Anda di halaman 1dari 13

Aspek Perpajakan

atas Perusahaan
Pengeboran Minyak,
Gas dan Panas Bumi
Kelompok 1

1 2 3 4

ALISHA INDAH CHINTYA PUTRI MARDIAH IKA NOFIT


PERMATA AGUSVINA OCTARINA MENINDA

GENI MARTINA INDAH SRI NUR ARIFA DEZA FITRIANI


REZKI KHAIRANI

8 7 6 5
DASAR HUKUM

UU 36 Tahun 2008

Keputusan Menteri Keuangan


Nomor 628/KMK.04/1991

Surat Edaran Direktur Jenderal


Pajak Nomor SE - 21/PJ.31/1991
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
628/KMK.04/1991 Pasal 1

(1)Penghasilan netto Wajib Pajak Bentuk Usaha


Tetap dari kegiatan Usaha pengeboran minyak
dan gas bumi dihitung dengan menggunakan
Norma Penghitungan Khusus sebesar 15% (lima
belas persen) dari penghasilan bruto.
(2)Penghasilan bruto sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) adalah penghasilan bruto dari jenis-jenis
penghasilan yang tercantum dalam kontrak
pengeboran minyak dan gas bumi yang
bersangkutan.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE
- 21/PJ.31/1991

Yang dimaksud dengan penghasilan bruto meliputi penghasilan


bruto (gross revenue) dari jenis-jenis penghasilan yang tercantum
dalam kontrak pengeboran minyak dan gas bumi yang
bersangkutan, yang penghitungannya didasarkan pada tarif harian
(daily rates) yang menjadi hak dari BUT-FDC (Foreign Drilling
Company), dengan mengingat hal-hal sebagai berikut :
a. Biaya reimbursable :
Wajib Pajak BUT-FDC tersebut dapat pula menerima dari
Pertamina, Kontraktor Bagi Hasil (KBH) atau Kontraktor
Kontrak Karya (KK) berupa penggantian biaya (reimbursable
costs), yang pada umumnya merupakan biaya yang harus
dikeluarkan oleh BUT-FDC untuk pekerjaan-pekerjaan yang
tidak tercakup dalam kontrak tetapi diperlukan agar pekerjaan
dalam kontrak dapat dilaksanakan.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE
- 21/PJ.31/1991

Pada hakekatnya, bentuk penghasilan tersebut diterima atau


diperoleh BUT-FDC untuk melaksanakan suatu kegiatan
tertentu, misalnya penambahan atau perubahan peralatan yang
diperlukan sesuai kondisi pengeboran, yang tidak tercantum
dalam kontrak. Seluruh pengeluaran untuk melaksanakan
kegiatan tersebut diganti oleh pihak yang bersangkutan
(Pertamina, Kontraktor KBH/KK) tanpa penambahan suatu
margin keuntungan, dan dengan demikian dalam penggantian
biaya dimaksud tidak terdapat unsur laba bagi BUT-FDC.
Penerimaan penggantian biaya tersebut bukan merupakan
unsur penghasilan bruto yang diterapkan Norma Penghitungan
Khusus (non-taxable revenue).
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE
- 21/PJ.31/1991

b. Handling Charge :
Untuk melaksanakan kegiatan tambahan tersebut pada huruf a
ada kemungkinan BUT-FDC memerlukan biaya handling,
sehingga dimungkinkan adanya pembebanan "handling charge"
kepada PERTAMINA atau Kontraktor KBH/KK. Biaya
mobilisasi dan demobilisasi serta biaya bongkar muat rig
memasuki atau keluar perairan Indonesia adalah termasuk dalam
pengertian Handling Charge. Handling charge merupakan non-
taxable revenue pula, sepanjang Wajib Pajak dapat menunjukkan
bukti dari pihak ketiga atas pengeluaran tersebut. Jika Wajib
Pajak tidak dapat menunjukannya, maka handling charge
merupakan taxable revenue dan dimasukkan ke dalam
penghasilan bruto sebagai dasar penerapan Norma.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE
- 21/PJ.31/1991

Reimbursable Cost dan Handling Charge tersebut


diperlakukan sebagai non taxable revenue hanya
sepanjang jumlah seluruhnya tidak melebihi 10% dari
penghasilan bruto yang berupa Drilling Fee.
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE
- 21/PJ.31/1991

Selain penghasilan yang diterima atau diperoleh dari


kegiatan usahanya di bidang pengeboran minyak dan gas
bumi, BUT-FDC dapat menerima atau memperoleh
penghasilan lain seperti :
a) Penghasilan berupa sewa dari harta yang dimilikinya
baik yang disewakan untuk digunakan di Indonesia
maupun di luar Indonesia;
b) Penghasilan berupa bunga yang diterima atau diperoleh
dari penggunaan uang/dana baik yang digunakan/
ditempatkan di Indonesia maupun di luar Indonesia;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE
- 21/PJ.31/1991

c. Penghasilan dari kegiatan usaha (business income) selain usaha


drilling, penghasilan dari modal (investment income), ataupun
penghasilan lain yang diterima atau diperolehnya dalam bentuk
apapun dan dari manapun. Jenis-jenis penghasilan tersebut tidak
termasuk dalam penghasilan yang diterima/diperoleh BUT-FDC
dari kegiatan usaha sebagai drilling company. Oleh karena itu,
sepanjang Wajib Pajak BUT-FDC menerima atau memperoleh
penghasilan lain sebagaimana dimaksud dalam huruf a s/d c,
maka penghasilan netto atas penghasilan dimaksud tidak dihitung
dengan menerapkan Norma Penghitungan Khusus, melainkan
dengan ketentuan yang berlaku umum, dan untuk itu BUT-FDC
perlu menyelenggarakan catatan atas penghasilan lain tersebut,
terpisah dari penghasilan dari kegiatan usaha drilling. 
Keputusan Menteri Keuangan Nomor
628/KMK.04/1991 Pasal 4

Besarnya angsuran PPh 25 bagi BUT Drilling tiap bulan


ditetapkan :
= {tarif pasal 17 UU PPh  x (penghasilan neto dari usaha
drilling bulan yang bersangkutan yang disetahunkan +
penghasilan neto dari usaha lain bulan yang
bersangkutan yang disetahunkan)} / 12
Contoh
Penghasilan Bruto X Oil Co. dari usaha drilling
Sebesar 60 Milyar. Selain menerima Penghasilan dari
usaha drilling, X Oil Co. juga memperoleh
penghasilan lain sebesar 10 Milyar.
Maka besarnya angsuran PPh 25 tiap bulan adalah
sebesar
= 25% x [(15%x 60M)+10M] / 12
= Rp 395.833.333
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai