Anda di halaman 1dari 20

ASPEK PERPAJAKAN DALAM INDUSTRI

MINYAK DAN GAS BUMI


KELOMPOK 2:
1 . F E B R I A C H M A D S YA U Q I E
1406637561
2 . FA D Z A N D A F R I S Y A K I N T A
1406637706
3 . R I Z K I A P R I L I TA R A M A D H A N I 1 4 0 6 6 3 7 7 4 4
4 . V I S I D I G I TA I N TA R I
1406637845
5 . Y E S AYA M I A R S A N
6 . A LV A T I K A A R D I A N

1406637883
1406637965

PENGERTIAN INDUSTRI MIGAS


Kegiatan industrimigasdigolongkan dalam dua kegiatan inti (core bussines) yaitu
kegiatan industri hulu migas dan kegiatan industri hilir atau sering juga disebut
sebagai bisnis hulu dan bisnis hilir. Artikel kali ini akan membahas tentang kegiatan
hulu migas yang merupakan tahap dasar dari segala kegiatan proses di bidang
perminyakan hingga dihasilkan berbagai macam produk hasil olahan minyak bumi
yang banyak digunakan oleh masyarakat.
Kegiatan hulu terdiri dari dua bagian utama, yaitu tahap explorasi dan exploitasi.
Explorasi adalah tahap awal yang bertujuan untuk menemukan sumur minyak dan
gas, dilakukan dengan cara menyelidiki daerah yang memiliki kemungkinan
mengandung minyak dan gas bumi, sedangkan exploitasi ialah rangkaian atau proses
selanjutnya setelah ditemukan ladang yang di dalamnya mengandung minyak dan
gas bumi.
Secara umum, bisnis hilir migas dapat diartikan sebagai proses pengolahan
minyak mentah maupun gas alam sampai pada tahap pemasaran hasil produksi,
proses ini meliputi pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga (pemasaran).

UU MIGAS 22/2001
Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir wajib membayar pajak, bea masuk
dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta kewajiban lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

20/PMK.010/2005

Atas Impor barang untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang diimpor oleh
Kontraktor Bagi Hasil (Production Sharing Contractor) Minyak dan Gas Bumi diberikan fasilitas pembebasan
Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor tidak dipungut dengan ketentuan mengajukan RIB. Fasilitas ini
diberikan sd berakhirnya kontrak kerjasama yang bersangkutan

Sebelum
UU Migas
Dibebaska
n

Setelah
UU Migas
1. PPh 22 Impor (Kep192/PJ./2002)
2. Bea Masuk
(177/PMK.011/2007)
3. PPN Impor
(27/PMK.011/2012)
4. Cost Recovery dan
Perlakuan PPh Migas (PP
79/2010)

Masih berlaku sd sekarang

Pembebasan mengacu kepada peraturan yang


berlaku

KONTRAK KERJA SAMA DALAM INDUSTRI MIGAS


Sistem
Konsesi
(Kontrak
5A)

Kontrak
Karya
Kontrak
Productio
n Sharing

Seismic

Production

Drilling and well


construction

Well Completion

Well Logging

Well Testing

JENIS-JENIS ASPEK PERAJAKAN DALAM INDUSTRI MIGAS


1. PPh 22 Impor (Kep-192/PJ./2002)
2. Bea Masuk (177/PMK.011/2007)
3. PPN Impor (27/PMK.011/2012)
4. Cost Recovery dan Perlakuan PPh Migas (PP 79/2010)
5. Aspek PPh Badan dalam Production Sharing Contract
6. Perpajakan Internasional

PPH 22 IMPOR (KEP-192/PJ./2002)

Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas berdasarkan Permenkeu no. 154/PMK.03/2010 stbd.
244/PMK.011/2012 ditetapkan sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22.
Besarnya pungutan PPh pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina,
. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU.
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk PPN.
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk PPN
Sifat pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan
pelumas kepada penyalur/agen bersifat final, sedangkan selain penyalur/agen bersifat tidak
final.
Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
NPWP yang dikenakan lebih tinggi 100% dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan NPWP (hanya belaku untuk pemungutan yang bersifat tidak final).

BEA MASUK (177/PMK.011/2007)

Bea Masuk Migas dapat pembebasan bea masuk atas impor barang untuk
kegiatan usaha hulu migas dan panas bumi, antara lain menyatakan bahwa atas
impor barang yang digunakan untuk kegiatan usaha hulu migas serta panas bumi,
diberikan pembebasan bea masuk. Pembebasan bea masuk itu dengan ketentuan
bahwa barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri, sudah diproduksi di
dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan atau sudah
diproduksi di dalam negeri, namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
MEKANISME FASILITAS KEPABEANAN DI BIDANG MINYAK DAN GAS
BUMI SERTA PANAS BUMI

MIGAS
Indikator
Dasar hukum

Sebelum UU No 22/2001

Setelah UU No 22/2001

PMK No. 20/PMK.010/2005

PMK No. 177/PMK.011/2007


PMK No. 70 /PMK.011/2013

Jenis fasilitas

Bebas BM dan Tidak dipungut PDRI

Bebas BM *)
atau
Bebas BM dan tidak dipungut PPN &
PPnBM #)

