Anda di halaman 1dari 68

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS TRISAKTI

1
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 AYAT (2)

Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang wajib melakukan


pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a adalah kantor perwakilan negara asing dan organisasi-
organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3.

2
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 AYAT (3)

Penghasilan pegawai tetap atau pensiunan yang dipotong


pajak untuk setiap bulan adalah jumlah penghasilan bruto
setelah dikurangi dengan biaya jabatan atau biaya pensiun
yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan, iuran pensiun, dan Penghasilan Tidak Kena Pajak.

3
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 AYAT (4)

Penghasilan pegawai harian, mingguan, serta pegawai tidak tetap


lainnya yang dipotong pajak adalah jumlah penghasilan bruto
setelah dikurangi bagian penghasilan yang tidak dikenakan
pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan.
Besarnya penghasilan yang dipotong pajak bagi pegawai harian,
mingguan, serta pegawai tidak tetap lainnya adalah jumlah
penghasilan bruto dikurangi dengan bagian penghasilan yang tidak
dikenai pemotongan yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan
Menteri Keuangan, dengan memerhatikan Penghasilan Tidak Kena
Pajak yang berlaku.
4
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 AYAT (5)

Tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tarif pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf a, kecuali ditetapkan lain dengan
Peraturan Pemerintah.

5
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 AYAT (5A)

Besarnya tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak lebih tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.

Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak, antara lain, dengan cara
menunjukkan kartu NPWP.
Contoh:
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000. Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki
NPWP adalah:
5% x Rp50.000.000 = Rp2.500.000
15% x Rp25.000.000 = Rp3.750.000(+)
Jumlah = Rp6.250.000
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:
5% x 120% x Rp50.000.000 = Rp3.000.000
15% x 120% x Rp25.000.000 = Rp4.500.000(+)
Jumlah = Rp7.500.000

6
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 AYAT (1)

Pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak orang
pribadi dalam negeri wajib dilakukan oleh:
a. pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau
bukan pegawai;
b. bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan;
c. dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pensiun dan pembayaran lain
dengan nama apa pun dalam rangka pensiun;
d. badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas; dan
e. penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan
suatu kegiatan.
7
P E M B E R I K E R J A YA N G M E M B AYA R G A J I , U PA H , H O N O R A R I U M ,
T U N J A N G A N , D A N P E M B AYA R A N L A I N S E B A G A I I M B A L A N S E H U B U N G A N
D E N G A N P E K E R J A A N YA N G D I L A K U K A N O L E H P E G AWA I
ATA U B U K A N P E G AWA I
Pemberi kerja yang wajib melakukan pemotongan pajak adalah orang pribadi ataupun
badan yang merupakan induk, cabang, perwakilan, atau unit perusahaan yang
membayar atau terutang gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain
dengan nama apa pun kepada pengurus, pegawai atau bukan pegawai sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dilakukan. Dalam
pengertian pemberi kerja termasuk juga organisasi internasional yang tidak
dikecualikan dari kewajiban memotong pajak.

Yang dimaksud dengan “pembayaran lain” adalah pembayaran dengan nama apa pun
selain gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan pembayaran lain, seperti bonus,
gratifikasi, dan tantiem.

Yang dimaksud dengan “bukan pegawai” adalah orang pribadi yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak
tetap, misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarium dari pemberi kerja.
8
B E N D A H A R A P E M E R I N TA H YA N G M E M B AYA R G A J I , U PA H ,
H O N O R A R I U M , T U N J A N G A N , D A N P E M B AYA R A N L A I N S E H U B U N G A N
D E N G A N P E K E R J A A N , J A S A , ATA U K E G I ATA N

Bendahara pemerintah termasuk bendahara Pemerintah Pusat,


Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-
lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar
negeri yang membayar gaji, upah, tunjangan, honorarium, dan
pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.

Yang termasuk juga dalam pengertian bendahara adalah pemegang kas


dan pejabat lain yang menjalankan fungsi yang sama.

9
D A N A P E N S I U N ATA U B A D A N L A I N YA N G M E M B AYA R K A N U A N G P E N S I U N
DAN
P E M B AYA R A N L A I N D E N G A N N A M A A PA P U N D A L A M R A N G K A P E N S I U N

Yang termasuk “badan lain”, misalnya, adalah badan penyelenggara


jaminan sosial tenaga kerja yang membayarkan uang pensiun,
tunjangan hari tua, tabungan hari tua, dan pembayaran lain yang sejenis
dengan nama apa pun.

Yang termasuk dalam pengertian uang pensiun atau pembayaran lain


adalah tunjangan-tunjangan baik yang dibayarkan secara berkala
ataupun tidak yang dibayarkan kepada penerima pensiun, penerima
tunjangan hari tua, dan penerima tabungan hari tua.

10
B A D A N YA N G M E M B AYA R H O N O R A R I U M ATA U P E M B AYA R A N L A I N
SEBAGAI IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN JASA TERMASUK JASA
T E N A G A A H L I YA N G M E L A K U K A N
PEKERJAAN BEBAS

Yang termasuk dalam pengertian badan adalah organisasi internasional


yang tidak dikecualikan berdasarkan ayat (2).

Yang termasuk tenaga ahli orang pribadi, misalnya, adalah dokter,


pengacara, dan akuntan, yang melakukan pekerjaan bebas dan
bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama
persekutuannya.

11
PENYELENGGARA KEGIATAN YANG MELAKUKAN
PEMBAYARAN SEHUBUNGAN DENGAN PELAKSANAAN
SUATU KEGIATAN

Penyelenggara kegiatan wajib memotong pajak atas pembayaran hadiah


atau penghargaan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu
kegiatan. Dalam pengertian penyelenggara kegiatan termasuk antara
lain badan, badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi
internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang
menyelenggarakan kegiatan. Kegiatan yang diselenggarakan, misalnya
kegiatan olahraga, keagamaan, dan kesenian.

