Anda di halaman 1dari 12

PAJAK PENGHASILAN PPh PASAL 21

KETENTUAN UMUM, TEKNIK PENGHITUNGAN DAN


TATA CARA PELAPORAN

Disusun Oleh :
Kelompok 1
1. AL DIMAS ADITYA SAPTA MARDITA (2001120002)
2. RIDHO SAPUTRA (2001120074)
3. MARIA YACINTA ARTANI NAINGGOLAN (2001120044)
4. VIVBIOLA OKTABERINI (2001120015)

Dosen :
SUGIHARTO, SE., M.Si (0205096701)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI S1


FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS TRIDINANTI
2022/2023
A. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21
Pajak penghasilan pasal 21(Buku Perpajakan Siti Resmi) merupakan pajak yang
dilewatkan terhadap wajib pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang terkait
dengan pekerjaan,jasa,atau kegiatan.
Penghasilan yang dimaksud meliputi upah,gaji,honorarium,tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun
berjalan melalui pemotongan oleh pihak-pihak tertentu.
B. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib pajak (WP) orang pribadi atau termasuk bentuk
badan usaha tetap yang mempunyai kewajiban melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan,jasa,dan kegiatan. Pemotong PPh Pasal 21
sesuai dengan peraturan Dirjen Pajak Nomor Peraturan Dirjen Pajak No.
Per-16/PJ/2016 sebagai berikut :
1. Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, cabang, perwakilan atau unit
yang melakukan sebagian atau seluruh administrasi yang terkait dengan pembayaran
gaji,upah,honorarium,tunjangan, dan pembayaran lain.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah.
3. Dana Pensiun.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar honorarium,komisi,dan fee.
5. Penyelenggara kegiatan.
Dan yang tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk
melakukan pemotongan pajak adalah:
1. Kantor perwakilan Negara asing.
2. Organisasi – organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1)
huruf c undang-undang Pajak Penghasilan.
3. Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan
bebas yang semata-mata memperkerjakan orang pribadi melakukan pekerjaan rumah
tangga bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
4. Jika organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan tersebut, organisasi
internasional yang dimaksud merupakan pemberi kerjayang berkewajiban melakukan
pemotongan pajak.
C. Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak
Hak Pemotong Pajak PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut:
1. Pemotong pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi
karena jumlah PPh pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun takwim lebih kecil dari pada
jumlah PPh pasal 21 yang telah disetor.
2. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Pasal 21.
3. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan
permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.
Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut :
1. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluhan pajak setempat.
2. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya pada kantor pelayanan pajak atau kantor
penyuluha pajak setempat.
3. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
4. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21 meskipun nihil dengan
menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) masa ke kantor Pelayanan Pajak atau
Kantor Penyuluhan Pajak Setempat, selambatnya pada tanggal 20 bulan takwim
berikutnya.
5. Pemotong Pajak wajib memberikan Buki Pemotongan PPh Pasal 21, baik diminta
maupun tidak ( Pegawai tidak tetap).
6. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pegawai
Tetap.
D. Penerima Penghasilan (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan
status subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan,jasa dan kegiatan, termasuk penerima pensiun. Wajib
Pajak PPh Pasal 21 meliputi Pegawai tetap atau pegawai tidak tetap, penerima uang
pesangon,pensiun,atau uang manfaat pensiun, bukan pegawai seperti tenaga ahli yang
melakukan pekerjaan bebas, anggota dewan komisaris, mantan pegawai, dan peserta
kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan.
E. Tidak termasuk Wajib Pajak PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal
21 adalah Pejabat Perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang di perbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan
bertempat tinggal bersama mereka dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di
Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau
pekerjaannya, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik, dan
pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 1
huruf c undang-undang pajak penghasilan.
F. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak
Hak-hak Wajib Pajak adalah :
1. Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada pemotong
Pajak.
2. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak jika
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
3. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelasaian Sengketa Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal
pajak.
Kewajiban Wajib Pajak adalah:
1. Wajib Pajak (penerima penghasilan) wajib menyerahkan surat pernyataan kepada
pemotong pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun
takwim, untuk mendapatkan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP).
2. Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang
Pribadi, jika wajib pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.
G. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan
yang bersifat teratur maupun tidak teratur
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima industri secara teratur berupa
uang industri atau penghasilan sejenisnya
3. Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan
sehubungan dengan industri yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat industri, tunjangan hari tua
4. Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah industri atau upah yang dibayarkan secara bulanan
5. Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan
imbalan sejenis dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan
dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
6. Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi,
uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk
apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
H. Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 Final
PPh bersifat Final, artinya seluruh pajak yang telah di potong/dipungut oleh pihak
pemotong/pemungut dianggap final (telah selesi) tanpa harus menunggu perhitungan
dari pihak fiskus, atau dapat dikatakan bahwa pajak yang telah dipotong atau dibayar
dianggap telah selesai perhitungannya walaupun surat ketetapan pajak belum ada.
Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah :
1. Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar sekaligus oleh dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkab oleh Menteri Keuangan.
2. Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari
tua.
3. Penghasilan berupa honorarium.
I. Penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21 (Bukan Objek PPh Pasal 21)
Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (bukan Objek PPh Pasal 21)
adalah :
1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, kecelakaan, jiwa, dwigua, dan beasiswa.
2. Penerimaan dalam bentuk natura/kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh
wajib pajak atau pemerintah.
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh menteri keuangan, iuran tunjangan hari tua kepada badan
penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga
kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang
sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia.
5. Beasiswa yang diperoleh atau diterima oleh Warga Negara Indonesia dari Wajib
Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti pendidikan tinggi yang tidak
mempunyai hubungan istimewa dengan pemilik.
J. Tarif Pajak
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dengan
ketentuan sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp 0 s.d Rp50.000.000 5%
>Rp50.000.000 s.d Rp250.000.000 15%
>Rp250.000.000 s.d Rp500.000.000 25%
> Rp500.000.000 30%

