Anda di halaman 1dari 20

TUGAS PERPAJAKAN PPH Pasal 21

Disusun oleh: S1 Akuntansi 2011 AA

1. Ayu Astrid A.

118694201

2. Irvan Kurnia Santoso 118694205 3. Muhanmmad Faried 118694214 4. Indi Citra Agustin 5. Siti Masulah 118694228 108694097

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


Jl. Ketintang, Surabaya 60231. Telp: (031) 8280009,8280803,8280675. Fax: (031) 8280804

1. Pajak Penghasilan Pasal 21 Pajak penghasilan (PPh) pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan ,jasa dan kegiatan yag dilakukn oleh orang pribadi. Subjek pajak dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 pajak penghasilan.

2. Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21 a) Hak-hak Wajib Pajak PPh pasal 21 adalah : 1) Wajib pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada pemotong Pajak. Jumlah PPh pasal 21 yang telah dipotong dapat dikreditkan dari pajak penghasilan untuk tahun pajak yang bersangkutan, kecuali PPh pasal 21 yang bersifat final. 2) Wajib pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal pajak, jika PPh pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku. Pengajuan surat keberatan ini dilakukan dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang dipotong menurut penghitungan wajib pajak disertai alasan-alasan yang jelas. Pengajuan surat keberatan ini dapat dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan setelah tanggal pemotongan, kecuali apabila Wajib pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya. 3) Wajib pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan alas an yang jelas kepada Badan Peradilan Pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. b) Kewajiban Wajib Pajak PPh pasal 21 adalah : 1) Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada Pemotong pajak yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada permulan tahun takwim atau pada permulaan menjadi subjek pajak dalam negeri. 2) Wajib Pajak juga berkewajiban menyerahkan surat pernyataan kepada pemotong pajak dalam hal ada perubahan jumlah tanggungan keluarga pada permulaan takwim.

3) Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan bukti pemotongan PPh pasal 21 kepada : a. Pemotong pajak kantor cabang baru dalam hal yang bersangkutan dipindahtugaskan. b. Pemotong pajak tempat kerja yang baru dalam hal yang bersangkutan pindah kerja. c. Pemotong pajak dana pensiun dalam hal yang bersangkutan mulai menerima pensiun dalam tahun berjalan.

3. Pemotongan PPh Pasal 21 Para pemotongan PPh 21 adalah: 1. Pemberi Kerja yang terdiri dari orang pribadi maupun badan, yang merupakan induk, cabang, perwakilan atau unit perusahaan, yang membayar atau terutang gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun (mis: bonus, tunjangan, tantiem, dll), sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai. Sedangkan yang dimaksud bukan pegawai adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarium. 2. Bendahara Pemerintah termasuk bendahara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga Negara lainnya dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri. 3. Dana Pensiun atau badan lain(misalnya badan penyelenggara Jaminan Sosial Tenaga Kerja) yang memberi uang pensiun, tunjangan hari tua, dan tabungan hari tua. 4. Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta Badan yang Membayar: honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak Dalam Negeri dan Luar Negeri, dan honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatih, dan magang. 5. Penyelenggara Kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi termasuk organisasi internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lain yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah dan

penghargaan dalam bentuk apapun kepada WP Dalam Negeri orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan.

Yang dimaksud bukan pegawai adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja sehubungan dengan ikatan kerja tidak tetap, misalnya artis yang menerima atau memperoleh honorarium. Setiap pemotong PPh 21 wajib mengisi dan menyampaikan SPT Masa dan SPT Tahunan. Hak dan kewajiban pemotong pajak adalah sebagai berikut: 1. Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh 21 dalam satu bulan takwin dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. 2. Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya. 3. Pemotong pajak berhak membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. 4. Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil Kurang Bayar. 5. Pemotong Pajak berhak mengajukan permononan banding secara tertulis dalam dengan alasan yang jelas kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut. 6. Pemotong pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengajukan

permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai

perhitungan sementara PPh 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan. 7. Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Kewajiban sebagai pemotong pajak berlaku juga terhadap organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. 8. Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. 9. Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah, atau Bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya. 10. Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh 21, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. 11. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerimaan uang tembusan pensiun, penerimaan Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun. 12. Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan oleh pemberi pekerja selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.

13. Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerimaan pensiun bulanan menurut tarif yang berlaku. 14. Setiap pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat Pemberitahuan Tahun PPh 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pemotong pajak yang tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim. 15. Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh 21 yang berutang apabila jumlah PPh 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh 21 selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya. 16. Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh 21 dengan lampiranlampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh 21 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan

4. Perhitungan Pajak PPh 21 karyawan tetap dan tidak tetap A. Perhitungan Pajak PPh 21 karyawan tetap Tarif Pajak dan Penerapannya Penghasilan Kena pajak (bagi pegawai tetap) : Besarnya penghasilan kena pajak bagi pegawai tetap adalah sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP .Sedangkan penghasilan neto dihitung seluruh penghasian bruto dengan : Biaya Jabatan Iuran yang terkait gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut :

PPh Pasal 21

= (Penghasilan netto - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh = (Penghasil bruto Biaya Jabatan iuran yang dibayar sendiri

pensiun dan iuran THT/JHT PTKP) x terif Ps 17 UU PPh Bagi Penerima Pensiun berkala :

Besarnya penghasilan kena pajak adaalah bagi penerima pensiun berkala sebesar penghasilan neto dikurangi PTKP. Besarnya penghasilan neto adalah seluruh jumlah penghasilan bruto dikurangi biaya pensiun. Secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut : PPh Pasal 21 = (Penghasilan netto PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh = (Penghasilan bruto Biaya Pensiun - PTKP) x tarif Ps 17 UU PPh

Cara menghitung PPh Pasal 21 Perhitungan PPh Pasal 21 untuk Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi 2, yaitu : 1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam SPT masa PPh Pasal 21, selain masa pajak Desember atau masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja; 2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian Form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak Desember atau masa dimana pegawai tetap berhenti bekerja.

Penghitungan kembali ini dilakukan pada : a) Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun; b) Bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhirtahun kalender.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur Bagi Pegawai Tetap Untuk menghitung PPh Pasal 21 untuk penghasilan pegawai tetap, terlebih dahulu dihitung seluruh penghasilan bruto yang diterima ataudiperoleh selama sebulan, yang meliputi seluruh gaji, segala jenis tunjangan dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur (overtime) dan pembayaran sejenisnya. Untuk perusahaan yang masuk program JAMSOSTEK, premi jaminan kecelakaan kerjaan (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK) dan Premi Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan penghasilan bagi pegawai. Ketentuan yang sama diberlakukan juga bagi Premi Asuransi Kesehatan, Asuransi Kecelakaan Kerja, Asuransi Jiwa, Asuransi Dwiguna, dan Asuransi Beasiswa yang dibayarkan oleh pemberi kerja untuk pegawai kepada perusahaan asuransi lainnya. Dalam menghitung PPh Pasal 21, premi tersebut digabungkan dengan penghasilan bruto yang dibayarkan oleh pemberi kerja kepada pegawai. Selanjutnya dihitung jumlah penghasilan netto sebulan sekali dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya jabatan serta iuran pensiun, iuran jaminan hari tua, dan atau tunjangan hari tua yang dibayar sendiri oleh pegawai yang bersangkutan melalui pemberi kerja kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Mentri Keuangan atau kepada Badan Penyelenggara JAMSOSTEK. Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan oleh masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan menggunakan faktor perkalian sebagai berikut a. b. Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4 Gaji untuk sehari dikalikan dengan 26

Selanjutnya dihitung penghasilan netto setahun, yaitu jumlah penghasilan netto sebulan dikalikan 12. Dalam hal seorang pegawai tetap dengan kewajiban pajak subjektifnya sebagai wajib pajak dalam negri sudah ada sejak awal tahun, tetapi mulai bekerja setelah bulan Januari

maka penghasilan netto setahun dihitung dengan mengalikanpenghasilan netto setahun dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang brersangkutan mulai bekerja sampai bulan Desember. Selanjutnya dihitung penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal17 UUPH yaitu sebesar penghasilan netto setahun dikurangi dengan PTKP. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap penghasilan kena pajak, selanjutnya dihitung PPh pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan atau disetor ke kas negara, yaitu sebesar : 1. Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12; atau 2. Jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali dalam hal wajib pajak mulai bekerja setelah bulan Januari.

PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 4, sedangkan PPh pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dibagi 26. Jika kepada pegawai disamping dibayar gaji bulanan juga dibayar kenaikan gaji yang berlaku surut (rapel), misalnya untuk 5 bulan, maka penghtungan PPh Pasal 21 atas Rapel tersebut adalah sebagai berikut : a) Rapel dibagi dengan banyaknya bulanm perolehan Rapel tersebut (dalam hal ini 5 bulan); b) Hasil pembagian Rapel tersebut ditambahkan pada gaji setiap bulan sebelum adanya kenaikan gaji, yang sudah dikenakan pemotongan PPh Pasal 21; c) PPh Pasal 21 atas gaji untuk bulan bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar gaji baru setelah ada kenaikan; d) PPh Pasal 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud, adalah selisih antara jumlah pajak yang terhitung berdasarkan huruf C dikurangi jumlah pajak yang telah dipotong sebagaimana disebut pada huruf b.

