Anda di halaman 1dari 46

Pengertian Pajak Penghasilan 21

PPh 21 adalah Pajak atas penghasilan yang


dikenakan atas penghasilan berupa gaji,
upah, honorarium, tunjangan dan
pembayaran lain dengan nama dan bentuk
apapun yang diterima oleh wajib pajak orang
pribadi dalam negeri sehubungan dengan
pekerjaan atau jabatan jasa dan kegiatan
Pemotongan Pajak Penghasilan
Pasal 21

 Pemberi kerja baik orang pribadi, badan, BUT baik


induk maupun cabang
 Bendaharawan pemerintah pusat /daerah,
Instansi, Departemen, KBRI
 Dana Pensiun
 Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
atau pekerjaan bebas serta badan
 Penyelenggara pemerintah termasuk badan
pemerintah, organisasi, serta perkumpulan.
Hak Pemotong Pajak

 Pemotong pajak berak atas kelebihan jumlah


Penyetoran PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1
tahun < jumlah PPh pasal 21 yang telah disetor
 Pemotong pajak berhak mengajukan permohonan
untuk memperpanjang jangka waktu STP PPh pasal 21.
 Pemohon pajak dapat mengajukan keberatan kepada
Dirjen Pajak dan permohonan banding kepada Badan
Peradilan Pajak.
Kewajiban Pemotong Pajak
 Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke
kantor pelayanan pajak/ kantor penyuluhan pajak
setempat
 Pengambilan formulir yang diperlukan
 Menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh pasal
21 yang terutang untuk setiap bulan takwim.
 Pemotongan Pajak Wajib melaporkan PPh pasal 21
meskipun nihil dengan menggunakan SPT Masa ke
Kantor Pelayanan Pajak, paling lambat pada tanggal
20 Bulan Takwim berikutnya
 Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan
PPh Pasal 21
 Pemotong Pajak wajib memberikan bukti
Penerima Penghasilan
(WAJIB PAJAK PPh PASAL 21)

 Pegawai tetap maupun tidak tetap


 Penerima uang pesangon, pensiun, atau tunjangan hari
tua
 Bukan pegawai seperti dokter, seniman, olahragawan
dsb.
 Anggota dewan komisaris/dewan pengawas yang tidak
menangkap sebagai pegawai tetap pada perusahaan
yang sama.
 Mantan pegawai
 Peserta kegiatan
Tidak Termasuk Wajib Pajak
PPh Pasal 21

 Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau


pejabat lain dari negara asing
 Pejabat perwakilan organisasi internasional (Pasal
3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak
Penghasilan) sepanjang bukan warga negara
Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau
pekerjaan lain
Hak Wajib Pajak

 Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh


Pasal 21 kepada Pemotong Pajak
 Wajib Pajak Berhak mengajukan surat keberatan Kepada
Direktur Jenderal Pajak bila dipotong oleh pemotong
Pajak tidak sesuai dengan perlakuan yang berlaku.
 Wajib Pajak berhak mengajukan banding secara tertulis
dalam bahasa Indonesia dengan alasan yang jelas
Kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak.
Kewajiban Wajib Pajak

 Wajib Pajak WAJIB menyerahkan surat pernyataan


kepada pemotong pajak, untuk mendapatkan
pengurangan berupa PTKP yang isinya menyatakan
jumlah tanggungan keluarga pada suatu takwim.
 Wajib Pajak berkeeajiban menyerahkan SPT Tahunan
PPh Wajib Orang Pribadi jika Wajib Pajak Mempunyai
penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal
21
(Objek PPh Pasal 21)
Penghasilan diperoleh pegawai tetap, yang sifatnya teratur
maupun tidak teratur
 Penghasilan yang diperoleh Penerima Pensiun secara
teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya.
 Penghasilan tenaga kerja lepas
 Imbalan bukan pegawai
 Imbalan kepada peserta kegiatan
 Penghasilan berupa uang pesangon
 Penghasilan berupa honorarium
 Penghasilan berupa jasa produksi, gratifikasi, tantiem ,
bonus
 Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta
program pensiun
 Penghasilan natura atau kenikmatan lainnya dengan nama
Penghasilan yang Dipotong PPh
Pasal 21 Final

 Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar


sekaligus oleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan
 Penghasilan berupa uang manfaat pensiun
 Penghasilan berupa honorarium, uang perangsan,
uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan
prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apa
pun yang diterima oleh Pejabat Negara.
Penghasilan yang Tidak Dipotong PPh
Pasal 21
(Bukan Objek PPh Pasal 21)

 Pembayaran manfaat atau santunan asuransi


 Penerimaan dalam bentuk natura / kenikmataan
dalam bentuk apa pun diberikan oleh Wajib Pajak
atau Pemerintah.
 Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan
 Zakat yang diterima Oleh orang pribadi yang berhak
 Beasiswa yang diperoleh Warga Negara Indonesia
dari Wajib Pajak pemberi Beasiswa
Menghitung Pajak Penghasilan
Pasal 21

PPh Pasal 21 = Tarif × Dasar Pengenaan Pajak

Tarif PPh Pasal 21


1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU No 36 Tahun
2008
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Rp0 s.d. Rp50.000.000 5%


Di atas Rp50.000.000 s.d. Rp250.000.000 15%
Di atas Rp250.000.000 s.d. Rp500.000.000 25%
Di atas Rp500.000.000 30%
2. Tarif khusus

a.) Penghasilan yang bersumber dari APBN yang diterima oleh


PNS, TNI/Polri dan pensiunannya.
 Tarif 0% dari jumlah bruto imbalan bagi PNS golongan I dan
golongan II, Anggota TNI/POLRI golongan pangkat perwira
tamtama dan bintara, dan pensiunannya.
 Tarif 5% dari jumlah bruto imbalan bagi PNS golongan III,
TNI/POLRI golongan perwira pertama dan pensiunannya.
 Tarif 15% dari jumlah bruto imbalan bagi PNS golongan IV,
Anggota TNI/POLRI golongan perwira menengah dan tinggi, dan
pensiunannya.

b.)Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan uang pensiun


yang diterima sekaligus:
 Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp.50.000.000
 Tarif 5% dari penghasilan bruto diatas Rp.50.000.000 –
Rp.100.000.000
 Tarif 15% dari penghasilan bruto diatas Rp.100.000.000 –
c.)Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang
manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua.
 Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp.50.000.000
 Tarif 5% atas penghasilan bruto diatas Rp.50.000.000
d.)Tarif khusus 5% atas upah harian, mingguan, borongan, satuan
yang diterima oleh teanaga kerja lepas yang mempunyai total
upah sebulan kurang dari Rp 10.200.000 (dibayarkan tidak
secara bulanan).
*Tarif PPh Pasal 21 bagi WP yang tidak memiliki NPWP akan lebih
tinggi 20%.
Contoh :
PKP Rp 75.000.000
WP memiliki NPWP :
5% × Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% × Rp25.000.000 Rp3.750.000 (+)
Jumlah Rp6.250.000
 WP yang tidak memiliki NPWP :
5% × 120% × Rp50.000.000 Rp3.000.000
15% × 120% × Rp25.000.000 Rp4.500.000 (+)
Tarif dan dasar Pengenaan Pajak
Ringkasan tarif dan dasar pengenaan PPh Pasal 21 dapat dilihat pada tabel
berikut :

Catatan :
a) Penghasilan teratur berupa gaji/upah, tunjangan-tunjangan, dan imbalan yang diberikan
secara periodik termasuk uang lembur
b) Penghasilan tidak teratur berupa bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, dan
imbalan sejenis lainnya yang bersifat teratur biasannya diterima setahun
Catatan :
a) Upah harian adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan secara harian
b) Upah mingguan adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan secara mingguan
c) Upah satuan adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan
d) Upah borongan adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan berdasarkan penyelesaian pekerjaan tertentu.
Catatan :
a) Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan bentuk apa pun yang terutang/diberikan kepada
bukan pegawai berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan lain sejenis.
b) Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang terutang/diberikan
kepada peserta kegiatan tertentu berupa uang saku, uang representasi, honorarium, hadiah/pekerjaan, dan sejenisnya.
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Hitungan 1
Diterapkan kepada pegawai tetap. Penghitungannya
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur setiap bulan selain bulan
Desember atau bulan ketika pegawai tetap berhenti
bekerja, terdiri atas:
a) Pegawai tetap menerima gaji bulanan;
b) Pegawai tetap menerima gaji mingguan dan harian;
c) Pegawai tetap menerima uang rapel;
d) Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, jasa produksi,
dan lainnya (bersifat tidak teratur);
e) Pegawai tetap dipindah tugaskan dalam tahun berjalan;
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

f) Pegawai tetap berhenti bekerja atau mulai bekerja dalam


tahun berjalan;
g) Pegawai tetap dengan penghasilan sebagian atau
seluruhnya diperoleh dalam mata uang asing;
h) Pegawai tetap dengan sebagian atau seluruh PPh Pasal
21 ditanggung pemberi kerja;
i) Pegawai tetap menerima tunjangan pajak;
j) Pegawai tetap menerima penghasilan dalam bentuk
natura dan kenikmatan lainnya yang diberikan oleh Wajib
Pajak yang pengenaan pajak penghasilannya bersifat
final atau berdasarkan norma penghitungan khusus
(demeed profit);
k) Pegawai tetap yang baru memiliki NPWP pada tahun
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang
bersifat tetap secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
 Penghasilan Bruto
1.Gaji sebulan Rp ×××
2.Tunjangan PPh Rp ×××
3.Tunjangan hororarium lainnya Rp ×××
4.Premi JKK, JK, JHT, JPT dibayar pemberi kerja Rp ×××
5.Premi asuransi yang dibayar pemberi kerja Rp ×××
6.Penerimaan dalam bentuk natura yang dikenakan Rp ×××
pemotongan PPh Pasal 21
7.Jumlah penghasilan bruto Rp ×××

 Pengurangan
8.Biaya jabatan (5% × penghasilan bruto, maksimal Rp 500.000 Rp ×××
sebulan)
9.Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (yang dibayar oleh penerima Rp ×××
penghasilan)
10.Jumlah pengurangan (jumlah 8 + 9) ( Rp ×××)

• Penghitungan PPh Pasal 21


11.Penghasilan neto sebulan (7-10) Rp ×××
12.Penghasilan neto setahun (11 × 12 bulan) Rp ×××
13.Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp ×××
14.Penghasilan Kena Pajak setahun (12-13) Rp ×××
15.PPh Pasal 21 yang terutang (14 × tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a
PPh Pasal 21 yang dipotong sebulan (15 ÷ 12 bulan) Rp ×××
Rp ×××
Contoh : Pegawai tetap dengan gaji bulanan

dr. Danang (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) adalah


seorang dokter spesialis kandungan bekerja di RS swasta Sehat
Sentosa sebagai pegawai tetap dengan gaji Rp 20.000.000
sebulan. Agustus 2016, ia menerima pembayaran dari RS Sehat
Sentosa berupa gaji Rp 20.000.000 dan menerima jasa medis
sebagai dokter yang bersumber dari pasien sebesar Rp
25.000.000. Ia membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000
setiap bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Danang dari RS
Sehat Sentosa pada Agustus 2016 adalah :
Gaji Sebulan Rp 20.000.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 20.000.000
Pengurang :
- Biaya jabatan : 5% × Rp 20.000.000
= Rp 1.000.000, max diperbolehkan Rp500.000
- Iuran pensiun Rp200.000
Rp 700.000
Contoh : Pegawai tetap dengan gaji bulanan

Tahun 2016 PTKP (K/3) :


- Untuk WP sendiri Rp54.000.000
- Menikah Rp 4.500.000
- 3 orang tanggungan
(3 × Rp4.500.000) Rp13.500.000
Rp 72.000.000
PKP setahun Rp159.600.000
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp109.600.000 Rp 16.440.000
Rp 18.940.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 18.940.000 : 12 = Rp1.578.333
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Hitungan 2
Diterapkan kepada pegawai pensiun atas uang yang
dibayarkan secara berkala (bulanan). Penghitungannya
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pension bulanan
yang diterima pada tahun pertama pensiun, yaitu :
a) Hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan
cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya
pensiun, kemudian dikalikan dnegna banyaknya bulan
sejak pegawai yang bersngkutan menerima pensiun
sampai dnegan bulan desember (biaya pensiun = 5%
dari uang pensiun dengan jumlah maksimal Rp200.000
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
b) Penghasilan pensiun pada huruf a ditambahkan dengan
pengahsilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang
diterima atau yang diperoleh dari pemberi kerja sebelum
pegawai bersangkutan pensiun sesuai dnegan yang
tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum
pensiun.
c) Untuk menghitung penghasilan kena pajak, jumlah
penghasilan pada huruf b tersebut dikurang dengan PTKP,
dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan
kena pajak tersebut.
d) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang
bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh 21
huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi
kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai
dengan tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21
sebelum pensiun.
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

2. Perhitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun


secara bulanan pada tahun kedua dan seterusnya, sebagai
berikut.
a) Hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan
cara mengurangi penghasilan bruto dengan dana
pensiun.
b) Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dnegan cara
penghitungan untuk pegawai tetap atas penghasilan
teratur yang dipotong bulanan.
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Hitungan 3
Diterapkan pada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja tidak
lepas, pemagang, dan calon pegawai. Langkah-langkah
penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
1. Pegawai tidak letap atau tenaga kerja lepas, pemagang, dan
calon pegawai upah harian, upah, mungguan, upah satuan,
upah borongan dan upah uang saku harian.
Tentukan jumlah upah/uang saku, atau rata-rata upah/uang
saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari:
a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari dalam
seminggu.
b. Upah satuan dikalikan dngan jumlah rata-rata satuan
yang idhasilkan dalam sehari.
c. Upah borongan dibagi dnegan jumlah hariu yang
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Hitungan 3a
Jika upah/uang saku harian tidak melebihi Rp450.000 dan jumlah
kumulatif yang diterima dalam satu bulan tidak melebihi
Rp4.500.000 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang terutang.
Hitungan 3b
Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
telah melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif yang diterima
atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan
tidak melebihi Rp4.500.000. PPh Pasal 21 yang harus dipotong
adalah:
  PPH Pasal 21 sehari = Tarif 5% × Upah kena pajak sehari
   Upah kena pajak sehari = upah sehari – Rp450.000
Contoh:
Upah sehari melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif
sebulan tidak melebihi Rp4.500.000

Rizal Fahmi berstatus belum menikah. Ia tercatat sebagai


karyawan yang bekerja sebagai televisi di sebuah perusahaan
elektronik, PT Tronika. Upah yang dibayar untuknya dihitung
berdasarkan jumlah unit/satuan yang diselesaikannya, yaitu
Rp150.000 tersebut dibayarkan setiap minggu. Dalam waktu satu
minggu (6 hari kerja), Rizal Fahmi mampu merakit 20 unit televisi
sehingga total upah yang diterimanya sebesar Rp3.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah sehari
Upah kena pajak sehari
PPh Pasal 21 sehari:
PPh Pasal 21 atas seluruh upah (seminggu atau 6 hari):
Jika Rizal Fahmi tidak memiliki NPwP PPh Pasal 21 yang dipotong
baginya menjadi
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 3c
lika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang
bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000, tetapi tidak melebihi
Rp10.200.000 maka PPh Pasal 21 yang harus dipotong dihitung
sebagai berikut.   21 sehari = Tarif 5% x Upah kena pajak sehari
PPh Pasal
Upah kena pajak sehari = Upah sehari-PTKP yang sebenarnya sehari
PTKP yang sebenarnya sehari = PTKP setahun ÷ 360

