Catatan :
a) Penghasilan teratur berupa gaji/upah, tunjangan-tunjangan, dan imbalan yang diberikan
secara periodik termasuk uang lembur
b) Penghasilan tidak teratur berupa bonus, tunjangan hari raya, jasa produksi, tantiem, dan
imbalan sejenis lainnya yang bersifat teratur biasannya diterima setahun
Catatan :
a) Upah harian adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan secara harian
b) Upah mingguan adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan secara mingguan
c) Upah satuan adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan berdasarkan jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan
d) Upah borongan adalah upah yang diterima pegawai yang terutang/dibayarkan berdasarkan penyelesaian pekerjaan tertentu.
Catatan :
a) Imbalan kepada bukan pegawai adalah penghasilan dengan nama dan bentuk apa pun yang terutang/diberikan kepada
bukan pegawai berupa honorarium, komisi, fee, dan penghasilan lain sejenis.
b) Imbalan kepada peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang terutang/diberikan
kepada peserta kegiatan tertentu berupa uang saku, uang representasi, honorarium, hadiah/pekerjaan, dan sejenisnya.
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 1
Diterapkan kepada pegawai tetap. Penghitungannya
dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang bersifat
teratur maupun tidak teratur setiap bulan selain bulan
Desember atau bulan ketika pegawai tetap berhenti
bekerja, terdiri atas:
a) Pegawai tetap menerima gaji bulanan;
b) Pegawai tetap menerima gaji mingguan dan harian;
c) Pegawai tetap menerima uang rapel;
d) Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, jasa produksi,
dan lainnya (bersifat tidak teratur);
e) Pegawai tetap dipindah tugaskan dalam tahun berjalan;
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Pengurangan
8.Biaya jabatan (5% × penghasilan bruto, maksimal Rp 500.000 Rp ×××
sebulan)
9.Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (yang dibayar oleh penerima Rp ×××
penghasilan)
10.Jumlah pengurangan (jumlah 8 + 9) ( Rp ×××)
Hitungan 2
Diterapkan kepada pegawai pensiun atas uang yang
dibayarkan secara berkala (bulanan). Penghitungannya
dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pension bulanan
yang diterima pada tahun pertama pensiun, yaitu :
a) Hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan
cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya
pensiun, kemudian dikalikan dnegna banyaknya bulan
sejak pegawai yang bersngkutan menerima pensiun
sampai dnegan bulan desember (biaya pensiun = 5%
dari uang pensiun dengan jumlah maksimal Rp200.000
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
b) Penghasilan pensiun pada huruf a ditambahkan dengan
pengahsilan neto dalam tahun yang bersangkutan yang
diterima atau yang diperoleh dari pemberi kerja sebelum
pegawai bersangkutan pensiun sesuai dnegan yang
tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebelum
pensiun.
c) Untuk menghitung penghasilan kena pajak, jumlah
penghasilan pada huruf b tersebut dikurang dengan PTKP,
dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan
kena pajak tersebut.
d) PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang
bersangkutan dihitung dengan cara mengurangi PPh 21
huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi
kerja sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai
dengan tercantum dalam bukti pemotongan PPh Pasal 21
sebelum pensiun.
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 3
Diterapkan pada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja tidak
lepas, pemagang, dan calon pegawai. Langkah-langkah
penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
1. Pegawai tidak letap atau tenaga kerja lepas, pemagang, dan
calon pegawai upah harian, upah, mungguan, upah satuan,
upah borongan dan upah uang saku harian.
Tentukan jumlah upah/uang saku, atau rata-rata upah/uang
saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari:
a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari dalam
seminggu.
b. Upah satuan dikalikan dngan jumlah rata-rata satuan
yang idhasilkan dalam sehari.
c. Upah borongan dibagi dnegan jumlah hariu yang
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 3a
Jika upah/uang saku harian tidak melebihi Rp450.000 dan jumlah
kumulatif yang diterima dalam satu bulan tidak melebihi
Rp4.500.000 maka tidak ada PPh Pasal 21 yang terutang.
Hitungan 3b
Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian
telah melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif yang diterima
atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan
tidak melebihi Rp4.500.000. PPh Pasal 21 yang harus dipotong
adalah:
PPH Pasal 21 sehari = Tarif 5% × Upah kena pajak sehari
Upah kena pajak sehari = upah sehari – Rp450.000
Contoh:
Upah sehari melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif
sebulan tidak melebihi Rp4.500.000
Hitungan 3d
Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan
yang bersangkutan telah melebihi Rp10.200.000, PPh Pasal
21 yang harus dipotong adalah:
Rp 58.500.000
PKP setahun Rp 76.500.000
PPh Pasal 21 terutang setahun :
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 26.500.000 Rp 3.975.000
Rp 6.475.000
PPh Pasal 21 dipotong bulan September 2016:
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
2. Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai
menerima upah yang dibayarkan bulanan
Hitungan 3e
Jika upah diterima secara bulanan, PPh pasal 21 yang harus dipotong
sama dengan hitungan 3d adalah:
PPh Pasal 21 sebulan = (Tarif Pasal 17* ×PKP setahun) ÷ 12
PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan × 12) – PTKP setahun
*) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Bagus Hermanto berstatus belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia
bekerja di perusahaan garmen dengan dasar upah harian yang
dibayarkan secara bulanan. Pada September 2016, Bagus Hermanto
bekerja selama 20 hari dengan menerima upah sehari sebesar
Rp250.000.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah bulan September 2016: 20 × Rp250.000 Rp 5.000.000
Upah/penghasilan neto disetahunkan: 12 × Rp5.000.000
Rp60.000.000
Tahun 2016 PTKP (Bagus/TK/0) :
- Untuk WP sendiri Rp54.000.000 (-)
PKP Rp 6.000.000
PPh Pasal 21 terutang setahun : 5% × Rp 6.000.000 Rp
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 4
Hitungan 4 diterapkan bagi:
1. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan
bonus atau imbalan lain yang tidak teratur;
2. Dewan komisaris/pengawas yang bukan pegawai tetap atas
imbalan/honorarium yang diterimanya;
3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas
penarikan dana pensiun.
PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17* × Penghasilan
bruto kumulatif
*)Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Hitungan 6
Hitungan 6 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima
imbalan tidak bersifat berkesinambungan.
Hitungan 7
Hitungan 7 diterapkan pada peserta kegiatan yang menerima
imbalan.
PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 × Penghasilan bruto
*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Uang manfaat Uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau 0% × penghasilan bruto
pensiun, jaminan hari tua s.d Rp50.000.000 5% × penghasilan bruto
tunjangan hari Uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau
tua atau jaminan jaminan hari tua diatas Rp50.000.000
hari tua sekaligus
Tata Cara Penghitungan Pemotongan
PPh
Hitungan 10
Hitungan 10 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus
sebagai Subjek Pajak Luar Negeri.
PPh Pasal 26 = 20% × Penghasilan bruto
Beberapa ketentuan:
a. PPh Pasal 26 tersebut bersifat final.
b. Tarif tersebut memperhatikan ketentuan yang diatur dalam
Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal
orang pribadi yang menerima penghasilan adalah subjek pajak
dalam negeri dari negara yang telah mempunya P3B dengan
Indonesia.
c. Dalam hal pegawai dengan status WP luar negeri memperoleh
gaji dalam mata uang asing, harus dikonversi dalam rupiah,
sebelum PPh dihitung.
d. PPh Pasal 26 yang terutang dihitung berdasarkan jumlah
TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT
MASA PPh PASAL 21/26