Bagi Penerima Pensiun Berkala Penghitungan PPh Pasal 21 atau uang pensiun bulanan yang telah diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut: a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan netto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pensiun sampai dengan bulan Desember; b. Penghasilan netto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan netto dalam tahun yang bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; c. Untuk menghitung penghasilan kena pajak, jumlah penghasilan pada huruf b dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan kena pajak tersebut; d. PPh Pasal 21 atas pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dalam huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun; e. PPh Pasal 21 atas pensiun bulanan adalah sebesar PPh Pasal 21 adalah seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut : a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan netto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun; b. Selanjutnya dihitung penghasilan netto sebulan yaitu jumlah penghasilan netto sebulan dikalikan dengan 12 c. Selanjutnya dihitung penghasilan kena pajak sebagai dasar penerapan tarif Pasal 17 UU PPh, yaitu sebesar penghasilan netto setahun dikurangi dengan PTKP

d. Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat UU PPh terhadap penghasilan kena pajak, selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan atau disetor ke kas negara yaitu sebesar jumlah PPh Pasal 21 setahun dibagi dengan 12.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Teratur bagi Penerima Pensiun: 1. Proleh penerima penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun pada tahun pertama pensiun adalah sebagai berikut : a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan menerima pension sampai bulan Desember. b. Penghasilan neto pensiun sebagaimana tersebut pada huruf a ditambah dengan penghasilan neto dalam tahun yang

bersangkutan yang diterima atau diperoleh dari pemberi kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun. c. Untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak, jumlah

penghasilan pada huruf b tersebut dikurangi dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas Penghasilan Kena Pajak tersebut. d. PPh Pasal 21 atas pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh Pasal 21 dengan huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pembali kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan yang tercantum dalam bukti pemtongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.

e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan adalahsebesar PPh Pasal 21 seperti tersebut dalam huruf d dibagi dengan banyaknya bulan sebagaimana dimaksud dalam huruf a. 2. Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulanan untuk tahun kedua dan selanjutnya adalah sebagai berikut : a. Terlebih dahulu dihitung penghasilan netosebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan pensiun. b. Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dengan cara seperti penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur bagi pegawai tetap, pada angka 2 huruf a, c dan d diatas.

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Tidak Teratur Bagi Pegawai Tetap 1. Apabila pegawai tetap diberikan jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, premi, tunjangan hari raya, dan penghasilan lain semacam itu yang sifatnya tidak tetap dan biasanya dibayarkan sekali setahun, maka PPh Pasal 21 dihitung dan dipotong sebagai berikut : a. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi, dan sebaginya. b. Dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya. c. Selisih antara PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa produksi dan sebagainya. 2. Dalam hal pegawai tetap yang kewajiban pajak subyektifnya sudah ada sejak awal tahun, namum mulai bekerja setelah bulan Januari, maka PPh Pasal 21 atas penghasilan yang tidak teratur tersebut dihitung dengan cara sebagaimana pada butir 1 dengan memperhatikan ketentuan mengenai Penghitungan PPh Pasal 21 Bulana atas Penghasilan Teratur bagi Pegawai Tetap, pada angka 2 huruf b, c dan d diatas.

Penghitungan Kembali PPh Pasal 21 Terutang Yang Harus Dilakukan Pada Saat Pegawai Tetap Berhenti Bekerja atau Pada Akhir Tahun Pajak 1. Pemotongan pajak harus melakukan penghitungan kembali besarnya PPh Pasal 21 yang terutang : a. Apabila terdapat pegawai yang berhenti bekerja (baik berhenti karena pensiun, meninggal dunia atau berhenti dengan alasan lainnya). b. Dalam dua bulan setalah berakhir tahun pajak sebagai dasar pengisisan SPT Tahunan PPh Pasal 21. 2. Apabila PPh Pasal 21 yang terutang lebih besar dari pada PPh Pasal 21 yang telah dipotong selama pegawai bekerja dalam periode tahun takwim yang bersangkutan, maka kekurangannya dipotong dari pembayaran gaji pada saat dilakukan penghitungan kembali. Sebaliknya, apabila PPh Pasal 21 terutang lebih kecil dari pada PPh Pasal 21 yang telah dipotong, maka kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 dikembalikan pada Wajib Pajak yang berhenti bekerja atau diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang terutang bagi pegawai yang bersangkutan untuk bulan dilakukannya penghitungan kembali, dan jika masih terdapat kelebihan diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya. 3. Dilihat dari pajak subjektifnya : a. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subyektifnya ada sepanjang tahun, namun berhenti bekerja pada pertengahan