12
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 AYAT (8)

Ketentuan mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan


dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan diatur dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

13
PEMOTONG PPH PASAL 21
( PA S A L 2 1 U U P P H N O . 3 6 / 2 0 0 8 J O P M K N O . 2 5 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 )

1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat
maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar imbalan sehubungan
dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh :
a. pegawai atau
b. bukan pegawai, yaitu orang pribadi yang menerima atau
memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan
ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau
memperoleh honorarium dari pemberi kerja;
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau
pemegang kas kepada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI,
Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga
negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang
membayarkan imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan
kegiatan;

14
PEMOTONG PPH PASAL 21
( PA S A L 2 1 U U P P H N O . 3 6 / 2 0 0 8 J O P M K N O . 2 5 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 )
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain yang
membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua;
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar :
a. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa
dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam
negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak
untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
b. honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan
dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri;
c. honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
dan
5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada
Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

15
BUKAN PEMOTONG PPH PASAL 21
( PA S A L 2 1 U U P P H N O . 3 6 / 2 0 0 8 J O P M K N O . 2 5 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 )

1. Kantor perwakilan negara asing;


2. Organisasi-organisasi internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri
Keuangan, (215/PMK.03/2008) dengan syarat:
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
b. Organisasi tersebut tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain
untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain pemberian
pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran
para anggota
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
16
OBYEK PEMOTONGAN PPH PASAL 21
( PA S A L 2 1 U U P P H N O . 3 6 / 2 0 0 8 J O P M K N O . 2 5 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 )

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa


penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan
penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus
berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis;
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee,
dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang 17
dilakukan;
OBYEK PEMOTONGAN PPH PASAL 21
( PA S A L 2 1 U U P P H N O . 3 6 / 2 0 0 8 J O P M K N O . 2 5 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 )

6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis
dengan nama apa pun;
7. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh
a. bukan Wajib pajak;
b. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
c. Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus
(deemed profit)
8. Penghasilan berupa penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya di atas didasarkan
pada harga pasar atas barang yang diberikan atau nilai wajar atas pemberian kenikmatan yang
diberikan
Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas yang diterima atau diperoleh orang pribadi Subjek Pajak luar
negeri merupakan penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26.
Dalam hal penghasilan di atas diterima atau diperoleh dalam mata uang asing, penghitungan PPh Pasal
21 dan atau PPh Pasal 26 didasarkan pada nilai tukar (kurs) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan
18

yang berlaku pada saat pembayaran penghasilan tersebut atau pada saat dibebankan sebagai biaya.
NON OBYEK PEMOTONGAN PPH PASAL 21
( PA S A L 2 1 U U P P H N O . 3 6 / 2 0 0 8 J O P M K N O . 2 5 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 )

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan


dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan, termasuk Pajak Penghasilan yang
ditanggung oleh pemberi kerja, yang diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah,
Wajib Pajak yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan Wajib
Pajak yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan
khusus (deemed profit);
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan ;
4. Iuran Jaminan Hari Tua kepada badan penyelenggara Jamsostek yang dibayar oleh
pemberi kerja;
5. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah;

19
NON OBYEK PEMOTONGAN PPH PASAL 21
( PA S A L 2 1 U U P P H N O . 3 6 / 2 0 0 8 J O P M K N O . 2 5 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 )

6. Sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia
yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah;
7. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 (3) huruf l Undang-Undang Pajak
Penghasilan 2008 juncto PMK No. 246/PMK.03/2008, yaitu
a. Beasiswa diterima atau diperoleh Warga Negara Indonesia dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri pada
tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi;
b. Warga Negara Indonesia penerima beasiswa tersebut tidak mempunyai hubungan
istimewa dengan Pemilik; Komisaris; Direksi; atau Pengurus, dari Wajib Pajak
pemberi beasiswa;
c. Komponen beasiswa terdiri dari biaya pendidikan yang dibayarkan ke sekolah
(tuition fee), biaya ujian, biaya penelitian yang berkaitan dengan bidang studi yang
diambil, biaya untuk pembelian buku, dan/atau biaya hidup yang wajar sesuai
dengan daerah lokasi tempat belajar.

20
BIAYA JABATAN ATAU BIAYA PENSIUN

Keterangan KMK No. 521/KMK.04/1998 PMK No. 250/PMK.03/2008


(1 Januari 1999 s.d 31 tanggal 31 Desember 2008,
Desember 2008) berlaku 1 Januari 2009

Biaya Jabatan 5% x Penghasilan Bruto 5% x Penghasilan Bruto


setinggi-tingginya setinggi-tingginya
Rp 1.296.000 setahun atau Rp 6.000.000 setahun atau
Rp 108.000 sebulan Rp 500.000 sebulan

Biaya Pensiun 5% x Penghasilan Bruto 5% x Penghasilan Bruto


setinggi-tingginya setinggi-tingginya
Rp 432.000 setahun atau Rp Rp 2.400.000 setahun atau
36.000 sebulan Rp 200.000 sebulan

21
TARIF PPH WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


(UU PPh No. 17 Tahun 2000)
1. S.d Rp 25.000.000,- 5%
2. Di atas Rp25.000.000,- s.d. Rp 50.000.000,- 10%
3. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 100.000.000 15%
4. Di atas Rp100.000.000,- s.d.Rp200.000.000,- 25%
5. Di atas Rp200.000.000,- 35%

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif


(UU PPh No. 36 Tahun 2008)
1. S.d. Rp 50.000.000,- 5%
2. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000 15%
3. Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp500.000.000,- 25%
4. Di atas Rp500.000.000,- 30%

22
PERBEDAAN TARIF PPH PASAL 21 WPOP BER-NPWP
DENGAN WPOP TANPA NPWP

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh Pasal 21


WPOP Ber-NPWP
1. S.d. Rp 50.000.000,- 5%
2. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000 15%
3. Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp500.000.000,- 25%
4. Di atas Rp500.000.000,- 30%

No. Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif PPh Pasal 21


WPOP Tanpa NPWP
1. S.d. Rp 50.000.000,- 5% x 120% = 6%
2. Di atas Rp50.000.000,- s.d. Rp 250.000.000 15% x 120% = 18%
3. Di atas Rp250.000.000,- s.d.Rp500.000.000,- 25% x 120% = 30%
4. Di atas Rp500.000.000,- 30% x 120% = 36%

23
PENURUNAN TARIF LAPISAN TERTINGGI WPOP

Tarif tertinggi PPh orang pribadi dapat diturunkan menjadi


paling rendah 25% yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Alasan :
Agar tarif lapisan tertinggi PPh OP dapat diturunkan jika
dipandang perlu untuk disesuaikan dengan penurunan tarif
PPh badan.

24
P E N G H A S I L A N T I DA K K E N A PA J A K
P M K 1 0 1 / P M K . 0 1 0 / 2 0 1 6 TA N G G A L 2 2 J U N I 2 0 1 6

Uraian Besaran PTKP


Diri WPOP Rp 54.000.000,00
Tambahan untuk WP yang kawin Rp 4.500.000,00
Tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan
Rp 54.000.000,00
suami
Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus satu serta anak angkat yang menjadi
Rp 4.500.000,00
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap anggota
keluarga
No Keterangan Uraian Besaran PTKP
Suami isteri memiliki keadaan PH atau MT K/I/0 Rp 112.500.000,00
(Apabila suami isteri memiliki keadaan PH atau MT, maka dikenai pajak K/I/1 Rp 117.000.000,00
berdasarkan penggabungan penghasilan neto suami dan penghasilan neto
K/I/2 Rp 121.500.000,00
1 istri, serta besarnya PPh terutang yang harus dilunasi oleh masing-masing
suami-isteri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka
(di hitung secara proporsional). K/I/3 Rp 126.000.000,00

TK/0 Rp 54.000.000,00
Suami isteri telah hidup berpisah berdasarkan putusan hakim (HB) TK/1 Rp 58.500.000,00
2
dengan melihat hak asuh tanggungan ada dipihak suami/istri. TK/2 Rp 63.000.000,00
TK/3 Rp 67.500.000,00
25
HA L-HA L TE RTE NTU PE NGHA S ILA N S UA M I DA N IS TE RI
DIKE NAI PAJAK S E CARA TE RPIS AH

Suami istri telah hidup berpisah berdasarkan putusan


hakim (HB-Hidup Berpisah).

Dalam hal karyawati kawin tersebut dapat membuktikan


dengan surat keterangan tertulis minimal
darikecamatan yang menyatakan bahwa suaminya tidak
menerima penghasilan, maka besarnya PTKP yang dapat
diberikan yaitu sebesar PTKP untuk dirinya sendiri +
PTKP status kawin + PTKP untuk tambahan keluarga yang
menjadi tanggungan sepenuhnya maksimal 3 (tiga) orang.
26
P T K P B A G I K A RYAW AT I K AW I N YA N G M E N G G U N A K A N N P W P S UA M I DA L A M
P E M E N U H A N H A K DA N P E L A K S A N A A N K E WA J I B A N P E R PA J A K A N N YA

PTKP yang diberikan oleh pemberi kerja dalam


penghitungan PPh Pasal 21 adalah sebesar untuk
dirinya sendiri saja, sehingga statusnya dianggap TK/0.

Dikehendaki secara tertulis oleh suami-isteri


berdasarkan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan (PH-Pisah Harta)

Dikehendaki oleh isteri yang memilih untuk


menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri
(MT-Memilih Terpisah)

Apabila suami isteri memiliki keadaan PH atau MT, maka dikenai pajak berdasarkan
penggabungan penghasilan neto suami dan penghasilan neto istri, serta besarnya PPh
terutang yang harus dilunasi oleh masing-masing suami-isteri dihitung sesuai dengan
perbandingan penghasilan neto mereka (di hitung secara proporsional). 27
PTKP ATAS WARISAN

Penghasilan dari Warisan yang belum terbagi pada prinsipnya merupakan hak dan dapat
dibagikan kepada para ahli Waris yang berhak, dan penghasilan tersebut harus
digunggungkan dengan penghasilan lainnya yang diterima atau diperoleh masing-masing ahli
Waris. Dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak masing-masing ahli Waris telah
memperoleh pengurangan berupa PTKP, maka dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak
atas penghasilan yang berasal dari Warisan yang belum terbagi tidak diberikan pengurangan
berupa PTKP.

28
PENGHITUNGAN PPH PASAL 21
Penghasilan Bruto

Pegawai Tetap Pensiunan Pegawai tidak Distributor MLM


tetap, pemagang, & Direct Selling,
Gaji, Tunjangan Uang Pensiun Kegiatan sejenis
capeg
Terkait dgn gaji Bln, Tunjangan

Dikurangi: Honorarium Honorarium


•Biaya jabatan, Dikurangi:
5% dr. pengh. •Biaya pensiun,
bruto maks. 5% dr. pengh.
Rp. 6.000.000/thn bruto maks.
atau Rp 500.000/bln Rp. 2.400.000/thn
•Iuran yg terkait atau Rp 200.000/bln
dgn pengh. tetap

Pengh. Netto Dikurangi PTKP PTKP Bulanan

Penghasilan Kena Pajak


Tarif Ps. 17 UU PPh 29
(dibulatkan ke bawah ribuan penuh)
PPh Pasal 21
Bukan Pegawai

Berkesinambungan Tidak
berkesinambungan Exc. Pasal 13 ayat (1) berkesinambungan

(50 % x Ph Bruto)
(50 % x Ph Bruto)
- (50 % x Ph Bruto)
PTKP sebulan,
Dihitung secara
Dihitung secara
kumulatif
kumulatif

Dalam hal Dokter Yang Praktik di RS/Klinik Jumlah Penghasilan Bruto adalah
Sebesar Jasa Dokter Yang Dibayarkan Pasien melalui RS/Klinik sebelum
Dipotong Biaya-Biaya atau Bagi Hasil RS/Klinik
30
B AG I A N P E N G H A S I L A N S E H U BU N G A N D E N G A N
P E K E R J A A N DA R I P E G AWA I H A R I A N DA N M I N G G UA N
S E RTA P E G AWA I T I DA K T E TA P L A I N N YA YA N G T I DA K
D I K E N A K A N P E M OTO N G A N P P H
(PMK 102/PMK.010/2016)

Penghasilan Bruto sampai TIDAK dikenakan


dengan Rp 450.000,00/hari
Pemotongan PPh

Penghasilan Bruto melebihi


Rp 450.000,00/hari Dikenakan
Penghasilan Bruto dibayarkan Pemotongan PPh
secara bulanan

Ketentuan tidak berlaku atas penghasilan berupa honorarium atau komisi


yang dibayarkan kepada penjaja barang dan petugas dinas luar asuransi

31
No KETERANGAN PEMBERI KERJA PEGAWAI
1 Jaminan Hari Tua / Tunjangan Hari Tua (Iuran JHT /THT) Ditanggung Pemberi DEDUCTIBLE NON
Kerja dan dibayarkan ke BPJS EXPENSE TAXABLE INCOME

JHT ditanggung Pegawai NON DEDUCTIBLE


(mengurangi Take Home Pay Pegawai) DEDUCTIBLE EXPENSE
EXPENSE
Jaminan Hari Tua / Tunjangan Hari Tua (Iuran JHT /THT) Ditanggung
Pegawai dan dibayarkan ke BPJS
2 Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) DEDUCTIBLE TAXABLE
JKK Ditanggung Pemberi Kerja EXPENSE INCOME

JKK ditanggung Pegawai NON NON


(mengurangi Take Home Pay Pegawai) DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE
EXPENSE EXPENSE
Pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau
santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak.

3 Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPM) DEDUCTIBLE TAXABLE


JPM ditanggung Pemberi Kerja EXPENSE INCOME

JPM ditanggung Pegawai NON NON


(mengurangi Take Home Pay Pegawai) DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE
EXPENSE EXPENSE
Pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau
santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak.

