Kelas D5
Kelompok 2
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS WARMADEWA
2017
I. Pendahuluan
Pajak penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan yang dilakukan
wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut
PPh Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain, dengan nama dan dalam bentuk apapun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 yang mulai berlaku tahun 2009 adalah:
1
6. PER-Dirjen Pajak Nomor: 31/PJ/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara
Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
Dan/Atau Pajak Penghasilan 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa dan
Kegiatan Orang Pribadi, yang kemudian direvisi dengan PER-Dirjen Pajak
Nomor: 57/PJ/2009.
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai Per-Dirjen Pajak No. PER-
31/PJ/2012 meliputi:
2
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta
badan yang membayar:
Subjek pajak yang dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 26, atau disebut Subjek
Pemotong adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa atau kegiatan.
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
3
3. Bukan Pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan
dengan pemberian jasa, meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari
pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan
seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f. Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk teknik komputer dan
sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi,
dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
g. Agen iklan.
h. Pengawas atau pengelola proyek.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang
menjadi perantara.
j. Petugas penjaja barang dagangan.
k. Petugas dinas luar asuransi.
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya.
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
5. Mantan pegawai.
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang antara lain perlombaan olah
raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya.
b. Peserta rapat, konfrensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
4
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara
kegiatan tertentu.
d. Peserta pendidikan dan pelatihan.
e. Peserta kegiatan lainnya.
1. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai Per-
Dirjen Pajak No. PER-31/PJ./2012 adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara
teratur berupa uang pensiun dan penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan
hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang
pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai
berhenti bekerja.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium,
komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk
apa pun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan.
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apa
pun.
g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada
perusahaan yang sama.
h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh
mantan pegawai; atau
5
i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan.
2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk
pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan
nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final; atau
b. Wajib Pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma
penghitungan khusus (deemed profit).
3. Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing
penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar
(kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat
pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.
4. Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa
penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya disasarkan
pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian
natura dan/atau kenikmatan yang diberikan.
6
Sesuai dengan PMK No. 246/PMK.03/2008, penghasilan berupa beasiswa
yang diterima atau diperoleh WNI dari WP pemberi beasiswa dalam
rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi, dikecualikan dari
objek PPh, sepanjang penerima beasiswa tidak mempunyai hubungan
istimewa dengan pemilik, komisaris, direktur, atau pengurus dari wajib
pajak pemberi beasiswa.
6. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja.
Pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja adalah pajak terutang atas
penghasilan karyawan tetap yang menjadi beban atau dibayarkan oleh
pemberi kerja, sehingga termasuk kenikmatan. Pajak yang ditanggung oleh
pemberi kerja berbeda dengan pemberian tunjangan pajak.
7
Peng. Kena Pajak = Pengh. Bruto Biaya Jabatan PTKP
4) Bukan Pegawai
8
UU No. 36 Tahun 2008, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto,
dan setinggi-tingginya Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000.
b. Biaya Pensiun
Berdasarkan Per-Menkeu No. 252/PMK/2009, besarnya biaya pensiun
yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan
pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) UU PPh Nomor 7 tahun 1983,
sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No. 36
Tahun 2008, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto, dan
setinggi-tingginya Rp 2.400.000 setahun atau Rp 200.000.
c. Iuran yang terkait dengan gaji
Yaitu iuran yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang
dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan.
d. Penghasilan Tidak kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dalam perhitungan PPh Pasal
21 merupakan batasan penghasilan yang tidak dikenai pajak bagi
orang pribadi yang berstatus sebagai pegawai, baik pegawai tetap,
termasuk pensiunan; pegawai tidak tetap, pemegang, dan calon
pegawai; termasuk juga pegawai harian lepas, dan distributor multi
level marketing atau direct selling, dengan ketentuan berbeda-beda.
Besaran PTKP Untuk Tahun Pajak 2013
9
Tarif Pajak
1. Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 yang berlaku , mulai 1 januari 2009
Tarif
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Non NPWP
Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000 5% 120% x 5% = 6%
Diatas Rp 50.000.000 s/d Rp 15% 120% x 15% = 18%
250.000.000
Diatas Rp 250.000.000 s/d Rp 25% 120% x 25% = 30%
500.000.000
Diatas Rp 500.000.000 30% 120% x 30% = 36%
10
c) Honorium dan imbalan lain, dengan nama apapun yang diterima oleh
Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri, yang sumber dananya
berasal dari keuangan negara atau keuangan daerah,kecuali yang
dibayarkan kepada PNS golongan II d kebawah dan anggota
TNI/Polri berpangkat Pembantu Letnan Satu kebawah atau Ajun
Inspektur Tingkat Satu ke bawah.
11
adalah mengkaji mana yang lebih menguntungkan antara memberikan
kesejahteraan kepada karyawan dalam bentuk tunjangan atau dalam bentuk
natura.
12
a. Pembayaran secara lump-sum akan mengakibatkan PPh Pasal 21
dihitung dari seluruh nilai yang dibayarkan, meskipun di dalamnya
mungkin terdapat biaya, misalnya transportasi, dan akomodasi.
b. Sedangkan dalam prosedur reimbursement, pembayaran disertai
dengan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan
dana dengan meminta bukti pengeluaran.
4. Pemberian Tunjangan Makan atau Menyiapkan Makan Bersama
Dari segi fiskal lebih menguntungkan jika disiapkan makan bersama untuk
seluruh karyawan, namun dalam praktiknya harus dengan jasa catering,
dan harus diingat bahwa kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif
2% dari penghasilan bruto.
Kajian harus dilakukan terhadap kesuluruhan aspek perusahaan.
Menguntungkan atau merugikan, tentu harus dilihat dari keseimbangan
seluruh system.
5. Memberikan Tunjangan Kesehatan atau Fasilitas Pengobatan
Untuk biaya kesehatan, perusahaan memiliki pilihan, memberikan
tunjangan kesehatan, menyediakan fasilitas pengobatan bagi karyawan,
atau menggunakan metode reimburstment biaya pengobatan.
Beberapa transaksi lain dalam hubungannya dengan kompensasi
bagi karyawan akan dibahas juga dalam perencanaan pajak yang berkaitan
dengan PPh Badan.
6. Meminimalkan Tarif Pajak (PPh Pasal 21)
Penerapan Tax Planning dalam PPh Pasal 21, antara lain dengan cara:
a. Untuk Perusahaan yang PPh badannya bersifat tidak final,
diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan
karyawan dalam bentuk natura karna pengeluaran tersebut tidak
dapat dibebankan kepada biaya dalam perusahaan.
b. Untuk Perusahaan yang PPh badannya bersifat final, memberikan
kesejahteraan bagi karyawan berupa kenikmatan dalam bentuk
natura adalah salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif
maksimum PPh 21.
XI. Alur Perencanaan Pajak PPh Pasal 21
Utuk mengejar laba yang maksimal, perusahaan melakukan berbagai upaya. Salah
satunya adalah menghemat beban pajak melalui perencanaan pajak. Perencanaan
pajak dimulai dengan menganganalisis dan memastikan metode penghitungan
13
pajak penghasilan pasal 21 yang lebih efisien serta serta memperhatikan
mekanisme texability-deductibilty.
Metode Pemotongan
Mekanisme Taxability dab
PPh Pasal 21
Deductibility
Metode Net
Metode Gross Up
Metode Gross
Metode Gross Up
14
XII. Strategi Perencanaan Pajak untuk Mengefisienkan Beban Pajak
1. Net Method
Merupakan metode pemotongan pajak di mana perusahaan
menanggung PPh Pasal 21 karyawan.
2. Gross Method
Merupakan metode pemotongan pajak di mana karyawan menaggung
sendiri jumlah pajak penghasilannya.
3. Gross-Up Method
Merupakan metode pemotongan pajak, di mana perusahaan
memberikan tunjangan pajak PPh Pasal 21 yang di formalisasi
jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak PPh Pasal 21 yang akan
dipotong dari karyawan.
Lapisan 1 s/d 5 dibawah ini disesuaikan dengan lapisan PKP yang sesuai
dengan Pasal 17 UU No. 17 Tahun 2000.
15
Lapisan 1 : PKP x 5%
0,95
0,9
0,85
0,75,
0,65
16
Rumus tunjangan pajak dengan metode gross up tersebut dapat diberlakukan
untuk tahun 2010 dan tahun-tahun berikutnya selama tidak ada perubahan tarif
PPh dalam UU PPh.
17