Anda di halaman 1dari 6

“ANALISA MENGENAI PAJAK PENGHASILAN PPH

PASAL 21”

NAMA : TIMOTIUS MONDITO PADAGI


PRODI : D3 MTL
DOSPEM : HANDOYO WIDYANTO, SE, MM
MATA KULIAH : PERPAJAKAN

SEKOLAH TINGGI MARITIME YOGYAKARTA


T.A 2023/2024
1. Apa Itu Pajak Pph Pasal 21 ?
Berdasarkan pada Undang-Undang Pajak Penghasilan No 36 Tahun 2008 Pasal
4 ayat (1) penghasilan dapat diartikan sebagai setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP), baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan WP, dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Sedangkan berdasarkan Undang-Undang No 28 Tahun 2007 Pasal 1 ayat (1), yang
berbunyi:
“Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

2. Pengertian Pajak Pph Pasal 21 ?

a. Definisi

Merujuk pada Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh),
PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan
pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima
atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.

Secara lebih luas, Pasal 1 angka 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak No.PER –
16/PJ/2016 (PER-16/2020) mendefinisikan PPh Pasal 21 sebagai pajak atas
penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan
nama dan dalam bentuk apapun.

b. Pemotongan Pph 21

Sebagai pajak yang mencakup berbagai jenis penghasilan, pemotong dari PPh
Pasal 21 pun beragam dan tergantung pada jenis penghasilan yang diperoleh. Merujuk
pada Pasal 21 ayat (1) UU PPh terdapat lima pihak yang dimandatkan sebagai
pemotong PPh Pasal 21.

Pertama, pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan pegawai atau bukan
pegawai.

Kedua, bendahara pemerintah yang membayar berbagai jenis penghasilan sehubungan


dengan pekerjaan, jasa/kegiatan.
Ketiga, dana pensiun atau badan lain yang membayar uang pensiun dan pembayaran
lain dengan nama apa pun dalam rangka pensiun. Keempat, badan yang membayar
honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan atas jasa termasuk jasa tenaga ahli
yang melakukan pekerjaan bebas. Kelima, penyelenggara kegiatan yang melakukan
pembayaran sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan.

Secara lebih terperinci, Pasal 2 ayat (1) PER-16/2020 menyebutkan pemberi kerja
terdiri atas orang pribadi, badan/cabang, perwakilan, atau unit yang melakukan
sebagian atau seluruh administrasi terkait dengan pembayaran penghasilan.

Selanjutnya, bendahara atau pemegang kas pemerintah yang diberikan kewajiban


memotong PPh Pasal 21 termasuk bendahara atau pemegang kas pada seperti institusi
TNI/POLRI, pemerintah daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga negara
lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri.

Kemudian, pemotong pajak juga bisa berasal orang pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar penghasilan baik berupa
honorarium, komisi, fee atau imbalan lain kepada pemberi jasa, tenaga ahli, peserta
pendidikan/pelatihan hingga pegawai magang.

3. Wajib Pajak Pph Pasal 21

Pertama, pegawai. Kedua, penerima uang pesangon, pensiun atau uang


manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli
warisnya. Ketiga, bukan pegawai. Keempat, anggota dewan komisaris atau dewan
pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai pada perusahaan yang sama.

Kelima, mantan pegawai, Keenam, peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan. Adapun
pelbagai penerima penghasilan tersebut memiliki mekanisme perhitungan yang
berbeda-beda.

4. Subjek Pajak Pph Pasal 21

Penerima penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 21 yaitu pegawai; penerima


uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, THT, JHT, termasuk ahli
warisnya; bukan pegawai; anggota dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap
sebagai pegawai; mantan pegawai; dan peserta kegiatan baik perlombaan, rapat,
konferensi, sidang, pertemuan, kunjungan kerja, peserta/anggota kepanitiaan,
pendidikan, pelatihan dan magang, serta kegiatan lainnya.
Karena subjek PPh pasal 21 sangat luas, maka untuk mempersempit pembahasan
pada kesempatan kali ini kita akan batasi pembahasan PPh Pasal 21 hanya bagi
pegawai tetap dan Penerima Pensiun secara berkala saja. Adapun cara perhitungan
PPh Pasal 21 menurut Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ./2012
digambarkan dalam bagan berikut:

JIka dirumuskan maka Penghasilan Kena Pajak (PKP) PPh Pasal 21 adalah
Penghasilan Netto. Yakni Penghasilan Bruto dalam setahun dikurangi dengan (biaya
jabatan + 5 % penghasilan bruto maks 6 juta pertahun) dikurangi dengan (iuran pensiun
+ THT/JHT yang dibayar sendiri) dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP). Atau dapat ditulis sebagai berikut:

5. Yang Tidak Termasuk Objek Pajak Pph 21

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan


dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan
asuransi beasiswa
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun
diberikan oleh Wajib Pajak atau pemerintah
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua
kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan penyelenggara jaminan
sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja

4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau Lembaga amil
zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah

5. Beasiswa

6. Objek Pajak Pph 21

 Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa


penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
 Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur
berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya

 Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan


sehubungan dengan pensiun yang diterima sekaligus berupa uang pesangon,
uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan
pembayaran lain sejenis

 Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian,
upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan
secara bulanan
 Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi fee, dan
imbalan sejenisnya dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan
sehubungan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan
 Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama
dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun

 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 termasuk penerimaan dalam bentuk


natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun
7. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis mengenai pengertian,objek dan subjek pajak


Pph Pasal 21

1. Dalam hal menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan,
terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima selama sebulan, yaitu
meliputi seluruh gaji dan tunjangan setiap yang diterima setiap bulan oleh Pegawai
Negeri Sipil.

2. Prosedur perhitungan pajak penghasilan pasal 21 atas honorarium dan imbalan


lainnya didasarkan pada Penghasilan Bruto dikalikan dengan persentase berdasarkan
golongan masing-masing Pegawai Negeri Sipil.

3. Prosedur Penyetoran dan Pelaporan PPh pasal 21 terlaksana sesuai ketentuan


peraturan perpajakan yang berlaku saat ini, baik waktu penyetoran maupun waktu
pelaporan duilaksanakan dengan disiplin.

No. 36 Tahun 2008, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 262/PMK.03/2010, dan


Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-31/PJ/2015

Anda mungkin juga menyukai