4 Jaminan Kematian (JKM) DEDUCTIBLE TAXABLE


JKM ditanggung Pemberi Kerja EXPENSE INCOME

JKM ditanggung Pegawai NON NON


(mengurangi Take Home Pay Pegawai) DEDUCTIBLE DEDUCTIBLE
EXPENSE EXPENSE
Pada saat orang pribadi dimaksud menerima penggantian atau
santunan asuransi, penerimaan tersebut bukan merupakan Objek Pajak. 32
J A M I N A N K E C E L A K A A N K E R J A ( I U R A N D I B AYA R O L E H P E M B E R I K E R J A )
(SUMBER : BPJS KETENAGAKERJAAN)

Memberikan perlindungan atas risiko-risiko kecelakaan yang terjadi dalam hubungan kerja, termasuk kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan dari rumah menuju
tempat kerja atau sebaliknya dan penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja. Dikelompokkan dalam 5 (lima) kelompok tingkat risiko lingkungan kerja, meliputi:

Tingkat risiko sangat rendah : 0,24 % dari upah sebulan;

Tingkat risiko rendah : 0,54 % dari upah sebulan;

Tingkat risiko sedang : 0,89 % dari upah sebulan;

Tingkat risiko tinggi : 1,27 % dari upah sebulan; dan

Tingkat risiko sangat tinggi : 1,74 % dari upah sebulan.

Pengelompokan tingkat risiko lingkungan kerja dievaluasi paling lama setiap 2 (dua) tahun

Peserta yang mengalami kecelakaan kerja atau penyakit akibat kerja berhak atas manfaat JKK berupa pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis dan santunan berupa
uang.

• Manfaat JKK berupa pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan medis (tidakada batasan plafon biaya tertentu) yang meliputi: pemeriksaan dasar dan penunjang;
perawatan tingkat pertama dan lanjutan; rawat inap kelas I rumah sakit pemerintah, rumah sakit pemerintah daerah, atau rumah sakit swasta yang setara;
perawatan intensif; penunjang diagnostik; pengobatan; pelayanan khusus; alat kesehatan dan implan; jasa dokter/medis; operasi; transfusi darah; dan rehabilitasi
medik.

• Dalam keadaan emergensi dapat berobat di faskes yang tidak bekerjasama, klaim dapat diajukan ke BPJS Ketenagakerjaan.

• Pelayanan Return to work berupa pendampingan kepada peserta yang mengalami kecelakaan kerja yang mengalami atau berpotensi cacat, mulai dari terjadinya
musibah kecelakaan sampai dengan dapat kembali bekerja.

• Pelayanan Promotif dan preventif untuk mendukung keselamatan dan kesehatan kerja guna menurunkan angka kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.

• Santunan berupa uang meliputi:

• Penggantian biaya pengangkutan peserta yang mengalami kecelakaan kerja/penyakit akibat kerja, ke rumah sakit dan/atau kerumahnya, termasuk biaya
pertolongan pertama pada kecelakaan : angkutan darat/sungai,danau maksimal Rp1.000.000,00; angkutan laut maksimal Rp1.500.000,00; angkutan udara maksimal
Rp2.500.000,00

• Santunan sementara tidak mampu bekerja yang dibayar selama peserta tidak mampu bekerja sampai peserta dinyatakan sembuh atau cacat sebagian anatomis atau
cacat sebagian fungsi atau cacat total tetap atau meninggal dunia berdasarkan surat keterangan dokter yang merawat dan/atau dokter penasehat : 6 (enam) bulan
pertama diberikan sebesar 100% dari upah; 6 (enam) bulan kedua diberikan sebesar 75 % dari upah; 6 (enam) bulan ketiga dan seterusnya diberikan sebesar 50% dari
upah
33
• santunan cacat sebagian anatomis, cacat sebagian fungsi, dan cacat total tetap :Cacat Sebagian Anatomis sebesar = % sesuai tabel x 80 x upah sebulan; Cacat Sebagian
Fungsi = % berkurangnya fungsi x % sesuai tabel x 80 x upah sebulan; Cacat Total Tetap = 70% x 80 x upah sebulan;
J A M I N A N K E M AT I A N ( I U R A N D I B AYA R O L E H P E M B E R I K E R J A )
(SUMBER : BPJS KETENAGAKERJAAN)

• Memberikan manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja.

• Iuran JKM :
• bagi peserta penerima gaji atau upah sebesar 0,30% (nol koma tiga puluh persen) dari gaji atau upah sebulan

• Iuran JKM bagi peserta bukan penerima upah sebesar Rp 6.800,00 (enam ribu delapan ratus Rupiah) setiap bulan
• Manfaat Jaminan Kematian dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila peserta meninggal dunia dalam masa aktif (manfaat perlindungan
6 bulan tidak berlaku lagi), terdiri atas:
• Santunan sekaligus Rp16.200.000,00 (enam belas juta dua ratus ribu rupiah);
• Santunan berkala 24 x Rp200.000,00 = Rp4.800.000,00 (empat juta delapan ratus ribu rupiah) yang dibayar
sekaligus;
• Biaya pemakaman sebesar Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah); dan

• Beasiswa pendidikan anak diberikan kepada setiap peserta yang meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja
dan telah memiliki masa iur paling singkat 5 (lima) tahun yang diberikan sebanyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) untuk setiap peserta.

• Besarnya iuran dan manfaat program JKM bagi peserta dilakukan evaluasi secara berkala paling lama setiap 2 (dua) tahun

34
P RO G R A M J A M I N A N H A R I T UA ( J H T )
(SUMBER : BPJS KETENAGAKERJAAN)
• Kepesertaan bersifat wajib sesuai penahapan kepesertaan

• Kepesertaan :

• Penerima upah selain penyelenggara negara: Semua pekerja baik yang bekerja pada perusahaan dan perseorangan, dan Orang asing yang bekerja di Indonesia
lebih dari 6 bulan

• Bukan penerima upah : Pemberi kerja, dan Pekerja di luar hubungan kerja/mandiri

• Pekerja bukan penerima upah selain pekerja di luar hubungan kerja/mandiri

• Jika pengusaha mempunyai lebih dari satu perusahaan, masing-masing wajib terdaftar.

• Jika peserta bekerja di lebih dari satu perusahaan, masing-masing wajib didaftarkan sesuai penahapan kepesertaan.

• Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang besarnya merupakan nilai akumulasi iuran ditambah hasil pengembangannya, yang dibayarkan secara sekaligus apabila : Peserta
mencapai usia 56 tahun; meninggal dunia; cacat total tetap, dan Meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya

• Hasil pengembangan JHT paling sedikit sebesar rata-rata bunga deposito counter rate bank pemerintah.

• Manfaat JHT sebelum mencapai usia 56 tahun dapat diambil sebagian jika mencapai kepesertaan 10 tahun dengan ketentuan sebagai berikut:

• Diambil max 10 % dari total saldo sebagai persiapan usia pensiun

• Diambil max 30% dari total saldo untuk uang perumahan

• Iuran dan Tata Cara Pembayaran JHT


Pengambilan sebagian tersebut hanya dapat dilakukan sekali selama menjadi peserta

• Keterangan
Jika setelah mencapai usia 56 tahun peserta masih bekerja dan memilih untukPenerima Upah
menunda pembayaran JHT maka JHT dibayarkan saat Bukan Penerima
yang bersangkutan Upah
berhenti bekerja.

• BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan informasi kepada peserta mengenai


5,7% dari upah: besarnya saldo JHT beserta hasil pengembangannya 1 (satu)
Didasarkan kalinominal
pada dalam setahun.
tertentu yang ditetapkan dalam
Besar Iuran
2% pekerja daftar sesuai lampiran I PP
• Apabila peserta meninggal dunia, urutan ahli waris yang berhak ataspemberi
3,7% manfaatkerja
JHT sbb : Janda/duda; Anak; Orang tua, cucu;
DaftarSaudara Kandung;
iuran dipilih olehMertua;
peserta Pihak
sesuaiyang
penghasilan
ditunjuk dalam wasiat, dan Apabila tidak ada ahli waris dan wasiat maka JHT dikembalikan ke Balai Harta peserta Peninggalan
masing-masing

• Upah
Jika terjadi yangbayar
JHT kurang dijadikan Upah
dasarupah yang tidak
akibat pelaporan sebulan,
sesuai, yaitu
menjadi terdiri atas upah
tanggungjawab pokok & tunjangan
perusahaan -
tetap

Cara pembayaran Dibayarkan oleh perusahaan Paling lama tanggal 15 bulan Dibayarkan sendiri atau melalui wadah
berikutnya Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

Denda 2% untuk tiap bulan keterlambatan dari iuran yang


dibayarkan
35
P RO G R A M I U R A N P E N S I U N
(SUMBER : BPJS KETENAGAKERJAAN)

• Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pasal 39 - 42 sebagai berikut:

• Prinsip asuransi sosial atau tabungan wajib

• Manfaat pasti, berdasarkan formula yang ditetapkan.

• Usia pensiun ditetapkan dengan peraturan perundangan

• Jenis manfaat jaminan pensiun;

• Pensiun hari tua

• Pensiun cacat

• Pensiun janda/duda

• Pensiun anak (manfaat pensiun anak berakhir apabila menikah, bekerja tetap, atau mencapai usia 23 tahun)

• Pensiun orang tua

• Pembayaran secara berkala diberikan apabila peserta mencapai masa iur minimal 15 tahun. Apabila masa iur tidak mencapai 15 tahun maka manfaat diberikan berdasarkan
akumulasi iuran ditambah hasil pengembangan.

• Ketentuan lebih lanjut tentang manfaat diatur dengan Peraturan Presiden.

• Iuran untuk penerima upah ditentukan berdasarkan persentase tertentu yang ditanggung bersama antara pekerja dan pemberi kerja.

• Ketentuan lebih lanjut tentang iuran diatur oleh Peraturan Pemerintah.

• BPJS Ketenagakerjaan diamanatkan untuk menyelenggarakan Program Jaminan Pensiun sesuai UU Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) pasal 6
ayat (2).

• Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun saat ini diinformasikan telah ditandatangani oleh Presiden dan dalam proses
pengundangan.

• RPP tersebut mengatur hal-hal sebagai berikut;

• Iuran ditetapkan 3% (pekerja 1% dan pengusaha 2%)

• Upah maksimum dilaporkan (ceiling wage) ditetapkan Rp. 7 juta

• Manfaat pensiun ditetapkan:

• Manfaat Pensiun Hari Tua (MPHT), manfaat bulanan ditetapkan berdasarkan formula 36

• Manfaat Pensiun Cacat (MPC), manfaat bulanan ditetapkan berdasarkan formula


B EN EFIT IN CA SH & B EN EFIT IN KIN D
DALAM P E NGH I T U NGAN P P H PASAL 2 1

Pemberi BENEFIT IN BENEFIT IN


Penghasilan CASH KIND
Wajib Pajak Pemerintah Obyek PPh Pasal 21 Non Obyek PPh Pasal
21
Non Wajib Pajak (kantor perwakilan negara Obyek PPh Pasal 21 Obyek PPh Pasal 21
asing dan organisasi internasional menurut
PMK)

Wajib Pajak yang Dikenakan Final Obyek PPh Pasal 21 Obyek PPh Pasal 21
(persewaan tanah dan/atau bangunan)

Wajib Pajak yang Dikenakan PPh Obyek PPh Pasal 21 Obyek PPh Pasal 21
Berdasarkan Norma Penghitungan Khusus
(deemed profit) : perusahaan charter pesawat,
perusahaan pelayaran dalam negeri, WPLN
dibidang pelayaran atau penerbangan jalur
internasional, WPLN yang memiliki Kantor
Perwakilan Dagang di Indonesia

Wajib Pajak lainnya (selain diatas) Obyek PPh Pasal 21 Non Obyek PPh Pasal
37
21
PPH PASAL 21 DITANGGUNG PEGAWAI
(GROSS METHOD)
PPh Pasal 21 (taxable income)

PPh Badan (deductible expenses)


Pegawai menanggung beban pajaknya sendiri. Penghasilan yang diterima
pegawai akan berkurang sebesar PPh Pasal 21 yang dipotong perusahaan
Contoh :
Pembayaran gaji pokok, uang lembur, THR, tunjangan (makan, transportasi,
PPh Pasal 21, pengobatan, perumahan), premi asuransi dibayar perusahaan,
penggantian pengobatan, pemberian uang sewa rumah, uang cuti,
pemberian uang selain pembagian laba.
38
PPH PASAL 21 DITANGGUNG PEMBERI KERJA
(NET METHOD)
PPh Pasal 21 (non taxable income)

PPh Badan (non deductible expenses)


PPh Pasal 21 diakui sebagai natura/kenikmatan (pajak ditanggung perusahaan).
Pegawai akan menerima imbalan sejumlah tertentu dan perusahaan akan
memotong PPh Pasal 21 sesuai dengan tarif yang berlaku. Perusahaan
menanggung beban PPh Pasal 21 sebagian maupun seluruhnya dalam Bentuk
Benefit In Kind. Penghasilan yang diterima pegwai utuh tanpa adanya
pengurang PPh Pasal 21, kecuali perusahaaan menanggung sebagian.

39
TUNJANGAN PPH PASAL 21 (GROSS UP
METHOD)
PPh Pasal 21 (taxable income)

PPh Badan (deductible expenses)

Perusahaan menanggung beban pajak pegawai sebagian atau seluruhnya melalui pemberian Tunjangan Pajak sehingga
penghasilan pegawai bertambah dengan adanya tunjangan pajak.

Jika perusahaan dalam kondisi rugi, metode ini tidak baik karena beban perusahaan akan semakin tinggi mengingat
Tunjangan PPh Pasal 21 tersebut akan mnambah penghasilan pegawai.

Besarnya tunjangan PPh Pasal 21 melalui Gross Up akan sama dengan PPh Pasal 21 yang sesungguhnya.