tahun, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun yang tidak teratur, sampai dengan bulan saat pegawai yang bersangkutan berhenti. b. Untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak subyekifnya ada sepanjang tahun, namun mulai bekerja pada pertengahan tahun, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan junlah seluruh penghasilan neto yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun yang tidak teratur, ditambah dengan jumlah seluruh penghasilan neto dari pemberi kerja sebelumnya sperti

yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21, apabila pegawai yang bersangkutan sebelumnya bekerja pada pemberi kerja lain. Jumlah PPh Pasal 21 yang terutang adalah sebesar PPh Pasal 21 atas seluruh penghasilan tersebut setelah dikurangi dengan PPh Pasal 21 yang terutang pada pemberi kerja sebelumnya, seperti yang tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21. c. Sedangkan untuk pegawai tetap yang kewajiban pajak

subyektifnya baru dimulai pada pertengahan tahun atau berakhir pertengahan tahun, PPh Pasal 21 terutang dihitung berdasarkan jumlah seluruh penghasilan yang diterima atau diperoleh, baik yang bersifat teratur maupun yang tidak teratur, yang

disetahunkan.

Contoh 1 : Anjas pegawai pada perusahaan PT Landep dengan memperoleh gaji

mingguan sebesar Rp1.000.000,00. Anjas berstatus telah menikah dan mempunyai seorang anak. PT Landep masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masingmasing setiap bulan sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Landep membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji dan Anjas membayar iuran pensiun Rp20.000,00 dan Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji. Tentukan PPh 21 bila Dalam minggu kedua pada bulan Agustus 20xx Anjas hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja sehingga penghitungan PPh Pasal 21 untuk minggu kedua bulan Agustus Pembahasan Dalam minggu kedua pada bulan Agustus 20xx Anjas hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja sehingga penghitungan PPh Pasal 21 untuk minggu kedua bulan Agustus adalah:

Penghasilan sebulan (4 x Rp1.000.000,00) Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Premi Jaminan Kematian Penghasilan bruto Pengurangan: 1. Biaya jabatan 5% x Rp4.052.000,00 2. luran Pensiun 3. luran Jaminan Hari Tua

Rp 4.000.000,00 Rp 40.000,00 Rp 12.000,00 (+) Rp 4.052.000,00

Rp 202.600,00 Rp 20.000,00 Rp 80.000,00 (+) Rp 302.600,00 (-)

Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun 12 x Rp3.749.400,00

Rp 3.749.400,00 Rp 44.992.800,00

PTKP setahun (TK/0) - untuk WP sendiri - tambahan karena menikah - tambahan tiga orang tanggungan Rp 24.300.000,00 Rp 2.025.000,00 Rp 6.075.000,00 (+) Rp32.400.000,00 (-) Penghasilan Kena Pajak Pembulatan Rp16.642.800,00 Rp16.642.000,00

PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp16.642.000,00 = Rp 832.100,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp832.100,00 : 12 = Rp 69.342,00 PPh Pasal 21 minggu kedua Rp69.342,00 : 4 = Rp 17.335,00

Contoh 2 : Tatri, belum menikah, pada tahun 20xx bekerja sebagai pegawai tetap

pada Perusahaan PT Kutu menerima gaji yang dibayar mingguan sebesar Rp600.000,00. Tentukan PPh 21 bila bulan minggu pertama bulan Agustus 20x1 apabila dalam minggu tersebut hanya menerima penghasilan berupa gaji saja. Pembahasan Penghitungan PPh Pasal 21 bulan minggu pertama bulan

Agustus 20x1 apabila dalam minggu tersebut hanya menerima penghasilan berupa gaji saja adalah: Gaji 4 x Rp600.000,00 Pengurangan: Biaya Jabatan 5% x Rp2.400.000,00 Penghasilan neto sebulan Penghasilan neto setahun 12 x Rp2.280.000,00 Rp 120.000,00 (-) Rp 2.400.000,00

