Anda di halaman 1dari 33

Pengertian, Pemotong dan Bukan Pemotong serta Kewajiban Pemotong PPh 21

A.   Pajak Penghasilan Pasal 21
PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan dengan
nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.
1.    Pemotong Pajak
Ketentuan mengenai pemotongan PPh Pasal 21 diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008
dan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-31/PJ/2009 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur
Jenderal Pajak Nomor PER-57/PJ/2009 dijelaskan bahwa Pemotong PPh Pasal 21 meliputi:
a)   Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau
unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun,
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b)   Bendahara atau pemegang kas pemerintah, termasuk bendahara atau pemegang kas pada Pemerintah Pusat
termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara
lainnya, dan Kedutaan Besar RI di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran
lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan
c)   Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan- badan lain yang membayar uang
pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
d)  Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
1)   Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadai dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
2)   Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh
orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri.
3)   Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.
e)   Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional,
perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium,
hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan
suatu kegiatan.
2.    Tidak Termasuk Pemotong PPh
Pemberi kerja yang tidak wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21 adalah:
a)    Kantor perwakilan negara asing
b)   Organisasi-organisasi internasional sebgaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang PPh,
yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan
c)    Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata-mata
mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
3.    Kewajiban Pemotong PPh Pasal 21
a)    Kewajiban umum
Setiap Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud di atas wajib mendaftarkan diri  ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak setempat. Kewajiban ini juga berlaku untuk organisasi internasional yang tidak dikecualikan sebagai
non subjek pajak berdasarkan KepMenkeu. Dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya, Pemotong Pajak
mengambil sendiri formulir–formulir yang diperlukan pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak
setempat.
b)   Kewajiban terkait dengan SPT Masa PPh Pasal 21
1)   Dengan menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya. Jika tanggal 10 merupakan hari libur,
penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
2)   Melaporkan penyetoran pajak, sekalipun nihil, dengan menggunakan e-surat pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor
Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat melalui e-filing, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan
takwim.
3)   Memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21, baik diminta maupun tidak, pada saat dilakukannya pemotongan
pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerima uang tebusan pensiun, penerima Jaminan Hari Tua,
penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
4)   Membuat catatan atau kertas kerja perhitungan PPh Pasal 21 dan untuk masing-masing penerima  penghasilan,
yang menjadi dasar pelaporan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan menyimpan catatan atau kertas kerja
tersebut selama 10 (sepuluh) tahun sejak berakhirnya tahun pajak yang bersangkutan.
c)    Kewajiban terkait dengan SPT Tahunan PPh Pasal 21
1)   Memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan,
dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun
takwim berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian akhir tahun takwim, Bukti
Pemotongan tersebut diberikan oleh pemberi kerja selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah pegawai
yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
2)   Menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terhutang oleh pegawai tetap menurut tarif, sebagaimana dimaksud
dalam pasal 17 Undang-undang nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah
terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000, dalam waktu 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir.
3)   Menyetor pajak yang kurang bayar (PPh Pasal 29), jika ada, sebelum sampai SPT Tahunan PPh Pasal 21 selambat-
lambatnya tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.
4)   Mengisi, menandatangani, dan menyampaikan SPT Tahunan PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Pemotongan Pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 31 Maret
tahun takwim berikutnya.
Subjek dan Non Subjek PPh Pasal 21
1.    Penerima Penghasilan yang Dipotong/subjek PPh Pasal 21
Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi dengan status sebagai Subjek Pajak dalam
negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal
21 sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan yang dilakukan baik dalam hubungannya sebagai
pegawai maupun bukan pegawai, termasuk penerima pensiun.
Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah orang pribadi yang merupakan:
a)   Pegawai
b)   Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk
ahli warisnya.
c)   Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan,
antara lain meliputi :
1)   Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan,
notaris, penilai, dan aktuaris.
2)   Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru
film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya.
3)   Olahragawan.
4)   Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan  moderator.
5)   Pengarang, peneliti, dan penerjemah.
6)   Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika,
fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan.
7)   Agen iklan.
8)   Pengawas atau pengelola proyek.
9)   Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara.
10)     Petugas penjaja barang dagangan.
11)     Petugas dinas luar asuransi.
12)     Distributor perusahaan multilevel marketing (MLM) atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya.
13)     Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikut sertaannya dalam
suatu kegiatan, antara lain meliputi:

 Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu
pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya.

 Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja.

 Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu.

 Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang.

 Peserta kegiatan lainnya.


2.    Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a)    Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-orang yang
diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat:
1)   Bukan warga negara Indonesia.
2)   Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut.
3)   Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
b)   Pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang
PPh, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat:
1)   Bukan warga negara Indonesia.
2)   Tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
c)    Pegawai yang bekerja di badan-badan PBB baik WNI maupun WNA
d)   Orang pribadi yang melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas
Objek dan Non Objek PPh Pasal 21
1. Penghasilan yang dipotong PPh pasal 21 yaitu:
a)   Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun
tidak teratur.
b)   Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun
atau penghasilan sejenisnya.
c)   Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang
diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan
pembayaran lain sejenis.
d)  Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan.
e)   Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan nama
dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan.
f)    Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah
atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun.
g)   Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang
diberikan oleh:
1)   Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2)   Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
2.    Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh Pasal 21
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a)    Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa.
b)   Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun diberikan oleh Wajib Pajak atau
Pemerintah.
c)    Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan,
iuran tunjangan hari tua atau iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja.
d)   Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di
Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
Pemerintah sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-
pihak yang bersangkutan.
e)    Beasiswa yang dikecualikan dari objek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-
Undang PPh
Pengurang Yang diperbolehkan dan Penghasilan Tidak Kena Pajak
1.    Pengurang Yang diperbolehkan
a)    Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan Hari Tua
Pengurangan yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari biaya jabatan dan iuran
pensiun/Jaminan Hari Tua. Sementara itu, untuk penerima pensiun, pengurangan yang diperbolehkan hanya terdiri dari
biaya pensiun. Berikut ini adalah uraian lebih detailnya.
Biaya jabatan, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sebesar 5%
dari penghasilan bruto, dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp. 6.000.000,00 setahun atau Rp.
500.000,00 sebulan.
b)   Iuran pensiun/Jaminan Hari Tua, yaitu iuran yang terkait dengan gaji yang dibayarkan oleh pegawai kepada dana
pensiun yang pendirinya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara Tabungan Hari Tua atau
Jaminan Hari Tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
c)   Biaya pensiun, yaitu biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara uang pensiun sebesar 5%
dari penghasilan bruto berupa uang pensiun dengan jumlah maksimum yang diperkenankan sejumlah Rp. 2.400.000,00
setahun atau Rp. 200.000,00 sebulan.
2.    Penghasilan Tidak Kena Pajak
Sesuai dengan Undang-Undang PPh Pasal 6 ayat (3), kepada orang pribadi sebagai WP dalam negeri diberikan
pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang PPh mengatur
bahwa PTKP yang berlaku untuk pajak  2016 sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.010/2016
adalah sebesar:

PTKP Setahun Keterangan


Rp. 54.000.000 Untuk diri WP Orang Pribadi
Rp.   4.500.000 Tambahan untuk WP yang kawin
Rp.   4.500.000 Tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturuanan lurus serta anak angkat, yang menjadi
tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap
keluarga.
* Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus adalah anak kandung
dan orang tua kandung
*Keluarga semenda dalam garis keturunan lurus adalah mertua dan anak
tiri
 
Besarnya PTKP diatas ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun takwin. Bagi pegawai yang baru datang dan
menetap di Indonesia dalam bagian tahun takwin, besarnya PTKP tersebut dihitung berdasarkan keadaan pada awal
bulan dari bagian tahun takwin yang bersangkutan.
3. PTKP Karyawan Kawin
Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut:
a)   Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri
b)   Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah serendah-rendahnya
kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP
untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan
sepenuhnya.
Contoh:
Tn.  Silalahi  bekerja di PT. X  dan pada tahun 2016 memiliki informasi keluarga sebagai berikut:

Nama Anggota Keluarga Tanggal Lahir Hubungan dengan WP


Ibu Butet 1 Januari 1988 Istri
Ricky Silalahi 2 Februari 2007 Anak Pertama
Raja Silalahi 3 Mei 2016 Anak Kedua
S. Siregar 4 April 1955 Orang tua Ibu butet
 
Berdasarkan informsi diatas, status Tn. Silalahi pada tahun 2016 adalah K/2

Untuk diri WP OP (Tn Silalahi)                                               Rp. 54.000.000


Tambahan – WP Kawain                                                        Rp.   4.500.000
Tambahan – 2 tanggungan (anak &Mertua)                        Rp.    9.000.000
(2 x Rp. 4.500.000)
PTKP                                                                                        Rp.  67.500.000
 
Anak kedua yang lahir pada tanggal 3 Mei 2016 tidak dimasukkan sebagai tanggungan karena pada awal tahun pajak
belum ada. Raja. Silalahi akan menjadi tanggungan mulai tahun pajak 2017.
Penghasilan yang tidak Memperoleh Pengurangan Biaya jabatan dan/atau PTKP
Pengurangan berupa biaya jabatan dan tidak berlaku terhadap penghasilan-penghasilan berupa:
a)   Upah harian, upah mingguan, upah satuan, dan upah borongan
b)   Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua, dan pembayaran lain
sejenis
c)   Honorarium, uang saku, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, komisi, bea  siswa, dan
pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
dalam negeri.
Selain itu, pengurangan biaya jabatan dan PTKP seperti diuraikan di atas tidak berlaku terhadap penghasilan Wajib
Pajak  luar negeri yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26.
Tarif PPh
1. Tarif PPh Tidak Final
Secara umum tarif pemotongan atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (1) Undang-Undang PPh
adalah tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) UU PPh, kecuali ditetapkan lain dengan Peraturan
Pemerintah. Tgl 7 Oktober 2021 pemerintah telah melakukan perubahan ketentuan perpajakan melalui Rancangan
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Pajak (RUU HPP), Adapun RUU HPP untuk tarif pajak OP adalah sebagai
berikut:

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif

0 s/d  Rp. 60.000.000 5%


di atas  Rp. 60.000.000  s/d  Rp. 250.000.000 15%
di atas  Rp. 250.000.000  s/d  Rp. 500.000.000 25%
di atas  Rp. 500.000.000 s/d Rp. 5.000.000.000 30%
di atas Rp. 5.000.000.000 35%
 
Untuk keperluan penerapan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 UU PPh, jumlah Penghasilan Kena
Pajak dibulatkan ke bawah dalam ribuan rupiah penuh. Jika penerima penghasilan belum memiliki NPWP maka
perhitungan PPh Pasal 21 dipotong adalah  20% lebih tinggi.
2. Tarif PPh Final
Atas honorarium dari APBN/APBD yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, anggota TNI/Polri , dan pensiunnya
dikenakan tarif sesuai PP Tahun 2010

No Keterangan Tarif
1 PNS Gol I dan II, TNI/POLRI Gol Pangkat tamtama dan bintara, 0%
dan pensiunannya
2 PNS Gol III, TNI/POLRI Gol pangkat perwira pertama, dan 5%
pensiunannya
3 PNS Gol IV, TNI/POLRI Gol Pangkat perwira tinggi, dan 15%
pensiunannya
Atas uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, dan jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus
dikenakan tarif PPh Final sesuai PP 68 Tahun 2009 sebagai berikut:

Penghasilan Bruto Tarif

s/d Rp. 50.000.000 0%


di atas Rp. 50.000.000 s/d Rp. 100.000.000 5%
di atas Rp. 100.000.000 s/d Rp. 500.000.000 15%
di atas Rp. 500.000.000 25%
 
Atas uang manfaat pensiun, THT/JHT sebagai berikut:

Penghasilan Bruto Tarif

s/d Rp. 50.000.000 0%


di atas Rp. 50.000.000 5%

Contoh Perhitungan Pegawai Tetap (bulanan)


Perhitungan Pegawai Tetap (bulanan)
Salman telah bekerja di PT. Puspaku sejak tahun 2001. Pada bulan Januari 2016 ia memperoleh gaji sebulan sebesar 
Rp. 25.000.000 dan tunjangan kinerja sebesar Rp. 5.000.000. Ia membayar sendiri iuran pensiun sebesar Rp. 500.000
ke lembaga Dana Pensiun yang telah disahkan oleh Meteri Keuangan. Ia menikah dan memiliki dua putra. Perusahaan
mengikuti program asuransi kecelakaan, kerja, asurransi jiwa dan iuran pensiun dengan jumlah masing-masing 0,54%,
0,30% dan 3,7% dari gaji
PPh Pasal 21 terutang sebulan:
Gaji sebulan                                                            Rp.   25.000.000
Tunjangan Kinerja                                                  Rp.     5.000.000
Premi dibayar pemberi kerja                                 Rp.        210.000
Jumlah Penghasilan Bruto                                      Rp.   30.210.000
Pengurangan
Biaya Jabatan                                  Rp. 500.000               
5% x 30.120.000 = 1.510.500
(Maksimal 500.000)
Iuran Pensiun /THT/JHT                 Rp. 500.000
Jumlah                                                                     Rp.     1.000.000
Penghasilan Neto Sebulan                                      Rp.   29.210.000
Penghasilam Neto Setahun (x12)                           Rp. 350.520.000
PTKP (K/2)                                                               Rp.   67.500.000
Penghasilan Kena Pajak                                        Rp. 282.750.000
PPh Pasal 21 Terutang Setahun :
5%   x   50.000.000                         = Rp   2.500.000
15% x 232.750.000                         = Rp 34.912.500
                                                           Rp 37.412.500

Pengertian, Pemungut dan Non Pemungut PPh Pasal 22


1. Pengertian PPh Pasal 22
PPh Pasal 22 merupakan cara pelunasan pembayaran pajak dalam tahun berjalan oleh Wajib Pajak
atas penghasilan sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, kegiatan di bidang impor atau kegiatan
usaha di bidang lain (seperti kegiatan usaha produksi barang tertentu antara lain otomotif dan semen), dan penjualan
barang yang tergolong sangat mewah.
2. Pemungut PPh Pasal 22

  Pemungut PPh Pasal 22 Objek Pemungutan


1. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Impor  barang

2. Bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran Pembayaran atas pembelian barang


(KPA) sebagai pemungut pajak pada Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah, Instansi atau lembaga Pemerintah
dan lembaga-lembaga negara
lainnya
3. Bendahara pengeluaran Pembayaran atas pembelian barang
yang
dilakukan dengan mekanisme          
uang
persediaan (UP)
4. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau pejabat penerbit Pembayaran atas pembelian barang
Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi oleh kepada pihak ketiga yang
KPA dilakukan  dengan mekanisme
pembayaran
langsung (LS)
5. Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri Penjualan hasil produksinya di dalam
semen, industri kertas, industri baja, dan industri negeri
otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan
Pajak
6. Produsen atau importir bahan bakar minyak, gas, Penjualan   bahan    bakar
dan pelumas minyak, gas, dan pelumas
7. Industri dan eksportir yang bergerak dalam sektor Pembelian bahan-bahan untuk keperluan
kehutanan, perkebunan, pertanian, dan perikanan yang industri atau ekspor mereka dari
ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak pedagang pengumpul
8. WP Badan yang melakukan penjualan barang sangat Penjualan barang sangat mewah
mewah:
a.  pesawat udara pribadi dengan harga jual lebih dari
Rp20.000.000.000,00.
b.  kapal pesiar dan sejenisnya dengan harga jual
lebih dari Rp10.000.000.000,00.
c.     rumah beserta tanahnya dengan harga jual atau
harga pengalihannya lebih dari Rp10.000.000.000,00
dan luas bangunan lebih dari 500m2.
d.    apartemen, kondominium, dan sejenisnya dengan
harga jual atau pengalihannya lebih dari
Rp10.000.000.000,00 dan/atau luas bangunan lebih dari
400m2 .
e.     kendaraan bermotor roda empat pengangkutan
orang kurang dari 10 orang berupa sedan, jeep, sport
utility vehicle (suv), multi purpose vehicle  (mpv),
minibus dan sejenisnya dengan harga jual lebih dari
Rp5.000.000.000,00 dan dengan
kapasitas silinder lebih dari 3.000 cc.
 
3.  Dikecualikan dari Pemungutan PPh Pasal 22
Yang dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor
154/PMK.03/2010 adalah:
a)    Diberikan dengan Surat Keterangan Bebas:
1)   Impor barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak
terutang Pajak Penghasilan.
2)   Emas batangan yang akan diproses untuk menghasilkan barang perhiasan dari emas untuk tujuan ekspor.
b)   Dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai:
1)   Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak Pertambahan Nilai:
* Barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
* Barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya yang bertugas di Indonesia dan tidak memegang
paspor Indonesia yang diakui dan terdaftar dalam peraturan menteri keuangan yang mengatur tentang tata cara
pemberian pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan badan internasional beserta para
pejabatanya yang bertugas di Indonesia;
* Barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum, amal, sosial, kebudayaan atau untuk kepentingan
penanggulangan bencana;
* Barang untuk keperluan museum, kebun binatang, konservasi alam dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk
umum;
* Barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
* Barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang cacat lainnya;
* Peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
* Barang pindahan;
* Barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas jumlah
tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan kepabeanan;
* Barang yang diimpor oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah yang ditujukan untuk kepentingan umum;
* Persenjataan, amunisi, dan perlengkapan militer, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara;
* Barang dan bahan yang dipergunakan untuk menghasilkan barang bagi keperluan pertahanan dan keamanan negara;
* Vaksin Polio dalam rangka pelaksanaan program Pekan Imunisasi Nasional (PIN);
* Buku-buku pelajaran umum, kitab suci dan buku-buku pelajaran agama;
* Kapal laut, kapal angkutan sungai, kapal angkutan danau, kapal angkutan penyeberangan, kapal pandu, kapal tunda,
kapal penangkap ikan, kapal tongkang, dan suku cadang serta alat keselamatan pelayaran atau alat keselamatan
manusia yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Pelayaran Niaga Nasional atau perusahaan penangkapan ikan
nasional;
* Pesawat udara dan suku cadang serta alat keselamatan penerbangan atau alat keselamatan manusia, peralatan untuk
perbaikan atau pemeliharaan yang diimpor dan digunakan oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional;
* Kereta api dan suku cadang serta peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan serta prasarana yang diimpor dan
digunakan oleh PT Kereta Api Indonesia.
* Peralatan yang digunakan untuk penyediaan data batas dan foto udara wilayah Negara Republik Indonesia yang
dilakukan oleh Tentara Nasional Indonesia;
* Barang untuk kegiatan hulu Minyak dan Gas Bumi yang importasinya dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja
Sama.
2)   Impor sementara, jika pada waktu impornya nyata-nyata dimaksudkan untuk diekspor kembali.
c)    Dilaksanakan tanpa Surat Keterangan Bebas:
1)    Pembayaran atas pembelian barang bagi institusi pemerintah dan KPA yang jumlahnya paling banyak       Rp
2.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah.
2)    Pembayaran untuk pembelian bagi BUMN bahan bakar minyak, listrik, gas, pelumas, air minum/PDAM dan
benda-benda pos.
3)    Pembayaran untuk pembelian gabah dan/atau beras oleh Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (BULOG).
4)    Pembayaran untuk pembelian barang sehubungan dengan penggunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
5)   Pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial oleh Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara.
6)   Impor kembali (re-impor), yang meliputi barang-barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam
kualitas yang sama atau barang-barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan dan pengujian, yang
telah memenuhi syarat yang ditentukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
 Tarif dan Contoh Perhitungan PPh 22
 

No Objek Tarif DPP Uraian


1 Impor 2,5% Nilai Impor Dengan Angka Pengenal Impor
  (API)
7,5% Nilai Impor Tanpa Angka Pengenal Impor
(API)
7,5% Harga Jual Lelang Untuk barang yang tidak dikuasi

0,5%  Nilai Impor impor kedelai, gandum, dan


tepung terigu dengan API
2 Bendahara 1,5% Harga Pembelian Penjualan Tidak Termasuk PPN
Pemerintahan, KPA,
Pejabat Penerrbit
SPM, Bendahara
Pengeluaran
3 Bahan Bakar Minyak, 0,25% BBM SPBU Penjualan Tidak Termasuk PPN
Gas, dan Pelumas Pertamina
0,3% BBM SPBU Non
Pertamina
0,3% BBG

0,3% Pelumnas

4 Industri, Semen, 0,25% Semen Dasar Pengenaan Pajak PPN


Kertas, Baja, dan 0,1% Kertas
Otomotif 0,3% Baja
  0,45% Otomotif
5 Barang Sangat 5% Harga Jual Penjualan Tidak Termasuk PPN
Mewah
Besarnya PPh Pasal 22 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih
tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor
Pokok Wajib Pajak
CONTOH
1.      PT. Kutai Kartanegara melakukan transaksi jual beli dengan Tenggarong Inc. yang berdomisili usaha di luar
negeri atas sebuah mesin cetak tanpa menggunakan API. Nilai kontrak diketahui $ 1.000,00 berdasar ketentuan FOB
shipping point. PT. Kutai Kartanegara mengasuransikan pengiriman tersebut dengan biaya premi sebesar 10% dari
kontrak pembelian, dengan biaya pengangkutan senilai $ 150,00. Adapun Bea Masuk dan pungutan lain masing –
masing adalah senilai 20% dan Rp 5.000.000,00. Kurs yang ditetapkan oleh Menkeu adalah Rp 10.000,00/ $
sedangkan oleh BI Rp 9.500,00/ $. Berapakah besar beban PPh 22?
Jawab                               
Cost       ($ 1.000,00 x Rp. 10.000)                   10.000.000
Insurance  (10%  x Rp. 10.000)                           1.000.000
Freight   ($ 150,00  x Rp. 10.000)                       1.500.000
CIF                                                                    12.500.000
Bea Masuk (20% dari CIF)                                 2.500.000
Pungutan lain                                                       5.000.000
NI = CIF+BM+PL                                            20.000.000
                        PPh 22 (7,5% x 20.000.000)     1.500.000
2. PT Ageng Padajaya adalah perusahaan pengembang properti. Pada tanggal 23 Mei 2011, PT Ageng Padajaya
menjual 1 unit apartemen senilai Rp10.500.000.000,00 (tidak termasuk PPN dan PPnBM) kepada Tn. Nafis
(berNPWP). Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas transaksi tersebut?
Jawab
PT Ageng Padajaya memungut PPh Pasal 22 atas penjualan apartemen tersebut sebesar:
  
Kewajiban PT Ageng Padajaya dalam melakukan pemungutan PPh Pasal 22 adalah:
1)           Memungut PPh Pasal 22 sebesar Rp525.000.000,00 pada saat penjualan yaitu tanggal 23 Mei 2011 dan
membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22.
2)           Menyetor PPh Pasal 22 yang telah dipungut atas penjualan apartemen sangat mewah selama bulan Mei 2011
paling lambat 10 Juni 2011.
3)           Melaporkan PPh Pasal 22 menggunakan SPT Masa PPh Pasal 22 Masa Pajak Mei 2011 paling lambat tanggal
20 Juni 2011.
3. Taufik Hidayat yang merupakan bendahara satker Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Purbalingga yang beralamatkan
di Jl. Letnan Jenderal S. Parman, Purbalingga dengan NPWP 00.321.675.3-529.000 melakukan transaksi sebagai
berikut:

Tanggal Transaksi
Feb 2 Membeli secara tunai makanan siap saji dari sebuah restoran untuk
2011 keperluan rapat seharga Rp800.000,00.
4 Membeli secara tunai alat tulis kantor Rp1.100.000,00 dan buku pelajaran
umum Rp1.500.000,00 dari toko buku “Perwira” yang dimiliki oleh Tn.
Joko yang mempunyai NPWP/NPPKP 06.325.456.3-529.000.
15 Membeli bensin dari SPBU Pertamina untuk keperluan kendaraan dinas
seharga Rp500.000,00, membayar tagihan rekening listrik sebesar
Rp1.000.000,00 kepada PLN, serta membeli benda-benda pos
Rp500.000,00 di kantor pos.
Jawab

Tanggal Pemungutan PPh Pasal 22


Feb 2 Pembelian makanan siap saji di restoran pada dasarnya harus dipungut PPh
2011 Pasal 22. Namun, karena nilai pembeliannya di bawah Rp2.000.000,00 maka
atas pembelian tersebut tidak dipungut PPh Pasal
22.
4 Pembelian alat-alat tulis kantor Rp1.100.000,00 dan buku pelajaran umum
Rp1.500.000,00 dari toko “Perwira” dipungut PPh Pasal 22 karena total
pembelian tersebut telah melebihi nilai Rp2.000.000,00.
             PPh Pasal 22 = 1,5% x Rp2.600.000,00 = Rp39.000,00             
Kewajiban selanjutnya yang harus dilakukan oleh Taufik Hidayat sebagai
Bendahara MAN Purbalingga adalah:
a.        Menyetorkan PPh Pasal 22 tersebut pada tanggal 4 Februari 2011
dengan menggunakan SSP atas nama Tn. Joko dan ditandatangani oleh
Bendahara ke kas Negara melalui Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro.
b.        Melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal 14
Maret 2011 ke KPP Pratama Purbalingga.
c.        Memberikan SSP PPh Pasal 22 kepada Tn. Joko (Toko “Perwira”)
15 Atas pembelian bahan bakar minyak, listrik, dan benda-benda pos tidak
dipungut PPh Pasal 22.
 
Pengertian dan Pemotong PPh Pasal 23
1. Pengertian PPh 23
PPh Pasal 23 merupakan Pajak yang dipotong atas penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang berasal
dari modal (deviden, bunga, royalti), penyerahan jasa atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh
21.
2. Pemotong PPh Pasal 23
Pemotong PPh Pasal 23 adalah:
a)   Badan pemerintah.
b)   Subjek pajak badan dalam negeri.
c)   Penyelenggara kegiatan.
d)  Bentuk usaha tetap.
e)   Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
Objek, non objek dan Tarif PPh Pasal 23
1.    Objek Tarif Pemotongan PPh Pasal 23
 
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dibayarkan (cash basis) atau
terutang (accrual basis)  oleh badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap, 
dipotong pajak
oleh pihak yang berwajib membayarkan:
1.        Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
a.          deviden, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi (Pasal 4 ayat 1 huruf g UU PPh), yaitu
1)   Pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan dalam bentuk apa pun;
2)   Pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
3)   Pemberian saham bonus yang dilakukan  tanpa penyetoran termasuk saham bonus yang berasal dari kapitalisasi
agio saham;
4)   Pembagian laba dalam bentuk saham;
5)   Pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
6)   Jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh pemegang saham karena pembelian
kembali saham-saham oleh perseroan yang bersangkutan;
7)   Pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika dalam tahun-tahun yang lampau
diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang
dilakukan secara sah;
8)   Pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima sebagai penebusan tanda-tanda laba
tersebut;
9)   Bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
10)  Bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
11)  Pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi
12)  Pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang dibebankan sebagai biaya perusahaan.
Dalam praktik sering dijumpai pembagian atau pembayaran dividen secara terselubung, misalnya dalam hal pemegang
saham yang telah menyetor penuh modalnya dan memberikan pinjaman kepada perseroan dengan imbalan bunga yang
melebihi kewajaran. Apabila terjadi hal yang demikian, selisih lebih antara bunga yang dibayarkan dengan  tingkat
bunga yang berlaku di pasar, diperlakukan sebagai dividen. Bagian bunga yang diperlakukan sebagai dividen tersebut
tidak boleh dibebankan sebagai biaya oleh perseroan yang bersangkutan.
b.         Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang;
c.          Royalti, yang terdiri dari
1)   Hak atas harta tak berwujud, misalnya hak pengarang, paten, merek dagang, formula, atau rahasia perusahaan;
2)   Hak atas harta berwujud, misalnya hak atas alat-alat industri, komersial, dan ilmu pengetahuan.  Yang dimaksud
dengan alat-alat industri, komersial dan ilmu pengetahuan adalah setiap peralatan yang mempunyai nilai intelektual,
misalnya peralatan-peralatan yang digunakan di beberapa industri khusus seperti anjungan pengeboran minyak (drilling
rig), dan sebagainya;
3)   Informasi,  yaitu informasi yang belum diungkapkan secara umum, walaupun mungkin belum dipatenkan,
misalnya pengalaman dibidang industri, atau bidang usaha lainnya. Ciri dari informasi dimaksud adalah bahwa
informasi tersebut telah tersedia sehingga pemiliknya tidak perlu lagi melakukan riset untuk menghasilkan informasi
tersebut. Tidak termasuk dalam pengertian informasi di sini adalah informasi yang diberikan oleh misalnya akuntan
publik, ahli hukum, atau ahli teknik sesuai dengan bidang keahliannya, yang dapat diberikan oleh setiap orang yang
mempunyai latar belakang disiplin ilmu yang sama.
d.         Hadiah yang diberikan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf e, yaitu dalam hal penerima penghasilan adalah Wajib Pajak badan termasuk BUT (Keputusan Dirjen
Pajak No. Kep-395/PJ/2001)
2.        Sebear 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas:
a.          Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
b.         Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang
diatur atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, selain jasa yang telah dipotong PPh sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 21
Dalam hal WP yang menerima atau memperoleh penghasilan tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah
lebih tinggi 100% (seratus persen) dari pada tarif tersebut.
2.    Jasa lain
Jasa-jasa lain diatur berdasarkan PMK Nomor: 141/PMK.03/2015, tangga 24 Juli 2015 dan mulai  berlaku 30 hari
sejak anggal diundangkan sebagai berikut:
1)   Jasa penilai (appraisal)
2)   Jasa aktuaris
3)   Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan;
4)   Jasa hukum;
5)   Jasa arsitektur;
6)   Jasa perencanaan kota dan arsitektur landscape;
7)   Jasa perancang (design);
8)   Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap (BUT);
9)      Jasa penunjang di bidang usaha panas bumi dan penambangan minyak dan gas bumi (migas);
10)  Jasa penambangan dan jasa penunjang selain di bidang usaha panas bumi, dan penabangan minyak dan gas bumi
(migas);
11)  Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara;
12)  Jasa penebangan hutan;
13)  Jasa pengolahan limbah;
14)  Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services);
15)  Jasa perantara dan/atau keagenan;
16)  Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, Kustodian Sentral Efek
Indonesia (KSEI) dan Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI);
17)  Jasa kustodian/pemyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI
18)  Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara;
19)  Jasa mixing film;
20)  Jasa pembuatan sarana promosi film, iklan, poster, photo, slide, klise, banner, pamphlet, baliho dab folder
21)  Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan;
22)  Jasa pembuatan dan/atau pengelolahan website
23)  Jasa internet termasuk sambunganya;
24)  Jasa penyimpanan, pengolahan, dan/atau penyaluran data, informasi, dan/atau program;
25)  Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan
oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai
pengusaha konstruksi;
26)  Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat
transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang
konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;
27)  Jasa perawatan kendaraan dan/atau alat transportasi darat, laut dan udara;
28)  Jasa maklon;
29)  Jasa penyelidikan dan keamanan;
30)  Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer;
31)  Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian
informasi, dan/atau jasa periklanan;
32)  Jasa pembasmian hama;
33)  Jasa kebersihan atau cleaning service;
34)  Jasa sedot septic tank;
35)  Jasa pemelihara kolam
36)  Jasa catering atau tata boga.
37)  Jasa freight forwarding;
38)  Jasa logistik;
39)  Jasa pengurusan dokumen;
40)  Jasa pengepakan;
41)  Jasa loading dan unloading;
42)  Jasa laboratorium dan/atau dilakukan oleh lembaga atau pengujian kecuali yang institusi Pendidikan dalam rangka
penelitian akademisi;
43)  Jasa pengolaha parkir;
44)  Jasa penyodiran tanah;
45)  Jasa penyiapan dan/atau pengolahan lahan
46)  Jasa pembibitan dan/atau penanaman bibit;
47)  Jasa pemeliharan tanaman;
48)  Jasa pemanenan;
49)  Jasa pengolahan hasil petanian, perkebunan, perikaan, perternakan, dan/atau kehutanan;
50)  Jasa dekorasi;
51)  Jasa pencetakan/penerbitan;
52)  Jasa penerjemah;
53)  Jasa pengangkutan/ekpedisi kecuali yang telah diatur dala UU PPh Pasal 15;
54)  Jasa pelayanan kepelabuhan;
55)  Jasa pengangkutan melalui jalur pipa;
56)  Jasa pengelolahan penitipan anak;
57)  Jasa pelatihan dan/atau kursus;
58)  Jasa pengiriman dan pengisian uang ke ATM
59)  Jasa sertifikasi;
60)  Jasa survei;
61)  Jasa tester, dan
62)  Jasa selain jasa-jasa diatas yang pembayarannya dibebankan pada APBN atau APBD.
3.    Dikecualikan dari Objek PPh Pasal 23
Pemotongan PPh Pasal 23 tidak dilakukan atas:
a)   Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
b)   Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
c)   Dividen atau bagian laba  yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negeri, Koperasi,
BUMN atau BUMD di Indonesia dengan syarat:
1)   Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2)   Bagi perseroan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang
memberikan dividen paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.
d)  Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian
perusahaan atau pemberi ijin usaha;
e)   Bagian laba yang diteima atau diperoleh anggota  dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif
f)    Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
g)   Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Contoh Soal PPh Pasal 23
1.    Dalam rangka peningkatan pemahaman para pegawai tentang filosofi dan budaya perusahaan, PT Gajah Makmur
mengadakan pelatihan yang diikuti oleh 50 orang pegawai dari bagian produksi selama 1 hari dengan
menyewa meeting room  Hotel Menara Jaya yang dimiliki oleh PT Tegal Arum dengan pola paket full board seharga
Rp300.000,00 per paket. Paket full board  di Hotel Menara Jaya tersebut terdiri dari:
1. Room for 1 night 7. Sound System
2. Meeting room 8. Candies
3. Overhead & Screen 9. 1x Breakfast
4. Flip Chart 10. 2x Coffe Break
5. White Board & Marker Board 11. 1x Lunch
6. Note Book & Ballpoint 12. 1x Dinner
Bagaimanakah kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
Jasa perhotelan meliputi:
a.    Jasa persewaan kamar termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas
yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan
b.   Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, dan
hostel; sehingga penyewaan ruangan hotel dengan pola paket full board sebagaimana tersebut di atas termasuk dalam
pengertian jasa perhotelan.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008, jasa perhotelan tidak termasuk
sebagai jenis jasa yang dikenai
pemotongan PPh Pasal 23, sehingga atas pembayaran sebesar Rp15.000.000,00 (50 orang x Rp300.000,00)
kepada PT Tegal Arum tidak dilakukan pemotongan PPh Pasal 23.
2.    PT Bangun Pagi dalam rangka acara family gathering karyawannya di Malang, menyewa 3 buah bus dari PT
Rahmat Lancar, sebuah perusahaan jasa transportasi darat untuk jangka waktu 3 hari mulai tanggal 16 Juli s.d.18 Juli
2011. PT Bangun Pagi membayar biaya sewa bus tersebut sebesar Rp20.000.000,00 pada tanggal 18 Juli 2011.

Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?


Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 sebesar:
Kewajiban PT Bangun Pagi sebagai pemotong PPh Pasal 23 adalah:
a.  Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp400.000,00 dan memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 23
kepada PT. Rahmat Lancar.
b.  Melakukan penyetoran PPh Pasal 23 paling lambat tanggal 10 Agustus 2011.
c.  Melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Juli 2011
paling lambat tanggal 20 Agustus 2011.
3.    PT Sundays Mart menjadi pemenang pertama lomba pelayanan konsumen terbaik yang diadakan oleh Asosiasi
Toko Retail Indonesia dengan hadiah sebesar Rp30.000.000,00 pada tanggal 23 Agustus 2011.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh terkait transaksi tersebut?
Hadiah perlombaan yang diterima oleh PT Sundays Mart merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang wajib
dilakukan pemotongan oleh Asosiasi Toko Retail Indonesia.

Besarnya pemotongan PPh Pasal 23 adalah:


 
Kewajiban Asosiasi Toko Retail Indonesia sebagai Pemotong PPh Pasal 23
adalah:
a.  Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp4.500.000,00 dan memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 23
kepada PT Sundays Mart.
b. Melakukan penyetoran atas pemotongan PPh Pasal 23 tersebut paling lambat tanggal 10 September 2011.
Melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 atas transaksi tersebut dalam SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Agustus 2011
paling lambat tanggal 20 September 2011.
 Pengertian dan Pemotong PPh Pasal 26
1. Pengertian PPh Pasal 26
Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP luar negeri dari Indonesia, Undang-Undang PPh menganut dua
sistem pengenaan pajak, yaitu:
1)   Pemenuhan sendiri kewajiban perpajakannya bagi WP luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia.
2)   Pemotongan oleh pihak yang wajib membayar bagi Wajib Pajak luar negeri lainnya.
Ketentuan PPh Pasal 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima
atau diperoleh WP luar negeri selain bentuk usaha tetap.
2. Pemotong PPh Pasal 26

Pemotongan PPh Pasal 26 wajib dilakukan oleh:


a)   Badan pemerintah;
b)   Subjek pajak dalam negeri;
c)   Penyelenggara kegiatan;
d)  Bentuk usaha tetap; atau
e)   Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya; yang melakukan pembayaran kepada Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia.
 Objek dan Tarif PPh Pasal 26
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 26 adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri dari
Indonesia berupa:

  Objek PPh Pasal 26 Tarif

1. Dividen 20% x Penghasilan Bruto


2. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan
sehubungan dengan jaminan pengembalian utang
3. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan
dengan penggunaan harta
4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan
kegiatan
5. Hadiah dan penghargaan
6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
7. Premi swap  dan transaksi lindung nilai lainnya

8. Keuntungan karena pembebasan utang


9. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di   20% X
Indonesia, kecuali  yang diatur dalam Pasal  4 ayat (2) UU Perkiraan Penghasilan Neto
PPh, yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak  luar  negeri
selain  bentuk  usaha  tetap  di Indonesia

10. Premi     asuransi     yang     dibayarkan    kepada


perusahaan asuransi luar negeri
11. Penghasilan dari penjualan atau pengalihan saham
perusahaan antara (conduit company atau special purpose
company) yang  didirikan atau  bertempat
kedudukan      di      negara      yang    memberikan

 
 

  perlindungan pajak (tax haven country) yang  


mempunyai hubungan istimewa dengan badan yang
didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia atau bentuk usaha tetap di Indonesia
Catatan:
Apabila terdapat Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda/P3B (tax treaty) antara Indonesia
dengan negara mitra, maka pengenaan PPh Pasal 26 mengacu pada ketentuan yang terdapat
dalam P3B tersebut.

Contoh PPh Pasal 26


John Mayor adalah Karyawan Asing yang berada di Indonesia kurang dari 183 hari.
Dia berstatus menikah dan mempunyai 2 orang anak. Ia memperoleh gaji pada bulan
Maret 2016 sebesar US$.4.500 sebulan. Kurs Menteri Keuangan pada saat
pemotongan adalah Rp 12.750,00 = US$1.00 
Penghitungan PPh Pasal 26:
Penghasilan bruto berupa gaji sebulan adalah:
 US$ 4.500 x Rp.12,750 = Rp57.375.000,00
PPh Pasal 26 terutang adalah: 20% x Rp 57.375.000,00 = Rp 11.475.000,00
 Pengertian, Objek dan Tarif PPh Pasal 4 ayat (2)
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU PPh) menyatakan bahwa atas penghasilan-
penghasilan tertentu yang ditetapkan berdasrkan Peraturan Pemerintah (PP) dikenai pajak bersifat final sehingga Pasal
4 ayat (2) dikenal juga dengan istilah PPh Final. PPh Final merupakan pajak rampung atas pengenaan suatu transaksi
sehingga memiliki ciri sebagai berikut:
1.    Pada saat Wajib Pajak menghitung kembali Pajak Penghasilan terutang di akhir tahun, penghasilan yang telah
dikenakan PPh final tidak dihitung kembali
2.    PPh yang telah dikenakan tidak dapat menjadi kredit pajak sebagai pengurangan PPh terutang.
Berikut ini uraian matriks pengenaan PPh final:

No Objek Tarif DPP Uraian PP Nomor


1 Bunga Obligasi 20% Jumlah bruto Tidak dipotong PPh jika 131          th
deposito/tabungan/SBI tidak 2000
melebihi Rp. 7,5 juta dan
bukan jumlah yang dipecah-
pecah
2 Transaksi Penjualan 0,1% Nilai transaksi Bukan saham pendiri 14 th 1997
Saham di Bursa Efek penjualan
0,5% Harga saham Saham Pendiri; dikenakan pada
IPO; Initial Public saat IPO, bila terdapat
Offering penjualan ditambah dengan
PPh 0,1% dari harga jual
3 Bunga/Diskonto 15% Bunga/Diskonto WP DN; BUT 100          th
Obligasi 20% Bunga/Diskonto WP LN 2013

5% Bunga/Diskonto WP Reksadana th 2014-2020


10% Bunga/Diskonto WP Reksadana th 2021-dst
4 Diskonto SPN 20% Diskonto SPN Surat Pendaharan Negara 27           th
(SPN) 2008
5 Hadiah Undian 25% Penghasilan bruto Memakai nilai pasar jika natura 132        th
2000
6 Persewaan Tanah 10% Jumlah bruto nilai Termasuk biaya perwatan, 5 thn 2002
dan/Bangunan sewa pemeliharaan, keamanan,
dan service charge,  Pemotong
Orang Pribadi (Kepdirjen
nomor 50 tahun 1996)