Jenis kegiatan
kontraktor

Eksplorasi dan Eksploitasi

Eksploitasi *)
atau
Eksplorasi #)

PPN (PAJAK PERTAMBAHAN NILAI)


Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan 70/PMK.011/2013 tanggal 2 April 2013
telah membebaskan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi dari Bea
Masuk Impor dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah untuk mendorong peningkatan kegiatan eksplorasi dalam
rangka menambah cadangan dan kegiatan eksploitasi untuk meningkatkan produksi minyak
dan gas bumi nasional.
Insentif PPN bagi Impor Alat Eksplorasi Migas:
Insentif dimaksud berupa pajak pertambahan nilai (PPN) terutang atas impor barang
yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta
kegiatan usaha eksplorasi panas bumi oleh pengusaha di bidang kegiatan usaha hulu minyak
dan gas bumi atau pengusaha di bidang kegiatan usaha panas bumi, ditanggung pemerintah.
PPN ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam permenkeu itu diberikan
terhadap barang yang dipergunakan untuk kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas
bumi serta usaha eksplorasi panas bumi. Insentif ini hanya diberikan kepada mereka yang
sesuai dengan ketentuan. Pemberian insentif PPN DTP ini diatur melalui Peraturan Menteri
Keuangan (Permenkeu) Nomor 24/PMK.011/2010 yang memberikan insentif fiskal kepada
kegiatan usaha hulu eksplorasi minyak dan gas bumi serta kegiatan usaha eksplorasi panas
bumi.

COST RECOVERY DAN PERLAKUAN PPH MIGAS (PP 79/2010)


Cost Recovery adalah istilah untuk biaya yang dibayarkan pemerintah
kepada kontraktor untuk mengganti biaya investasi dan biaya operasi dari
aktivitas kontraktor migas selama melakukan eksporasi, eksploitasi dan
pengembangan di blok migas yang tengah dikerjakan. Biaya ini diluar
pembagian keuntungan dari penjualan migas. Pembayaran cost recovery
dalam sistem kontrak Production Sharing Contract (sistem yang dianut oleh
Indonesia, recovery cost dibayarkan dalam bentuk pembagian hasil produksi
migas (minyak dan/atau gas bumi).
Apapun jenis kontrak migas yang diterapkan dalam sebuah proyek
pengembangan lapangan migas, mekanisme cost recovery ini akan selalu
ada, hanya pada beberapa sistem lain terdapat perbedaan nama. Pada
sistem konsesi (negara pemilik sumber daya alam hanya menerima
pendapatan dari pajak dan royalti) cost recovery dikenal dengan istilah cost
deduction, sedangkan pada sistem service contract (perusahaan kontraktor
hanya memperoleh pembayaran jasa), mekanisme cost recovery dikenal
dengan istilah reimbursement.

Kelompok biaya yang akan dibayar dikembalikan kepada kontraktor melalui mekanisme cost recovery
mencakup:
Biaya Operasional: setiap biaya pelaksanaan eksploitasi blok migas terhitung mulai dari terjadinya
produksi komersial. Besaran ini akan dibayarkan pada tahun fiskal yang sama.
Biaya Eksplorasi: setiap biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan eksplorasi dimulai pada
hari pertama eksplorasi sampai pada dimulainya produksi komersial yang pertama. Biasanya
pengembalian dibayarkan dengan rate tertentu setiap tahun.
Biaya Pengembangan: setiap biaya yang dikeluarkan untuk memelihara atau melakukan tindakan
khusus untuk mengembangkan atau menjaga laju produksi dari blok migas. Pengembalian umumnya
dibayarkan dengan rate tertentu setiap tahun.
Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan harus
memenuhi persyaratan:
a. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dab terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di
wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;
b. menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
c. pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik;
d. kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah mendapatkan
persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.

ASPEK PPH BADAN DALAM PRODUCTION SHARINGCONTRACT


Production Sharing Cotract(PSC) merupakan sebuah kontrak kerja sama
antara pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh BP Migas dengan
kontraktor yang didasarkan pada prinsip bagi hasil produksi berdasarkan
persentase tertentu yang disepakati.
Pemberlakuan UU No 22 tahun 2001 tentang Migas membawa perubahan
yang cukup mendasar pada regulasi migas di Indonesia. Sebelum
pemberlakuan UU tersebut Pertamina mempunyai fungsi ganda sebagai wakil
pemerintah (regulator) sekaligus sebagai kontraktor. Namun dengan
pemberlakuan UU tersebut, fungsi regulasi dilaksanakan oleh suatu badan
baru yang dinamakan BP Migas dan BPH Migas. Pertamina dikembalikan
sebagai perusahaan negara yang fokus pada usaha untuk menghasilkan laba
dan hal ini dibuktikan dengan diubahnya status Pertamina menjadi PT
Pertamina (Persero) dengan dikeluarkannya PP Nomor 31 tahun 2003.

TABEL BER IKUT M ENGG AMB AR K A N B ES AR A N P EMBA GIAN HA SIL TER S EBU T D AR I B EBER A PA GENER ASI PSC DI
INDON ESI A BE SER TA DENG AN TAR IF PAJ A KNYA

Setelah UU Migas
Setelah UU 36 Sebelum UU
2008
36 2008
28%
30%

Corporate Tax
Deviden
(20%)

Tax

Total Income Tax

PSC Provinsi Bag


Timur 1995

PSC 1995

PSC 1984-1994

PSC Lama

30%

30%

35%

45%

14,4%

14%

14%

14%

13%

11%

42,4%

44%

44%

44%

48%

56%

Bagi Hasil Setelah Pajak:


Pemerintah

Tergantung negosiasi msg2


PSC

65%

85%

85%

85%

Kontraktor

Tergantung negosiasi msg2


PSC

35%

15%

15%

15%

62,5%

26,79%

28,85%

34,09%

Bagi Hasil untuk Kontraktor Sebelum Pajak:


Tergantung negosiasi msg2
PSC

PPH BADAN
Berbeda dengan aspek perpajakan umum dimana tarif PPh Badan dan Dividen
mengikuti ketentuan dalam undang-undang pajak, dalam kegiatan hulu migas tarif
tergantung dengan isi kontrak perjanjian kerja sama migas. Dalam hal ini tidak diatur
secara spesifik dalam kontrak maka mengikuti ketentuan umum peraturan perpajakan .
Dalam Pasal 16 Undang-undang Pajak penghasilan, penghasilan kena pajak dihasilkan
dari peredaran bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan (deductible
expenses) dan kerugian yang dapat dikompensasikan (loss carryforwards). Bagi NDC,
penghasilan dari kegiatan pengeboran merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 dan
dikenakan tarif 15% dari perkiraan penghasilan neto sebesar 40% dari penghasilan bruto.
Dan merupakan pembayaran Ph dimuka yang dapat dikreditkan atas PPh yang terutang di
akhir tahun.
Pada prinsipnya PSC harus membayar PPh Badan dan pajak final atas laba setelah
pajak (Branch Profit Tax/BPT). Dari tabel di atas dapat diketahui besaran tarif pajak efektif
(setelah menggabungkan tarif PPh Badan dan BPT) untuk masing-masing generasi PSC.
Dari tabel tersebut di atas juga dapat diketahui bahwa sebelum pemberlakuan UU Migas,
bagi hasil setelah pajak antara pemerintah dan kontraktor yaitu 85/15 dan 65/35, namun
dengan pemberlakuan UU Migas maka bagi hasil untuk masing-masing PSC bersifat unik
dan tergantung dari hasil negosiasi antara kedua belah pihak.

DI BAWAH INI ADALAH CONTOH SKEMA DASAR


DARI PERHITUNGAN ATAS PPH MIGAS
N
o

Diskripsi

US $

Keterangan

Penghasilan Kotor

4.000.000

Produksi x
harga

FTP

800.000

20 % x Ph. Kotor

Penghasilan Kotor FTP

3.200.000

Cost Recovery

1.200.000

CYOC +
depresiasi

Equity to be Split

2.000.000

No. 3 No. 4

Contractor Share
6

Contractor FTP Share

214.240

26,78% x No. 2

Contractor Equity Share

535.600

26,78% x No. 5

Taxable Share

749.840

No. 6 + No. 7

Corporate Tax

224.952

30% x No. 8

10

Deviden Tax

104.978

20% x (No.8
No.9)

11

Total Tax

329.930

No.9 +No.10

12

Total Net Contractor Share

419.910

No. 8 No. 11

Indonesia Share

13

FTP Share

585.760

73,22% x
No. 2

14

Equity Share

1.464.400

73,22% x
No. 5

15

Government Tax
Entitlement

329.930

No. 11

16

Total Indonesia
Share

2.380.090

No. 13 + 14
+ 15

PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Aspek Pajak Internasional dari Undang Undang No 22 Tahun 200, hanya
kegiatan usaha industri hulu yang terbuka bagi perusahaan asing. Artinya
tanpa harus membentuk perusahaan patungan Indonesia, suatu perusahaan
asing dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung di industri hulu.
Kegiatan inilah yang akan menimbulkan implikasi perpajakan internasional
mengingat sebagaian besar transaksinya akan melibatkan baik Wajib Pajak
maupun
Obyek
Pajak
luar
negeri.
Masalah yang disoroti adalah transaksi transaksi yang sifatnya lintas batas
dan yang lazim terjadinya di industri migas. Unsur lain yang juga relevan
adalah ketentuan ketentuan yang menyangkut perpajakan di dalam Undang
Undang Nomor 22 tahun 2001. Salah satu masalah yang penting yang
diatur dalam Undang Undang migas yang baru adalah bahwa ring fence
policy tetap dipertahankan. Disamping itu juga dibahas beberapa issue yang
erat hubungannya dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional, dalam kaitannya dengan ketentuan yang diatur oleh P3B.

SEKIAN DAN
TERIMAK A SIH

Anda mungkin juga menyukai