 dan
1721-A2) atas penghasilan yang diterima dan dipotong PPh Pasal 21 secara
berkala.
2. Apabila Anda berstatus sebagai pegawai tetap dan penerima pensiun yang PPh
Pasal 21 nya dipotong oleh pemberi kerja maupun dana pensiun, maka Anda
berhak menerima bukti pemotongan setiap awal tahun.
3. Apabila Anda berstatus sebagai penerima honorarium, bukan pegawai, dan
peserta kegiatan yang penghasilannya dipotong PPh Pasal 21-nya oleh pemberi
penghasilan, maka Anda berhak menerima bukti pemotongan PPh Pasal 21
setelah penghasilan dibayarkan.
4. Apabila Anda menerima penghasilan dari pemberi kerja, namun PPh Pasal
21-nya tidak dipotong, maka penghasilan tersebut wajib diperhitungkan dan
dilaporkan melalui SPT Tahunan PPh Orang Pribadi serta membayar kekurangan
pajaknya menggunakan kode billing dengan kode MAP 411125 dan kode jenis
setoran 200.

5. Apa Hak dan Kewajiban Wajib Pajak dan Pemotong Pajak?

Hak Wajib Pajak


- Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong pajak.
- Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak, jika
PPh pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku dalam jangka waktu 3 bulan sejak tanggal pemotongan.
- Wajib pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak dalam jangka
waktu 3 bulan sejak diterbitkannya surat keputusan Direktur Jenderal Pajak yang
berhubungan dengan keberatannya.

Kewajiban Wajib Pajak


- Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
- Pegawai, Penerima Pensiun Berkala, dan Bukan Pegawai tertentu Wajib Membuat
Surat Pernyataan Yang Berisi Jumlah Tanggungan Keluarga Pada Awal Tahun
Kalender Atau Pada Saat Menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri
- Wajib Menyerahkan Surat Pernyataan Tanggungan Keluarga kpd Pemotong Pajak
Pada Saat Mulai Bekerja Atau Mulai Pensiun

Hak Pemotong Pajak


- Pemotong pajak berhak untuk mengajukan permohonan memperpanjang jangka
waktu penyampaian SPT tahunan PPh pasal 21
- Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT tahunan
terhadap pajak yang terhutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan
kembali.
- Pemotong pajak berhak untuk membetulkan sendiri SPT dengan menyampaikan
pernyataan tertulis kepada Kepala Inspeksi Pajak setempat atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang belum dimulai tindakan
pemeriksaan.
- Pemotong pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Kepala Inspeksi pajak
atau suatu ketetapan pajak.
- Pemotong pajak berhak mengajukan banding kepada badan peradilan pajak terhadap
keputusan yang ditetapkan oleh Kepala Inspeksi Pajak mengenai keberatan.

Kewajiban Pemotong Pajak


- Wajib Mendaftarkan Diri ke KPP
- Wajib menghitung, memotong, menyetorkan dan melaporkan PPh Pasal 21 dan Pasal
26 yang terutang untuk setiap bulan kalender.
- PPh Pasal 21/26 yang dipotong wajib disetor ke Kantor Pos atau Bank paling lama 10
hari setelah Masa Pajak berakhir.
- Pemotong Pajak wajib lapor sekalipun nihil, paling lama 20 hari setelah Masa Pajak
berakhir.
- Wajib Membuat Catatan atau Kertas Kerja Perhitungan PPh 21/26 Untuk Setiap Masa
Pajak
- Wajib Menyimpan Catatan atau Kertas Kerja Sesuai Ketentuan
- Wajib Membuat Bukti Potong dan Memberikannya Kepada Penerima Penghasilan

6. Bagaimana aturan pembayaran dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21/26?

Menurut Peraturan Jenderal Pajak Nomor PER - 32/PJ/2015 pasal 24


1. PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Pemotong PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak wajib disetor ke Kantor Pos atau bank
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama 10 (sepuluh) hari setelah Masa
Pajak berakhir.
2. Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 wajib melaporkan pemotongan dan
penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 untuk setiap Masa Pajak yang
dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 dan/atau
PPh Pasal 26 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh
Pasal 26 terdaftar, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
3. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyetoran PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan batas waktu pelaporan PPh Pasal 21
dan/atau PPh Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertepatan dengan hari
libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, penyetoran dan pelaporan PPh
Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
SPT Masa PPh Pasal 21 adalah Surat Pemberitahuan untuk melaporkan tentang Pajak
Penghasilan karyawan di Indonesia. Batas waktu pembayaran jatuh pada tanggal 10 bulan
berikutnya, diikuti oleh batas akhir waktu lapor pajak yaitu setiap tanggal 20 untuk SPT Masa
PPh dan 30 April setiap tahunnya untuk Tahun Pajak sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai