Anda di halaman 1dari 28

BAB III

TINJAUAN KHUSUS

A. Arti Pajak Penghasilan Pasal 21

Pajak Penghasilan Pasal 21 atau disebut PPh Pasal 21 merupakan pajak

atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran

lain dengan nama dan bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau

jabatan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi

dalan negeri.

B. Wajib Pajak PPh Pasal 21

Penerima penghasilan yang disebut juga wajib pajak, yang

penghasilannya dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Pejabat Negara yaitu:

a. Presiden dan Wakil Presiden;

b. Ketua, Wakil Ketua dan Anggota DPR/MPR, DPRD Provinsi, dan

DPRD Kabupaten/Kota;

c. Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksa Keuangan;

d. Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Mahkamah Agung;

e. Ketua, dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung;

f. Menteri, Menteri Negara, Menteri Muda;

g. Jaksa Agung;

12
13

h. Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Provinsi;

i. Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten;

j. Walikota dan Wakil Walikota;

2. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS Pusat, PNS-Daerah dan PNS

lainnya yang ditetapkan Peraturan Pemerintah;

3. Pegawai adalah setiap orang pribadi yang melakukan pekerjaan

berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak

tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau

badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah.

4. Pegawai Tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang

menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala,

termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang

secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara

langsung.

5. Tenaga Lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang

hanya menerima atau memperoleh imbalan apabila orang pribadi yang

bersangkutan bekerja.

6. Penerima Pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima

atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu,

termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari

Tua atau Jaminan Hari Tua.


14

7. Penerima Honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau

memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang

dilakukannya.

8. Penerima Upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah

mingguan, upah borongan atau upah satuan.

9. Orang pribadi lainnya yang menerima atau memperoleh penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan jasa, dan kegiatan dari pemotong pajak.

C. Pengecualian Wajib Pajak PPh Pasal 21

Yang tidak termasuk penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21

adalah:

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara

Asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja

pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga

negara Indonesia; di Indonesia tidak menerima atau memperoleh

penghasilan lain diluar jabatan di Indonesia; Negara yang bersangkutan

memberikan perlakuan timbal balik.

2. Pejabat perwakilan organisasi internasional dengan syarat bukan warga

Negara Indonesia; tidak menjalankan usaha atau melakukan kegiatan atau

pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia.


15

D. Objek PPh Pasal 21

Penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21, selanjutnya

disebut sebagai Objek PPh Pasal 21 adalah:

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang

pensiun bulanan, upah, honorarium (termasuk honorarium anggota dewan

komisaris atau anggota dewan pengawas), premi bulanan, uang lembur,

uang sokongan, uang ganti rugi, tunjangan isteri, tunjangan anak,

tunjangan kemahalan, tunjangan jabatan, tunjangan khusus, tunjangan

transport, tunjangan pajak, tunjangan iuran pensiun, tunjangan pendidikan

anak, bea siswa, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan

penghasilan teratur lainnya dengan nama apapun;

2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh secara tidak teratur, berupa jasa

produksi, tantiem, gratifikasi, tunjangan cuti, tunjangan hari raya,

tunjangan tahun baru, bonus, premi tahunan, dan penghasilan sejenis

lainnya yang sifatnya tidak tetap;

a. Tantiem adalah bagian keuntungan perusahaan yang dihadiahkan

kepada karyawan.

b. Gratifikasi adalah uang hadiah kepada pegawai di luar gaji yang telah

ditentukan.

c. Bonus adalah upah tambahan di luar gaji atau upah sebagai hadiah/

perangsang yang dibayarkan kepada karyawan.

3. Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan, yang

diterima atau diperoleh pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, serta
16

uang saku harian atau mingguan yang diterima peserta pendidikan,

pelatihan, atau pemagangan yang merupakan calon pegawai.

4. Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua (THT)

atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain sejenis;

5. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam

bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang dilakukan oleh

wajib pajak dalam negeri, terdiri dari:

a. Tenaga ahli yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter,

konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;

b. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,

bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto model,

peragawan/wati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, seniman

lainnya;

c. Olahragawan

d. Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;

e. Pengarang, peneliti dan penerjemah;

f. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk tekhnik, computer dan

system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi ekonomi

dan sosial;

g. Agen iklan
17

h. Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada suatu

kepanitiaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas lainnya dalam

segala bidang kegiatan;

i. Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;

j. Peserta perlombaan;

k. Petugas penjaja barang dagangan;

l. Petugas dinas luar asuransi;

m. Peserta pendidikan, pelatihan, dan pemagangan;

n. Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan

kegiatan sejenis lainnya.

6. Gaji, gaji kehormatan, dan tunjangan-tunjangan lain yang terkait dengan

gaji yang diterima oleh Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil serta uang

pensiun dan tunjangan-tunjangan lain yang sifatnya terkait dengan uang

pensiun yang diterima oleh pensiunan termasuk janda atau duda dan atau

anak-anaknya.

7. Penerimaan dalam bentuk natura atau kenikmatan lainnya dengan nama

apapun yang diberikan oleh bukan wajib pajak atau wajib pajak yang

dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final atau dikenakan pajak

penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus.

E. Pengecualian Objek PPh Pasal 21

Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal

21 (Bukan Objek PPh Pasal 21) adalah:


18

1. Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi kesehatan, asuransi jiwa,

asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;

2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama

apapun yang diberikan oleh Pemerintah maupun wajib pajak;

3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya

telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan Iuran Jaminan Hari Tua

kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh pemberi kerja;

4. Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja;

5. Uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, tunjangan hari tua

atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus oleh badan

penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, yang jumlah brutonya tidak

melebihi Rp. 25.000.000

6. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.

F. Pajak Penghasilan Pasal 21 Final

PPh bersifat final artinya bahwa seluruh pajak yang telah

dipotong/dipungut oleh pihak pemotong/pemungut dianggap final (telah

selesai) tanpa harus menunggu perhitungan dari pihak fiskus, atau dapat

dikatakan bahwa pajak yang telah dipotong atau dibayar dianggap telah

selesai perhitungannya walaupun SKP belum ada. Dalam pengertian yang

lebih spesifik, pemungutan PPh bersifat final berarti jumlah pajak yang telah
19

dibayarkan dalam tahun berjalan melalui pemotongan (oleh pemberi kerja

atau pemotongan yang lain) tidak dapat dikreditkan dari total PPh yang

terutang pada suatu akhir tahun saat mengisi SPT.

Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah:

1. Penghasilan berupa uang pesangon dan uang tebusan pension yang

dibayarkan oleh dana pension yang pendiriannya telah disahkan oleh

Menteri Keuangan, serta Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua

yang dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja;

2. Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uang

hadir, uang lembur, uang imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan

nama apapun yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI

yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan

Daerah, kecuali yang dibayarkan kepada PNS gol II dan anggota

TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan satu kebawah atau Ajung

Inspektur Tingkat Satu kebawah.

G. Pemotong PPh Pasal 21

Adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh Undang-

Undang untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21

adalah:

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi danbadan termasuk bentuk

usaha tetap (BUT), baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan


20

atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan

pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan

dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan

pegawai.

2. Bendaharawan pemerintah termasuk bendaharawan pemerintah pusat,

pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga

Negara lainnya dan kedutaan besar Republik Indonesia di luar negeri

yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran

lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa

dan kegiatan;

3. Dana pensiun, badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja, dan

badan-badan lain yang membayar uang pensiun dan Tabungan Hari Tua

atau Jaminan Hari Tua.

4. Perusahaan, badan, dan dalam bentuk usaha tetap, yang membayar

honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan

kegiatan, jasa, termasuk jasa tenaga ahli dengan status wajib pajak dalam

negeri yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas

namanya sendiri, bukan untuk atas nama persekutuannya;

5. Perusahaan, badan, dan bentuk usaha tetap, yang membayar honorarium

atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan, jasa

yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status wajib pajak luar negeri;

6. Yayasan (termasuk yayasan di bidang kesejahteraan, rumah sakit,

pendidikan, kesenian, olahraga, kebudayaan), lembaga, kepanitiaan,


21

asosiasi, perkumpulan, , orgaanisasi massa, organisasi sosial politik, dan

organisasi lainnya dalam bentuk apapun dalam segala bidang kegiatan

sebagai pembayar gaji, upah, honorarium, atau imbalan dengan nama

apapun sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan yang dilakukan oleh

orang pribadi;

7. Perusahaan, badan, dan dalam bentuk usaha tetap, yang membayarkan

honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan

pemagangan.

H. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak

Hak Pemotong Pajak

1. Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21

yang terjadi karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam satu tahun

takwin lebih kecil daripada jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor.

Jumlah kelebihan tersebut akan diperhitungkan dengan PPh Pasal 21

terutang atas gaji untuk bulan pada waktu dilakukan penghitungan

tahunan, dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk

bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya;

2. Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang

jangka waktu penyampaian SPT PPh Pasal 21, permohonan diajukan

secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwin

berikutnya dengan menggunakan formulir yang telah ditentukan oleh

Dirjen Pajak disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara


22

PPh Pasal 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran

PPh Pasal 21 yang terutang untuk takwin yang bersangkutan.

3. Pemotong pajak dapat mengajukan keberatan kepada Dirjen Pajak dan

permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

Kewajiban Pemotong Pajak

1. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan

Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

2. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan

dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannnya pada Kantor

Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.

3. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh

Pasal 21 yang terutang untuk setiap akhir bulan takwin. Penyetoran pajak

dilakukan dengan menggunakan SSP ke Kantor Pos atau bank-bank lain

yang ditunjuk oleh Dirjen Anggaran, selambat-lambatnya pada tanggal

10 bulan takwin berikutnya

4. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 tersebut

sekalipun nihil dengan menggunakan SPT Masa ke KPP, selambat-

lambatnya pada tanggal 20 bulan takwin berikutnya.

5. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 baik

diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada

orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap; penerima uang tebusan


23

pensiun, penerima Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan

penerima dana pensiun.

6. Pemotongan pajak wajib memberikan Bukti pemotongan PPh Pasal 21

tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan,

dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Dirjen Pajak dalam

waktu 2 bulan setelah tahun pajak berakhir. Apabila pegawai tetap

berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwin, maka bukti

pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja yang bersangkutan

selambat-lambatnya satu bulan setelah pegawai yang bersangkutan

berhenti bekerja atau pensiun.

7. Dalam waktu dua bulan setelah tahun takwin berakhir, pemotong pajak

berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang

oleh pegawai tetap dan penerima pensiun bulanan menurut tariff.

8. Pemotong wajib pajak melampiri SPT Tahunan PPh dengan lampiran-

lampiran yang ditentukan dalam petunjuk pengisian SPT Tahunan PPh

Pasal 21 untuk tahun pajak yang bersangkutan.

9. Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh Pasal 21 yang terutang

apabila jumlah PPh Pasal 21 terutang dalam satu tahun takwin lebih besar

daripada PPh Pasal 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus

dilakukan selambat-lambatnya tanggal 25 Maret tahun takwin

berikutnya, sebelum batas akhir waktu penyampaian SPT Tahunan PPh

Pasal 21.
24

I. Pengurangan Yang Diperbolehkan

Untuk menghitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang,

kepada penerima penghasilan tertentu sebagai wajib pajak dalam negeri orang

pribadi diberikan pengurangan-pengurangan sebagai berikut:

1. Pegawai Tetap

Pengurang yang diperbolehkan dari penghasilan bruto untuk menentukan

besarnya penghasilan netto adalah:

a. Biaya jabatan yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih dan

memelihara penghasilan, yang besarnya adalah 5% dari penghasilan

bruto dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sebesar Rp.