7 Jasa konstruksi 2% Nilai kontrak Kualifikasi usaha kecil 40 th 2009


Pelaksanaan 3% Nilai kontrak Kualifikasi usaha
Konstruksi menengah/besar
4% Nilai kontrak Tidak memiliki kualifikasi
usaha
  Perencanaan 4% Nilai Kontrak Memiliki kualifikasi usaha
Konstruksi
  Pengawasaan 6% Nilai Kontrak Tidak memiliki kualifikasi
Konstruksi usaha
8 Wajib Pajak yang 1% Jumlah bruto Pengalihan hak atas rumah 71 th 2008
melakukan pengalihan sederhana oleh WP usaha
pengalihan Hak atas pokoknya pengalihan hak atas
Tanah/Bangunan tanah/bangunan
5% Jumlah bruto Pengalihan selain PPh 1%
pengalihan rumah sederhana dan rumah
susun sederhana
9 Bunga Simpanan 0% Jumlah bruto bunga Bunga simpanan sampai 15 th 2009
Koperasi kepada dengan Rp. 240.000
Anggota Koperasi 10% Jumlah bruto bunga Bunga simpanan lebih dari Rp.
WP OP 240.000
10 Deviden yang 10% Jumlah dividen Pemotongan oleh pihak yang 19 th 2009
Diterima Wajib Pajak membayar atau pihak lain yang
Orang Pribadi Dalam ditunjuk selaku pembayaran
Negeri deviden
11 Penjualan 0,1% Nilai transaksi Jika dilakukan melalui bursa 4 th 1995
saham/pengalihan penjualan saham efek, maka pengenaan
penyertaan modal atau pengalihan Pajak Penghasilan dilakukan
perusahaan modal penyertaan modal sesuai PP 14 tahun 1997
ventura pada
perusahaan pasangan
usahanya
 
Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang dilakukan sebagai berikut:
1.         Dalam hal penghasilan diperoleh dari pemotong pajak, maka pemotong wajib:
a.                   Menyetor PPh ke Bank pesepsi/kantor pos paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya;
b.                  Melaporkan SPT Masa PPh ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya
2.         Dalam hal penghasilan diperoleh selain pemotong pajak, maka:
a.                   Menyetor PPh ke Bank pesepsi/kantor pos paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya;
b.                  Melaporkan SPT Masa PPh ke KPP paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
 Contoh PPh Pasal 4 ayat (2)
PT. Finaloe (NPWP: 01.203.643.0-012.000) adalah sebuah perusahaan penyewaan dengan alamat di Jl. Mawar 42
Jakarta Selatan, Tlp: 021-7424242, email: pt.finaloe@gmail.com Perusahan melakukan transaksi dibulan Juli 2015
(transaksi termasuk PPN)

Tgl Uraian PT. Finaloe Rekanan Transaksi


1/7 Menerima pembayaran senilai Rp. 20.000.000 atas Tn. Aldo, 01.137.376.8-064.000, Jl.
sewa rumah dari Tn. Aldo Kabayoran 42 Jakarta Selatan
6/7 Memberi hadiah undian sebesar Rp. 15.000.000 Tn. Danu (tdk ber-NPWP), Jl. Gang
kepada Tn. Danu Zaman 1 Bogor
8/7 Menjual tunai sebuah gedung kepada PT. Yowis PT. Kontrake NPWP: 01.217.354.8-
sebesar Rp. 120.000.000 002.000, Jl. Selayang 2 Jakarta Timur
13/7 Membayar uang muka kontrak sebesar Rp. PT. Kontrake 01.217.354.8-002.000 Jl.
25.000.000 kepada PT. Kontrake (kualifikasi Sayange 2 Jawa Barat
usaha kecil) atas pembangunan gudang kantor
15/7 Membayar dividen Rp. 100 juta dari laba ditahan Tn. Dudi tidak memiliki NPWP, Jl. Puspa
kepada pemegang saham yaitu koperasi Aisha 1 Tangerang Selatan; Tn. Gatu,
(penyertaan 60%), Tn Dudi tidak ber-NPWP 01.226.707.6-411.000, Jl. Penabur 2
(30%), dan Tn Gatu (10%) Tangerang Selatan
20/7 Menerima bayaran senilai Rp. 60.000.000 atas PT. ABC, 01.111.111.121.000
sewa ruang kantor dari PT. ABC Jl. Katamso Jakarta Selatan
22/7 Menerima bunga deposito sebesar Rp. 10.000.000 Bank Ribut, 01.999.222.3-012.000 Jl.
dari Bank Ribut Pinang 3 Jakarta Selatan
27/7 Menerima bunga simpanan koperasi sebesaar Rp. Kop. Aisha 01.333.333.3-121.000 Jl.
1.800.000 dari Koperasi Aisha Izzati 4 Depok Jawa Barat
29/7 Menerima bunga obligasi sebesar Rp. 5.000.000 PT. Asyik 02.222.222.2-122.000 Jl. Panti
dari PT. Ayik, Penerbit Obligasi Asuhan 24 Tangerang
 
 
Jawab
 

Tgl Pemotong Objek Tarif DPP PPh Setor Lapor


Terhutang Paling Paling
Lambat lambat
1/7 PT. Finaloe Setor Sewa 10% 20.000.000 2.000.000 15/8/15 20/8/15
sendiri Rumah
6/7 PT. Finaloe Hadiah 25% 15.000.000 3.750.000 10/8/15 20/8/15
8/7 PT. Finaloe Setor Jual Gedung 5% 120.000.000 6.000.000 15/8/15 20/8/15
sendiri
13/7 PT. Finaloe Pelaksanaan 2% 25.000.000 500.000 10/8/15 20/8/15
Konstruksi
15/7 PT. Finaloe Dividen 10% 30.000.000 3.000.000 10/8/15 20/8/15
WPOP DN
15/7 PT. Finaloe Dividen 10% 10.000.000 1.000.000 10/8/15 20/8/15
WPOP DN
20/7 PT. ABC Sewa 10% 60.000.000 6.000.000 10/8/15 20/8/15
Kantor
22/7 Bank Ribut Bunga 20% 10.000.000 2.000.000 10/8/15 20/8/15
Deposito
27/7 Koperasi Aisha Bunga 10% 1.800.000 180.000 10/8/15 20/8/15
Simapanan
Koperasi
29/7 PT. Asyik Bunga 15% 5.000.000 750.000 10/8/15 20/8/15
Obligasi
 
Pengertian, Objek dan Tarif PPh Pasal 15
1.Pengertian PPh Pasal 15
PPh Pasal 15 Merupakan PPh yang dihitung dengan norma penghitungan khusus untuk wajib pajak tertentu,
dimana pajaknya dihitung dengan tarif efektif tertentu dari penghasilan bruto.
Ketentuan ini mengatur tentang Norma Penghitungan Khusus untuk golongan wajib pajak tertentu, antara lain dapat
dilihat dari tabel dibawah ini:
Objek dan Tarif PPh Pasal 15

No Wajib Pajak Tarif DPP Sifat Uraian


1 Perusahaan 1,8% Peredaran bruto Tidak Perjanjian charter dari pegangkutan
penerbangan Final orang dan/atau barang yang dimuat
dalam negeri dari:
-       Satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di Indonesia
-       Pelabuhan di Indonesia ke
pelabuhan di LN
          
