1406637883
1406637965
UU MIGAS 22/2001
Badan Usaha yang melakukan Kegiatan Usaha Hulu dan Hilir wajib membayar pajak, bea masuk
dan pungutan lain atas impor, cukai, pajak daerah dan retribusi daerah, serta kewajiban lain
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
20/PMK.010/2005
Atas Impor barang untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang diimpor oleh
Kontraktor Bagi Hasil (Production Sharing Contractor) Minyak dan Gas Bumi diberikan fasilitas pembebasan
Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor tidak dipungut dengan ketentuan mengajukan RIB. Fasilitas ini
diberikan sd berakhirnya kontrak kerjasama yang bersangkutan
Sebelum
UU Migas
Dibebaska
n
Setelah
UU Migas
1. PPh 22 Impor (Kep192/PJ./2002)
2. Bea Masuk
(177/PMK.011/2007)
3. PPN Impor
(27/PMK.011/2012)
4. Cost Recovery dan
Perlakuan PPh Migas (PP
79/2010)
Kontrak
Karya
Kontrak
Productio
n Sharing
Seismic
Production
Well Completion
Well Logging
Well Testing
Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, dan pelumas atas penjualan bahan
bakar minyak, gas, dan pelumas berdasarkan Permenkeu no. 154/PMK.03/2010 stbd.
244/PMK.011/2012 ditetapkan sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) pasal 22.
Besarnya pungutan PPh pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas, dan pelumas
oleh produsen atau importir bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah sebagai berikut:
1. Bahan Bakar Minyak sebesar:
. 0,25% (nol koma dua puluh lima persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan
Nilai untuk penjualan kepada SPBU Pertamina,
. 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai untuk
penjualan kepada SPBU bukan Pertamina dan Non SPBU.
2. Bahan Bakar Gas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk PPN.
3. Pelumas sebesar 0,3% (nol koma tiga persen) dari penjualan tidak termasuk PPN
Sifat pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas penjualan bahan bakar minyak, gas dan
pelumas kepada penyalur/agen bersifat final, sedangkan selain penyalur/agen bersifat tidak
final.
Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki
NPWP yang dikenakan lebih tinggi 100% dari pada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak
yang dapat menunjukkan NPWP (hanya belaku untuk pemungutan yang bersifat tidak final).
Bea Masuk Migas dapat pembebasan bea masuk atas impor barang untuk
kegiatan usaha hulu migas dan panas bumi, antara lain menyatakan bahwa atas
impor barang yang digunakan untuk kegiatan usaha hulu migas serta panas bumi,
diberikan pembebasan bea masuk. Pembebasan bea masuk itu dengan ketentuan
bahwa barang tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri, sudah diproduksi di
dalam negeri namun belum memenuhi spesifikasi yang dibutuhkan atau sudah
diproduksi di dalam negeri, namun jumlahnya belum mencukupi kebutuhan industri.
MEKANISME FASILITAS KEPABEANAN DI BIDANG MINYAK DAN GAS
BUMI SERTA PANAS BUMI
MIGAS
Indikator
Dasar hukum
Sebelum UU No 22/2001
Setelah UU No 22/2001
Jenis fasilitas
Bebas BM *)
atau
Bebas BM dan tidak dipungut PPN &
PPnBM #)
Jenis kegiatan
kontraktor
Eksploitasi *)
atau
Eksplorasi #)
Kelompok biaya yang akan dibayar dikembalikan kepada kontraktor melalui mekanisme cost recovery
mencakup:
Biaya Operasional: setiap biaya pelaksanaan eksploitasi blok migas terhitung mulai dari terjadinya
produksi komersial. Besaran ini akan dibayarkan pada tahun fiskal yang sama.
Biaya Eksplorasi: setiap biaya yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan eksplorasi dimulai pada
hari pertama eksplorasi sampai pada dimulainya produksi komersial yang pertama. Biasanya
pengembalian dibayarkan dengan rate tertentu setiap tahun.
Biaya Pengembangan: setiap biaya yang dikeluarkan untuk memelihara atau melakukan tindakan
khusus untuk mengembangkan atau menjaga laju produksi dari blok migas. Pengembalian umumnya
dibayarkan dengan rate tertentu setiap tahun.
Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan harus
memenuhi persyaratan:
a. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dab terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di
wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;
b. menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
c. pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik;
d. kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah mendapatkan
persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
TABEL BER IKUT M ENGG AMB AR K A N B ES AR A N P EMBA GIAN HA SIL TER S EBU T D AR I B EBER A PA GENER ASI PSC DI
INDON ESI A BE SER TA DENG AN TAR IF PAJ A KNYA
Setelah UU Migas
Setelah UU 36 Sebelum UU
2008
36 2008
28%
30%
Corporate Tax
Deviden
(20%)
Tax
PSC 1995
PSC 1984-1994
PSC Lama
30%
30%
35%
45%
14,4%
14%
14%
14%
13%
11%
42,4%
44%
44%
44%
48%
56%
65%
85%
85%
85%
Kontraktor
35%
15%
15%
15%
62,5%
26,79%
28,85%
34,09%
PPH BADAN
Berbeda dengan aspek perpajakan umum dimana tarif PPh Badan dan Dividen
mengikuti ketentuan dalam undang-undang pajak, dalam kegiatan hulu migas tarif
tergantung dengan isi kontrak perjanjian kerja sama migas. Dalam hal ini tidak diatur
secara spesifik dalam kontrak maka mengikuti ketentuan umum peraturan perpajakan .
Dalam Pasal 16 Undang-undang Pajak penghasilan, penghasilan kena pajak dihasilkan
dari peredaran bruto setelah dikurangi biaya-biaya yang dapat dikurangkan (deductible
expenses) dan kerugian yang dapat dikompensasikan (loss carryforwards). Bagi NDC,
penghasilan dari kegiatan pengeboran merupakan objek pemotongan PPh pasal 23 dan
dikenakan tarif 15% dari perkiraan penghasilan neto sebesar 40% dari penghasilan bruto.
Dan merupakan pembayaran Ph dimuka yang dapat dikreditkan atas PPh yang terutang di
akhir tahun.
Pada prinsipnya PSC harus membayar PPh Badan dan pajak final atas laba setelah
pajak (Branch Profit Tax/BPT). Dari tabel di atas dapat diketahui besaran tarif pajak efektif
(setelah menggabungkan tarif PPh Badan dan BPT) untuk masing-masing generasi PSC.
Dari tabel tersebut di atas juga dapat diketahui bahwa sebelum pemberlakuan UU Migas,
bagi hasil setelah pajak antara pemerintah dan kontraktor yaitu 85/15 dan 65/35, namun
dengan pemberlakuan UU Migas maka bagi hasil untuk masing-masing PSC bersifat unik
dan tergantung dari hasil negosiasi antara kedua belah pihak.
Diskripsi
US $
Keterangan
Penghasilan Kotor
4.000.000
Produksi x
harga
FTP
800.000
20 % x Ph. Kotor
3.200.000
Cost Recovery
1.200.000
CYOC +
depresiasi
Equity to be Split
2.000.000
No. 3 No. 4
Contractor Share
6
214.240
26,78% x No. 2
535.600
26,78% x No. 5
Taxable Share
749.840
No. 6 + No. 7
Corporate Tax
224.952
30% x No. 8
10
Deviden Tax
104.978
20% x (No.8
No.9)
11
Total Tax
329.930
No.9 +No.10
12
419.910
No. 8 No. 11
Indonesia Share
13
FTP Share
585.760
73,22% x
No. 2
14
Equity Share
1.464.400
73,22% x
No. 5
15
Government Tax
Entitlement
329.930
No. 11
16
Total Indonesia
Share
2.380.090
No. 13 + 14
+ 15
PERPAJAKAN INTERNASIONAL
Aspek Pajak Internasional dari Undang Undang No 22 Tahun 200, hanya
kegiatan usaha industri hulu yang terbuka bagi perusahaan asing. Artinya
tanpa harus membentuk perusahaan patungan Indonesia, suatu perusahaan
asing dapat melakukan kegiatan usaha secara langsung di industri hulu.
Kegiatan inilah yang akan menimbulkan implikasi perpajakan internasional
mengingat sebagaian besar transaksinya akan melibatkan baik Wajib Pajak
maupun
Obyek
Pajak
luar
negeri.
Masalah yang disoroti adalah transaksi transaksi yang sifatnya lintas batas
dan yang lazim terjadinya di industri migas. Unsur lain yang juga relevan
adalah ketentuan ketentuan yang menyangkut perpajakan di dalam Undang
Undang Nomor 22 tahun 2001. Salah satu masalah yang penting yang
diatur dalam Undang Undang migas yang baru adalah bahwa ring fence
policy tetap dipertahankan. Disamping itu juga dibahas beberapa issue yang
erat hubungannya dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional, dalam kaitannya dengan ketentuan yang diatur oleh P3B.
SEKIAN DAN
TERIMAK A SIH