6.000.000 setahun atau Rp. 500.000 sebulan.

b. Iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada

dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau

Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang

pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

c. Penghasilan Tidak Kena Pajak

2. Pegawai Tidak Tetap

Pengurang penghasilan bruto yang diperkenankan untuk menentukan

besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah PTKP yanaga sebenarnya

3. Penerima Pensiun

Pengurang penghasilan bruto yang diperkenankan untuk menentukan

besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah:


25

a. Biaya pensiun yang besarnya 5% dari penghasilan bruto berupa

uang pensiun, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan adalah

Rp. 2.400.000 setahun atau Rp. 200.000 sebulan.

b. Penghasilan Tidak Kena Pajak

4. Pegawai Harian, Pegawai Mingguan, Pegawai Tidak Tetap lainnya

a. Penghasilan bruto tidak dipotong PPh Pasal 21, jika penghasilan

bruto tersebut jumlahnya tidak lebih dari Rp. 150.000 sehari, dan

jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000 sebulan serta tidak

dibayarkan secara bulanan.

b. Pengurang penghasilan brruto sehari adalah sebesar Rp. 150.000

sehari, jika penghasilan bruto sehari lebih dari Rp. 150.000 tetapi

dalam satu bulan takwin jumlahnya tidak melebihi Rp. 1.320.000

c. Pengurang penghasilan bruto sehari adalah PTKP setahun yang

sebenarnya dari penerima penghasilan yang bersangkutan dibagi

dengan 360 hari, jika penghasilan bruto sehari lebih dari Rp. 150.000

dan dalam satu tahun takwin jumlahnya melebihi Rp. 1.320.000.

5. Distributor Perusahaan Multilevel Marketing atau Direct Selling

Untuk menentukan Penghasilan Kena Pajak adalah harus dikurangi

dengan PTKP yang sebenarnya. Beberapa jenis penghasilan berikut ini

dalam menentukan PTKP atau dasar perhitungan PPh Pasal 21 nya tidak

dikurangi dengan pengurangan apapun:


26

a. Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris

atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap

pada perusahaan yang sama.

b. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima atau

diperoleh mantan pegawai.

c. Penarikan dana oleh peserta program pensiun pada dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

d. Uang pesangon dan uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh

dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan, serta Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang

dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan

dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain

dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang

jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan

untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan, sehubungan

dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang diberikan termasuk yang

diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri, terdiri dari:

1) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang

film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto

model, peragawan/wati, pemain drama, penari, pemahat,

pelukis, seniman lainnya;


27

2) Olahragawan;

3) Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan

moderator;

4) Penulis, peneliti dan penerjemah;

5) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk tekhnik, computer

dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,

ekonomi dan sosial;

6) Agen iklan;

7) Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada

suatu kepanitiaaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas

lainnya dalam segala bidang kegiatan;

8) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;

9) Peserta perlombaan;

10) Petugas penjaja barang dagangan

11) Petugas dinas luar asuransi;

f. Penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh tenaga ahli yang

melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan,

arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan aktuaris.

g. Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uang

hadir, uang lembur, uang imbalan prestasi kerja dan imbalan lain

dengan nama apapun yang diterima pejabat Negara, PNS, Anggota

TNI/POLRI yang sumber dananya berasal dari Keuangan Negara

atau Keuangan daerah, kecuali yang dibayarkan kepada PNS gol II


28

dan anggota TNI/POLRI berpangkat Pembantu Letnan satu ke

bawah atau Ajung Inspektur Tingkat Satu ke bawah.

J. Tarif PPh Pasal 21

Tarif yang digunakan sebagai dasar perhitungan PPh Pasal 21 adalah:

1. Tarif Pasal 17 Tahun 2009

Lapisan Penghasilan Kena Tarif Pajak

Pajak

Sampai Dengan Rp. 50.000.000 5%

Di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 15%

250.000.000

Di atas Rp. 250.000.000 s/d Rp. 25%

500.000.000

Di atas Rp. 500.000.000 30%

2. Tarif 5%

3. Tarif 15%

4. Tarif khusus

Pemberlakuan tarif

1. Tarif pasal 17 ×Penghasilan Kena Pajak, dikenakan untuk pegawai

tetap, penerima pensiun, pegawai tidak tetap

a. Pegawai tetap (termasuk Pejabat Perhitungan PKP adalah


29

Negara, PNS, anggota penghasilan bruto dikurangi

TNI/POLRI, pejabat Negara dengan biaya jabatann, iuran

lainnya, pegawai pensiun termasuk iuran tabungan

BUMN/BUMD, serta anggota hari tua atau jaminan hari tua

dean komisaris atau dewan yang dipersamakan dengan dana

pengawas yang merangkap pensiun, dan PTKP

sebagai pegawai tetap pada

perusahaan yang sama)

b. Penerima pensiun secara berkala Perhitungan PKP adalah

penghasilan bruto dikurangi

dengan biaya pensiun dan PTKP

c. Pegawai tidak tetap, pemagang Perhitungan PKP adalah

dan calon pegawai penghasilan bruto dikurangi

dengan PTKP yang sebenarnya

d. Distributor perusahaan Perhitungan PKP adalah

multilevel marketing atau direct penghasilan bruto dikurangi

selling dan kegiatan sejenisnya dengan PKP

2. Tarif Pasal 17 × Penghasilan Bruto

Diterapkan untuk penghasilan berupa:

a. Honorarium yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris

atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap

pada perusahaan yang sama.


30

b. Jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus yang diterima atau

diperoleh mantan pegawai.

c. Penarikan dana oleh peserta program pensiun pada dana pensiun

yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.

d. Uang pesangon dan uang tebusan pensiun yang dibayarkan oleh

dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri

Keuangan, serta Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua yang

dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

e. Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama

dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain

dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang

jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang

diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan,

sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan yang diberikan

termasuk yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri,

terdiri dari:

1) Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang

film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, crew film, foto

model, peragawan/wati, pemain drama, penari, pemahat,

pelukis, seniman lainnya;

2) Olahragawan;
31

3) Penasehat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan

moderator;

4) Penulis, peneliti dan penerjemah;

5) Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk tekhnik, computer

dan system aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi,

ekonomi dan sosial;

6) Agen iklan;

7) Pengawas, pengelola proyek, anggota dan pemberi jasa kepada

suatu kepanitiaaan, peserta sidang atau rapat, dan tenaga lepas

lainnya dalam segala bidang kegiatan;

8) Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan;

9) Peserta perlombaan;

10) Petugas penjaja barang dagangan;

11) Petugas dinas luar asuransi;

3. Tarif 5% × upah terutang pajak yang diterapkan untuk:

a. Pegawai lepas harian dengan upah harian, satuan, mingguan,

borongan yang jumlahnya melebihi Rp. 150.000 sehari tetapi tidak

lebih dari Rp. 1.320.000 dalam sebulan. Besarnya upah sehari yang

terutang pajak adalah upah sehari dikurangi Rp. 150.000

b. Apabila penghasilan tersebut melebihi Rp. 1.320.000 dalam satu

bulan takwin maka dikenakan tarif pasal 17 UU PPh, dengan

perhitungan kena pajak tersendiri


32

c. Apabila penerima upah sebagai pegawai tetap maka Penghasilan

Kena Pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan PTKP

sebenarnya setahun dengan 360

d. Apabila penerima upah sebagai tenaga lepas tetapi dibayarkan

secara bulanan maka perhitungan Penghasilan Kena Pajak sama

dengan perhitungan pegawai tetap

4. Tarif 15% × Penghasilan netto dikenakan terhadap tenaga ahli berupa

pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan

aktuaris.

5. Tarif 15% × Penghasilan Bruto dikenakan terhadap Penghasilan berupa

honorarium, uang perangsang, uang sidang, uang hadir, uang lembur,

uang imbalan prestasi kerja dan imbalan lain dengan nama apapun

yang diterima Pejabar Negara, PNS, Anggota TNI/POLRI yang

sumber dananya berasal dari Keuangan Negara atau Keuangan Daerah,

kecuali yang dibayarkan PNS gol II dan Anggota TNI/POLRI

berpangkat Pembantu Letnan satu kebawah atau Ajung Inspektur

Tingkat satu kebawah.