Rp 2.280.000,00 Rp27.360.000,00

PTKP setahun - untuk WP sendiri Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 24.300.000,00(-) Rp 3.060.000,00

PPh Pasal 21 5% x Rp3.060.000,00 = Rp 153.000,00 PPh Pasal 21 sebulan Rp153.000,00 : 12 = Rp 12.750,00 PPh Pasal 21 atas gaji/upah minggu pertama Rp12.750,00 : 4 = Rp 3.188,00

B. Perhitungan PPh Pasal 21 Tenaga kerja Tidak Tetap atau Lepas Secara umum perhitungan PPh 21 untuk TKL dibedakan kedalam dua perhitungan. Pertama, perhitungan PPh 21 untuk TKl yang dibayarkan tidak secara bulanan dan yang kedua adalah PPh 21 untuk TKL yang dibayarkan secara bulanan. Perhitungan PPh 21 atas gaji dan penghasilan kepada TKL yang dibayarkan secara bulanan relatif lebih muda jika dibandingkan dengan yang dibayarkan tidak secara bulanan. Jika gaji dan penghasilan kepada TKL dibayarkan secara bulanan, kita sebagai pemberi kerja yang harus memotong PPh Pasal 21 hanya perlu mengalikan gaji dan penghasilan untuk bulan yang bersangkutan dengan 12 bulan penuh (setahun). Kemudian hasil kalinya kita kurangkan dengan

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) untuk TKL tadi sehingga diperoleh Penghasilan Kena Pajak. Selanjutnya, Penghasilan Kena Pajak tadi kita kalikan dengan tarif PPh umum yaitu tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh.

Seandainya terhadap TKL tadi ada pembayaran premi atau iuran pensiun, maka premi asuransi yang ditanggung perusahaan pemberi kerja ditambahkan terlebih dahulu sebelum dikalikan dengan 12 bulan. Begitu juga jika misalnya ada iuran pensiunan yang ditanggung oleh TKL, maka iuran pensiun tersebut dikurangkan terlebih dahulu dari penghasilan bulanan sebelum dikalikan dengan 12 bulan. Dalam perhitungan PPh 21 Pasal 21 terhadap TKL, tidak ada pengurang berupa Biaya Jabatan. Unsur penurang beruba Biaya Jabatan hanya diterapkan terhadap Pegawai Tetap

Contoh Perhitungan: Dion bekerja sebagai buruh bangunan diproyek pembangunan sebuah mall di Jakarta. Ia diberi upah Rp 150.000 sehari tetapi dibayarkan secara sebulanan. Kontraktor yamng membanguan mall tersebut membayarkan premi asuransi untuk dion sebesar Rp 100.000 sebulan. Dalam bulan januari 2013 ini. Misalnya dion bekerja full selama 25 hari sejak tanggal 2 hingga 31 Januari 2013. Dion hanya mengambil libur pada hari minggu. Jika pembayaran upah kepada dion dilakukan pada setiap akhir bulan (secara bulanan), maka perhitungan PPh 21 terhadap upah dion adalah seperti berikut: Upah bulan Januari 2013 (Rp 150.000 x 25 hari) Upah disetahunkan PTKP sehatun (TK/0) Penghasilan Kena Pajak setahun PPh Pasal 21 setahun 5% x Rp 20.700.000 PPh Pasal 21 bulanan Rp 10.035.000 : 12 Rp 3.750.000 Rp 45.000.000 Rp 24.300.000 Rp 20.700.000 Rp 10.035.000 Rp 86.250

Penghasilan Diberikan Tidak Secara Bulanan Rumus perhitungan PPh Pasal 21 seperti ilustrasi di atas banyak digunakan oleh perusahaan pemberi kerja karena lebih mudah dan simple. Tetapi jika seandainya pembayaran atau pemberian upah dan penghasilan kepda dion tidak diberikan secara bulanan, misalnya diberikan secara mingguan atau dua mingguan, maka perhitungan PPh Pasal 21 relatif lebih rumit (khususnya bagi perusahaan pemberi kerja yang tidak menggunakan aplikasi atau software perhitungan PPh Pasal 21)

