Anda di halaman 1dari 9

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN PASAL 21 PAJAK PENGHASILAN (UU NO 36 TAHUN


2008)
PPh 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang
wajib dilakukan oleh :
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
Pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah orang
pribadi ataupun badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan, atau
unit perusahaan yang membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan,
honorarium, dan pembayaran lain dengan nama apa pun kepada
pengurus, pegawai atau bukan pegawai sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan. Pemberi kerja
termasuk juga organisasi internasional yang tidak dikecualikan dari
kewajiban memotong pajak. Yang dimaksud dengan “pembayaran lain”
adalah pembayaran dengan nama apa pun selain gaji, upah, tunjangan,
honorarium, dan pembayaran lain, seperti bonus, gratifikasi, dan tantiem.
Yang dimaksud dengan “bukan pegawai” adalah orang pribadi yang
menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan
dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau
memperoleh honorarium dari pemberi kerja. Tidak termasuk sebagai
pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah kantor
perwakilan negara asing dan organisasi-organisasi internasional.
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau
kegiatan. Bendahara pemerintah termasuk bendahara Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri
yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Yang termasuk juga
dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas dan pejabat lain yang
menjalankan fungsi yang sama.
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan
pembayaran lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun.
Yang termasuk “badan lain”, misalnya, adalah badan penyelenggara
jaminan sosial tenaga kerja yang membayarkan uang pensiun, tunjangan
hari tua, tabungan hari tua, dan pembayaran lain yang sejenis dengan
nama apa pun. Yang termasuk dalam pengertian uang pensiun atau
pembayaran lain adalah tunjangan-tunjangan baik yang dibayarkan
secara berkala ataupun tidak yang dibayarkan kepada penerima pensiun,
penerima tunjangan hari tua, dan penerima tabungan hari tua.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai
imbalan sehubungan dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas.
Yang termasuk dalam pengertian badan adalah organisasi internasional
yang tidak dikecualikan. Yang termasuk tenaga ahli orang pribadi,
misalnya, adalah dokter, pengacara, dan akuntan, yang melakukan
pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan
untuk dan atas nama persekutuannya. Sesuai dengan kelaziman
internasional, kantor perwakilan negara asing beserta pejabat-pejabat
perwakilan diplomatik, konsulat dan pejabat-pejabat lainnya,
dikecualikan sebagai subjek pajak di tempat mereka mewakili negaranya.
Pengecualian sebagai subjek pajak bagi pejabat-pejabat tersebut tidak
berlaku apabila mereka memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya
atau mereka adalah Warga Negara Indonesia. Dengan demikian apabila
pejabat perwakilan suatu negara asing memperoleh penghasilan lain di
Indonesi di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, maka ia termasuk
subjek pajak yang dapat dikenai pajak atas penghasilan lain tersebut.
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan
dengan pelaksanaan suatu kegiatan.
Penyelenggara kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah
atau penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu
kegiatan. Dalam pengertian penyelenggara kegiatan termasuk antara lain
badan, badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional,
perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan. Kegiatan yang diselenggarakan, misalnya
kegiatan olahraga, keagamaan, dan kesenian.

2.2 JUMLAH PENGHASILAN YANG WAJIB DIPOTONG PAJAK


a. Jumlah penghasilan pegawai tetap yang wajib dipotong pajak
Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong pajak untuk
setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi dengan
biaya jabatan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak. Iuran
pensiun termasuk juga iuran tunjangan hari tua atau tabungan hari tua
yang dibayar oleh pegawai.
b. Jumlah penghasilan pensiunan yang wajib dipotong pajak
Bagi pensiunan besarnya penghasilan yang dipotong pajak adalah jumlah
penghasilan bruto dikurangi dengan biaya pensiun dan Penghasilan Tidak
Kena Pajak. Dalam pengertian pensiunan termasuk juga penerima
tunjangan hari tua atau tabungan hari tua.
c. Jumlah penghasilan pegawai harian yang wajib dipotong pajak
Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya
yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto setelah dikurangi
bagian penghasilan yang tidak dikenakan pemotongan yang besarnya
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan. Besarnya penghasilan
yang dipotong pajak bagi pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak
tetap lainnya adalah jumlah penghasilan bruto dikurangi dengan bagian
penghasilan yang tidak dikenai pemotongan yang besarnya ditetapkan
dengan Peraturan Menteri Keuangan, dengan memerhatikan Penghasilan
Tidak Kena Pajak yang berlaku.

2.3 PERATURAN TERKAIT DENGAN PPH 21


a. Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan
Keempat atas UU No. 7 tentang Pajak Penghasilan.
b. Peraturan Pemerintah No. 68/2009 tentang Tarif Pajak Penghasilan Pasal
21 atas Penghasilan berupa Uang Pesangon, Uang Manfaat Pensiun,
Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
c. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas Penghasilan Sehubungan dengan
Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 16/PMK.03/2010 tentang Tata Cara
Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang
Pesangon, Uang Manfaat Pensiun, Tunjangan Hari Tua, dan Jaminan Hari
Tua yang Dibayarkan Sekaligus.
e. Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata
Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21
dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa,
dan Kegiatan Orang Pribadi.
f. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016 tentang
Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak.
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 102/PMK.010/2016 tentang
Penetapan Bagian Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan dari
Pegawai Harian dan Mingguan serta Pegawai Tidak Tetap lainnya yang
Tidak Dikenakan Pemotongan Menimbang Pajak Penghasilan.
h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 231/PMK.03/2019 tentang Tata Cara
Pendaftaran dan Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak, Pengukuhan
dan Pencabutan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, Serta Pemotongan
dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Bagi Instansi
Pemerintah.

2.4 SUBJEK DAN OBJEK PAJAK PPH 21


a. Subjek Pajak PPH 21
Subjek pajak atas PPh 21 adalah pegawai, penerima uang pesangon,
pensiun, tunjangan hari tua, jaminan hari tua, ahli waris, dan wajib pajak
kategori bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa.
b. Objek Pajak PPH 21
Objek PPh 21 secara umum adalah penghasilan yang diterima. Tetapi,
tidak semua objek penghasilan dikenakan PPh 21.
1. Penghasilan yang dikenakan PPh 21, antara lain :
a) Penghasilan yang diterima pegawai tetap, baik penghasilan yang
teratur maupun tidak teratur.
b) Uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
c) Uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan
pembayaran sejenisnya.
d) Penghasilan tenaga kerja lepas, seperti upah harian/mingguan, upah
satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
e) Imbalan kepada bukan pegawai, berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sejenisnya dengan nama dan bentuk apapun sebagai
imbalan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
f) Imbalan peserta kegiatan, berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan
bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
2. Penghasilan yang tidak dikenakan PPh 21, antara lain :
a) Santunan asuransi dari perusahaan asuransi
b) Penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan dalam bentuk apapun
diberikan oleh wajib pajak atau pemerintah, termasuk Pajak
Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja dan pemerintah.
c) Zakat yang diterima dari Badan atau lembaga amil zakat yang
dibentuk atau disahkan pemerintah dan sumbangan keagamaan.
d) Beasiswa

2.5 TARIF PPH 21


Perhitungan tarif pajak pribadi menggunakan tarif progresif sesuai undang-
undang PPh Pasal 17. Mengenai tarif lapisan penghasilan kena pajak,
rencananya pemerintah akan menaikan serta menambah tarif lapisan tersebut
yang tertuang pada Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang
disahkan di sidang paripurna DPR pada 7 Oktober 2021.

Tarif Lama (UU PPh) Tarif Baru (UU HPP)


Penghasilan 0 - Rp 50 juta 5% Penghasilan 0 - Rp 60 juta 5%
Penghasilan Rp 50 juta - Rp 15% Penghasilan Rp 60 juta - Rp 15%
250 juta
250 juta
Penghasilan Rp 250 juta - Rp 25% Penghasilan Rp 250 juta - 25%
500 juta Rp 500 juta
Penghasilan di atas Rp 500 30% Penghasilan Rp 500 juta - 30%
juta Rp 5 miliar
Penghasilan di atas Rp 5 35%
miliar

Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif
yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor
Pokok Wajib Pajak. Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat
dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara menunjukkan kartu
NPWP.
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00
a. Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki
NPWP adalah:
5% x Rp60.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
15% x Rp15.000.000,00 = Rp 2.250.000,00 (+)
Jumlah Rp 5.250.000,00
b. Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki
NPWP adalah:
5% x 120% x Rp 60.000.000,00 = Rp 3.600.000,00
15% x 120% x Rp 15.000.000,00 = Rp 2.700.000,00 (+)
Jumlah Rp 6.300.000,00