6. Tarif Khusus diterapkan secara khusus untuk penghasilan tertentu

sebagai berikut: atas penghasilan berupa uang pesangon, uang tebusan

pensiun yang dibayar oleh dana pensiun yang pendiriannya disahkan

oleh Menteri Keuangan, dan Tunjangan Hari Tua atau Jaminan Hari

Tua, yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan


33

Penyelenggara jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan ketentuan sebagai

berikut:

a. Penghasilan Bruto > Rp. 25.000.000 s/d Rp. 50.000.000

b. Penghasilan Bruto > Rp. 50.000.000 s/d Rp. 250.000.000

c. Penghasilan Bruto > Rp. 250.000.000 s/d Rp. 500.000.000

d. Penghasilan Bruto > Rp. 500.000.000

K. Tata Cara Perhitungan PPh Pasal 21

Untuk memperjelas perhitungan PPh Pasal 21 sebagai berikut:

Penghasilan Bruto

1 Gaji/Pensiun atau THT xxxxx

2 Tunjangan PPh xxxxx

3 Tunjangan lainnya, uang lembur dsb xxxxx

4 Honorarium dan imbalan sejenisnya xxxxx

5 Premi Asuransi yang dibayar pemberi kerja xxxxx

6 Penerimaan dalam bentuk natura dan xxxxx

kenikmatan lainnya yang dikenakan

pemotongan PPh Pasal 21

7 Jumlah (1 S.D 6) xxxxx

8 Tartiem, Bonus, Gratifikasi, produksi dan xxxxx

THR

9 Jumlah Penghasilan Bruto (7+8) xxxxx


34

Pengurangan

10. Biaya jabatan atas penghasilan pada angka xxxxx

11 Biaya jabatan atas penghasilan pada angka xxxxx

12 Iuran Pensiun atau Iuran THT xxxxx

13 Jumlah pengurangan (10+11+12) xxxxx

Perhitungan PPh Pasal 21

14 Jumlah Penghasilan Netto (9-13) xxxxx

15 Penghasilan Netto masa sebelumnya xxxxx

16 Jumlah Penghasilan Netto untuk xxxxx

perhitungan PPH Pasal 21

(setahun/disetahunkan)

17 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) xxxxx

18 Penghasilan Kena Pajak setahun (16-17) xxxxx

19 PPh Pasal 21 tentang atas xxxxx

setahun/disetahunkan

20 PPh Paasal 21 yang telah dipotong xxxxx

sebelumnya

21 PPh Pasal 21 yang terutang xxxxx

22 PPh Pasal 21 yang ditanggung pemerintah xxxxx

23 PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 26 yang telah xxxxx

dipotong/dilunasi
35

24 Jumlah PPh Pasal 21 Kurang/Lebih Bayar xxxxx

L. Perhitungan PPh Pasal 21 bagi PNS di Kementerian Agama Ciputat

1. PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan (gaji)

Setiap penghasilan PNS (yang berupa gaji dan tunjangan-tunjangan

lain yang sifatnya tetap dan terkait dengan gaji) dikenakan Pajak

Penghasilan (PPh) Pasal 21. Yang dimaksud dengan tunjangan yang

terkait dengan gaji adalah tunjangan yang sifatnya tetap yang

diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS), termasuk tunjangan

keluarga, tunjangan struktural/fungsional, tunjangan pangan dan

tunjangan khusus.

Akan tetapi berdasar Peraturan Pemerintah No. 80 tahun 2010

tanggal 20 Desember 2010, Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang

atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban

APBN atau APBD ditanggung oleh pemerintah selaku pemberi kerja.

Artinya setiap PNS akan menerima gajinya secara utuh tanpa dipotong

PPh Pasal 21. Ketentuan ini berlaku bagi setiap PNS, golongan I sampai

IV.

Pengecualian bagi PNS yang tidak mempunyai NPWP (Nomor

Pokok Wajib Pajak) atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang

dibebankan pada APBN dan APBD dikenai tarif Pajak Penghasilan Pasal
36

21 lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan.

Pemotongan dilakukan pada saat penghasilan tetap dan teratur setiap

bulan dibayarkan (tidak ditanggung pemerintah).