Tarif terbaru menurut UU HPP


Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp 0 s.d Rp60.000.000 5%
>Rp60.000.000 s.d Rp250.000.000 15%
>Rp250.000.000 s.d Rp500.000.000 25%
> Rp500.000.000 s.d. Rp. 5 M 30%
> 5M 35%

2. Tarif Khusus
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang berdasarkan dari APBN
yang diterima oleh Pejabat PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya.
1. Tarif 0% dari jumalh bruto honorarium atau imbalan bagi PNS, Gol.1 dan
Gol.2, Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Tamtama dan
Bintara, dan Pensiunannya.
2. Tarif 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Gol.III,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan
Pensiunannya.
3. Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Gol. IV,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira menengah dan tinggi, dan
pensiunannya.
b. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiun yang
diterima sekaligus.
1. Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.
2. Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp50.000.000 s.d Rp100.000.000.
3. Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp100.000.000 s.d
Rp500.000.000.
4. Tarif 25% dari penghasilan bruto di atas Rp500.000.000
c. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uag manfaat
pensiun,tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
1. Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp50.000.000.
2. Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp50.000.000.
d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian,mingguan,borongan satuan yang
diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang
dari Rp10.200.000 (dibayar tidak secara bulanan).
Tarif pajak PPh Pasal 21 yang ditetapkan terhadap wajib pajak yang tidak
memiliki NPWP menjadi lebih tinggi 20% dari pada tarif yang telah di tetapkan.
K. Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 sebagai berikut:
1. Penghasilan kena pajak.
2. Pengahasilan bruto.
3. Sebesar 50% dari penghasilan bruto.
4. Sebesar 50% dari jumlah kumulatif penghasilan bruto.
Besarnya tarid dan dasar pengenan pajak ditentukan oleh kelompok penerima
penghasilan dan jenis penghasilan.
Ilustrasi Penghitungan PPh Pasal 21
Seorang karyawan bernama Budi (belum menikah), bekerja pada PT
ABC dengan memperoleh gaji sebesar Rp 6.000.000 per bulan. Budi
juga memperoleh bonus dan uang lembur tiap bulannya sebesar Rp.
1.000.000. Sehingga total penghasilan Budi tiap bulannya sebesar
Rp. 7.000.000. setiap bulannya Budi membayar iuran pensiun
sebesar Rp. 100.000. Berapakah pajak terutang atas gaji yang
diterima Budi?

Gaji setahun Rp 72.000.000


Bonus Rp 12.000.000
Penghasilan Bruto Setahun Rp 84.000.000

Pengurang
Biaya Jabatan Setahun Rp 4.200.000
Iuran Pensiun Setahun Rp 1.200.000
Rp 5.400.000
Penghasilan Neto Setahun Rp 78.600.000

PTKP (TK/0) Rp 54.000.000

Penghasilan Kena Pajak


Setahun Rp 24.600.000

PPh Pasal 21 Terutang


Setahun
(5% x 24.600.000) Rp 1.230.000
PPh Pasal 21 Terutang
perbulan Rp 102.500
TATA CARA PELAPORAN SPT MASA PPH 21
1. Unduh Aplikasi e-SPT PPh 21

Tahapan pertama yang perlu lakukan sebelum dapat mengisi e-SPT PPh 21 yaitu
mengunduh aplikasinya terlebih dahulu. Anda dapat menemukan aplikasinya
melalui website pajak.go.id. Setelah aplikasi terunduh dan terinstal, maka selanjutnya Anda
dapat membuka laman e-SPT PPh 21 kemudian pilih database yang akan dituju lalu login
dengan menggunakan username serta password yang Anda miliki.

2. Mulai Pengisian SPT

Setelah Anda masuk ke dalam halaman utama e-SPT PPh 21, maka kita dapat memulai
untuk melakukan pengisian SPT PPh 21. Berikut ini langkah-langkah untuk mengisi e-SPT
PPh 21, yaitu:

 Pilih menu ‘SPT’ – ‘Buat SPT’.


 Pilih ‘Isi SPT’ – klik pada ‘Daftar Pemotongan Pajak’ (1721-1) untuk pegawai tetap –
pilih ‘Satu Masa Pajak’.
 Mulai isi data NPWP, Nama, Kode Objek Pajak, serta jumlah penghasilan bruto serta
pajak penghasilan yang dipotong, lalu pilih ‘Simpan’.
 Pilih ‘Tambah’ jika Anda ingin memasukkan data lainnya.
 Apabila pelaporan pajak PPh 21 tersebut
 untuk pegawai tidak tetap, maka silakan pilih ‘Isi SPT’ – ‘Daftar Bukti Potong’ –
‘Tidak Final’ (1721-II).
 Isi data NPWP, nama, NIK KTP, alamat, lalu pilih ‘Kode Objek Pajak’, kemudian isi
form e-SPT sesuai dengan data yang dibutuhkan.
 Setelah pengisian data selesai baik untuk e-SPT PPh 21 pegawai tetap maupun tidak
tetap, langkah selanjutnya adalah masuk ke menu ‘Isi SPT’ – ‘SPT Induk’, dan Anda
akan menemukan besaran jumlah pajak terutang.
3. Bayar PPh 21 Terutang

Ketika telah mendapatkan besaran jumlah pajak terutang dari pelaporan PPh 21, maka
tahapan selanjutnya adalah membayar pajak yang terutang tersebut. Caranya bagaimana?
Anda hanya perlu mencatat besaran jumlah pajak terutang PPh 21 kemudian bayarkan
melalui bank manapun. Kemudian, Anda akan mendapatkan bukti setor atau bukti
pembayaran pajak terutang.
Di dalam bukti pembayaran pajak tersebut, Anda akan mendapatkan NTPN atau nomor
yang dijadikan sebagai bukti bahwa pajak terutang telah dibayarkan. Lalu, kembali lagi
kepada aplikasi e-SPT PPh 21, masukkan NTPN tersebut pada SSP (Surat Setoran Pajak)
atau SSE (Surat Setoran Elektronik).

4. Simpan Dokumen Pelaporan PPh 21

Tahapan terakhir untuk mengisi e-SPT PPh 21 ini adalah dengan menyimpan dokumen
pelaporan PPh 21 tersebut. Caranya, pastikan seluruh data yang dimasukkan ke dalam e-
SPT PPh 21 sudah tepat kemudian masuk ke dalam menu ‘Isi SPT’ – ‘SPT Induk’ – klik pada
bagian ‘B.1 Daftar Pemotongan’ dan ‘B.2 Penghitungan PPh Sudah Sesuai’.
Selanjutnya, masuk pada bagian D dan Anda akan menemukan checklist untuk dokumen
yang akan dilampirkan pada pelaporan SPT. Lalu, masuk ke bagian E dan Anda akan
menemukan ‘Pernyataan dan Ttd Pemotong’, klik ‘Simpan’. Setelah data disimpan, Anda
dapat melakukan ekspor dokumen dengan cara masuk ke menu ‘CSV’ – ‘Pelaporan SPT’,
lalu pilih masa PPh 21 yang akan dilaporkan, kemudian klik ‘Buat File CSV’ dan pengisian e-
SPT
 Berikut cara lapor SPT melalui e-Filing DJP Online:

1. Log in ke akun DJP Online di laman djponline.pajak.go.id dengan memasukkan


NPWP, password, dan kode keamanan.

2. Setelah berhasil masuk, pilih pada menu e-Filing

3. Pilih pada menu Buat SPT.

4. Pilih File CSV yang telah dibuat


5. Klik Start Upload
6. Lalu akan ada masuk kode verifikasi yang telah diterima diemail yang terdaftar di
akun DJP
7. Klik Kirim SPT
8. Setelah berhasil melakukan pelaporan kita akan menerima BPE (Bukti Penerimaan
Elektronik) yang menjadi bukti pelaporan PPh Pasal 21 Masa

Anda mungkin juga menyukai