Anda di halaman 1dari 11

PERGHITUNGAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

(BPHTB)

Pada saat transaksi jual beli tanah yang menjadi subjek pada pajak biaya BPHTB kepada
pribadi ataupun badan yaitu pembeli dasar pemberian BPHTB adalah nilai perolehan objek
pajak NJOP atas harga transaksi. Sedangkan untuk nilai tukar menukar hibah atau warisan
maka dikenai pajak NPOP.

NPOP bisa saja lebih kecil atau lebih besar dari NJOP tergantung dari kesepakatan pembeli
dengan penjual. Jika harga transaksi lebih kecil dari NJOP maka dasar penentuan NPOP
adalah nilai NJOP dan begitupun sebaliknya.

Faktor lain yang menentukan besarnya nilai BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak
Tidak Kena Pajak (NPOPTKP). Ini merupakan nilai pengurangan NPOP sebelum dikenakan
pajak BPHTB. Sekitar 5 persen.

Setiap daerah punya peraturan berbeda mengenai NPOPTKP tersebut seperti misalnya di
Jakarta ditetapkan sebesar Rp 80.000.000 untuk transaksi jual beli tanah Rp 350 juta untuk
perolehan hibah wasiat.

Cara Penghitungan BPHTB


Perhitungan BPHTB berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 1997 jo. Undang-Undang
Nomor 20 tahun 2000 Pasal 8 adalah sebagai berikut:

Sedangkan perhitungan BPHTB menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 Pasal 89 adalah sebagai
berikut:

Contoh menghitung BPHTB dalam transaski jual beli tanah :


Wahyu membeli tanah milik Arya dengan nilai jual beli sebesar Rp 200.000.000. Maka pajak
penjual dan pajak pembeli adalah sebagai berikut:

Pajak Pembeli (BPHTB)

NPOP : Rp 200.000.000,00

NPOPTKP : Rp 80.000.000,00 -

NPOP Kena Pajak : Rp 120.000.000,00

BPHTB: : 5% x Rp 120.000.000 = Rp 6.000.000

Pajak Penjual (PPh)

NPOP : Rp 200.000.000

NPOP Kena Pajak : Rp 200.000.000

PPh: 5% x Rp 200.000.000,00 = Rp 10.000.000

 Luas tanah = 10 m x 20 m = 200 m2, total harga tanah Rp 1.000.000,00 x 200 m2 = Rp


200.000.000,00.
 Luas rumah = 10 m x 10 m = 100 m2, total harga bangunan Rp 3.000.000,00 x 100 m2
= Rp 300.000.000,00.
 Jadi jumlah harga jual tanah berikut rumah NJOP adalah Rp 500.000.000,00
 NPOTKP menurut pemerintah daerah jakarta misalnya Rp 60.000.000,00
 NPOP = Rp 440.000.000,00.

Jadi total BPHTB yang terutang yaitu 5% x Rp 440.000.000,00 = Rp 22.000.000,00.

PENGENAAN BPHTB KARENA WARISAN, HIBAH, WASIAT, DAN PEMBERIAN


HAK PENGELOLAAN

Pengenaan BPHTB karena Waris dan Hibah Wasiat

Penetapan saat terutang pajak atas Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan karena Waris
adalah sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan peralihan haknya ke Kanwil BPN atau
Kantor Pertanahan (Pasal 5 ayat 2). Sedangkan penetapan saat terutang pajak atas perolehan
Hak atas Tanah dan Bangunan karena Hibah Wasiat adalah sejak tanggal dibuat dan
ditandatanginya akte (pasal 5 ayat 3).
Pengenaan BPHTB karena hak pengelolaan

Di dalam pasal 9 disebutkan:

a. 0% (nol persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam hal penerima Hak
Pengelolaan adalah Kementrian, Lembaga Pemerintah non Departemen, Pemerintah Daerah,
Lembaga Pemerintah lainnya dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional
(Perumnas) dan

b. 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang, dalam hal penerima
Hak Pengelolaan selain subjek pajak sebagaimana yang dimaksud pada huruf a.

Penetapan BPHTB karena Hak Pengelolaan

Menurut pasal 10 Pergub DKI no. 112 tahun 2011, penetapan saat terutang pajak atas
perolehan hak atas tanah dan bangunan untuk pemberian Hak Pengelolaan adalah sejak
tanggal ditandatangani dan diterbitkannya keputusan pemberian Hak Pengelolaan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan.

Besaran Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOKTP) menurut pasal 13 Pergub
DKI No 112 tahun 2011 adalah sebagai berikut:

a) Sebesar Rp. 80.000.000 (delapan puluh juta rupiah) untuk setiap transaksi selain Waris
dan Hibah Wasiat.

b) Sebesar Rp. 350.000.000 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) untuk Waris dan Hibah
Wasiat.

Untuk Waris dan Hibah diperuntukkan bagi orang pribadi yang masih dalam hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi waris dan hibah wasiat termasuk suami/ istri.

Besaran NPOPTKP-BPHTB dapat di evaluasi dan hasil evaluasi selanjutnya ditetapkan


dengan Keputusan Gubernur setelah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.

Pasal 15 menyebutkan untuk melakukan evaluasi NPOPTKP-BPHTB di luar Waris dan


Hibah Wasiat dilakukan dengan mempertimbangkan indikator sebagai berikut:

a) Pertumbuhan ekonomi daerah


b) Harga pasaran tanah dan bangunan yang berlaku di daerah

c) Perkembangan Nilai Jual Objek Pajak.

Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan atas:

a) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar BPHTB (SKPDKB-BPHTB); atau

b) Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan BPHTB (SKPDKBT-BPHTB);


atau

c) Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar BPHTB (SKPDLB-BPHTB); atau

d) Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil BPHTB (SKPDN-BPHTB).

Prosedur

Menurut pasal 19 Pergub No. 112 tahun 2011, wajib pajak mengajukan keberatan kepada
Kepala Dinas melalui melalui Kepala Suku Dinas atau Kepala Unit. Keberatan diajukan
secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak yang terutang
menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai alasan-alasan yang jelas. Keberatan harus
diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya surat
ketetapan oleh Wajib Pajak, kecuali apabila Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka
waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasaannya (force majeur).
Walaupun demikian, di dalam pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar
pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.

Pada saat Peraturan Gubernur ini mulai berlaku, maka:

a. Terhadap pengenaan BPHTB karena Waris, Hibah Wasiat dan Pemberian Hak
Pengelolaan serta Penetapan Besaran NPOPTKP dan pengajuan keberatan yang telah
dilakukan terhitung sejak tanggal 1 Januari 2011 sampai dengan diterbitkannya Pergub No.
112 tahun 2011, dinyatakan masih tetap berlaku; dan

b. Terhadap pengenaan BPHTB karena Waris, Hibah Wasiat dan Pemberian Hak
Pengelolaan serta penetapan Besaran NPOPTKP dan pengajuan keberatan yang sedang dalam
proses setelah diterbitkannya Pergub No. 112 tahun 2011, harus disesuaikan dengan
ketentuan Peraturan Gubernur ini.
SAAT TERUTANGNYA BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
(BPHTB).

Menurut ketentuan pasal 9 ayat (1) UU BPHTB No. 20 Tahun 2000 menyatakan bahwa saat
terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan adalah sebagai berikut :

Pajak terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, dengan kata lain saat
terutang pajak BPHTB adalah merupakan saat untuk wajib membayar pajak.

TATA CARA PENETAPAN DAN PENAGIHAN

Tata Cara Penetapan

Tata cara penetapan BPHTB diatur didalam pasal 11 dan 12 sebagai berikut :

1. Dalam jangka waktu 5 tahun sejak pajak terutang, berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat
kurang bayar, Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP
Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB) ditambah denda 2%
per bulan maksimum untuk jangka waktu 24 bulan ( 48% ).
2. Setelah terbit SKBKB, terdapat data baru lagi sehingga Pajak terutang bertambah, maka
Kepala Kantor Pelayanan PBB/KPP Pratama menerbitkan Surat Ketetapan BPHTB Kurang
Bayar Tambahan (SKBKBT) ditambah sanksi administrasi sebesar 100% dari jumlah
kenaikan, kecuali wajib pajak melapor sebelum ada pemeriksaan

Contoh :

Bapak Krosbin Simatupang membeli sebidang tanah di Surabaya pada tanggal 5 Januari 2003
dengan harga perolehan menurut PPAT sebesar Rp.300.000.000,- dan BPHTBnya telah
dibayar lunas pada tanggal tersebut. Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan oleh Kantor
Pelayanan PBB Surabaya Satu pada tanggal 7 Pebruari 2003, ternyata NJOP PBB atas tanah
tersebut adalah sebesar Rp.350.000.000,-

Pada tanggal 1 Maret 2003 diperoleh data baru (novum), ternyata transaksi yang benar atas
tanah tersebut adalah sebesar Rp400.000.000,- Atas temuan-temuan tersebut diatas Kepala
Kantor Pelayanan PBB Surabaya Satu telah menerbitkan SKBKB pada tanggal 7 Pebruari
2003 dan SKBKBT pada tanggal 1 Maret 2003. Berapa BPHTB yang harus dibayar oleh
Bapak Krosbin Simatupang tersebut berdasarkan SKBKB dan SKBKBT yang diterbitkan
oleh Kepala Kantor Pelayanan PBB tersebut bila NPOPTKP ditentukan sebesar
Rp50.000.000,- ?

Jawab :

1. BPHTB yang telah dibayar pada tanggal 5 Januari 2003 adalah :

5% x (300.000.000 - 50.000.000) = Rp12.500.000,-

2. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 7 Pebruari 2003 :

5% x (350.000.000 - 50.000.000) = Rp15.000.000,-

BPHTB yang telah dibayar = Rp12.500.000,-

BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-

Denda : 2 x 2% x Rp2.500.000,- = Rp 100.000,-

SKBKB = Rp 2.600.000,-

3. BPHTB yang seharusnya terutang pada tanggal 1 Maret 2003 :


5% x (400.000.000 - 50.000.000) = Rp17.500.000,-

BPHTB yang telah dibayar = Rp15.000.000,-

BPHTB kurang bayar = Rp 2.500.000,-

Sanksi administrasi ( 100% ) = Rp 2.500.000,-

SKBKBT = Rp 5.000.000,-

Tata Cara Penagihan

Sesuai dengan pasal 13, 14 dan 15 UU BPHTB maka apabila :

1. Pajak terutang tidak/kurang bayar

2. Dari pemeriksaan, SSB kurang bayar

3. WP kena sanksi administrasi berupa denda/bunga

maka Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan BPHTB (STB) ditambah sanksi
bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.

Surat Tagihan BPHTB setara dengan Surat Ketetapan Pajak (SKP)

SKBKB, SKBKBT, STB, SK Pembetulan / SK Pengurangan / SK Keberatan / SK Banding


merupakan Dasar Penagihan Pajak.

Pajak terutang berdasar SURAT-SURAT tersebut diatas harus dilunasi paling lambat 1(satu)
bulan sejak diterima oleh wajib pajak, lewat batas waktu dapat ditagih dengan SURAT
PAKSA.

PEMBERIAN FASILITAS BPHTB MELALUI PENGURANGAN BPHTB

Pengurangan diatur dalam pasal 20 Undang-undang BPHTB yang kemudian dijabarkan


dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 561/KMK.03/2004 tanggal 25 Nopember 2004
tentang Pemberian Pengurangan BPHTB. Keputusan Menteri Keuangan ini kemudian diubah
dan terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 91/PMK.03/2006 tanggal 13
Oktober 2006 tentang Perubahan Kedua atas KMK No.561/KMK.04/2004 tentang Pemberian
Pengurangan BPHTB, yang dapat dirinci sebagai berikut :

1. Dalam hal kondisi tertentu WP yang ada hubungannya dengan Objek Pajak :
a. WP pribadi memperoleh hak baru melalui program Pemerintah di bidang Pertanahan dan
tidak mempunyai kemampuan ekonomis mendapat pengurangan sebesar 75%

b. WP Badan memperoleh hak baru selain Hak Pengelolaan dan telah menguasai tanah dan
atau bangunan secara fisik lebih dari 20 tahun mendapat pengurangan sebesar 50%

c. WP pribadi yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan RS dan RSS langsung dari
pengembang dan membayar secara angsuran mendapat pengurangan sebesar 25%

d. WP pribadi menerima hibah dari keluarga sedarah satu derajad keatas dan kebawah
mendapat pengurangan sebesar 50%

2. Kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya dengan sebab-sebab tertentu :

a. WP memperoleh hak dari hasil pembelian uang ganti rugi pemerintah yang nilai ganti
ruginya dibawah NJOP mendapat pengurangan sebesar 50%.

b. WP memperoleh hak sebagai penggantian dari tanah yang dibebaskan pemerintah untuk
kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus, mendapat pengurangan sebesar
50%

c. WP Badan terkena dampak krisis ekonomi dan moneter yang berdampak luas pada
kehidupan perekonomian nasional sehingga WP harus melakukan restrukturisasi usaha dan
atau utang usaha sesuai kebijaksanaan pemerintah, mendapat pengurangan sebesar 75%

d. WP Bank Mandiri yang memperoleh hak atas tanah yang berasal dari BBD, BDN, Bapindo
dan Bank Exim dalam rangka merger, mendapat pengurangan sebesar 100%

e. WP Badan melakukan Merger atau Konsolidasi dengan atau tanpa terlebih dahulu
mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan pengunaan Nilai Buku
dlm rangka penggabungan atau peleburan usaha tersebut dari Dirjen Pajak, mendapat
pengurangan sebesar 50%

f. WP memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan yang tidak berfungsi lagi karena
bencana alam dlsb yang terjadi dalam waktu 3 bulan setelah penandatanganan Akta,
mendapat pengurangan sebesar 50%
g. WP pribadi (Veteran, PNS, TNI, Polri, pensiunan, purnawirawan, janda/dudanya) yang
memproleh hak atas tanah dan atau bangunan rumah dinas pemerintah, mendapat
pengurangan 75%

h. WP Badan Korpri yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan dalam rangka
pengadaaan perumahan bagi anggota Korpri/PNS, mendapat pengurangan sebesar 100%

i. WP Badan anak perusahaan dari perusahaan asuransi dan reasuransi yang memperoleh hak
atas tanah dan atau bangunan yang berasal dari peusahaan induknya selaku pemegang saham
tunggal sebagai kelanjutan dari pelaksanaan KepMenKeu tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, mendapat pengurangan sebesar 50%.

j. WP yang domisilinya termasuk dalam wilayah program rehabilitasi dan rekonstruksi yang
memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan melalui program pemerintah di bidang
pertanahan atau WP yang objek pajaknya terkena bencana lam gempa bumi dan gelombang
tsunami di Propinsi NAD dan Kepulauan Nias, Sumatera Utara, mendapat pengurangan
sebesar 100%.

k. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi di Propinsi DIY dan sebagian
Propinsi Jawa Tengah yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan
sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar 100%.

2. WP yang objek pajaknya terkena bencana alam gempa bumi dan tsunami di pesisir Pantai
Selatan Pulau Jawa yang perolehan haknya atau saat terhutangnya terjadi 3(tiga) bulan
sebelum terjadinya bencana, diberi pengurangan sebesar 100%.

3. Tanah dan bangunan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak mencari
keuntungan mendapat pengurangan sebesar 50%

4. Tanah dan atau bangunan di Propinsi NAD yang selama masa reahbilitasi berlangsung
digunakan untuk kepentingan sosial/pendidikan yang semata-mata tidak untuk mencari
keuntungan mendapat pengurangan sebesar 100%.

TATA CARA PERMOHONAN PENGURANGAN

1. Permohonan diajukan oleh WP kepada Kepala KPPBB/KPP Pratama / Kakanwil DJP /


Dir.Jen.Pajak dalam bahasa Indonesia dengan lampiran :

a. Fotokopi Surat Setoran Bea ( SSB )


b. Fotokopi Akta / Risalah Lelang / Kep.Pemberian Hak Baru / Putusan Hakim

c. Fotokopi identitas

d. Surat Keterangan Lurah/Kepala Desa

e. Fotokopi persetujuan Merger dari Dirjen Pajak

2. Permohonan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak tanggal pembayaran

3. Khusus untuk MERGER, permohonan diajukan sebelum Akta ditandatangani oleh


Notaris/PPAT

4. Atas permohonan kemudian dilakukan Pemeriksaan Sederhana dan dituangkan dalam


Berita Acara

5. Permohonan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai surat permohonan
dan tidak dipertimbangkan

KEPUTUSAN PENGURANGAN

1. Keputusan oleh Kepala KPPBB/KPP Pratama dalam waktu 3(tiga) bulan sejak terima
permohonan dari Wajib Pajak, lebih dari 3 bulan dianggap diterima. Keputusan oleh
Kakanwil DJP dalam waktu 4(empat) bulan sejak diterima pemohonan dari WP, lebih dari 4
bulan dianggap diterima, dan keputusan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 6(enam)
bulan, lebih dari 6 bulan dianggap dikabulkan.

2. Bentuk Keputusan : mengabulkan seluruhnya / sebagian atau menolak

3. Wewenang Keputusan :

a. Ketetapan sampai dengan 2,5 M oleh Kepala Kantor PBB/ KPP Pratama

b. Ketetapan diatas 2,5 M sampai dengan 5 M oleh KAKANWIL DJP

c. Lebih dari 5 M, dampak krisis, merger dan Bank Mandiri oleh Direktur Jenderal Pajak

PENGURANGAN YANG DIHITUNG SENDIRI OLEH WP

Terhadap WP yang memenuhi syarat dapat menghitung sendiri besar pengurangan sebelum
pembayaran BPHTB. Dalam Surat Setoran Bea diberi tanda “ pengurangan dihitung sendiri”
dan jumlah setoran setelah pengurangan. Dalam hal ini WP tetap mengajukan permohonan
pengurangan sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Bila permohonannya ditolak
/ dikabulkan namun BPHTB masih kurang bayar maka terhadap WP tersebut dikenakan
sanksi bunga 2% per bulan dari kekurangan bayar tersebut , maksimum 24 bulan. Terhadap
BPHTB kurang bayar (SKBKB) tidak dapat diajukan pengurangan kembali

Anda mungkin juga menyukai