2. PPh Pasal 21 atas honor/imbalan

Selain menerima penghasilan tetap dan teratur setiap bulan,

terkadang PNS menerima honorarium atau imbalan lain dengan nama

apapun yang menjadi beban APBN atau APBD, salah satu contoh adalah

uang makan. Pemotongan dilakukan oleh Bendahara Pemerintah yang

membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.

Berdasar PP No. 80 tahun 2010 PPh atas imbalan dikenakan tarif

sebagai berikut :

a. Sebesar 0% dari penghasilan bruto bagi

1. PNS golongan I dan golongan II

2. Anggota TNI dan Polri golongan pangkat Tamtamadan Bintara

dan pensiunannya

b. Sebesar 5% dari penghasilan bruto bagi

1. PNS golongan III

2. Anggota TNI dan Polri golongan pangkat Perwira Pertama dan

pensiunannya

c. Sebesar 15% dari penghasilan bruto bagi

1. PNS golongan IV
37

2. Anggota TNI dan Polri golongan pangkat Perwira Menengah

dan Perwira Tinggi dan pensiunannya

3. Penyetoran PPh Pasal 21

Tarif pemotongan Pajak untuk PPh Pasal 21 PNS, TNI, dan Polri

sesuai dengan Pasal 17 ayat (1) UU PPh dan dikenakan atas Penghasilan

Kena Pajak. Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap

Masa Pajak, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak Terakhir, tarif

pajak tersebut diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh

selama 1 tahun, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun

dikalikan 12 (dua belas);

b. Dalam hal terdapat pembayaran gaji ke-13, maka perkiraaan

penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun tersebut

adalah jumlah pada huruf a ditambah dengan gaji ke-13.

Sedangkan jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap masa

pajak selain masa pajak Desember adalah sebagai berikut :

a. Pajak terutang atas jumlah penghasilan pada huruf a diatas dibagi 12

(dua belas);

b. Pajak terutang atas pembayaran gaji ke-13 adalah selisih pajak

terutang pada huruf a dengan pajak terutang atas penghasilan pada

huruf b.
38

Bendahara mempunyai kewajiban menyetor PPh Pasal 21 Final

atas penghasilan tersebut diatas ke kantor pos atau bank persepsi dengan

Kode Jenis Setoran Pajak 411121-402 dan melaporkan PPh Pasal 21

tersebut dengan SPT Masa PPh Pasal 21 setiap bulan ke Kantor

Pelayanan Pajak dimana Bendahara tersebut terdaftar dengan

menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21. Batas waktu penyetoran PPh

Pasal 21 adalah tanggal 10 bulan berikut. Batas waktu pelaporan SPT

Masa PPh Pasal 21 adalah tanggal 20 bulan berikut.

Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Polri dan pensiunannya

mempunyai kewajiban untuk melaporkan penghasilan tersebut diatas

setiap tahun dengan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.

M. Contoh Perhitungan PPh Pasal 21

Perhitungan PPh Pasal 21 atas Fanny Lensun Golongan I/C:

Gaji Pokok Rp. 1.975.800,-

Tunjangan Istri Rp. 197.580,-

Tunjangan Anak Rp. 79.032,-

Rp. 2.252.412,-

Tunjangan Umum Rp . 175.000,-

Tunjangan Beras Rp. 325.880,-

Pembulatan Rp. 49,-

Rp. 496.929,-

Penghasilan Bruto Rp. 2.749.341,-


39

Pengurangan :

1. Iuran Pensiun 10% Rp. 225.241,-

2. Taperum Rp. 3.000,-

Rp. 228.241,-

Penghasilan Neto Sebulan Rp. 2.521.100,-

Penghasilan Neto Setahun x12 bulan Rp.30.253.200,-

PTKP :

1. Untuk WP sendiri Rp. 24.300.000,-

2. Tambahan WP kawin Rp. 2.025.000,-

3. Tambahan anak Rp 2.025.000,-

Total Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp. 28.350.000,-

Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp 1.903.200,-

PPh Pasal 21 terutang / tahun :

5% × Rp. 1.903.200,- Rp. 95.160,-

PPh Pasal 21 terutang / bulan :

Rp. 95.000,- : 12 Rp 7.916,-

Anda mungkin juga menyukai