Anda di halaman 1dari 13

MANAJEMEN PERPAJAKAN

TAX PLANING PPH 21


Dosen Pengampu: Cokorda Krisna Yudha,S.E,M.Si,Ak.,BKP

Disusun oleh:

Putu Radya Paramartha (202133121130)


I Gede Irawan (202133121133)
I Wayan Feby Wiryaguna (202133121140)
Kadek Kusuma Jaya (202133121141)
Antonius Kurnia Galut (202133121152)
I Gusti Agus Khrisna Maha Putra (202133121160)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS WARMADEWA
2024
A. Pendahuluan
Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan jasa dan kegiatan yang dilakukan
wajib pajak orang pribadi subjek pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh
Pasal 21, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain, dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi subjek
pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.

B. Pemotongan PPh Pasal 21


Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai Per-Dirjen Pajak No. PER-
31/PJ./2012 meliputi:
1. Pemberi kerja yang terdiri dari:
a. Orang pribadi dan badan.
b. Cabang perwakilan atau untuk dalam hal yang melakukan seba- gian atau
seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, arau unit tersebut.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas
pada pemerintah pusat termasuk institusi TNI/Polri, pemerintah daerah, instansi
atau lembaga pemerintah, lembaga-lem- baga negara lainnya, dan Kedutaan Besar
Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun
sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan.
3. Dana pensiun badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan
lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tha atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas, serta badan
yang inembayar:
a. Honorarium, komisi, fee, atau peınbayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status
subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga alili yang melakukan pekerjaan
bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
per- sekutuannya.
b. Honorarium, konasi, fee, atau pembayaran lain sebagat imbalan sehubungan
dengan kegiatan dan jası yang dilakukan oleh crang pribadi dengan status
subjek pajak luar negeri.
c. Honorarium, kom.isi, fee, atau imbalan iain kepada peserta pen- didikan,
pelatihan, dan magang.
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat
nasional dar. internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apa pun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan
dengan suatu ke. giaan.

C. Subjek Pemotongan PPh Pasal 21/26


Subjek Pajak yang dipotong PPh Pasal 21 atau Pasal 20, atau disebut Subjek
Pemotongan adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa atau kegiatan. Penerima penghasilan yang
dipotong PPh Pasai 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai Per-Dirjen Pajak No. PER-
31/PJ./2012 adalah orang pribadi yang merupakan:
1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua,
atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehu. bungan dengan
pemberian jasa, meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris.
b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film bintang
sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati,
pemain drama, penari, pemahal, pelukis, dan seniman lainnya.
c. Olahragawan.
d. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator.
e. Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
f. Pemberi jasa dalam segala bidang, termasuk: teknik komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta
pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
g. Agen iklan.
h. Pengawas atau pengelola proyek.
i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi
perantara.
j. Petugas penjaja barang dagangan.
k. Petugas dinas luar asuransi.
l. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan
sejenis lainnya.
4. Anggota dewar komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
5. Mantan pegawai.
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehu- bungan
dengan keikutsertnannya dalam suatu kegiatan, antara lain:
a. Peserta perlombaan dalam segala bidang antara lain perlombaan olah raga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.
b. Peserta rapat konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.
c. Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan
tertentu.
d. Peserta pendidikan dan pelatihan.
e. Peserta kegiatan lainnya.

D. Objek PPh pasal 21


Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26, adalah sebagai berikut:
1. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sesuai Fer-Dirjen
Pajak No. PER-31/PJ./2012 adalah sebagai berikut:
a. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa
penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur.
b. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tun- jangan harı tua,
atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus, yang perabayarannya
melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak pegawai berhenti bekerja.
d. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara
bulanan.
e. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai imbalan
sehubungan jasa yang dilakukan.
f. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
g. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang
diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang
tidak merangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan yang sama.
h. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain
yang bersifat tidak teratur yang direrima atau diperoleh mantan pegawai atau
i. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang
masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh menteri keuangan.
2. Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal termasuk pula
penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan
dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh:
a. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkar. norima
penghitungan khusus (deemed profit).
3. Dalam hal penghasilan diterima atau diperoleh dalam mata uang asing
penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (kurs)
yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku pada saat pembayaran
penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.
4. Penghitungan PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa
penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya didasarkan pada
harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atau pemberi natura dan/atau
kenikmatan yang diberikan.