2 Perusahaan 1,2% Peredaran bruto Final Nilai pengganti dari pengangkutan
pelayaran dalam orang dan/atau barang yang dimuat
negeri dari:
-         Satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di Indonesia
-         Pelabuhan di Idonesia ke
pelabuhan di LN
-         Pelabuhan LN ke pelabuhan di
Indoneisa
-         Pelabuhan LN ke pelabuhan
lainnya di LN
3 Perusahaan 2,64% Peredaran bruto Final Perjanjian charter  dari pengangkutan
penerbangan atau orang dan/atau barang yang dimuat
pelayaran luar dari
negeri -       Satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di Indonesia
-       Pelabuhan di Indonesia ke
pelabuhan LN
4 Kantor Perwakilan 0,44% Nilai ekspor bruto Final Penggantian/imbalan yang dditerima
Dagang Asing KPDA dari pnyerahan barang kepada
orang pribadi atau badan di Indonesia
 
 
Pelunasan dan pelaporan PPh Pasal 15 yang terhutang dilakukan sebagai berikut:
1.    Dalam hal penghasila diperoleh dari pemotong pajak, maka pemotong wajib:
a.          Memotong PPh yag terhutang pada saat pmbayaran atau terutangnya imbalan atau nilai pengganti;
b.         Memberikan Bukti Pemottongan PPh kepada pihak yang menerima penghasilan;
c.          Menyetor PPh terutang ke Bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya 10 bulan berikutnya;
d.         Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya
tanggal 20 bulan berikutnya.
2. Dalam hal penghasilan diperoleh selain sebagaimana dimaksud huruf a, maka
a. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau kantor pos dan giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan
berikutnya;
b. Melaporkan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut
setelah bulan diterima atau diperolehnya penghasilan.
 Contoh PPh Pasal 15
1.    PT Suka Berlayar merupakan perusahaan pelayaran dalam negeri yang melakukan usaha jasa pelayaran termasuk
penyewaan kapal. Pada tanggal 7 Oktober 2011 PT Suka Berlayar melakukan kontrak dengan PT Jaya Pulp dalam
rangka pengangkutan bahan setengah jadi untuk pembuatan kertas (pulp) dari Surabaya ke Jakarta sebesar
Rp200.000.000,00 dan dibayarkan pada tanggal 27 Oktober 2011. Pada tanggal 15 Oktober 2011 PT Suka Berlayar
melakukan kontrak dengan PT Daeng Oil berupa persewaan kapal yang difungsikan sebagai kapal untuk penyimpanan
minyak dalam jangka waktu tertentu dan bersandar di rig, dengan nilai sewa sebesar Rp2.500.000.000,00 dibayar pada
tanggal 17 Oktober 2011.
Bagaimana perlakuan PPh atas penghasilan dari PT Suka Berlayar tersebut?
Penghasilan yang menjadi objek PPh perusahaan pelayaran dalam negeri meliputi penghasilan yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang, termasuk penghasilan penyewaan kapal yang
dilakukan dari:
1)      Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan lainnya di Indonesia;
2)      Pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan di luar Indonesia;
3)      Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan di Indonesia; dan
4)      Pelabuhan di luar Indonesia ke pelabuhan lainnya di luar Indonesia.
Dengan demikian atas penghasilan PT Suka Berlayar dari PT Jaya Pulp yaitu untuk jasa pengangkutan bahan setengah
jadi untuk pembuatan kertas (pulp) dari Surabaya ke Jakarta terutang PPh sebesar 1,2% dari peredaran bruto dan
bersifat final.

PPh yang terutang yang dipotong oleh PT Jaya Pulp adalah:


Atas penghasilan PT Suka Berlayar dari PT Daeng Oil dari penyewaan kapal yang
difungsikan sebagai kapal untuk penyimpanan minyak dalam jangka waktu tertentu dan bersandar di rig (termasuk
kategori kapal FSO) tidak termasuk dalam pengertian penghasilan dari penyewaan kapal yang dilakukan dari satu
pelabuhan ke pelabuhan yang lain. Dengan demikian atas penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian sewa
dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta yang dikenai pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 2% dan
dipotong oleh PT Daeng Oil dengan penghitungan sebagai berikut:
Kewajiban PT Jaya Pulp sebagai pemotong PPh Pasal 15 adalah:
a)        Melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran jasa pelayaran untuk pengangkutan pulp  sebesar
Rp2.400.000,00 dan memberikan bukti pemotongan tersebut kepada PT Suka Berlayar.
b)        Menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong tersebut ke kas negara melalui kantor pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 November 2011.
c)        Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Oktober 2011 paling lama tanggal 21 November 2011.
Kewajiban PT Daeng Oil sebagai pemotong PPh Pasal 23 adalah:
a)        Melakukan pemotongan PPh Pasal 23 atas penyewaan kapal FSO tersebut sebesar Rp50.000.000,00 dan
memberikan bukti pemotongan tersebut kepada PT Suka Berlayar.
b)        Menyetorkan PPh Pasal 23 yang dipotong menggunakan SSP ke kas negara melalui kantor pos atau bank yang
ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10 November 2011.
c)        Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 Masa Pajak Oktober 2011 paling lama tanggal 20 November 2011.
Contoh:
2.    PT Bumi Nusantara menyewa pesawat dari PT Vidi Airlines, sebuah perusahaan penerbangan dalam negeri, yang
akan digunakan dalam penerbangan Jakarta – Papua. Dalam perjanjian sewa/carter tersebut, telah disepakati harga dan
cara pembayaran. Pada tanggal 5 Maret 2011 PT Bumi Nusantara telah membayar biaya carter sebesar
Rp500.000.000,00.
Bagaimana kewajiban pemotongan atau pemungutan PPh atas transaksi tersebut?
Atas penghasilan yang diperoleh PT Vidi Airlines yaitu carter pesawat yang akan digunakan untuk penerbangan
Jakarta – Papua, merupakan penghasilan berdasarkan perjanjian carter yang terutang PPh sebesar 1,8% dari peredaran
bruto dan dipotong oleh PT Bumi Nusantara. Penghitungan PPh-nya adalah sebagai berikut:
PPh yang dipotong oleh PT Bumi Nusantara tersebut merupakan kredit pajak bagi
PT Vidi Airlines yang dapat dikreditkan terhadap PPh yang terutang dalam SPT Tahunan PPh untuk tahun pajak yang
bersangkutan.
Kewajiban PT Bumi Nusantara sebagai pemotong PPh Pasal 15 atas sewa pesawat tersebut adalah:
a.               Melakukan pemotongan PPh Pasal 15 atas pembayaran jasa penyewaan pesawat tersebut sebesar
Rp9.000.000,00 dan memberikan bukyi pemotongan kepada PT Vidi Airlines.
b.              Menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara melalui kantor pos atau bank yang ditunjuk
oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 11 April 2011.
c.               Menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 15 Masa Pajak Maret paling lama tanggal 20 April 2011.
 

Anda mungkin juga menyukai