2.6 PENGHASILAN KENA PAJAK (PKP) DAN PENGHASILAN TIDAK


KENA PAJAK (PTKP)
a. Penghasilan Kena Pajak (PKP)
1. Pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dikenakan PKP sebesar
penghasilan Neto dikurangi PTKP terbaru.
2. Pegawai tidak tetap dikenakan PKP sebesar penghasilan Bruto
dikurangi PTKP terbaru.
3. Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pemberian jasa dikenakan 50% atas PKP dari
jumlah penghasilan Bruto dikurangi PTKP dalam satu bulan.
b. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) merupakan besaran dari
penghasilan yang tidak dikenakan, artinya seseorang tidak perlu membayar
pajak apabila gaji bulanan tidak mencapai ketentuan PTKP. Meski sudah
diringankan bebannya, orang tersebut tetap wajib melaporkan Surat
Pemberitahuan (SPT). Pada ketentuan tarif PTKP 2019 yang disusun
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 101/ PMK.010/2016.
Sedangkan untuk perhitungan lebih detail ada di dalam Peraturan Direktur
Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016. Untuk ketentuan PTKP bagi pegawai
diatur dalam PMK No. 102/PMK.010/2016 yang belum berubah hingga.
Ketentuan PTKP yang sampai saat ini dijalankan yaitu sebagai berikut :
1. Wajib pajak pribadi berstatus tanpa tanggungan sebesar Rp.
54.000.000
2. Penghasilan istri ditambah dengan penghasilan suami sebesar Rp. 54.
000.000
3. Wajib pajak pribadi dengan status kawin mendapat tambahan sebesar
Rp. 4.500.00
4. Setiap anggota keluarga sedarah yang menjadi tanggungan (maksimal
3 tanggungan) mendapat tambahan sebesar Rp. 4.500.000
c. Status Penghasilan Tidak Kena Pajak
Dalam Penghasilan Tidak Kena Pajak, tidak hanya tarif namun status
PTKP juga penting untuk dipahami. Status tersebut ditulis menggunakan
kode-kode. Penjelasan mengenai sejumlah kode PTKP diuraikan sebagai
berikut:
1. Status Lajang
a.) TK/0 artinya seorang yang belum menikah dan tidak mempunyai
tanggungan.
b.) TK/1 artinya seorang yang belum menikah namun memiliki satu
tanggungan.
c.) TK/2 artinya seorang yang belum menikah dan mempunyai dua
tanggungan.
d.) TK/3 artinya seorang yang belum menikah dan memiliki tiga
tanggungan.
2. Status Kawin
a.) TK/0 artinya telah menikah dan tidak mempunyai tanggungan.
b.) K/1 artinya telah menikah dan memiliki satu tanggungan.
c.) K/2 artinya telah menikah dan memiliki dua tanggungan.
d.) K/3 artinya telah menikah dan memiliki tanggungan.
3. Status PTKP Digabung
a.) K/1/0 artinya penghasilan suami dan istri digabung dan tidak
mempunyai tanggungan.
b.) K/1/1 artinya penghasilan suami dan istri digabung serta memiliki
satu tanggungan.
c.) K/1/2 artinya penghasilan suami dan istri digabung serta memiliki
dua tanggungan.
d.) K/1/3 artinya penghasilan suami dan istri digabung serta memiliki
tiga tanggungan.
2.7 TANGGAL PENYETORAN DAN PELAPORAN PPH 21
Salah satu hal yang penting diketahui dalam melaksanakan kewajiban adalah
pengetahuan akan tanggal-tanggal penting pajak, seperti tanggal batas
penyetoran dan batas pelaporan pajak tiap bulannya.
a. Batas Waktu Penyetoran PPh 21
Pajak yang terutang harus disetorkan tepat waktu sesuai ketentuan yang
berlaku. Jika terlambat menyetorkannya, bisa-bisa Anda dikenakan
sanksi. Batas waktu penyetoran PPh 21 merupakan tanggal 10 setiap
bulannya.
b. Batas Waktu Pelaporan PPh 21
Setelah menyetor kewajiban pajak Anda, hal yang harus dilakukan
berikutnya adalah melapor pajak. Keterlambatan dalam pelaporan pajak
pun dapat membuat Anda terkena sanksi. Batas waktu pelaporan PPh 21
merupakan tanggal 20 setiap bulannya.

Anda mungkin juga menyukai