E. Non Objek PPh pasal 21


Yang tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 sesuai
Per-Dirjen pajak No. PER-31/PJ./2012 adalah:
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan,
kecelakaan, jiwa, dwiguna, dan asuransi beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind), kecuali natura
atau kenikmatan yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, atau diberikan oleh WP
yang dikenakan PPh final atau dike- nakan PPh berdasarkan Norma Penghitungan
Khusus (deemed profu).
3. luran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannva telah
disahkan oleh menteri keuangan, dan iuran jaminan hari tua kepada badan
penyelenggara jam sostek yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah; atau sumbangan keagamaan
yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang diterima
oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah.
5. Beasiswa, sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 4 ayat (3) huruf I UU PPh 2008.
Sesuai dengan PMK No. 246/PMK.03/2008, penghasilan berupa beasiswa yang
diterima atau diperoleh WNI dari WP pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti
pendidikan di dalam negeri pada tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah,
dan pendidikan tinggi, dikecualikan dari objek PPh, sepanjang penerima beasiswa
tidak mempunyai, hubungan istimewa dengan pemilik, komisaris, direktur, atau
pengurus dari wajib pajak pemberi beasiswa.
6. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja. "Pajak yang
ditanggung oleh pemberi kerja" adalah pajak terutang atas penghasilan karyawan
tetap yang menjadi beban atau dibayarkan oleh pemberi kerja, sehingga termasuk
kenikmatan. Pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja berbeda dengan pemberian
tunjangan pajak.