Kita misalkan saja upah dan penghasilan dion tidak dibayarkan secra bulanan. Melainkan dibayar secara mingguan yaitu pada setiap hari sabtu, maka dalam hal ini perhitungan PPh pasal 21 dilakukan setiap minggu sebelum upah dan penghasilan lainnya diberikan kepada dion. 1. PPh Pasal 21 Minggu Pertama Pada minggu pertama bulan januari 2013, dion bekerja hanya 4 (empat) hari yaitu rabu sampai sabtu (tanggal 2 hingga 5 januari 2013). Upah dion selama 4 hari kerja adalah (Rp 150.000 x 4)= Rp 600.000 Dion belum dikenakan PPh pasal 21 karena total upah yang dibayarkan dion di Januari masih belum melebihi Rp 2.025.000. jadi dion membawa upahnya secara utuh sebesar Rp 600.000 2. PPh Pasal 21 Minggu Kedua Pada minggu ke-2 Januari 2013, dion bekerja selama 6 hari yaitu sejak tanggal 7 januari hingga 12 januari. Penghasilan dion pada minggu kedua (Rp 150.000 x 6)= Rp 900.000. jika upahnya ditambahkan dengan minggu pertama Rp 900.000 + Rp 600.000 = Rp 1.500.000 Dengan demikian, Dion belum dikenakan PPh pasal 21 karena total upah yang dibayarkan dion di Januari masih belum melebihi Rp 2.025.000. jadi dion membawa upahnya secara utuh sebesar Rp 900.000 3. PPh Pasal 21 Minggu Ketiga Pada minggu ke-3 bulan Januari 2013, misalkan dion juga bekerja penuh selama 6 hari yaitu sejak tanggal 14 hingga 19 januari 2013. Penghasilan dion pada minggu ke tiga (Rp 150.000 x 6)= Rp 900.000 Jika ditambahkan dengan mingu pertama dan kedua, maka total upah dion Rp 900.000 + Rp 900.000 + Rp 600.000= Rp 2.400.000 atau sudah melebihi Rp 2.025.000 PTKP harian dihitung dari PTKP setahun, karena dion masih berstatus TK/0, maka PTKP harian budi Rp 24.300.000 : 360 hari = Rp 67.500 per hari. Penghasilan Kena pajak seharinya sebesar Rp 150.000 Rp 67.500 = 82.500 Tarif PPh sebesar Rp Rp 82.500 x 5 % = 4.125

Sampai minggu ke- 3 bulan januari 2012, dion bekerja selama 16 hari. Bberarti PPh Pasal 21 yang terutang hingga hari ke-16 adalah = Rp 4.125 x 16 = Rp 66.000 Total upah yang di bawa pulang dion pada minggu ke-3 sebesar Rp 900.000 Rp 66.000 = Rp Rp 834.000 4. PPh Pasal 21 minggu keempat Pada minggu ke-4 bulan januari 2013, misalkan budi bekerja selama 3 hari sejak tanggal 21 hingga 23 januari 2013. Penghasilan dion minggu ke-4 (Rp 150.000 x 3 hari) = Rp 450.000. PPh Pasal 21 selama tiga hari sebesar Rp 4.125 x 3 hari= 12.375 Total upah yang di bawa pulang dion pada minggu ke-4 sebesar Rp 450.000 Rp 12.375 = Rp 437.625 5. PPh Pasal 21 Minggu Kelima Pada minggu terakhir bulan januari 2013, dion bekerja full hingga tanggal 2 ferbuari 2013. Untuk menghitung PPh Pasal 21 bulan januari 2013, perhitungan harus di-cut hingga 31 januari 2013 (untuk upah tanggal 1 dan 2 februari 2013 dimasukkan ke perhitungan PPh Pasal 21 bulan Februari 2013). Dengan demikian, perhitungan PPh Pasal 21 terhadap dion untuk bulan januari 2013 sebagai berikut:
Upah minggu ke-5 (Rp 150.000 x 4 hari) PTKP(4 hari kerja di minggu ke-5) Penghasilan Kena Pajak minggu ke-5 PPh Pasal 21 minggu ke-5 (Rp 330.000 x 5 %) PPh Pasal 21 minggu ke-4 PPh Pasal 21 minggu ke-3, ke-2 dan ke-1 Total PPh Pasal 21 bulan Januari 2013 Rp 600.000 Rp 270.000 Rp 330.000 Rp 16.500 Rp 12.375 Rp 66.000 Rp 98.875

Daftar Pustaka

Mardiasmo. PERPAJAKAN edisi revisi 2011, Jakarta: ANDI yogyakarta, 2011. http://www.pajakkonsultasi.com/ http://www.pajak.go.id/peraturan_tkb http://www.pembayarpajak.com/index.php/articles/pajak-penghasilan/pph-pasal-21/175-pphpasal-21-pegawai-tidak-tetap UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN Peraturan Pemerintah - 18 TAHUN 2009

Anda mungkin juga menyukai