Anda di halaman 1dari 35

LOGO

PPh Pasal 21 dan


Pasal 22

www.themegallery.com
PPh Pasal 21/PPh Pasal 26
(WP OP)
Pph Pasal 21

Pajak atas penghasilan yang dikenakan


atas penghasilan berupa gaji, upah,
honorarium, tunjangan dan pembayaran
lain dengan nama dan bentuk apapun yang
diterima oleh wajib pajak orang pribadi
dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan.
Unsur-Unsur PPh Pasal 21
WAJIB PAJAK
Penghasilan yang di potong PPh Pasal 21
Bukan Wajib Pajak
Pemotongan PPh pasal 21
Bukan pemotongan PPh pasal
21
Saat Terutang Pajak PPh Pasal 21
Fakor pengurangan dalam menghitung
PPh Pasal 21
Tabel PTKP
Uraian PTKP Setahun PTKP Sebulan

Untuk diri sendiri Rp 54.000.000 Rp 4.500.000

Tambahan Kawin Rp 4.500.000 Rp 375.000

Tambahan tanggungan
untuk keluarga
sedarah /semenda Rp 4.500.000 Rp 375.000
dalam garis lurus
keturunan lurus, paling
banyak 3 orang
Tarif Pajak

1. Tarif Pajak Pasal 17 UU PPh


tahun 1983
Tarif
Lapisan PPh
Pengahsilan Orang
Kena Pajak Pribadi
Tarif Pajak
Sampai dengan Rp 50.000.000,- 5%
Diatas Rp 50.000.000- Rp 15%
250.000.000
Diatas Rp 250.000.000- Rp 25%
500.000.000
Diatas Rp 500.0000.0000 30%
Contoh Perhitungan PPh 21

Budi pada tahun 2016 bekerja pada PT Jaya


Abadi dengan memperoleh gaji Rp
8.500.000,00 dan membayar uang pensiun
sebesar Rp 350.000,00 setiap bulannya. Budi
sudah kawin tetapi belum mempunyai anak.
Pada bulan Januari penghasilan Budi hanya dari
gaji. Bagaimanakah penghitungan PPh Pasal 21
untuk Bulan Januari 2016?
Jawab

x12

:12
SOAL PPh Pasal 21

Ahmad Zakaria pada tahun 2015 bekerja pada


perusahaan PT Zamrud Abadi dengan memperoleh
gaji sebulan Rp 7.750.000,00 dan membayar iuran
pensiun sebesar Rp 375.000,00. Ahmad menikah
tetapi belum mempunyai anak. Hitunglah PPh
Pasal 21!
Ahmad Zakaria pada tahun 2015 bekerja pada
perusahaan PT Zamrud Abadi dengan
memperoleh gaji sebulan Rp 9.500.000,00,
Premi Jaminan Tenaga Kerja 1% dari gaji dan
premi jaminan kematian 0.5% dari gaji.
Ahmad membayar iuran pensiun sebesar Rp
375.000,00 dan iuran jaminan hari tua sebesar
2% dari gaji. Ahmad menikah dan mempunyai
2 orang anak. Hitunglah PPh Pasal 21!
PPh Pasal 22

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 adalah PPh


yang dipungut oleh :
1. Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah,
instansi atau lembaga pemerintah dan
lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan
dengan pembayaran atas penyerahan barang;
2. Badan-badan tertentu, baik badan
pemerintah maupun swasta berkenaan
dengan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain.
Siapa pemungut PPh Pasal 22?

1. Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai,


atas impor barang;
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan
Pemerintah Pusat/Daerah, yang melakukan
pembayaran atas pembelian barang;
3. BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian
barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah;
4. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen,
industri rokok, industri kertas, industri baja dan
industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor
Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri;
5. Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang
bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix
dan gas, atas penjualan hasil produksinya;
6. Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula
pasir dan tepung terigu.
Berapa besarnya pungutan PPh Pasal
22 atas impor?
1. yang menggunakan Angka Pengenal Importir (API),
sebesar 2,5 % dari nilai impor;
2. yang tidak menggunakan API, sebesar 7,5 % dari nilai
impor;
3. yang tidak dikuasai, sebesar 7,5 % dari harga jual lelang.
Catatan :
Nilai impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar
penghitungan bea masuk yaitu Cost Insurance and Freight
(CIF) ditambah dengan bea masuk dan pungutan lainnya
yang dikenakan berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan pabean di bidang impor.
Berapakah besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas
pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB dan
Bendaharawan Pemerintah serta BUMN/ BUMD ?

Atas pembelian barang yang dibiayai


dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara / Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBN/APBD) sebesar 1,5
% dari harga pembelian.
1. industri semen sebesar 0,25 % dari dasar
pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai
(PPN);
2. industri rokok kretek/putih sebesar 0,1 % dari
harga bandrol. dan bersifat final;
3. industri kertas sebesar 0,1 % dari DPP PPN;
4. industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN;
5. industri otomotif sebesar 0,45 % dari DPP PPN;
besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penjualan hasil
produksi pertamina dan badan usaha selain Pertamina
yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis
premix dan gas
1. premium untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp
2.100,00/KL, dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan
atau Rp 1.750,00/KL;
2. solar untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp
1.140,00/KL dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan
atau Rp 950,00/KL;
3. premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3 % dari penjualan dan untuk
SPBU Pertamina sebesar 0,25 % dari penjualan;
4. minyak tanah sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 912,00/KL;
5. gas LPG sebesar 0,3 % dari penjualan atau Rp 2.250,00/KL;
6. pelumas sebesar 0,3 % dari penjualan.
Catatan:
PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan lain yang
bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final.
Besarnya pungutan PPh Pasal 22 atas penyerahan
barang yang dilakukan oleh Bulog

1. Gula pasir kepada :


Penyalur sebesar Rp 380,00/kuintal;
Grosir sebesar Rp 270,00/kuintal;
Pembeli lainnya sebesar Rp 650,00/kuintal
2. Tepung terigu kepada :
Penyalur sebesar Rp 53,00/zak;
Grosir sebesar Rp 38,00/zak;
Pembeli lainnya sebesar Rp 91,00/zak
Catatan :
PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan
tepung terigu oleh Bulog bersifat final.
Dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 :

1. Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan


peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh.
Pengecualian tersebut, harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal
22 yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
2. Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk :
yang dilakukan ke dalam Kawasan Berikat dan Entrepot Produksi Untuk Tujuan
Ekspor (EPTE);
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969 tentang
Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP
Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973;
berupa kiriman hadiah;
untuk tujuan keilmuan.
3. Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah
yang meliputi jumlah kurang dari Rp 2.000.000,00 (bukan merupakan jumlah yang
dipecah-pecah).
4. Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM,
benda-benda pos, dan telepon.
Kapan saat terutang dan pelunasan/
pemungutan PPh Pasal 22?

1. PPh Pasal 22 atas impor terutang dan dilunasi


bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk.
Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau
dibebaskan, maka PPh Pasal 22 terutang dan dilunasi
pada saat penyelesaian dokumen Pemberitahuan
Impor Untuk Dipakai (PIUD).
2. PPh Pasal 22 atas pembelian barang oleh Direktorat
Jenderal Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/
Daerah, BUMN/D, yang dibayar dari belanja negara
dan/atau belanja daerah, terutang dan dipungut pada
setiap dilakukan pembayaran.
3. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi di dalam negeri
oleh badan usaha yang bergerak di bidang industri semen,
industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri
otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak, dipungut pada saat penjualan.
4. PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi oleh Pertamina
dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang
bahan bakar minyak jenis premix dan gas harus dilunasi
sendiri oleh penyalur, agen, atau pembeli lainnya sebelum
Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order)
ditebus;A
5. PPh Pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu
oleh Bulog harus dilunasi sendiri oleh penyalur,
grosir,sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery
Order) ditebus.
Bagaimana tata cara pemungutan,
penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 22?

1. Atas Impor
Impor dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22
disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak yang
berlaku sebagai bukti pungutan pajak;
Impor tidak dilengkapi dengan LKP PPh Pasal 22
dipungut dan disetor oleh Direktorat Jenderal
Bea dan Cukai.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menerbitkan
Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu :
Lembar pertama untuk pembeli;
Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat
Jenderal Pajak sebagai lampiran laporan bulanan;
Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang
bersangkutan.
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai harus menyetorkan
pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu
sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos
dan Giro atau bank-bank persepsi, dan harus melaporkan
hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak
secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah
batas waktu penyetoran pajak berakhir.
2. Direktorat Jenderal Anggaran, Bendaharawan
Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut
dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor
Pos dan Giro atau bank-bank persepsi, pada hari yang
sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan
menggunakan formulir Surat Setoran Pajak (SSP) yang
telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta
ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku
sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus
disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari
setelah Masa Pajak berakhir.
3. Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas,
baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak
harus memungut PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di
dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22
dalam rangkap tiga, yaitu :
Lembar pertama untuk pembeli;
Lembar kedua untuk disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pajak
sebagai lampiran laporan bulanan;
Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan.

* Badan usaha tersebut harus menyetorkan secara kolektif pemungutan


PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim
berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan
cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari
setelah Masa Pajak berakhir.
4. PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas
hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar
minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina,
dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu
oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri
oleh Wajib Pajak ke bank persepsi atau Kantor Pos
dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran
Barang (Delivery Order) ditebus, dengan
menggunakan SSP yang juga merupakan bukti
pungutan pajak.
* Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan
SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari
setelah Masa Pajak berakhir
LOGO

Your company slogan in here

www.themegallery.com

Anda mungkin juga menyukai