F. Kebijakan/Metode Pemotongan PPh pasal 21


Dilihat dari siapa yang menanggung beban, maka kebijakan atau metode pemotongan
PPh Pasal 21 yang dapat dipilih oleh Wajib Pajak, adalah:
1. PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (potong gajl)
Metode ini lazimnya disebut Metode Gross. Dalam hal ini Jumlah PPh Pasal 21
yang terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri, se. hingga benar-benar
mengurangi penghasilan. Istilah yang sering digu- nakan adalah bahwa PPh Pasal
21 dipotong oleh perusahaan.
2. PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan (ditanggung)
Metode ini lazimnya disebut Metode Net. Dalam hal ini, jumlah PPh Pasal 21 yang
terutang akan ditanggung oleh perusahaan yang bersang- kutarı. Dengan demikian,
gaji yang diterima oleh karyawan tersebut tidak dikurangi dengan PPh Pasal 21
karena perusahaanlah yarıg ine- nanggung biaya/beban PPh Pasal 21. Penghitungan
PPh Pasal 21 tersebut tidak dilakukan dengan cara gross up. PPh Pasal 21 yang
ditanggung perusahaan tersebut tidak boleh dikurangkan dari penghasilan brut
perusahaan, karena tidak dimasukkan sebagai faktor penambahan pen- dapatan
dalam SPT PPh Pasal 21.
3. Ph Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (ditunjang)
Metode ini lazim disebut Metode Gross Up. Jika PPh Pasal 21 diberikan dalam
bentuk runjangan, maka jumlah tunjangan tersebut akan menam- bah penghasılan
karyawan dan dikenai PPh Pasal 21. Dalam hal ini penghitungan PPh dilakukan
dengan cara gross up di mana besarnya tunjangan pajak sama dengan jumlah PPh
Pasal 21 terutang untuk masing-masing karyawan.
Dalam hal besarnya PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar daripada tunjangan
PPh Pasal 21, maka kekurangannya bisa ditanggung karyawan (dipotong) atau
ditanggung perusahaan. Jika kekurangannya ditanggung oleh perusahaan, maka
perlakuan perpajakannya menjadi non deductible expenses.
G. Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21
1. Dasar Pengenaan Pajak (Dpp):
a. Penghasilan Kena Pajak Berlaku Bagi:
1. Pegawai tetap
Pengh.Kena Pajak = Pengh.Bruto-Biaya jabatan-PTKP
2. Penerima Pensiun Berkala
Pengh.Kena Pajak = Pengh.Bruto-Biaya Pensiun-PTKP
3. Pegawai Tidak Tetap
Penghasilan pegawai tidak tetap yang dibayarkan bulanan, atau pegawai
tidak tetap lainnya yang jumlah kumulatif penghasilan yang diterima
sebulan melebihi PTKP sebulan untuk diri wajib pajak sendiri/TKO (dalam
hal ini sesuai UU PPh adalah Rp 1.320.000).
Pegh.Kena Pajak = Pengh.Bruto-PTKP
4. Bukan Pegawai, meliputi:
- Distributor MLM atau direct selling.
- Petugas dinas luar asuransi yang tidak berstatus pegawai.
- Penjaja barang dagangan yang tidak berstatus pegawai.
- Penerirna penghasilan bukan pegawai lainnya yang menerima
penghasilan dari Pemotong PPh Pasal 21 secara berkesinam- bungan
dalam 1 (satu) tahun kalender.
b. Jumlah penghasilan yang melebihi bagian penghasilan yang tidak dikenai
pemotongan PPh Pasal 21, sesuai Fasal 21 ayat (4) UU PPh, yang berlaku bagi:
• Pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, mingguan, upah satuan
atau upah borongan sepanjang menghasilan kumularif yang diteriına dalam
satu bulan belum inelebihi PTKP sebulan untuk dıri WP sendiri atau TKO
(dalam hal ini sesuai UU PPh adalah Rp 1.320.000).
Pegh.Kena Pajak = Pengh.Bruto-Batasan Pasal 21 Ayat (4)
c. Jumlah penghaassilan bruto yang berlaku bagi penerima penghasilan lainnya.
2. Pengurangan Yang Diperbolehkan
a. Biaya Jabatan
Pengurangan ini diperbolehkan tanpa memandang apakah yang ber- sarıgkutan
memiliki jabatan atau tidak. Hanya boleh dikurangkan clari penghasilan bruto
pegawai tetap karena dianggap sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan dari pe- kerjaan/jabatannya.
Penerapan biaya jabatan maksiraal dalam penghitunyan PPh Pasal 21
didasarkan atas jumlah bulan kerja arau perolehan yang sebenarnya dari
pegawai yang bersangkutan.
b. Biaya Pensiun
Hanya boleh dikurangkan dari penghasilan bruto seorang pensiunan yang
berupa uang pensiun yang dibayarkan secara berkala (bulanan) karena dianggap
sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, darı memelihara uang pensiun.
Biaya pensiun yang boleh diperhitungkan dalam perhitungan PPh Pasal
21 pensiunan adalah berdasarkan bulan perolehan yang sebe narnya. Artinya,
batas maksimal biaya pensiun dihitung berdasarkan bulan perolehan pensiun
pada tahun pajak yang bersangkutan.
c. luran yang terkait dengan gaji
Yaitu iuran yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiur yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangun hari
tua atau jaminan hari tua yang diper- samakan dengan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
d. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKI) Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
dalam penghitungan PPh Pasal 21 merupakan batasan penghasilan yang tidak
dikenai pajak bagi orang pribadi yang berstatus sebagai pegawai, baik pegawai
tetap. termasuk perisinnan; pegawai tidak tetap, pemagang, dan calon pe- gawai,
termasuk juga pegawai harian lepas, dan distributor multilevel marketing atau
direct selling inaupun kegiatan sejenisnya, dengan ke- tentuan yang berbeda-
beda.
Besaran PTKP Untuk Tahun Pajak 2013
Penerimaan PTKP Setahun Sebulan
• Untuk pegawai yang Rp 24.300.000 Rp 2.025.000
bersangkutan
• Tambahan untuk Rp 2.025.000 Rp 168.750
pegawai yang kawin.
• Tambahan untuk Rp 2.025.000 Rp 168.750
setiap anggota
keluarga sedarah dan
semenda dalam garis
keturunan lurus,
serta angkat yang
menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling
banyak 3 (tiga)
orang.

Tarif Pajak
1. Tarif Pasal 17 UU No. 36 Tahun 2008 yang berlaku mulai | Januari 2009:
Lapisan penghasilan kena pajak Tarif Pajak Tarif Non NPWP
Sampai dengan Rp 50.000.000 5% 120% x 5% = 6%
Di atas Rp 50.000.000 s/d Rp 15% 120% x 15% = 18%
250.000.000
Di atas Rp 250.000.000 s/d Rp 25% 120% x 30% = 30%
500.000.000
Di atas Rp 500.000.000 30% 120% x 30% = 36%

2. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Pesangon


sesuai Per-Menkeu No. 16/PMK.03/2010 ditentukan sebagai berikut:
a) sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp.
50.000.000,00;
b) sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp.
50.000.000,00 sampai dengan Rp. 100.000.000,00;
c) sebesar 15% (lima belas persen) atas penghasilan bruto di atas Rp.
100.000.000,00 sampai dengan Rp. 500.000.000,00;
d) sebesar 25% (dua puluh lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp.
500.000.000,00.
3. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan berupa Uang Manfaat
Pensiun, Tunjangan Hari Tua, atau Jaminan Hari Tua ditentukan sebagai
berikut:
a) sebesar 0% (nol persen) atas penghasilan bruto sampai dengan Rp.
50.000.000,00;
b) sebesar 5% (lima persen) atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000,0
c) Honorarium dan imbalan lain, dengan nama apa pun yang diterima oleh
Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri, yang sumber dananya berasal
dari keuangan negara atau keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan
kepada PNS golongan II d ke bawah dan anggota TNI/Polri berpangkat
Pembantu Letnan Satu ke bawah atau Ajun Inspektur Tingkat Satu ke
bawah. 1
Penghitungannya dilakukan dengan menerapkan tarif 15% x peng-
hasilan bruto.
Penghasilan yarıg diterima oleh orang pribadi WP Luar negeri
• Dikenai PPh Pasal 26 dengan tarif 20% x penghasilan bruto, kecuali bila ada
tax treaty dari negara yang bersangkutan, maka rarif berda- sarkan tax tredry
itulah yang jadi pedoman.

H. Rekonsiliasi Objek PPh Pasal 21


Untuk meyakinkan bahwa atas seluruh objek PPh Pasal 21 telah dipo- tong pajaknya,
perlu dilakukan rekonsiliasi antara data laporan keuarıgan, baik yang berasal dari akun
neraca maupun akun biaya. Jika penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan oleh bagian
SDM. maka rekonsillasi juga harus dilakukan untuk data SDM (seperti payroll) dengan
data yang ada di bagian akuntansi/keuangan (seperti data ledger/buku besar).
Rekonsiliasi ini sangat berguna dalam rangka pelaksanaan pengendalian dan pem-
buktian bahwa seluruh objek PPh Pasal 21 telah dipotong PPh-nya. Hal semacam ini
akan memudahkan wajib pajak ketika diperiksa oleh petugas pajak nantinya.

I. Taxabiliti dan Dedicibility Objel PPh Pasal 21


Untuk meyakinkan bahwa atas seluruh objek PPh Pasal 21 telah dipo- tong pajaknya,
perlu dilakukan rekonsiliasi antara data laporan keuarıgan, baik yang berasal dari akun
neraca maupun akun biaya. Jika penghitungan PPh Pasal 21 dilakukan oleh bagian
SDM. maka rekonsillasi juga harus dilakukan untuk data SDM (seperti payroll) dengan
data yang ada di bagian akuntansi/keuangan (seperti data ledger/buku besar).
Rekonsiliasi ini sangat berguna dalam rangka pelaksanaan pengendalian dan pem-
buktian bahwa seluruh objek PPh Pasal 21 telah dipotong PPh-nya. Hal semacam ini
akan memudahkan wajib pajak ketika diperiksa oleh petugas pajak nantinya.
Prinsip Taxability Deductbility Mengenai Imbalan (Natura/Uang)

Jenis Imbalan Perlakuan Biaya Bagi Perlakuan PPh Ps 21


Perisahaan/Pemberi Kerja Bagi Penerima
Imbalan dalam Deductible Taxable
bentuk uang
Imbalan dalam Non Deductible Non Taxable
bentuk natura