Marwan berstatus belum menikah. Pada September 2016. ia


mengerjakan pembuatan taman sebuah rumah dengan upah
borongan sebesar Rp6.400.000.Upah borongan tersebut tidak
termasuk material dan tanaman. Pekerjaan borongan tersebut
diselesaikan dalam waktu 20 hari.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah borongan sehari:
PTKP sehari (-)
Upah kena pajak sehari
PPh Pasal 21 sehari:
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Hitungan 3d
Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan
yang bersangkutan telah melebihi Rp10.200.000, PPh Pasal
21 yang harus dipotong adalah:

PPh Pasal 21 sebulan = (Tarif Pasal 17* ×PKP setahun) ÷ 12


PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan × 12) – PTKP setahun
*) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Contoh :
jumlah upah kumulatif sebulan melebihi Rp
10.200.000
Rukmana berstatus menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di
perusahaan elektronik dengan upah satuan. Pada September 2016,
Rukmana bekerja selama 25 hari dan mengerjakan 50 unit barang
dengan upah per unit Rp225.000.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah bulan September 2016: 50 × Rp225.000 Rp 11.250.000
Upah/penghasilan neto disetahunkan: 12 × Rp11.250.000
Rp135.000.000
Tahun 2016 PTKP (Rukmana/K/0) :
- Untuk WP sendiri Rp54.000.000
- Menikah Rp 4.500.000

Rp 58.500.000
PKP setahun Rp 76.500.000
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 26.500.000 Rp 3.975.000
Rp 6.475.000
PPh Pasal 21 dipotong bulan September 2016:
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
2. Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai
menerima upah yang dibayarkan bulanan
Hitungan 3e
Jika upah diterima secara bulanan, PPh pasal 21 yang harus dipotong
sama dengan hitungan 3d adalah:
PPh Pasal 21 sebulan = (Tarif Pasal 17* ×PKP setahun) ÷ 12
PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan × 12) – PTKP setahun
*) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Bagus Hermanto berstatus belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia
bekerja di perusahaan garmen dengan dasar upah harian yang
dibayarkan secara bulanan. Pada September 2016, Bagus Hermanto
bekerja selama 20 hari dengan menerima upah sehari sebesar
Rp250.000.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah bulan September 2016: 20 × Rp250.000 Rp 5.000.000
Upah/penghasilan neto disetahunkan: 12 × Rp5.000.000
Rp60.000.000
Tahun 2016 PTKP (Bagus/TK/0) :
- Untuk WP sendiri Rp54.000.000 (-)
PKP Rp 6.000.000
PPh Pasal 21 terutang setahun : 5% × Rp 6.000.000 Rp
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 4
Hitungan 4 diterapkan bagi:
1. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan
bonus atau imbalan lain yang tidak teratur;
2. Dewan komisaris/pengawas yang bukan pegawai tetap atas
imbalan/honorarium yang diterimanya;
3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas
penarikan dana pensiun.
PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17* × Penghasilan
bruto kumulatif
*)Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.

Supri adalah seorang komisaris di PT Kanji, yang bukan sebagai


pegawai tetap. Dalam tahun 2016, yaitu bulan Desember 2016
menerima honorarium sebesar Rp 60.000.000.
Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang :
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 10.000.000 Rp 1.500.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 4.000.000
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 5
Hitungan 5 diterapkan kepada bukan pegawai yang menerima
imbalan bersifat berkesinambungan.
Hitungan 5a. Bukan pegawai yang telah memiliki NPWP dan hanya
memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong
PPh Pasal 21/26 serta tidak memperoleh penghasilan lainnya.
PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17*) × PKP
PKP = (50% × Jumlah penghasilan bruto) – PTKP
*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Tarif ditentukan berdasarkan PKP kumulatif.
Hitungan 5b.
Bukan pegawai tidak memiliki NPWP atau memperoleh
penghasilan lainnya dari pemotong PPh Pasal 21/26 atau
memperoleh penghasilan lainnya.
PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17 × PKP
*)

PKP = 50% × Penghasilan bruto


*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Tarif ditentukan berdasarkan PKP kumulatif.
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Hitungan 6
Hitungan 6 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima
imbalan tidak bersifat berkesinambungan.

PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17*) × PKP


PKP = 50% × Penghasilan bruto
*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.

Bahrun (menikah, tanpa tanggungan) melakukan jasa perbaikan


komputer kepada PT Cahaya Kurnia dengan fee sebesar
Rp5.000.000.
Besarnya PPh Pasar 21 adalah = 5% × 50% × Rp5.000.000 =
Rp125.000
Jika Bahrun tidak mempunyai NPWP, besarnya PPh Pasal 21 yang
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Apabila bukan pegawai sebagaimana dalam hitungan 5 dan 6:


1. Adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau
klinik, maka besarnya jumlah penghasilan bruto adalah sebesar
jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui rumah sakit
dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil
oleh rumah sakit dan/atau klinik.
2. Memberikan jasa kepada Pemotong PPh Pasal 21/26, dengan :
a. Memperkerjakan orang lain sebagai pegawainya, maka
besarnya jumlah penghasilan bruto adalah jumlah pembayaran
setelah dikurangi dengan bagian gaji atau upah, kecuali dalam
kontrak/perjanjian tersebut, maka besarnya penghasilan bruto
tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan.
b. Melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya
jumlah penghasilan bruto hanya atas pemberian jasanya saja,
kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat dipisahkan
bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut,
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh

Hitungan 7
Hitungan 7 diterapkan pada peserta kegiatan yang menerima
imbalan.
PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 × Penghasilan bruto
*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.

Sony adalah seorang atlet bulu tangkis profesional Indonesia


yang bertempat tinggal di Jakarta. Ia menjuarai turnamen
Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah sebesar
Rp200.000.000. PPh Pasal 21 atas hadiah tersebut adalah:
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 150.000.000 Rp 22.500.000
Rp 25.000.000
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 8
Hitungan 8 diterapkan pada Pejabat PNS, anggota TNI/Polri, dan
pensiunannya yang memperoleh honorarium atau imbalan yang
bersumber dari APBN/APBD. PPh bersifat final.
Penerima PPh Pasal 21
 PNS Golongan I dan II, anggota TNI/Polri 0% × penghasilan bruto
golongan pangkat Perwira Tamtama dan
Bintara dan pensiunannya
 PNS Golongan III, anggota TNI/Polri 5% × penghasilan bruto
golongan pangkat Perwira Pertama dan
pensiunannya
 PNS Golongan IV, anggota TNI/Polri 15% × penghasilan bruto
golongan pangkat Perwira Menengah dan
Tinggi dan pensiunannya
Contoh hitungan 8
Bendahara Dinas Pendidikan Kota XX membayarkan honorarium
kepada peserta Workshop sebagai berikut.
Penerima Jumlah Keterangan

Aji Rp1.000.000 Ber-NPWP, Gol. IV

Bayu Rp 500.000 Ber-NPWP, Gol. III

Ratno Rp 500.000 Tidak ber-NPWP, Gol. II

Saskia Rp 750.000 Ber-NPWP, Gol. III

Penerima/Wajib Pajak PPh Pasal 21


Aji 15% × Rp1.000.000 = Rp150.00
Bayu 5% × Rp500.000 = Rp25.000
Ratno Tidak dikenakan pajak
Saskia 5% × Rp750.000 = Rp37.500
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
Hitungan 9
PPh
Hitungan 9 diterapkan pada penerima uang pensiun, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua sekaligus. PPh bersifat final.
Jenis penghasilan Jumlah penghasilan PPh Pasal 21

Uang pesangon  Uang pesangon kurang dari Rp50.000.000  0% × penghasilan bruto


diterima  Uang pesangon diatas Rp50.000.000 s.d  5% × penghasilan bruto
sekaligus Rp100.000.000  15% × penghasilan bruto
 Uang pesangon diatas Rp100.000.000 s.d
Rp500.000.000

 Uang pesangon diatas Rp500.000.000  25% × penghasilan


bruto

Uang manfaat  Uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau  0% × penghasilan bruto
pensiun, jaminan hari tua s.d Rp50.000.000  5% × penghasilan bruto
tunjangan hari  Uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
tua atau jaminan jaminan hari tua diatas Rp50.000.000
hari tua sekaligus
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 10
Hitungan 10 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus
sebagai Subjek Pajak Luar Negeri.
PPh Pasal 26 = 20% × Penghasilan bruto

Beberapa ketentuan:
a. PPh Pasal 26 tersebut bersifat final.
b. Tarif tersebut memperhatikan ketentuan yang diatur dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal
orang pribadi yang menerima penghasilan adalah subjek pajak
dalam negeri dari negara yang telah mempunya P3B dengan
Indonesia.
c. Dalam hal pegawai dengan status WP luar negeri memperoleh
gaji dalam mata uang asing, harus dikonversi dalam rupiah,
sebelum PPh dihitung.
d. PPh Pasal 26 yang terutang dihitung berdasarkan jumlah
TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT
MASA PPh PASAL 21/26

Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Pasal 21


Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 wajib menggunakan SPT Masa
PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT dalam hal:
 Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan
penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala
dan/atau terhadap PNS, anggota TNI/Polri, pejabat Negara dan
pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 orang dalam satu masa
pajak; dan/atau
 Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 24
selain pemotongan PPh Pasal 21 pada angka 1 dengan jumlah bukti
pemotongan lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak; dan/atau
 Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti
pemotongan yang jumlahnya lebih dari 20 dokumen dalam satu masa
pajak;
 Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang
TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT
MASA PPh PASAL 21/26

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat menggunakan SPT Masa


PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy)
atau e-SPT dalam hal:
 Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan
penerima pensiun atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala
dan/atau terhadap PNS, anggota TNI/Polri, pejabat Negara dan
pensiunannya yang jumlahnya tidak lebih dari 20 orang dalam satu
masa pajak; dan/atau
 Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 24
selain pemotongan PPh Pasal 21 pada angka 1 dengan jumlah bukti
pemotongan tidak lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak;
dan/atau
 Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan
yang jumlahnya tidak lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak;
TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT
MASA PPh PASAL 21/26

Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 21/26


Kewajiban Pemotong Pajak dalam menghitung, memotong,
menyetor, dan melaporkan PPh Pasal 21 adalah:
 Pemotong Pajak, setelah memotong pajak, wajib menyetorkan
pajak tersebut ke Bank Persepsi atau Kas Negara atau Kantor
Pos dengan Menggunakan SSP selambat-lambatnya pada
tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
 Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut ke KPP
tempat Wajib Pajak terdaftar dengan menggunakan SPT Masa
selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya.
 Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal
21. Bukti pemotongan PPh Pasal 21 ini ada dua, yaitu bukti
pemotongan PPh Pasal 21 (tidak final) atau PPh Pasal 26 dan
TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT
MASA PPh PASAL 21/26

 Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal


21 tahunan kepada pegawai tetap atau penerima pensiun atau
penerima tunjangan hari tua/jaminan hari tua secara berkala
kepada PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara, dan
pensiunannya dalam waktu dua bulan setelah tahun takwim
berakhir.
 Pada masa pajak terakhir, Pemotong Pajak berkewajiban
menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang atas
penghasilan pegawai tetap atau penerima pensiun atau
penerima tunjangan hari tua/jaminan hari tua. Disamping itu,
pemotong pajak juga menyampaikan daftar bukti pemotongan
PPh Pasal 21 (formulir 1721-I) bagi pegawai tetap atau
penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua/jaminan
hari tua secara berkala kepada PNS, anggota TNI/Polri, pejabat

Anda mungkin juga menyukai