40
TA X S T R AT E G Y : P P H PA S A L 2 1 ( F I S C A L A C C O U N T I N G J O U R N A L )

Keterangan PPh Pasal 21 Ditanggung Tunjangan PPh Pasal 21


Pemberi Kerja (gross up)
LABA RUGI LABA RUGI LABA RUGI LABA RUGI
KOMERSIAL FISKAL KOMERSIAL FISKAL

Penghasilan Bruto 15.000.000 15.000.000 15.000.000 15.000.000

Biaya-biaya Operasi :
a.Biaya Gaji 10.000.000 10.000.000 10.000.000 10.000.000
b.Biaya PPh Pasal 21 500.000 - - -
c.Tunjangan PPh - - 526.316 526.316

Total Biaya Operasi 10.500.000 10.000.000 10.526.316 10.526.316

Penghasilan Neto 4.500.000 5.000.000 4.473.684 4.473.684

PPh terutang
PPh Badan (25%) - 1.250.000 - 1.118.421
PPh Pasal 21 (5%) - 500.000 - 526.316

1.750.000 1.644.737
41
TAX STRATEGY : PPH PASAL 21 (FISCAL
ACCOUNTING JOURNAL)
Keterangan DEBIT KREDIT
PPh Pasal 21 Ditanggung Pegawai :
BIAYA GAJI (deductible expenses) 10.000.000
UTANG PPh PASAL 21 500.000
KAS/BANK 9.500.000
Take Home Pay Pegawai = 9.500.000

PPh Pasal 21 Ditanggung Pemberi Kerja :


BIAYA GAJI (deductible expenses) 10.000.000
BIAYA PPh PASAL 21 (non deductible expenses) 500.000
UTANG PPh PASAL 21 500.000
KAS/BANK 10.000.000

Tunjangan PPh Pasal 21 (gross up) :


BIAYA GAJI (deductible expenses) 10.000.000
TUNJANGAN PPh PASAL 21 (deductible expenses) 526.316
UTANG PPh PASAL 21 526.316
KAS/BANK 10.000.000

42
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (1)
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang
dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan, atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan
pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha
tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib
membayarkan:
a. dividen;
b. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang;
c. royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan;
e. hadiah dan penghargaan;
f. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
h. keuntungan karena pembebasan utang.

43
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (1)

Pemotongan pajak berdasarkan ketentuan ini wajib dilakukanoleh badan pemerintah,


subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau
perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada Wajib
Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia dengan tarif sebesar 20% dari
jumlah bruto.
Jenis-jenis penghasilan yang wajib dilakukan pemotongan dapat digolongkan dalam:
1. penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk dividen, bunga termasuk
premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang, royalti, dan
sewa serta penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
2. imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, atau kegiatan;
3. hadiah dan penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
4. pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
5. premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
6. keuntungan karena pembebasan utang.
44
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (1)

Sesuai dengan ketentuan ini, misalnya suatu badan subjek


pajak dalam negeri membayarkan royalti sebesar
Rp100.000.000 kepada Wajib Pajak luar negeri, subjek pajak
dalam negeri tersebut berkewajiban untuk memotong Pajak
Penghasilan sebesar 20% dari Rp100.000.000.

45
CONTOH : PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT
(1)

Sebagai contoh lain, seorang atlet dari luar negeri yang ikut
mengambil bagian dalam perlombaan lari maraton di
Indonesia kemudian merebut hadiah uang maka atas hadiah
tersebut dikenai pemotongan Pajak Penghasilan sebesar 20%.

46
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (1A)

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya
menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia yang menerima penghasilan dari
Indonesia ditentukan berdasarkan tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak yang
sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (beneficial owner). Oleh karena itu,
negara domisili tidak hanya ditentukan berdasarkan Surat Keterangan Domisili, tetapi juga
tempat tinggal atau tempat kedudukan dari penerima manfaat dari penghasilan dimaksud.

Dalam hal penerima manfaat adalah orang pribadi, negara domisilinya adalah negara tempat
orang pribadi tersebut bertempat tinggal atau berada, sedangkan apabila penerima manfaat
adalah badan, negara domisilinya adalah negara tempat pemilik atau lebih dari 50% pemegang
saham baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama berkedudukan atau efektif manajemennya
berada.
47
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (2)

Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam
Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap
di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri
dipotong pajak 20% dari perkiraan penghasilan neto.

Ketentuan ini mengatur tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang bersumber di Indonesia, selain dari penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yaitu penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta,
dan premi asuransi, termasuk premi reasuransi. Atas penghasilan tersebut dipotong pajak
sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto dan bersifat final. Menteri Keuangan diberikan
wewenang untuk menetapkan besarnya perkiraan penghasilan neto dimaksud, serta hal-hal lain
dalam rangka pelaksanaan pemotongan pajak tersebut.

Ketentuan ini tidak diterapkan dalam hal Wajib Pajak luar negeri tersebut menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia atau apabila penghasilan
dari penjualan harta tersebut telah dikenai pajak berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2).

48
P E R AT U R A N M E N T E R I K E U A N G A N T E N TA N G P E M O T O N G A N PA J A K P E N G H A S I L A N PA S A L 2 6
ATA S P E N G H A S I L A N D A R I P E N J U A L A N ATA U P E N G A L I H A N H A R TA D I I N D O N E S I A , K E C U A L I
YA N G D I AT U R D A L A M PA S A L 4 AYAT ( 2 ) U N D A N G - U N D A N G PA J A K P E N G H A S I L A N YA N G
D I T E R I M A ATA U D I P E R O L E H W A J I B PA J A K L U A R N E G E R I S E L A I N B E N T U K
U S A H A T E TA P D I I N D O N E S I A
( P M K N O. 8 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 9 TA N G G A L 2 2 A P R I L 2 0 0 9 )

1) Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia, kecuali yang
diatur dalam Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap (BUT), dipotong Pajak
Penghasilan Pasal 26 sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan
neto dan bersifat final.
2) Terhadap Wajib Pajak Luar Negeri yang berkedudukan di negara-negara yang telah
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia,
pemotongan pajak hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak
pemajakannya ada pada pihak Indonesia.
3) Besarnya perkiraan penghasilan net adalah 25 % (dua puluh lima persen) dari harga
jual.
4) Penjualan atau pengalihan harta adalah penjualan atau pengalihan harta berupa
perhiasan mewah, berlian, emas, intan, jam tangan mewah, barang antik, lukisan,
mobil, motor, kapal pesiar, dan/ atau pesawat terbang ringan.
49
P E R AT U R A N M E N T E R I K E U A N G A N T E N TA N G P E M O T O N G A N PA J A K P E N G H A S I L A N PA S A L 2 6
ATA S P E N G H A S I L A N D A R I P E N J U A L A N ATA U P E N G A L I H A N H A R TA D I I N D O N E S I A , K E C U A L I
YA N G D I AT U R D A L A M PA S A L 4 AYAT ( 2 ) U N D A N G - U N D A N G PA J A K P E N G H A S I L A N YA N G
D I T E R I M A ATA U D I P E R O L E H W A J I B PA J A K L U A R N E G E R I S E L A I N B E N T U K
U S A H A T E TA P D I I N D O N E S I A
( P M K N O. 8 2 / P M K . 0 3 / 2 0 0 9 TA N G G A L 2 2 A P R I L 2 0 0 9 )
5) Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
Luar Negeri dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 oleh pembeli yang ditunjuk sebagai pemotong pajak
dan kepada Wajib Pajak Luar Negeri selaku penjual diberikan bukti pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 26.
6) Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Luar Negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dari
penjualan atau pengalihan harta yang besarnya tidak melebihi Rp10.000.000 (sepuluh juta rupiah) untuk
setiap jenis transaksi, dikecualikan dari pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26.
7) Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 wajib memotong dan menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 26
yang terutang dengan menggunakan nama Wajib Pajak Luar Negeri yang menjual atau mengalihkan
harta paling lama tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi pada Kantor Pos atau
bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
8) Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 wajib melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 26 yang dipotong
kepada Direktur Jenderal Pajak paling lama tanggal 20 bulan berikutnya.
9) Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 26 yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan Menteri Keuangan ini dikenai sanksi sesuai peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penunjukan pemotong, tata cara pemotongan, penyetoran dan
pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di
Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap di Indonesia, diatur dengan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak 50
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (2A)

Atas penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18
ayat (3c) dipotong pajak sebesar 20% dari perkiraan penghasilan neto.

51
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (3)

Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (2a) diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

52
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (4)

Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu


bentuk usaha tetap di Indonesia dikenai pajak sebesar 20%,
kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia,
yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

53
CONTOH : PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT
(4)

Penghasilan Kena Pajak bentuk usaha tetap di


Indonesia dalam tahun 2009 Rp17.500.000.000
Pajak Penghasilan: 28% x Rp17.500.000.000 Rp 4.900.000.000 (-)
Penghasilan Kena Pajak setelah pajak Rp12.600.000.000

Pajak Penghasilan Pasal 26 yang terutang :


20% x Rp12.600.000.000 = Rp2.520.000.000

Apabila penghasilan setelah pajak sebesar Rp12.600.000.000 tersebut


ditanamkan kembali di Indonesia sesuai dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak.

54
PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT (5)

Pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (2a), dan ayat
(4) bersifat final, kecuali:
a. pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b
dan huruf c; dan
b. pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
luar negeri yang berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk
usaha tetap.

Pada prinsipnya pemotongan pajak atas Wajib Pajak luar negeri adalah bersifat final,
tetapi atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b dan
huruf c, dan atas penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang
berubah status menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
pemotongan pajaknya tidak bersifat final sehingga potongan pajak tersebut dapat
dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
55
CONTOH : PAJAK PENGHASILAN PASAL 26 AYAT
(5)

A sebagai tenaga asing orang pribadi membuat perjanjian kerja dengan PT B sebagai Wajib
Pajak dalam negeri untuk bekerja di Indonesia untuk jangka waktu 5 (lima) bulan terhitung mulai
tanggal 1 Januari 2009. Pada tanggal 20 April 2009 perjanjian kerja tersebut diperpanjang
menjadi 8 (delapan) bulan sehingga akan berakhir pada tanggal 31 Agustus 2009.

Jika perjanjian kerja tersebut tidak diperpanjang, status A adalah tetap sebagai Wajib Pajak luar
negeri. Dengan diperpanjangnya perjanjian kerja tersebut, status A berubah dari Wajib Pajak luar
negeri menjadi Wajib Pajak dalam negeri terhitung sejak tanggal 1 Januari 2009. Selama bulan
Januari sampai dengan Maret 2009 atas penghasilan bruto A telah dipotong Pajak Penghasilan
Pasal 26 oleh PT B.

Berdasarkan ketentuan ini, maka untuk menghitung Pajak Penghasilan yang terutang atas
penghasilan A untuk masa Januari sampai dengan Agustus 2009, Pajak Penghasilan Pasal 26
yang telah dipotong dan disetor PT B atas penghasilan A sampai dengan Maret tersebut, dapat
dikreditkan terhadap pajak A sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
56
PMK PELAKSANAAN PPH PASAL 26
UU NO. 36 TAHUN 2008

Pasal 26 ayat 3 PMK No. 258/PMK.03/2008

Pasal 26 ayat 4 PMK No. 257/PMK.03/2008

57
PENGHASILAN LAIN YANG DIKENAKAN PPH
PASAL 26
• Premi asuransi, termasuk premi re-asuransi (20% x Neto).
• Neto = 50% x Bruto, untuk premi yg dibayar nasabah kepada perusahaan
asuransi di luar negeri.
• Neto = 10% x Bruto, untuk premi yang dibayar perusahaan asuransi Indonesia ke
luar negeri.
• Neto = 5% x Bruto, untuk premi yang dibayar perusahaan re-asuransi Indonesia
ke luar negeri.
• Penghasilan kena pajak sesudah dikurangi PPh suatu BUT, kecuali penghasilan tsb
ditanamkan kembali di Indonesia: 20% x (PKP-PPh terutang).
• Tarif P3B è lebih lanjut di perpajakan internasional

58
Sifat Pengenaan PPh Pasal 26
Pada umumnya bersifat final , kecuali untuk :
* penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan , penjualan barang atau
pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan oleh BUT di Indonesia
* Penghasilan yang diterima atau diperoleh kantor pusat, sepanjang terdapat
hubungan efektif antara BUT dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan yang dimaksud

Pengecualian Pengenaan PPh Pasal 26:


• atas PKP sesudah dikurangi pajak dari suatu BUT di Indonesia yang ditanamkan kembali
di Indonesia yang dapat menunjang kebijaksanaan pemerintah dalam rangka
peningkatan dan pemerataan penanaman modal dengan syarat :
• Badan Internasional yang ditetapkan Menkeu
• Apabila hal tersebut dikecualikan dalam P3B 59
P E L U N A S A N P P H PA S A L 2 6
DA L A M TA H U N B E R J A L A N M E L A L U I P I H A K L A I N
( P P N O. 1 9 4 TA H U N 2 0 1 0 )

Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, dilakukan pada akhir bulan :
a. Dibayarkannya penghasilan;
b.Disediakannya untuk dibayarkannya penghasilan; atau
c.Jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,

Tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.