J. Terapan Tax Planing Terkait dengan PPh Pasal 21


1. Klausul Pajak dalam Perjanjian/Kontrak Kerja
Dalam beberapa kasus timbul konflik dalam bisnis, di mana kewajiban
pemotongan PPh Pasal 21 atau Pasal 26 vang dilakukan dar penghasilan orang
pribadi penerima penghasilan, sewaktu dilaksanakan pemotong. annya pihak,
yang dipotong pajak ridak meneriina sehingga terjadinya dispute.
Masalah perpajakan yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan, antara lain meliputi:
• Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari penga cara,
akuntan, arsitek, dokter, konsultan, noraris, penilai, dan aktua ris, dikenakan
tarif 50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto. Ini berlaku bagi
tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, sehingga PPh Pasal 21 yang
dipotong sebesar 50% x Nilal Proyek x Tarif PPh Pasal 17 ayat 1 huruf a.
• Sehubungan dengan pemberian jasa selain pegawai dan tenaga ahli, yang
dalam pemberian jasanya mempekerjakar, orang lain sebagai pegawainya
dan atau melakukan penyerahan material atau bahan, dikenal sebesar Tarif
PPh Ps. 17 ayat 1 hurut a dari Nilai Proyek.
• Pemuatan klausul pajak dalam perjanjian atau kontrak kerja, yang
mensyaratkan pajak terutang harus dihitung berdasarkan nilai kontrak di luar
harga pokok barang), yakni dikenakan dari nilai bruto ka trak, dan untuk
PPh Pasal 21 atau Pasal 26, peniberi kerja wal memotong dari
pembayarannya.
• Klausul pajak secara eksplisit menyatakan siapa yang harus menang gung
PPn Pasal 21/Pasal 26, sehingga pajak yang tentang dan pe. inctongannya
didasarkan pada klausul tersebut.
2. Pajak Ditanggung Pemberi Kerja atau Tunjangan Pajak secara Gross-up?
Seringkali di daiam kontrak kerja ditemukan klausul yang menyatakan, baliwa
nilai kontrak sudah "net", tidak termasuk pajak, atau "pajak di- car.gung
perusahaan/peinberi kerja." Istilah tersebut sebaiknya digunakan secara hati-
hati, karena akan berdampak pada pemotongan pajak din pembebanan biaya di
PPh Badan
• Tidak termasuk pajak, artinya pajak akan menjadi beban pemberi kerja, atau
ditanggung oleh perusahaan atau pemberi kerja. Hal ini akan mengakibatkan
PPh yang ditanggung perusahaar. atau pember kerja tidak dapat dibiayakan
di SPT PPh Badan (non-deductible ex penses).
• Agar PPh yang ditanggung oleh pemberi keja dapat dibiayakan. maka
penghitungan PPh harus menggunakan metode gross-up. PP hasil
penghitungan gross-up tersebut dimasukkan ke dalam nilai kon trak
(termasuk invoice dan faktur pajak) atau menambah penghasilar dari pihak
yang memperoleh penghasilan. Dengan kata lain diberikan "tunjangan pajak
sebesar PPh yang terutang.
3. Pemberian Uang Saku Secara Lump-Sum Atau Reimbursement
Masalah prosedur pembayaran uang saku dalam perjalanan dinas, pen- didikan,
ataupun jenis pengeluaran perusahaan lainnya juga seringkali menimbulkan
aspek pajak berbeda.
• Pembayaran secara lump-sum akan mengakibatkan PPh Pasal 21 dihitung
dari seluruh nilai yang dibayarkan, meskipun di dalamnya mungkin terdapat
biaya lainnya, misal transportasi, dan akomodasi.
• Sedangkan dalam prosedur reimbursement, pembayaran disertai de- ngan
kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana dengar,
meminta bukti pengeluaran.
4. Pemberian Tunjangan Makan atau Menyiapkan Makar Bersama?
Sejak berlakunya UU PPh Tahun 2000, makanan dan minumanı bagi karyawan
sudah boleh dibiayakan di PPh Badan (deductible expenses) Perlu dikaji,
apakah perusahaan masih hendak memberikan tunjangan makan atau
menyiapkan makan bersama sebagai pengganti tunjangar, makan?
Dari sisi PPh Badan, dengan asumsi jumlah beban yang sarme, ke- duanya
tidak menimbulkan pengaruh apa pun, karena sama-sama bisa dibiayakan (lihat
Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh 2008), tetapi pemberian tunjangan makan akan
mengakibatkan bertambahnya PPh Pasal 21.
5. Memberian Tunjangan Kesehatan atau Fasilitas Pengobatan?
Untuk biaya kesehatan, perusahaan memiliki pilihan, memberikan tun- jangan
kesehatan, menyediakan fasilitas pengobatan bagi karyawan, acau
menggunakan metode reimbursemer.t biaya pengobatan.
• Bila perusahaan memilih memberikan tunjangan kesehatan, maka perlakuan
pajaknya bersifat taxable-deductible. Artinya, tunjangan kesehatan
merupakan objek PPh Pasal 21 bagi karyawan (penghasilan) dan merupakan
biaya bagi perusahaan.
• Bila perusahaan menyediakan fasilitas pengobatan, maka perlakuan
pajaknya bersifat non taxable - nori deductible. Artinya hal itu bu- kan
penghasilan bagi karyawan dan bukan biaya bagi perusahaan.
• Bila menggunakan metode reimbursement maka perlakuan pajaknya:
- bersifat non taxable non deductible, bila persyaratan reim- bursement
dapat dipenuhi, yaitu tidak boleh ada mark up, bukti asli diserahkan ke
perusahaan, bukti dibuat atas nama perusahaan atau atas nama karyawan
qq perusahaan, dan diatur dalam kontrak kerja antara perusahaan dengan
karyawan.
- bersifat taxable - deductible, bila persyaratan reimbursement tidak dapat
dipenuhi. Dalam hal ini esensinya adalah karyawan mene- rima uang
dari perusahaan yang kemudian digunakan untuk mem- bayar biaya
pengobatan.
6. Memininıalkan Tarif Pajak (PPh Pasal 21)
Penerapan Tax Planning Dalam: PPh Pasal 21, antara lain dengan cara:
1. Pada perusahaan yang PPh badannya tidak dikenai pajak bersifat final,
diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan
dalam bentuk natura atau ker.ikmatan (benefit in kinds). karena pengeluaran
tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya bagi perusahaan Sebagai
gantinya untuk kesejahteraan pegawai dibe- rikan dalam bentuk tunjangan,
sehingga bisa dibiayakan (mengurangi profit).
2. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenakan pajak bersifat final,
memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk natura atau
kenikmatan merupakan salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif
maksimum PPh Ps. 21. Pilihan pemberian dalam bentuk kenik. matan/natura
atau dalam bentuk tunjangan tidak merengaruhi PPh Badan karena
pendapatan perusahaan sudah dikenai PPh final. Tetapi untuk tujuan
komersial, baik pemberian dalam natura, kenikmatan, atau dalam bentu
tunjangan tetap, bisa menjadi pengurang peng. hasilan bruto untuk
menghitung penghasilan netto.
3. Untuk perusahaan yang PPh badannya dikenai pajak bersifat final,
contohnya perusahaan jasa konstruksi, maka efisiensi PPh Pasal 21
karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimal mungkin
tunjangan karyawan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang bukan
merupakan objek pajak PPh pasal 21, sebagai salah satu pilihan untuk
menghindarı lapisan tarif maksimum FFh Pasa! 21, selain itu pengeluaran
untuk pemberian natura atau kenikmatan ter- sebut tidak memengaruhi
besarnya PPh badan. Contoh, pemberian makanan dan minuman bagi
seluruh pegawai (Pasal 9 ayat le UU PPh) dan penyediaan bus antar jemput
pegawai (Pet-51/PJ/2009) kedua hal tersebut dapat dibiayakan tetapi tidak
menambah bebar. PPh Pasal 21 karena tidak menambah pendapatan dalam
perhitungan PPh Pasal 21 karyawan.