60
P E R L A K UA N P E R PA J A K A N ATA S P E N G H A S I L A N K E N A PA J A K
S E S U DA H D I K U R A N G I PA J A K DA R I S UAT U B U T ( P M K N O.
2 5 7 / P M K . 0 3 / 2 0 0 8 TA N G G A L 3 1 D E S E M B E R 2 0 0 8 )
§ Jika persyaratan tidak terpenuhi, penghasilan ditetapkan sebagai PKP sesudah dikurangi
PPh atas BUT bersangkutan terhitung sejak diperolehnya PKP sesudah dikurangi PPh
tersebut dan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perpajakan;
§ WP BUT yang melakukan penanaman modal kembali harus menyampaikan pemberitahuan
secara tertulis mengenai saat mulai produksi komersial;
§ Penentuan saat mulai berproduksi komersial dilakukan oleh Dirjen Pajak atau pejabat yang
ditunjuk;
§ Penentuan saat mulai berproduksi komersial dilakukan berdasarkan keadaan sebenarnya
dan dengan memperhatikan saat mulai berproduksi komersial sebagaimana disampaikan
WP BUT yang bersangkutan;
§ Dalam hal perusahaan induk WP BUT adalah WPDN dari negara yang telah mempunyai
P3B dengan Indonesia, besarnya tarif ditentukan dalam P3B tersebut;
§ Dalam hal penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP BUT dikenakan PPh
Final, dasar pengenaan PPh Pasal 26 ayat 4 adalah PKP yang dihitung berdasarkan
pembukuan yang sudah dikoreksi fiskal dikurangi dengaan PPh Final;
§ Tata cara pemberitahuan secara tertulis oleh WPBUT diatur lebih lanjut dengan Perdirjen
Pajak.
61
ST U D I K ASU S AK U NTANSI PPH PASAL 21 PE G AWA I

Elisabeth (Kawin-belum memiliki tanggungan) pegawai pada PT. ABC, selama 2020 menerima
gaji pokok sebulan sebesar Rp 25.000.000. Tunjangan makan minum sebesar Rp 1.500.000,00,
tunjangan transportasi sebesar Rp 1.500.000,00, tunjangan telekomunikasi sebesar Rp
500.000,00 dan tunjangan jabatan sebesar Rp 2.500.000,00. PT. ABC mengikuti program BPJS,
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing-masing 0,54% dan 0,30% dari gaji pokok. PT. ABC menanggung Iuran
Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji pokok sedangkan pegawai membayar
Iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji pokok setiap bulan. Disamping itu PT. ABC
juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. ABC membayar Iuran Pensiun untuk
para pegawainya ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji pokok sedangkan pegawai membayar Iuran Pensiun
sebesar 1,00% dari gaji pokok.

Pertanyaan :
a. Berapakah take home pay yang diterima oleh Elisabeth per bulan?
b. Buatkan jurnal-jurnal akuntansi perpajakan saat pengakuan beban gaji dan tunjangan-
tunjangan & pemotongan PPh Pasal 21, penyetoran PPh Pasal 21, dan penyetoran premi-
premi dan iuran-iuran (JHT & Pensiun)?

62
ST U D I K ASU S AK U N TANSI PPH PASAL 21 B U K A N PE G AWA I

Nashrun Berlianto melakukan jasa perbaikan komputer


kepada PT Cahaya Kurnia dengan fee sebesar
Rp5.000,000,00. Besarnya PPh Pasal 21 yang terutang
adalah sebesar:

Pertanyaan :
Berapakah PPh Pasal 21 yang dipotong dari penghasilan
Nasrun

63
64
CONTOH 1

Elisabeth (memiliki NPWP, Kawin-belum memiliki tanggungan) pegawai pada PT. ABC,
selama 2020 menerima gaji pokok sebulan sebesar Rp 25.000.000. Tunjangan makan
minum sebesar Rp 1.500.000,00, tunjangan transportasi sebesar Rp 1.500.000,00,
tunjangan telekomunikasi sebesar Rp 500.000,00 dan tunjangan jabatan sebesar Rp
2.500.000,00. PT. ABC mengikuti program BPJS, Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan
Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing
0,54% dan 0,30% dari gaji pokok. PT. ABC menanggung Iuran Jaminan Hari Tua
setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji pokok sedangkan pegawai membayar Iuran
Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji pokok setiap bulan. Disamping itu PT. ABC
juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT. ABC membayar Iuran
Pensiun untuk para pegawainya ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji pokok sedangkan
pegawai membayar Iuran Pensiun sebesar 1,00% dari gaji pokok.
Pertanyaan :
1. Berapakah take home pay yang diterima oleh Elisabeth per bulan?;
2. Buatkan jurnal akuntansi perpajakan bagi PT. ABC atas transaki tersebut?

65
CONTOH 2

Bulan Februari 2021, Iwan (memiliki NPWP) seorang


teknisi komputer melakukan jasa perbaikan komputer
kepada PT Trisakti dengan fee sebesar Rp5.000,000,00.
Pertanyaan :
1. Berapakah besarnya PPh Pasal 21 yang terutang atas
jasa perbaikan tersebut?;
2. Buatkan jurnal akuntansi perpajakan atas transaksi
tersebut?

66
CONTOH 3

Jim Carey (warga negara X) adalah seorang pegawai asing yang bekerja di XYZ Corporation di Jakarta.
Jim Carey berada di Indonesia mulai Juni 2017 s.d Agustus 2020. Total imbalan yang diperoleh oleh Jim
Carey selama jangka waktu tersebut sebesar US$ 10.000,00 dan kurs-kurs yang berlaku sebagai berikut:

Kurs Menteri Keuangan :


Bulan Juni : Imbalan US$ 4.000,00 (Kurs 1US$ = Rp 13.230,00)

Bulan Juli : Imbalan US$ 3.000,00 (Kurs 1 US$ = Rp 13.500,00)

Bulan Agustus : Imbalan US$ 3.000,00 (Kurs 1 US$ = Rp 13.650.00)

Kurs Tengah BI :
Bulan Juni : Imbalan US$ 4.000,00 (Kurs 1US$ = Rp 13.400,00)

Bulan Juli : Imbalan US$ 3.000,00 (Kurs 1 US$ = Rp 13.625,00)


Kurs Menkeu digunakan
Bulan Agustus : Imbalan US$ 3.000,00 (Kurs 1 US$ = Rp 13.750.00) hanya dalam transaksi yang
berhubungan dengan pajak
Indonesia dan Negara X tidak memiliki tax treaty atau P3B sedangkan Kurs Tengah BI
dipergunakan saat penutupan
Pertanyaan :
pembukuan akuntansi
1. Hitunglah PPh Pasal 26 setiap bulannya?;
2. Hiunglah imbalan bersih yang dibayarkan oleh XYZ Corporation kepada Jim Carey setiap
bulannya?;
3. Buatlah jurnal saat pembayaran imbalan dari XYZ Corporation kepada Jim Carey setiap bulannya?;
67
4. Buatlah jurnal saat penyetoran PPh Pasal 26.
68

Anda mungkin juga menyukai