K. Alur Perencanaan Pajak-PPh Pasal 21


L. Strategi Perencanaan Pajak Untuk Mengifisiensuikan Beban Pajak
Menyusun perencanaan pajak sesuai dengan kondisi Perusahaan dimulai dengan
strategi mengefisienkan beban pajak (penghemattan pajak). Perusahaan harus bersifat
legal supaya terhindar dari sanksi pajak dikemudian hari. Perusahaan perlu melakukan
analisis terhadap metode – metode dan kebijakan – kebijakan yang akan digunakan
serta membuat strategi agar efisien beban pajak dapat tercapai, misalnya :
• Memberi tunjangan dalam bentuk uang atau natura atau kenikmatan karen pada
dasarnya pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan dapat dikurangkan
sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan
sebagai penghasilan yang dikenai pajak penghasilan pasal 21 bagi pegawai yang
menerimanya.
• Perusahaan memberi tunjangan kesejahteraan kepada pegawai dalam bentuk
fasilitas pengobatan. Apabila pemberian tunjangan Kesehatan kepada pegawai
diberikan dalam bentuk uang, maka dari pihak Perusahaan tunjangan itu dapat
diakui sebagai biaya, dan sebagai penghasilan bagi pegawai sehingga dikenai PPh
pasal 21.
• Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan
cara memahami seluruh peraturan, menghitung pajak dengan tepat dan benar,
membayar pajak serta melaporkan SPT masa dan tahunan tepat waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Drs. Chairil Anwar Pohan, M. (2014). Manajemen Perpajakan : Strategi Perencanaan Pajak
& Bisnis (Edisi Revisi). Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai