Anda di halaman 1dari 59

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Pencak silat merupakan salah satu beladiri yang sudah cukup tua

umurnya. Walaupun sampai saat ini belum didapatkan secara pasti kapan dan

oleh siapa pencak silat itu diciptakan. Pencak silat adalah suatu metode

beladiri yang diciptakan oleh Bangsa Indonesia guna mempertahankan diri

dari bahaya. Bahaya yang mengancam keselamatan dan kelangsungan

hidupnya. Sebagai suatu metode/ilmu beladiri yang lahir dan berkembang di

tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat Bangsa Indonesia, pencak silat

sangat dipengaruhi oleh falsafah, budaya dan kepribadian bangsa Indonesia.

Gerakan-gerakan pada pencak silat mulanya adalah dengan menirukan

gerakan binatang yang ada di alam sekitarnya, seperti gerakan kera, harimau,

ular, atau burung elang.

Dewasa ini muncul berbagai macam perguruan pencak silat, walaupun

awalnya memilki paham yang sama tentang pencak silat. Namun seiring

dengan berjalannya waktu, antar perguruan tersebut memiliki suatu paham

yang berbeda dan sampai sekarang masih belum ada penyelesainnya. Dari

perbedaan tersebut munculah konflik antar perguruan pencak silat yang

menimbulkan keresahan bagi masyarakat.

Konflik merupakan suatu gejalan yang awalnya muncul sebagai akibat

dari interaksi manusia dalam hidup bermasyarakat. Konflik dapat terjadi

antar individu maupun kelompok. Konflik tersebut dapat juga ditimbulkan

karena adanya perbedaan pendapat antara individu atau kelompok yang

1
membuatnya saling mempertahankan ego dan memicu timbulnya

pertentangan.

Konflik merupakan hal yang wajar dalam kehidupan sosial dan

merupakan bagian dari dinamika masyarakat yang dapat mendorong

perubahan. Namun konflik akan menjadi merusak apabila mengarah pada

kekerasan. Konflik akan bersifat negatif apabila terjadi berkepanjangan dan

diwarnai dengan kekerasan yang akhirnya dapat merugikan masyarakat, diri

sendiri maupun kelompok.

Seiring dengan perkembangan konflik yang mengakar antar kelompok,

mulai sering terjadi perkelahian. Perkelahian tersebut tak sedikit yang juga

melibatkan senjata tajam dan tak jarang berakhir dengan kematian dari salah

satu pihak.

Banyak perbedaan-perbadaan yang ditonjolkan oleh masing-masing

kelompok sehingga makin memupuk emosi dan sentiment kelompok. Hal-hal

yang ditonjolkan oleh masing-masing kelompok dalam penguatan identitas

yang diekspresikan melalui berbagai symbol seperti kostum, tugu, dan banner

atau baliho. Penonjolan hal-hal tersebut cenderung dilakukan tak terkendali.

Hal ini dilakukan untuk membesarkan nama perguruan pencak silat tersebut.

Untuk mengetahui apa saja faktor atau penyebab, bagaiamana, dan

dampak dari konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat maka

dipandang perlu dilakukannya penelitian. Untuk itu judul penelitian ini

adalah KONFLIK KEKERASAN ANTAR KELOMPOK PERGURUAN

PENCAK SILAT DI JOMBANG JAWA TIMUR.

2
1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas makan rumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

1.2.1 Bagaimana konflik yang terjadi antar perguruan pencak silat di

Jombang Jawa Timur?

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada rumusan masalah tersebut, penelitian ini bertujuan

untuk :

1.3.1.1. Untuk mengetahui konflik yang terjadi antar perguruan

pencak silat di Jombang Jawa Timur.

1.3.2. Manfaat penelitian

Dengan mengacu pada rumusan masalah tersebut, penelitian ini bermanfaat

untuk :

1.3.2.1. Sebagai sumbangan informasi dari peneliti mengenai konflik

kekerasan antar perguruan pencak silat.

1.3.2.2. Agar siswa dapat mengetahui konflik yang terjadi antar

perguruan pencak silat di Jombang Jawa Timur.

1.3.2.3. Agar pembaca dapat mengetahui konflik yang terjadi antar

perguruan pencak silat di Jombang Jawa Timur.

1.3.2.4. Merupakan sumbangan informasi dan pemikiran yang

bergharga bagi peneliti lain yang berminat untuk mengkaji

masalah yang sama diwaktu mendatang.

3
BAB 2

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Konflik

Teori Konflik menurut Lewis A Coser yang disebut Teori Fungsi-Fungsi

Konflik. Teori Lewis Coser digunakan untuk memaparkan fungsi positif dari

setiap konflik. Menurut Coser (1956), terdapat 16 fungsi konflik sosial. Secara

garis besar, melalui dalil-dalilnya, Coser (1956) menjelaskan bahwa konflik

secara positif membantu kestabilan struktur sosial di dalam masyarakat. Dengan

terjadinya konflik, maka posisi kelompok yang berkonflik di dalam masyarakat

terlihat jelas karena masyarakat mengetahui adanya kelompok yang berkonflik

dalam kehidupan sosial. Hal ini menyebabkan masyarakat, sebagai komunitas

yang lebih besar dari kelompok yang berkonflik, menghargai keberadaan

kelompok yang berkonflik, dan begitu juga sebaliknya.

Konflik Berfungsi sebagai Alat untuk Menunjukkan Perbedaan Antar

Kelompok

Menurut Coser (1956), konflik adalah sebuah proses yang bersifat

instrumental dalam pembentukan, penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial.

Konflik antar kelompok memiliki andil yang besar dalam membangun dan

menegaskan kembali identitas sebuah kelompok dan menjaga batas-batas suatu

kelompok dengan dunia sosial di sekelilingnya. Konflik juga menempatkan dan

menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok, karena konflik menyebabkan

adanya jarak antar kelompok yang satu dengan yang lain. Selain itu, konflik

4
berfungsi untuk menjaga identitas suatu kelompok, karena melalui konflik

perbedaan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya dapat terlihat.

Terjadinya konflik antar kelompok memiliki nilai positif untuk kelompok itu

sendiri, karena konflik menyadarkan masing-masing anggota akan perpisahan,

sehingga pertahanan suatu kelompok terhadap ancaman dari luar semakin kuat.

Coser (1956) berpendapat bahwa apabila suatu kelompok sering mengalami

konflik, maka ikatan antar anggota suatu kelompok akan semakin kuat.

Konflik dan Katup Penyelamat

Coser (1956) berpendapat bahwa konflik tidak selalu berdampak

disfungsional terhadap hubungan antar anggota dalam suatu kelompok.

Terkadang, konflik antar kelompok dapat berfungsi untuk menjaga hubungan

antar anggota suatu kelompok. Apabila terjadi konflik, maka suatu kelompok

harus bersatu untuk melawan kelompok lain. Hal utama yang tidak boleh terjadi

pada saat suatu kelompok sedang terlibat konflik dengan kelompok lain adalah

permusuhan antar anggota. Oleh karena itu, apabila ada masalah antar anggota,

masalah tersebut harus diselesaikan. Di sinilah konflik berperan dalam menjaga

hubungan antar anggota dalam suatu kelompok. Untuk menghilangkan

permasalahan antar anggota dalam suatu kelompok diperlukan katup penyelamat.

Tanpa katup penyelamat, permasalahan yang ada antar anggota akan semakin

meruncing, yang berpotensi menimbulkan masalah internal dalam kelompok.

Dapat diartikan bahwa katup penyelamat adalah sebuah jalan untuk

mempertahankan suatu kelompok dari kemungkinan konflik internal kelompok.

Oleh karena itu, katup penyelamat merupakan faktor penting dalam menjaga

hubungan baik antar anggota suatu kelompok. Katup penyelamat dapat

5
menghilangkan kebencian antar anggota dalam suatu kelompok yang biasanya

muncul ketika terjadi perbedaan pendapat. Anggota-anggota suatu kelompok

dapat saja merasa tertekan dan mengundurkan diri ketika pedapatnya tidak

diterima. Dengan melepaskan rasa permusuhan yang ada antar anggota melalui

katup penyelamat, maka hubungan baik antar anggota tetap terjalin. Sosok

sesepuh merupakan katup penyelamat dalam setiap kelompok (Coser, 1956).

Konflik Realistis dan Non-realistis

Coser (1956) membagi konflik menjadi dua, yaitu konflik realistis dan

non-realistis. Konflik realistis berasal dari kekecewaan anggota-anggota suatu

kelompok terhadap kebijakan yang dikeluarkan oleh kelompok lain. Anggota-

anggota yang kecewa ini kemudian mengajukan tuntutan-tuntutan kepada

kelompok yang dianggap mengecewakan. Menurut Coser (1956), ada

kemungkinan bahwa konflik realistis terjadi tanpa sikap permusuhan. Cara yang

dilakukan untuk menjatuhkan lawan masih dengan cara yang logis. Sedangkan

konflik non-realistis adalah konflik yang berasal dari kebutuhan untuk meredakan

ketegangan akibat suatu konflik, paling tidak dari salah satu pihak. Cara yang

digunakan untuk menjatuhkan lawan adalah cara yang tidak logis.

Konflik dan Dorongan untuk Bermusuhan

Menurut Coser (1956), dorongan untuk menjadi agresif atau rasa benci

tidak cukup untuk menjelaskan alasan terjadinya konflik. Seperti rasa cinta, rasa

benci membutuhkan objek. Konflik hanya dapat terjadi apabila ada interaksi

antara subjek dan objek. Dengan adanya interaksi tersebut, maka konflik selalu

dapat diandaikan seperti suatu hubungan. Suatu konflik tidak perlu disertai dengan

rasa permusuhan dan agresivitas. Ketegangan atau tekanan tidak selalu dapat

6
diasosiasikan dengan perilaku yang menyebabkan terjadinya konflik. Namun, hal

tersebut dapat berguna untuk membenci lawan. Berbagai isu yang dikembangkan

menumbuhkan rasa benci yang akan semakin menguatkan tekanan sosial dalam

sebuah konflik. Hal ini membuat semakin meningkatnya kesanggupan anggota-

anggota suatu kelompok untuk terlibat dalam sebuah konflik sampai konflik

tersebut berakhir. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa konflik menimbulkan

dorongan untuk bermusuhan dengan kelompok lawan.

Konflik Antar Kelompok yang Memiliki Hubungan Dekat

Coser (1956) berpendapat apabila terjadi konflik antar kelompok atau

antar individu yang memiliki hubungan yang dekat, maka pemisahan antara

konflik realistis dan non-realistis menjadi sulit untuk dipertahankan. Menurut

Coser (1956), apabila semakin dekat suatu hubungan, maka semakin besar rasa

saling memiliki yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecenderungan

untuk menekan rasa permusuhan daripada mengungkapkannya. Sebaliknya, dalam

hubungan sekunder rasa permusuhan dapat dengan lebih mudah diungkapkan.

Rasa tidak suka atau kebencian biasanya merupakan sebuah elemen yang

diperhitungkan dalam suatu hubungan yang dekat. Apabila rasa kebencian

terhadap suatu kelompok lebih besar dibandingkan rasa saling memiliki yang

sudah ada, maka konflik tidak akan terhindarkan.

Hubungan Antar Kelompok dan Intensitas Konflik

Menurut Coser (1956), apabila sebuah konflik muncul dari hubungan yang

dekat, maka konflik yang terjadi akan besar. Hal ini terjadi karena konflik antar

kelompok dari hubungan yang dekat akan menimbulkan koalisi dan sekaligus

oposisi sehingga konflik yang terjadi akan semakin tajam. Semakin banyak yang

7
terlibat dalam sebuah konflik, baik sebagai yang berkoalisi atau oposisi, maka

reaksi kekerasan yang timbul akan semakin besar. Dalam konflik antar kelompok

yang sebelumnya memiliki hubungan yang erat, rasa benci anggota suatu

kelompok terhadap anggota kelompok lainnya merupakan faktor penting yang

menyebabkan semakin intensnya suatu konflik. Hal ini karena rasa benci tersebut

dirasakan oleh anggota kelompok lawan sebagai ancaman terhadap persatuan dan

identitas dari kelompoknya (Coser, 1956).

Akibat dan Fungsi Konflik dalam Struktur Sebuah Kelompok

Menurut Coser (1956), konflik dapat menghilangkan unsur-unsur pemisah

dalam hubungan antara dua pihak dan membangun kembali persatuan. Coser

(1956) berpendapat bahwa konflik berfungsi sebagai jalan keluar dari ketegangan

yang terjadi antara dua pihak. Dapat diartikan bahwa konflik berfungsi untuk

menstabilkan fungsi hubungan antara dua pihak yang berkonflik dan menjadi

komponen pemersatu hubungan. Akan tetapi, tidak semua konflik memiliki fungsi

positif bagi hubungan antar kelompok yang berkonflik, hanya kelompok yang

memiliki tujuan, nilai-nilai atau kepentingan-kepentingan yang tidak saling

bertentangan yang akhirnya akan bersatu setelah adanya konflik.

Konflik sebagai Alat Ukur dari Stabilitas Sebuah Hubungan

Menurut Coser (1956), tidak adanya konflik tidak dapat diindikasikan

bahwa hubungan antar kelompok kuat dan stabil. Kedekatan antara satu kelompok

dengan kelompok lainnya dapat menyebabkan terjadinya konflik, tetapi apabila

ada satu pihak yang merasa bahwa hubungan yang terjalin lemah, maka konflik

akan dihindari karena ditakutkan konflik akan membahayakan keberlangsungan

hubungan mereka. Kestabilan hubungan antar kelompok dapat dilihat dari konflik

8
yang terjadi antara dua atau lebih kelompok. Semakin sering terjadi konflik,

berarti semakin erat hubungan antar kelompok yang berkonflik, tetapi Coser

(1956) menegaskan bahwa konflik untuk menjaga kestabilan hubungan hanya

terjadi pada hubungan dekat. Untuk hubungan yang tidak dekat, konflik berfungsi

untuk menyeimbangkan fungsi kelompok di dalam kehidupan sosial.

Konflik dengan Kelompok Lain untuk Meningkatkan Kepaduan dalam

Kelompok

Menurut Coser (1956), konflik antar kelompok menyebabkan sinergi antar

anggota dalam suatu kelompok semakin erat, sehingga kohesi di dalam sebuah

kelompok semakin erat. Kohesi dalam kelompok tergantung pada karakter konflik

yang melibatkan suatu kelompok serta terkait juga dengan karakteristik kelompok.

Apabila konflik yang terjadi antara dua atau lebih kelompok tergolong besar,

maka kohesi yang terjadi di dalam sebuah kelompok semakin erat. Kohesi yang

erat dalam sebuah kelompok dapat menjadi renggang apabila terjadi kesewenang-

wenangan di dalam kelompok tersebut. Kesewenang-wenangan ini menimbulkan

rasa benci dalam diri anggota-anggota sebuah kelompok, tetapi rasa benci ini

tidak dapat disalurkan karena tidak ada katup penyelamat. Tidak adanya katup

penyelamat disebabkan oleh kesewenang-wenangan dalam kelompok. Coser

(1956) menyimpulkan bahwa apabila terjadi kesewenang-wenangan dalam sebuah

kelompok, maka dapat dipastikan kohesi di dalam kelompok tersebut tidak erat.

Konflik dengan Kelompok Lain Mendefinisikan Struktur Kelompok dan

Mengakibatkan Konflik Internal .

Menurut Coser (1956), apabila semakin sering sebuah kelompok terlibat

konflik dengan kelompok lain, maka batas toleransi setiap anggota dalam sebuah

9
kelompok semakin berkurang. Kohesi sosial setiap anggota bergantung pada

kehidupan kelompok. Kelompok yang sering terlibat konflik akan dengan hati-

hati memilih orang-orang yang akan menjadi anggotanya, sehingga keanggotaan

kelompok tersebut bersifat eksklusif. Berbeda dengan kelompok yang jarang atau

bahkan tidak pernah terlibat konflik dengan kelompok lainnya, yang perekrutan

anggotanya tidak memiliki banyak syarat, maka jumlah anggotanya banyak dan

toleransi antar anggota kelompok tersebut tinggi.

Konflik untuk Mencari Musuh

Menurut Coser (1956), terkadang konflik antar kelompok terjadi karena

suatu kelompok memang sengaja mencari musuh. Kelompok seperti ini benar-

benar dapat memahami ancaman dari luar kelompok mereka. Walaupun ancaman

yang dirasakan berasal dari luar kelompok, terkadang hanyalah ancaman yang

tidak nyata. Coser (1956) berpendapat bahwa ancaman yagn tidak nyata dapat

mempersatukan kelompok, sama seperti ancaman yang nyata. Maksud ancaman

yang tidak nyata dalam konteks ini adalah ancaman yang dibentuk seolah akan

menjadi nyata. Ancaman dari luar kelompok yang dibesar-besarkan, daya tarik

musuh yang memicu terjadinya konflik, dan ditemukannya anggota-anggota yang

mengancam keberadaan suatu kelompok adalah beberapa cara agar tercipta

konflik sehingga menyebabkan kohesi dalam suatu kelompok semakin kuat.

Ideologi dan Konflik

Menurut Coser (1956), sebuah konflik yang partisipannya merasa bahwa

mereka adalah perwakilan dari sebuah kelompok, berjuang bukan untuk dirinya

sendiri, melainkan untuk ideologi dari kelompok yang mereka wakili, akan

berjuang lebih radikal dan tanpa ampun. Hal ini berkebalikan bila dibandingkan

10
dengan partisipan yang terlibat dalam sebuah konflik karena alasan pribadi.

Hilangnya elemen yang mengedepankan pribadi, ditandai dengan kengototan

masing-masing kelompok yang berkonflik dalam mempertahankan ideologinya,

menyebabkan semakin lama konflik yang terjadi akan semakin meruncing.

Konflik Mengikat Lawan

Konflik mengindikasikan adanya cara lain untuk berinteraksi antar

kelompok yang bermusuhan. Konflik bersifat sebagai stimulus untuk menetapkan

aturan-aturan, norma-norma, dan kebiasaan baru. Oleh karena itu, Coser (1956)

berpendapat bahwa konflik berfungsi sebagai agen sosialisasi bagi dua kubu yang

sedang berkonflik. Lebih lanjut, Coser (1956) menjelaskan bahwa konflik

menegaskan kembali norma-norma yang sempat terbengkalai, sehingga

memperkuat partisipasi konflik di dalam kehidupan sosial. Sebagai dorongan

untuk menciptakan dan memodifikasi norma-norma, konflik menyesuaikan diri

dengan hubungan antar kelompok untuk memungkinkan terjadinya perubahan.

Konflik dan Keinginan untuk Bersatu dengan Musuh

Coser (1956) berpendapat bahwa bersatunya dua atau lebih kelompok pada

saat konflik sedang berlangsung terjadi karena keuntungan-keuntungan yang akan

didapatkan oleh kelompok-kelompok yang bersatu. Menurut Coser (1956),

apabila kekuatan yang dimiliki antar kelompok yang berkonflik sama, maka

kelompok yang bersatu dengan kelompok lain akan menginginkan lawannya

untuk bersatu dengan suatu kelompok lain juga untuk memperlihatkan kelompok

mana yang paling kuat. Selain itu, Coser (1956) menjelaskan bahwa dengan

adanya konflik, maka aturan-aturan yang ada di dalam kelompok-kelompok yang

berkonflik akan menjadi melebur dan menghasilkan aturan-aturan baru.

11
Konflik Membentuk dan Menjaga Keseimbangan Kekuasaan

Coser (1956) berpendapat bahwa konflik dapat berfungsi untuk menguji

kekuasaan antar pihak yang berkonflik. Penyesuaian kekuasaan dalam suatu

kelompok hanya dapat dilakukan apabila satu pihak sadar akan kekuatan pihak

lawannya. Kesadaran akan kekuatan pihak lawan tersebut, menurut Coser (1956),

hanya dapat dicapai melalui konflik. Dengan demikian, Coser (1956) berpendapat

bahwa konflik tidak berfungsi untuk mengganggu atau memisahkan, melainkan

berfungsi untuk menjaga keseimbangan kekuasaan kelompok-kelompok dalam

kehidupannya di tengah-tengah masyarakat.

Konflik Menciptakan Koalisi

Menurut Coser (1956), konflik dapat menyatukan individu maupun kelompok

yang berkonflik, atau bahkan individu maupun kelompok yang tidak memiliki

hubungan apapun sebelumnya. Terjadinya konflik dapat menimbulkan koalisi dan

penggabungan yang bersifat sementara, bukan penggabungan tetap dalam

kelompok yang kohesif. Hal ini disebabkan adanya kepentingan pragmatis dari

orang-orang yang terlibat dalam suatu konflik. Koalisi antar kelompok yang

berkonflik biasanya akan diikuti dengan dikeluarkannya perjanjian-perjanjian

antar kelompok yang berkonflik. Koalisi-koalisi yang terjadi antar kelompok

biasanya dibentuk hanya sebagai pertahanan suatu kelompok terhadap kelompok

lainnya. Koalisi akan terlihat sebagai ancaman dan tindakan tidak bersahabat bagi

kelompok yang tidak ikut di dalam koalisi tersebut. Oleh karena itu, akan

terbentuk koalisi-koalisi lain, untuk menandingi koalisi yang sudah dibentuk

tersebut (Coser, 1956).

12
2.2. Kajian Pustaka

2.2.1. Konflik

Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling

memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara

dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha

menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak

berdaya.

Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam

suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri

fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya.

Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik

merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat

pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan

kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan

hilangnya masyarakat itu sendiri.

Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai

sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan

integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik

Faktor penyebab konflik : (1) Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan

pendirian dan perasaan.(2) Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga

membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.(3) Perbedaan kepentingan antara

individu atau kelompok. (4) Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak

dalam masyarakat.

13
2.2.2. Kekerasan

Kekerasan berarti penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah.

Menurut WHO (dalam Bagong. S, dkk, 2000), kekerasan adalah penggunaan

kekuatan fisik dan kekuasaan, ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri,

perorangan atau sekelompok orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau

kemungkinan besar mengakibatkan memar/trauma, kematian, kerugian psikologis,

kelainan perkembangan atau perampasan hak.

Sedangkan Menurut Soerjono Soekanto, kekerasan (violence) diartikan

sebagai penggunaan kekuatan fisik secara paksa terhadap orang atau benda.

Sedangkan kekerasan sosial adalah kekerasan yang dilakukan terhadap orang dan

barang, oleh karena orang dan barang tersebut termasuk dalam kategori sosial

tertentu.

2.2.3. Kelompok Sosial

Secara sosiologis pengertian kelompok sosial adalah suatu kumpulan

orang-orang yang mempunyai hubungan dan saling berinteraksi satu sama lain

dan dapat mengakibatkan tumbuhnya perasaan bersama. Disamping itu terdapat

beberapa definisi dari para ahli mengenai kelompok sosial.

Menurut Josep S Roucek dan Roland S Warren kelompok sosial adalah

suatu kelompok yang meliputi dua atau lebih manusia, yang diantara mereka

terdapat beberapa pola interaksi yang dapat dipahami oleh para anggotanya atau

orang lain secara keseluruhan.

14
Menurut Abdul Syani, terbentuknya suatu kelompok sosial karena adanya

naluri manusia yang selalu ingin hidup bersama. Manusia membutuhkan

komunikasi dalam membentuk kelompok, karena melalui komunikasi orang dapat

mengadakan ikatan dan pengaruh psikologis secara timbal balik. Ada dua hasrat

pokok manusia sehingga ia terdorong untuk hidup berkelompok, yaitu: (1) Hasrat

untuk bersatu dengan manusia lain di sekitarnya (2) Hasrat untuk bersatu dengan

situasi alam sekitarnya .

2.2.4. Kepribadian

Menurut Horton (1982) Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan,

ekspresi dan temparmen seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu

akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapan pada situasi tertentu.

Setiap orang mempunyai kecenderungan prilaku yang baku, atau pola dan

konsisten, sehingga menjadi ciri khas pribadinya. Sedangkan menurut Schever

Dan Lamm (1998) mendevinisikan kepribadian sebagai keseluruhan pola sikap,

kebutuhan, ciri-ciri kas dan prilaku seseorang. Pola berarti sesuatu yang sudah

menjadi standar atu baku, sehingga kalau di katakan pola sikap, maka sikap itu

sudah baku berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi

yang di hadapi.

2.2.5. Perilaku Manusia

Perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia

dan dipengaruhi oleh adat, sikap,emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi, dan/atau

genetika.

15
Perilaku sesorang dikelompokkan ke dalam perilaku wajar, perilaku dapat

diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Dalam sosiologi, perilaku

dianggap sebagai sesuatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh

karenanya merupakan suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.

Perilaku tidak boleh disalahartikan sebagai perilaku sosial, yang merupakan suatu

tindakan sengan tingkat lebih tinggi, karena perilaku sosial adalah perilaku yang

secara khusus ditujukan kepada orang lain. Penerimaan terhadap perilaku

seseorang diukur relatif terhdap norma sosial dan diatur oleh berbagai kontrol

sosial. Dalam kedokteran perilaku seseorang dan keluarganya dipelajari untuk

mengidentifikasi faktor penyebab, pencetus atau yang memperberat timbulnya

masalah kesehatan. Intervensi terhadap perilaku seringkali dilakukan dalam

rangka penatalaksanaan yang holistic dan komprehensif. Perilaku manusia

dipelajari dalam ilmu psikologi, sosiologi, ekonomi, antropologi, dan kedokteran.

Faktor-faktor yang memmpengaruhi perilaku manusia yaitu genetika,

sikap , norma sosial, kontrol perilaku pribadi

2.2.6. Pencak Silat

Pencak silat merupakan salah satu jenis beladiri yang sudah cukup tua

umurnya. Walaupun sampai saat ini belum di dapatkan secara pasti kapan dan

oleh siapa pencak silat itu diciptakan. Pencak silat asalah suatu metode beladiri

yang diciptakan oleh bangsa Indonesia guna mempertahankan diri dari bahaya.

Bahaya yang mengancam keselamatan dan kelangsungan hidupnya. Sebagai suatu

metode/ilmu beladiri yang lahir dan berkembang di tengah-tengah kehidupan

16
sosial masyarakat bangsa Indonesia pencak silat sangat dipengaruhi oleh falsafah,

budaya, dan kepribadian bangsa Indonesia.

2.2.7. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah tempat dimana masyarakat saling berinteraksi dan

melakukan sesuatu secara bersama-sama antar sesame maupun dengan

lingkungannya. Lingkungan sosial terdiri dari beberapa tingkat. Tingkat yang

paling awal adalah keluarga, dari keluarga kita diajari cara, sikap, dan sifat untuk

berinteraksi dengan orang lain dalam maupun diluar keluarga. Tingkat selanjutnya

adalah sekolah, dimana kita bisa mengembangkan pelajaran dan bersosialisasi

yang diberikan dari keluarga di rumah ke lingkungan sekolah. Di dalam sekolah

itu sendiri ada organisasi yang bisa kita jadikan tempat untuk bersosialisasi lebih

luas lagi seperti organisasi kelas. Ada pula dari tingkatan sekolah yang tertinggi

yaitu perkuliahan, didalam perkuliahan inipun ada organisasi-organisasi yang

jangkauannya lebih luas. Lalu ada tingkatan saat kita berada di lingkungan kerja

sudah mulai mandiri dan bisa menyumbangkan apresisasi dan ilmu kita ke dalam

bidang pekerjaan yang sesuai dengan kriteria yang ada dalam diri kita. Tingkatan

paling akhir adalah lingkungan masyarakat yang kita temui nanti saat kita sudah

cukup siap dan dewasa untuk bisa terjun langsung ke dalamnya kita pun bisa

mengetahui bagaimana sikap, sifat dan masalah-masalah di dalam lingkungan

masyarakat .

17
2.3. Kerangka Pemikiran

KONFLIK

NEGATIF POSITIF

KONFLIK ANTAR BELA DIRI


KELOMPOK
PERGURUAN PENCAK
SILAT

PERBEDAAN PENDAPAT

PERPECAHAN

TIMBULNYA
KEKERASAN
PERASAAN INGIN
MENJADI PALING KUAT

TIDAK BERHASILNYA
MUNCUL KONFLIK PROSES INTERGRASI

18
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Berdasarkan penelitian pokok masalah yang diteliti, maka penelitian ini

menggunakan pendekatan kualikatif dengan jenis penelitian study kasus.

Penelitian kualikatif mempunyai karakteristik pokok yang mementingkan makna,

konteks dimana proses penelitian lebih bersifat siklus. Dengan demikian

mengumpulkan data dan analisis berlangsung secara simultan, lebih

mementingkan kedalaman dari pada keluasan penelitian.

3.2. Fokus Penelitian

Adapun fokus penelitian yang diteliti meliputi :

1. Konflik

Konflik yang terjadi pada manusia bersumber pada berbagai macam

sebab. Begitu beragamnya sumber konflik yang terjadi antar manusia,

sehingga sulit untuk dideskripsikan secara jelas dan terperinci sumber dari

konflik. Hal ini dikarenakan sesuatu yang seharusnya bisa menjadi sumber

konflik , tetapi pada kelompok manusia tertentu ternyata tidak menjadi sumber

konflik. Pada umumnya konflik antar kelompok muncul akibat adanya

perbedaan kebudayaan, pendapat dan tujuan kelompok serta persaingan untuk

suatu penghargaan yang istimewa.

2. Kekerasan

Konflik yang terjadi antar kelompok dalam bidang olahraga terutama

pencak silat sangat memungkinkan terjadinya kekerasan. Hal ini karena

19
kelompok-kelompok tersebut dibekali metode untuk melindungi dirinya dan

menyerang lawan. Konflik dapat berubah menjadi kekerasan apabila upaya-

upaya yang berkaitan dengan pengelolahan konflik tidak dilaksanakan dengan

sungguh-sungguh oleh pihak yang bersangkutan dan kecenderungan

menyelesaikan dengan kekerasan untuk mengetahui kelompok mana yang

lebih kuat.

3. Kegiatan pasca konflik

Pasca konflik adalah situasi diselesaikannya dengan cara mengakhiri

berbagai konfrontasi kekerasan, ketegangan berkurang, dan hubungan

mengarah kelebih normal diantara kedua bela pihak. Pascakonflik bisa juga

disebut sebagai tahapan deekalasi konflik kekerasan. Deekalasi konflik

kekerasan bisa terjadi karena beberapa faktor. Pertama, kedua belah pihak

berkonflik menemukan pemecahan masalah dari konflik. Kedua, salah satu

pihak mengalami kekalahan yang luar biasa, tanpa mendapatkan apapun yang

diperebutkan, dan tidak memiliki kemampuan untuk melanjutkan konflik.

Ketiga, semua pihak berkonflik mengalami kehancuran dan tidak mampu

melanjutkan konflik. Keempat, pihak berkonflik menghentikan sementara

waktu konflik untuk menyusun strategi selanjutnya.

4. Dampak dari konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat

Dalam hal konflik apalagi yang berujung kekerasan memiliki dampak

yang negatif. Seperti luka fisik akibat kekerasan yang dirasakan setiap

individu yang terlibat dalam kekarasan tersebut. Dan nama kelompok yang

menjadi buruk dimata masyarakat. Serta keresahan masyrakat yang

ditimbulkan oleh konflik tersebut.

20
3.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang berjudul “Konflik Kekerasan Antar Kelompok

Perguruan Pencak Silat di Jombang Jawa Timur” lokasi yang dipilih oleh peneliti

adalah Kabupaten Jombang Provinsi Jawa Timur.

3.4. Subyek dan Informen Penelitian

3.4.1. Subyek Penelitian

Subyek penelitian dengan judul “Konflik Kekerasan Antar Kelompok

Perguruan Pencak Silat di Jombang Jawa Timur” adalah masyarakat yang

bergabung dalam kelompok perguran pencak silat baik yang pernah

terlibat maupun belum pernah terlibat dalam konflik kekerasan antar

kelompok perguruan pencak silat.

3.4.2. Informen Penelitian

Sedangkan sebagai informen utnuk mencari data-data sekunder sebagai

penyempurna penelitian ini adalah ketua cabang kelompok perguruan

pencak silat dan lembaga-lembaga masyarakat seperti Komite Olahraga

Indonesia atau KONI dan Dinas Dinas Pendidikan Olahraga Budaya dan

Pariwisata atau DISPORA.

3.5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian yang berjudul “Konflik Kekerasan Antar Perguruan Pencak

Silat di Jombang Jawa Timur” peneliti menggunakan Metode :

1. Wawancara, peneliti melakukan wawancara mendalam terhadap

masyarakat yang bergabung dalam kelompok perguruan pencak silat yang

berperan dalam penelitian ini sebagai subyek penelitian, dan pemimpin

cabang kelompok perguruan pencak silat serta lembaga-lembaga di kota

21
Jobang yang bergerak dalam bidang olahraga seperti KONI dan DIPORA

yang berperan sebagai informen penelitian.

2. Dokumentasi, sebagai data penunjang yang dapat kita lihat secara

langsung sehingga hal ini peneliti dan pembaca bisa menarik kesimpulan

dari seberapa besar informasi dari masyarakat Jombang. Untuk

melengkapi data-data yang peneliti peroleh secara langsung, peneliti juga

melengakapinya dengan data-data masyarakat yang sesuai dengan

penelitian ini yang dalam kaitannya dengan konflik yang terjadi antar

kelompok perguruan pencak silat di website resmi BPS Jombang Jawa

Timur.

3. Observasi, yaitu peneliti melakukan pengumpulan data dengan peneliti


terjun ke lapangan dengan melihat keadaan nyata yang terjadi pada

responden

3.6. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian kualitatif, hubungan antara penelitian dan yang

diteliti adalah bersifat interaktif dan tidak dapat dipisahkan ( Moleong, 2009 ),

sehingga memudahkan peneliti dalam memperoleh data yang selanjutnya

dianalisis. Dalam hubungan dengan pendekatan kualitatif, dan dianalisis

secara diskriptif yang membuat peneliti mencari data, menyimpulkan data

tanpa harus menunggu terkumpulnya data ( Sonhaji KH,1999 ).

Menurut Sugiono (2011:279) dijelaskan bahwa triangulasi dalam

menganalisis data diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan

berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber,

triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu.

22
1. Triangulasi Sumber

Triangulasi untuk menguji kredebilitas yang dilakukan dengan cara

mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Dalam penelitian yang

berjudul Konflik Kekerasan Antar Kelompok Perguruan Pencak Silat di Jombang

Jawa Timur ini untuk mengetahui konflik yang terjadi antara kelompok perguruan

pencak silat yang berujung pada kekerasan. Segala data yang terkumpulkan, akan

Peneliti analisa secara dalam. Peneliti akan menganalisa perbedaan dan

kesamaan di antara data yang dikumpulkan, dan akan menjelaskan hasil

pengumpulan data yang paling berguna untuk menjawab pertanyaan dalam

Rumusan Masalah .

Dalam uji triangulasi ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber yaitu

untuk mengetahui dampak dari konflik yang terjadi antara orang tua dan anak dalam

hal prestasi anak yang menjadi pondasi terbentuknya sikap atau perilaku anak dalam

hal ini yaitu dari sumber siswa SMA Negeri 3 Jombang dan orang tua siswa yang

mengalami konflik tersebut. Kemudian dari ketiga sumber data tersebut di bedakan

mana pandangan yang sama dan mana pendapat yang berbeda kemudian ,

dikategorikan, dan didiskriminasikan dalam bentuk narasi yang kemudian

disimpulkan dalam bentuk laporan.

23
BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1.1. Kondisi Kabupaten Jombang

Jombang adalah kabupaten yang terletak dibagian tengah provinsi Jawa

Timur. Jombang memiliki posisi yang sangat strategis, karena berada di

persimpangan jalur lintas utara dan selatan Pulau Jawa (Surabaya-Madiun-

Yogyakarta), jalur Surabaya-Tulungagung, serta jalur Malang-Tuban. Jombang

juga dikenal dengan sebutan Kota Santri, karena banyaknya sekolah pendidikan

Islam (pondok pesantren) di wilayahnya. Bahkan ada pameo yang mengatakan

Jombang adalah pusat pondok pesantren di tanah Jawa karena hampir seluruh

pendiri pesantren di Jawa pasti pernah berguru di Jombang. Di antara pondok

pesantren yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras, Pesantren

Attahdzib (PA), dan Darul Ulum (Rejoso).

4.1.2. Luas dan Batas Lokasi Kabupaten Jombang

Wilayah Kabupaten Jombang mempunyai letak astronomis antara : 5.20° -

5.30° Bujur Timur dan antara :7.20' dan 7.45' lintang selatan dengan luas wilayah

115.950 Ha atau 2,4 % luas Propinsi Jawa Timur. Pusat kota Jombang terletak di

tengah-tengah wilayah Kabupaten, memiliki ketinggian 44 meter di atas

permukaan laut, dan berjarak 79 km (1,5 jam perjalanan) dari barat daya Kota

Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Jombang Propinsi Jawa

Timur yang lokasinya berbatasan dengan :Sebelah barat berbatasan dengan

Kabupaten Nganjuk. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Mojokerjo.

24
Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Kediri. Sebelah utara berbatasan

dengan kabupaten Lamongan.

4.1.3. Jumlah penduduk Kabupaten Jombang

Kabupaten Jombang terdiri dari 21 kecamatan

Tabel 4.1

Jumlah Penduduk Kabupaten Jombang Jawa Timur

Kecamatan Laki-Laki Perempuan Jumlah


Bandarkedungmulyo 25.334 24.785 50.119
Perak 27.961 27.607 55.568
Gudo 28.661 28.994 57.605
Diwek 54.711 53.374 108.085
Ngoro 39.609 38.826 78.435
Mojowarno 47.866 46.216 94.082
Bareng 28.044 27.675 55.719
Wonosalam 17.166 17.056 50.119
Mojoagung 40.932 40.014 80.946
Sumobito 44.020 42.759 86.779
Jogoroto 34.844 33.611 68.455
Peterongan 33.328 32.660 65.988
Jombang 64.962 65.451 130.413
Megaluh 20.361 20.304 40.665
Tembelang 26.559 26.690 53.249
Kesamben 33.503 32.991 66.494
Kudu 13.518 13.644 26.162
Ngusikan 10.598 11.098 22.056
Ploso 19.582 19.401 38.983
Kabuh 19.963 20.258 40.491
Plandaan 17.468 17.351 34.819
Jumlah 649.350 640.985 1.290.335

Sumber data : BPS Kabupaten Jombang

25
4.1.4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama

Masyarakat di Kabupaten Jombang pada umumnya(mayoritas) memeluk

agama Islam, sehingga kondisi sosial budaya di Kabupaten Jombang juga

merupakan perpaduan antara dua kultur budaya, yaitu perpaduan antara budaya

Jawa dan budaya Islam. Perpaduan kedua budaya inilah yang membentuk

karakter/ciri khas sosial budaya masyarakat Kabupaten Jombang sampai dengan

saat ini. Komposisi jumlah pemeluk agama menunjukkan pemeluk agama Islam

sekitar 98%, kemudian pemeluk agama Kristen Protestan 1,23%, pemeluk agama

Kristen Katolik sebesar 0,29%, agama Hindu 0,09% dan agama Budha sebesar

0,12%. Jumlah penduduk menurut agama dapat dilihat pada Tabel 4.2

26
Tabel 4.2

Jumlah Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama

Kematan Islam Protestan Katolik Hindu Budha Lainnya

Bandar Kd. Mulyo 53.419 22 17 - - -


Perak 54.869 128 - 20 -
Gudo 58.263 625 78 - 361 -
Diwek 100.120 200 22 - - -
Ngoro 70.284 2.333 611 - 205 -
Mojowarno 84.565 4.443 111 20 30 -
Bareng 57.152 1.511 28 - 7 -
Wonosalam 33.233 1.496 222 489 - -
Mojoagung 76.375 916 505 26 - -
Sumobito 104.002 133 33 22 6 -
Jogoroto 60.046 - - - - -
Peterongan 63.896 322 167 333 - -
Jombang 128.584 3.721 1.811 339 1.027 -
Megaluh 42.555 67 17 - - -
Tembelang 56.978 44 - - - -
Kesamben 68.168 78 20 - -
Kudu 55.546 28 44 - - -
Ngusikan 23.054 11 200 - - -
Ploso 45.324 211 28 17 17 -
Kabuh 44.467 133 44 - - -
Plandaan 39.073 89 - - - -
Sumber data : BPS Kab. Jombang ( Registrasi Penduduk )

4.2. Hasil Penelitian dan Analisa Data Responden

4.2.1. Analisa Data Responden

Subyek dalam penelitian ini adalah masyarakat Jombang yang tergabung

dalam kelompok perguruan pencak silat baik yang pernah terlibat dalam konflik

27
kekerasan dengan perguruan pencak silat lain maupun yang tidak pernah terlibat,

sedangkan untuk subyek atau informen peneliti mengambil dari organisasi-

organisasi olahraga yang berada di Jombang seperti Komite Olahraga Indonesia

atau KONI dan Dinas Dinas Pendidikan Olahraga Budaya dan Pariwisata atau

DISPORA.

Untuk mengetahui keadaan informen dalam penelitian ini secara umum

peneliti menganalisis beberapa hal tentang informen yaitu seperti : data responden

berupa nama, usia, agama, jenis kelaminm dan alamat responden. untuk

mengetahui identitas informen, maka peneliti buat dalam bentuk tabel 4.11.

Sedangkan tujuan peneliti membuat data informen dalam bentuk tabel yaitu untuk

memudakan pembaca mempelajari tesis ini.

Tabel 4.3

Data Responden

Jenis
Nama Usia Alamat
Kelamin

Heri Kriswanto Laki-Laki 17th Kalikejambon, Tembelang, Jombang

Prasetyo Laki-Laki 25th Pacol Goang, Cukir, Jombang

Shella Frisqi Yurlanda Perempuan 16th Kalikejambon, Tembelang, Jombang

Vianko Rifqi
Ilhamsyah Laki-Laki 17th Kalikejambon, Tembelang, Jombang

Fitri Okiyana Dewi Perempuan 17th Mojokrapak, Tembelang, Jombang

28
4.2.1.1. Jenis Agama Responden

Responden yang terdiri dari Heri Kriswanto, Prasetyo, Shella Frisqi

Yurlanda, Vianko Rifqi Ilhamsyah dan Fitri Okiyana Dewi semua mengakui

bahwa beragama Islam.

Dilihat dari gambaran umum Kota Jombang mengenai jumlah penduduk

berdasarkan pemeluk agama , sebagian besar penduduk Jombang beragama Islam

jadi tidak mengherankan jika kebetulan masyarakat yang mengikuti perguruan

pencak silat beragama Islam, dan juga karakteristik dari Perguruan atau

padepokan pencak silat adalah agama islam.

4.2.1.2. Jenis Status Responden

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti dapat

diketahui status responden sebagai berikut : Responden yang terdiri dari Heri

Kriswanto dan Prasetyo berstatus sebagai pekerja sedangkan infromen yang terdiri

dari Shella Frisqi Yurlanda, Vianko Rifqi Ilhamsyah dan Fitri Okiyana Dewi

berstatus sebagai pelajar.

29
Tabel 4.4

Status Responden

Nama Status Responden

Heri Kriswanto Pekerja

Prasetyo Pekerja

Shella Frisqi Yurlanda Pelajar

Vianko Rifqi Ilhamsyah Pelajar

Fitri Okiyana Dewi Pelajar

4.2.1.3. Jenis Perguruan Pencak Silat yang Diikuti Responden

Untuk mengetahui kelompok perguruan mana yang responden ikuti maka

peneliti melakukan wawancara yang menghasilkan informasi sebagai berikut:

responden yang terdiri dari Prasetyo, Shella Frisqi Yurlanda, dan Vianko Rifqi

Ilhamsyah tergabung dalam pencak silat PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)

sedangn untuk responden yang bernama Heri Kriswanto dan Fitri Okiyana Dewi

bergabung dengan perguruan pencak silat Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia

Kera Sakti. Dari data emik atau data yang dituturkan langsung oleh responden

akhirnya oleh peneliti gambarkan dalam sebuah tabel di bawah berikut ini.

30
Tabel 4.5

Jenis Perguruan Pencak Silat Responden

Nama Nama Perguruan Pencak Silat

Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia


Heri Kriswanto
Kera Sakti

Prasetyo PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)

Shella Frisqi Yurlanda PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)

Vianko Rifqi Ilhamsyah PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)

Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia


Fitri Okiyana Dewi
Kera Sakti

4.2.2. Hasil Penelitian

4.2.2.1. Konflik

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden

dalam penelitian yang berjudul “Konflik Kekerasan Antar Perguruan Pencak Silat

di Jombang Jawa Timur” maka didapatkan bermacam-macam makna konflik

namun cenderung memiliki maksud yang sama. Menurut Heri Kriswanto Konflik

adalah suatu hubungan sosial antar dua orang atau kelompok yang salah satu pihak

berusaha menyingkirkan pihak lain, sedangkan menurut Prasetyo konflik adalah masalah

dalam proses sosial antar individu atau kelompok. Dan menurut Shella Frisqi

Yurlanda konflik adalah proses sosial antara kelompok atau individu yang

mengalami kerenggangan akibat adanya perbedaan, sedangkan Vianko Rifqi

Ilhamsyah konflik adalah masalah yang terjadi antara dua orang atau kelompok

31
tuturnya. Dan yang terakhir menurut Fitri Okiyana Dewi yang dimaksud konflik

adalah pertentangan antara dua orang atau kelompok.

4.2.2.2. Kelompok Perguruan Pencak Silat yang Sering Berkonflik

Dari data yang peneliti dapatkan baik data primer yang berasal dari

jawaban responden dan data sekunder yang peneliti dapatkan dari data-data yang

tersedia maka dapat diketahui kelompok perguruan pencak silat di Kota Jombang

yang sering mengalami konflik adalah antara kelompok perguruan pencak silat

PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate) dengan kelompok perguruan pencak silat

IKSPI (Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia Kera Sakti). Baik dari anggota

PSHT dengan IKSPI sama-sama mengakui bahwa kelompok perguruan pencak

silat mereka mengalami konflik sejak dulu dan belum bisa diselesaikan hingga

sekarang jadi bisa dikatakan konflik tersebut barjalan turun-temurun.

4.2.2.3. Penyebab Konflik

Berdasarkan jawaban dari responden mengenai pertanyaan yang diajukan

peneliti tentang apa penyebab konflik antar kelompok perguruan pencak silat

adalah sebagai berikut. Menurut Heri Kriswanto biasanya kedua kelompok

perguruan yang berkonflik sama-sama merasa dirinya lah yang paling kuat

sehingga menyebabkan sikap yang saling tidak menghargai satu sama lain dan

menyebabkan konflik , untuk penyebab konflik antara perguruan pencak silat

yang saya ikuti yaitu IKSP dengan perguruan pencak silat PSHT sendiri yaitu

konflik ini muncul karena terbunuhnya salah satu anggota dari kelompok

perguruan pencak silat saya yang dilakukan oleh anggota PSHT. Sedangkan

Prasetyo berasumsi bahwa penyebab konflik antar kelompok perguruan yang saya

ikuti yaitu PSHT dengan kelompok perguruan pencak silat IKSP tidak jauh beda

32
dengan penyebab umum konflik antar perguruan pencak silat lainnya yaitu karena

saling ejek dan merasa kelompok masing masing yang paling kuat. Sedangkan

menurut Shella Frisqi Yurlanda tidak jauh beda dengan jawaban Prasetyo bahwa

penyebab antar kelompok perguruan pencak silat mayoritas sama yaitu saling

mengolok-olok antar perguruan dan tingkatannya, penyebab tersebut juga yang

menyebabkan perguruan pencak silat responden PSHT dengan IKSPI terlibat

dalam konflik. Menurut Vianko Rifqi Ilhamsyah penyebab dari konflik kekerasan

antar pencak silat bisa bermacam-macam, terdapat pula penyebab dari konflik

tersebut perpecahan akibat perebutan kekuasaan dari pihak yang memiliki

kedudukan atas sehingga terdapat pihak yang melepaskan diri dan cenderung

kedua belah tersebut menjadi berkonflik namun sebagian besar penyebab konflik

antar perguruan pencak silat adalah saling ejek. Vianko menambahakan untuk

penyebab konflik antara perguruan pencak silat yang saya ikuti yaitu PSHT

dengan IKSPI yaitu Kedua belah pihak merasa kelompoknyalah yang paling kuat

sehingga menimbulkan konflik. Dan menurut Fitri Okiyana Dewi penyebab

konflik antar perguruan pencak silat baik yang terjadi antara perguruan pncak silat

lain maupun perguruan pencak silat yang saya ikuti IKSPI yang berkonflik dengan

PSHT sebagian besar adalah karena saling olok mengolok satu sama lain dan

tidak ada yang merasa bersalah, hal seperti inilah yang rentan menimbulkan

konflik.

4.2.2.4.Terjadinya Konflik

Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden

mengenai bagaiman konflik antar kelompok perguruan pencak silat itu berjalan

rupanya terdapat kesamaan jawaban dari semua responden yaitu umumnya

33
konflik ini berjalan dengan persaingan-persaingan antar kelompok perguruan

pencak silat. Persaingan-persaingan tersebut seperti penguatan identitas

kelompok, hal ini dilakukan untuk memperkuat eksistensi kelompok dalam

masyarakat. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menguatkan identitas

kelompok seperti penguatan symbol dari masing-masing kelompok dengan cara

meletakkan symbol tersebut di kaos, stiker, baliho, bendera, dll.

4.2.2.5.Konflik Berujung Kekerasan

Konflik yang terjadi secara berkelanjutan dapat menimbulkan kekerasan.

Hal ini juga terdapat proses dalam menuju kekerasan tersebut. Seperti yang

diungkapkan oleh Heri Kriswanto dalam suatu konflik yang terjadi antar

perguruan pencak silat yang responden ikuti yaitu IKSPI dengan PSHT yang

dipicu karena terbunuhnya salah satu anggota dari IKSPI maka membuat

keinginan balas dendam dari anggota IKSPI sehingga dapat menimbulkan

kekerasan. Lain halnya menurut Prasetyo dalam proses konflik antar perguruan

pencak silat yang berujung kekerasan ini terjadi karena dengan melecehkah

organisasi, sama dengan melecehkan anggotanya. Jalan terbaik adalah bertarung

(kekerasan), biar mengetahui kelompok mana yang terkuat (pembuktian) tuturnya.

Sedangkan menurut Shella Frisqi Yurlanda bagaimana konflik antar perguruan

yang responden ikuti yaitu PSHT yang berkonflik dengan IKSPI tersebut bisa

menjadi kekerasan hal ini disebabkan karena salah satu dari perguruan IKSPI

maupun PSHT tidak bisa menerima pembicaraan yang menyinggung perasaan

dari salah satu padepokan, sehingga dapat menimbulkan kekerasan dengan adu

kekuatan dan ilmu yang didapat dari perguruannya. Sedangkan menurut Vianko

konflik yang terjadi antar perguruan pencak silat dapat berubah menjadi kekerasan

34
karena kedua belah pihak saling ejek secara terus menerus, hal ini dapat

memancing emosi masing-masing anggota dan menyebabkan kekerasan. Dan

menurut Firti Okiyana Dewi konflik yang terjadi antar perguruan pencak silat

dapat berubah menjadi kekerasan disebabkan oleh perasaan tidak terima berubah

menjadi amarah.

4.2.2.6.Kekerasan

Konflik yang tidak dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah cenderung

berakhir dengan kekerasan. Berikut makna dari kekerasan yang dikemukakan oleh

responden. Menurut Heri Kriswanto kekerasan adalah konflik yang melibatkan

fisik, sedangkan menurut Prasetyo kekerasan adalah konflik yang mengutamakan

kekuatan fisik, dan menurut Shella Frisqi Yurlanda kekerasan yaitu konflik yang

menjadi adu fisik kekuatan dan tidak jauh beda menurut Vianko kekerasan itu

adalah konflik yang menggunakan fisik, lain halnya menurut Fitri Okiyana Dewi

kekerasan adalah adalah tindakan dimana seseorang saling menyakiti satu sama

lain.

4.2.2.7. Penyelesaian Kekerasan

Kekerasan dapat berhenti karena sesuatu hal yang memaksa para pelaku

kekerasan untuk berhenti. Untuk masalah kekerasan antar perguruan pencak silat

memang sulit dihentikan, namun bagaimanapun caranya untuk mengurangi

jumlah korban, kekerasan perlu dihentikan. Berdasarakan jawaban 4 responden

yaitu yang terdiri dari Prasetyo, Shella Frisqi Yurlanda, Vianko Rifqi Ilhamsyah

dan Fitri Okiyana Dewi menyatakan bahwa untuk mengehentikan kekerasan

tersebut perlu pihak ketiga seperti polisi jadi kekerasan berhenti saat polisi datang

dan masing-masing kelompok melarikan diri dari tawuran terseubut. Berbeda lagi

35
menurut Heri Kriswanto kekerasan dapat berhenti tidak selalu karena kehadiran

polisi namun hal ini juga disebabkan dengan kurangnya pasukan masing-masing

kelompok sehingga menyebabkan masing-masing kelompok yang melakukan

tawuran tersebut sama-sama melarikan diri.

4.2.2.8. Pasca Konflik

Walaupun kekerasan telah berhenti namun konflik antar kelompok

perguruan pencak silat masih berlanjut. Sebenarnya jika kedua kelompok tidak

bersikap rasis dan tetap mau menghargai kelompok lain dapat dimungkinkan

konflik ini akan selesai, namun kenyataannya hingga sekarang konflik masih

terjadi, seperti yang dikatakan kelima responden bahwa tidak ada cara

penyelesaian konflik karena seberapa besar niat minoritas anggota untuk

menyelesaikannya namun sebagian besar anggota masih memiliki dendam kepada

kelompok perguruan pencak silat yang berkonflik dengannya, jadi sulit untuk

membuat konflik ini selesai.

4.2.2.9.Dampak Konflik Kekerasan

Setiap tindakan pasti memiliki pengaruh, dampak dari konflik kekerasan

antar kelompok perguruan pencak silat dapat dirasakan setiap anggotanya, tidak

hanya itu konflik kekerasan yang terjadi juga dapat mempengaruhi keberadaan

kelompok dalam masyarakat dan berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat

pula.

4.2.2.9.1. Dampak Terhadap Diri Sendiri

Berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan dampak dari konflik

kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat terhadap diri sendiri yaitu

menurut Heri Kriswanto hal ini menyebabkan rasa bersalah terhadap diri saya atas

36
pembunuhan yang telah saya lakukan terhadap kelompok musuh karena semangat

balas dendam dan pemikiran nyawa dibalas nyawa. Sedangkan menurut Prasetyo

dampak bagi diri sendiri bisa menyebabkan luka-luka. Lain halnya menurut Shella

Frisqi Yurlanda dampak dari konflik kekerasan terhadap diri sendiri adalah

trauma jika mental lemah, mudah sakit jika fisik lemah dan juga menimbulkan

rasa kepuasan (melampiaskan rasa amarah), dan menurut Vianko Rifqi Ilhamsyah

konflik kekerasan ini dapat menimbulkan dendam dalam hati, berbeda lagi

menurut Fitri Okiyana Dewi konflik kekerasan ini dapat membahayakan diri

sendir.

4.2.2.9.2. Dampak Terhadap Kelompok

Selain bagi diri sendiri konflik kekerasan antar kelompok perguruan

pencak silat juga berdampak pada keberadaan kelompok dalam masyarakat.

Berdasarkan responden dampak tersebut adalah, menurut Heri Kriswanto efek

yang ditimbulkan dari konflik kekerasan ini bagi kelompok yaitu terbunuhnya

salah satu anggota kelompok, lain hal nya menurut Prasetyo konflik kekerasan ini

dapat menyebabkan nama kelompok menjadi jelek dihadapan masyarakat sekitar

namun dengan adanya konflik dengan kelompok luar, hal ini dapat mempererat

hubungan antar anggota dalam kelompok karena untuk melawan suatu kelompok

tertentu mengakibatkan kerja sama dalam kelompok semakin kuat, sedangkan

menurut Shella Frisqi Yurlanda dengan adanya konflik kekerasan ini dapat

menjawab kelompok mana yang lebih kuat, dan menurut Vianko Rifqi Ilhamsyah

konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat ini dapat menyebabkan

masing-masing kelompok puas karena telah menyalurkan amarahnya, berbeda lagi

37
menurut Fitri Okiyana Dewi bahwa konflik kekerasan antar perguruan pencak

silat dapat menyebabkan perpecahan IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia)

4.2.2.9.3. Dampak Terhadap Masayarakat

Konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat juga

berdamapak terhadap masyarakat sekitar. Menurut semua responden konflik

kekerasan ini menyebabkan keresahan dalam masyarakat.

4.3. Analisa Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 5 informen tentang konflik kekerasan

antar kelompok perguruan pencak silat di Jombang Jawa Timur maka ditemukan

masalah sebagai berikut.

Penelitian ini menujukkan bahwa penyebab konflik kekerasan antar

kelompok perguruan pencak silat umumnya karena karakteristik suatu kelompok

perguruan pencak silat yang merasa bahwa kelompok merekalah yang paling kuat

sehingga menimbulkan adanya sikap membanggakan masing-masing kelompok

dan meremehkan kelompok lain, hal seperti inilah yang dapat memicu suatu

konflik. Kelompok perguruan pencak silat di Jombang Jawa Timur yang sering

berkonflik adalah perguruan pencak silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT)

dengan Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia.

Hal ini diperkuat oleh teori konflik menurut Coser (1956) menyatakan

bahwa dalam konflik antar kelompok, konflik juga menempatkan dan menjaga

garis batas antara dua atau lebih kelompok, karena konflik menyebabkan adanya

jarak antar kelompok yang satu dengan yang lain. Selain itu, konflik berfungsi

untuk menjaga identitas suatu kelompok, karena melalui konflik perbedaan antara

satu kelompok dengan kelompok lainnya dapat terlihat. Yang dalam penelitian ini

38
karena terjadinya suatu konflik, persaingan dapat diketahui dari penguatan

identitas yang dilakukan masing-masing kelompok perguruan pencak silat yang

diekspresikan melalui penguatan symbol masing-masing kelompok, dengan cara

meletakkan symbol tersebut pada kaos, baliho, bendera dll. Penonjolan hal-hal

tersebut cenderung dilakukan tak terkendali. Sehingga perbedaan-perbedaan antar

kelompok perguruan pencak silat yang berkonflik semakin terlihat.

Sesungguhnya suatu konflik tidak perlu berubah menjadi permusuhan

apalagi menimbulkan kekerasan. Seperti menurut Coser (1959) Suatu konflik

tidak perlu disertai dengan rasa permusuhan dan agresivitas. Ketegangan atau

tekanan tidak selalu dapat diasosiasikan dengan perilaku yang menyebabkan

terjadinya konflik. Namun, hal tersebut dapat berguna untuk membenci lawan.

Namun dalam penelitian ini akibat sikap saling ejek terus menerus dan rasa tidak

terima karena telah diejek dapat menguatkan rasa benci terhadap kelompok lawan

sehingga mendorong untuk saling bermusuhan. Seperti yang telah dikemukakan

Coser (1959) Berbagai isu yang dikembangkan menumbuhkan rasa benci yang

akan semakin menguatkan tekanan sosial dalam sebuah konflik. Hal ini membuat

semakin meningkatnya kesanggupan anggota-anggota suatu kelompok untuk

terlibat dalam sebuah konflik sampai konflik tersebut berakhir. Oleh karena itu,

dapat disimpulkan bahwa konflik menimbulkan dorongan untuk bermusuhan

dengan kelompok lawan. Tidak hanya itu dalam penelitian ini penyebab konflik

itu menjadi permusuhan sehingga menyebabkan kekerasan juga karena anggapan

bahwa salah satu jalan untuk mengetahui kelompok mana yang paling kuat dapat

dilakukan dengan bertarung. Seperti halnya Coser (1956) berpendapat bahwa

konflik dapat berfungsi untuk menguji kekuasaan antar pihak yang berkonflik.

39
Penyesuaian kekuasaan dalam suatu kelompok hanya dapat dilakukan apabila satu

pihak sadar akan kekuatan pihak lawannya. Dalam penelitian ini dengan

terjadinya kekerasan atau tawuran antar kelompok perguruan pencak silat akan

diketahui kelompok mana yang lebih kuat, walaupun kelompok yang kalah tidak

mengakuinya secara langsung namun kedua kelompok yang berkonflik akan

menyadari kelompok mana yang lebih kuat.

Menurut Coser (1956), sebuah konflik yang partisipannya merasa bahwa

mereka adalah perwakilan dari sebuah kelompok, berjuang bukan untuk dirinya

sendiri, melainkan untuk ideologi dari kelompok yang mereka wakili, akan

berjuang lebih radikal dan tanpa ampun. Dalam penelitian ini, anggota dari

kelompok perguruan pencak silat cenderung beranggapan bahwa melecehkan

anggota sama saja dengan melecehkan kelompok. Dan juga anggota kelompok

yang mengalami konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat mati-

matian dalam membela kelompok dan cenderung lebih sensitive dan rasis

terhadap kelompok lain, bahkan untuk membela kelompok, individu yang

merupakan perwakilan dari kelompok dalam berkonflik ini rela mengorbankan

nyawanya dan membunuh lawannya. Ini menunjukkan bahwa individu yang

berkonflik berjuang tanpa ampun untuk ideologi dari kelompok yang mereka

wakili.

Kekerasan yang terjadi antar kelompok perguruan pencak silat dalam

proses penyelesaiannya cenderung melibatkan pihak ketiga seperti polisi.

Keberadaan polisi menyebabkan masing-masing kelompok yang terlibat dalam

pertarungan atau kekerasan memilih melarikan diri. Namun ada hal lain yang

40
menyebabkan kekerasan tersebut berhenti yaitu karena kurangnya pasukan

masing-masing kelompok, sehingga memilih untuk melarikan diri.

Konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat tentunya

membawa dampak baik bagi diri sendiri, kelompok maupun orang lain. Dampak

bagi diri sendiri seperti rasa bersalah jika telah melakukan pembunuhan dan dapat

melukai diri sendiri serta dapat menimbulkan trauma jika memiliki mental yang

lemah. Sedangkan dampak bagi kelompok yaitu dapat membuat nama kelompok

perguruan pencak silat yang terlibat dalam konflik menjadi jelek. Namun dengan

adanya konflik dengan kelompok luar, hal ini dapat mempererat hubungan antar

anggota dalam kelompok karena untuk melawan suatu kelompok tertentu

mengakibatkan kerja sama dalam kelompok semakin kuat, seperti yang

dinyatakan oleh Coser (1956) konflik antar kelompok menyebabkan sinergi antar

anggota dalam suatu kelompok semakin erat, sehingga kohesi di dalam sebuah

kelompok semakin erat. Dan dampak lainnya dari konflik kekerasan antar

kelompok perguruan pencak silat yaitu dapat menimbulkan keresahan bagi

masyarakat.

41
BAB V

KESIMPULAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan analisis terhadap maraknya perawatan

kecantikan wajah dikalangan pelajar SMA Negeri 3 Jombang Jawa Timur, maka

dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

5.1.1. Konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat di Jombang Jawa

Timur telah berlangsung sejak lama. Perguruan pencak silat yang sering

terlibat konflik adalah Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT) dengan

Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia (IKSPI) Kera Sakti.

5.1.2. Penyebab dari konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat di

Jombang Jawa Timur adalah karena anggapan masing-masing kelompok

yang merasa bahwa kelompoknya lah yang paling kuat dan sikap tidak

menghargai kelompok lain.

5.1.3. Konflik terjadi dengan cara persaingan-persaingan antar kelompok

perguruan pencak silat yang dilakukan dengan cara penguatan identitas

masing-masing kelompok yang diekspresikan melalui penguatan simbol-

simbol kelompok tersebut.

5.1.4. Konflik dapat berujung menjadi kekerasan karena sikap saling ejek yang

berkelanjutan dan rasa tidak terima. Namun konflik juga dapat berubah

menjadi kekerasan karena hal ini sebagai pembuktian kelompok mana yang

paling kuat.

42
5.1.5. Konflik kekerasan antar kelompok perguruan pencak silat menimbulkan

berbagai dampak bagi diri sendiri, kelompok maupun masyarakat yang

sebagaian besar dampak yang ditimbulkan adalah dampak negatif.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukan bagaimana konflik yang

terjadi antar kelompok perguruan pencak silat di Jombang Jawa Timur, maka

peneliti menyampaikan saran sebagai berikut :

5.2.1. Seharusnya masing masing kelompok perguruan pencak silat dapat saling

menghargai dan tidak menyombongkan identitas kelompok masing-masing

karena hal tersebut dapat memicu terjadinya konflik.

5.2.2. Diharapkan terdapat pihak ketiga untuk menyelesaikan konflik dan

menekan konflik agar tidak menjadi kekerasan.

5.2.3. Sebaiknya anggota kelompok yang telah senior tidak menanamkan rasa

benci terhadap kelompok perguruan pencak silat lain kepada junior masing-

masing.

5.2.4. Sebaiknya antar kelompok perguruan pencak silat sering mengadakan

pelatihan bersama untuk meningkatkan tali persahabatan antar kelompok.

5.2.5. Dalam pembuatan karya ilmiah, penulis menyadari akan kekurangan yang

ada dengan begitu penulis meminta kritik dan saran dari pembaca agar

karya ilmiah yang disajikan lebih sempurna dan lebih baik lagi dilain

waktu.

43
DAFTAR PUSTAKA

Cyberiqro. “Pencak Silat” . 16 February 2015

https://cyberiqro.wordpress.com/pencak-silat/

Aditya, Zaka. “Teori Konflik Menurut Para Ahli”. 15 Maret 2015

http://zakaaditya.blogspot.com/2013/09/teori-konflik-dari-beberapa-ahli.html

Fisher, Simon, dkk.2000. Manajemen Konflik Keterampilan dan Strategi untuk

Bertindak. Jakarta: British Council.

Febriyan Denistya Perdana, 2011, skripsi: “Konstruksi Sosial Ajaran Perguruan

Silat Setia Hati ‘’

Harsono, Tarmadji Budi,2003, Kumpulan Materi Setia Hati Terate.

Rangga Bisma Aditya, 2011, “Dinamika Konflik Pedagang Kaki Lima Pasar

Keputran Surabaya’’

Setyaji, Firman, 2013, “Konflik Suporter PSIS Semarang antara Kelompok

Suporter Panser Biru dengan Snex”

Sidik,Away. “Apa itu konflik” . 14 February 2015

http://awaysidik.blogspot.com/p/apa-itu-konflik-contoh-konflik-dan.html

44
LAMPIRAN

45
PEDOMAN WAWANCARA

Nama :

Umur :

Agama :

Jenis Kelamin :

Pertanyaan !

1. Perguruan pencak silat apa yang Anda ikuti ? dan Sejak kapan Anda

bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

2. Mengapa Anda ingin bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

3. Apakah Anda pernah mendengar atau bahkan terlibat dalam konflik

kekerasan antar perguruan pencak silat?

4. Menurut anda makna konflik itu sendiri seperti apa?

5. Sedangkan makna kekerasan itu sendiri seperti apa ?

6. Apa nama perguruan pencak silat yang mengalami konflik dengan

perguruan pencak silat Anda?

7. Apa penyebab konflik tersebut muncul ?

8. Bagaiamana konflik tersebut berlangsung ?

9. Bagaimana konflik tersebut bisa menjadi kekerasan ?

10. Apa yang dilakukan kedua belah pihak sehingga kekerasan tersebut

berhenti?

11. Apakah melibatkan orang luar seperti polisi untuk menghentikan

kekerasan tersebut?

46
12. Dan bagaimana kondisi pasca konflik (setelah konflik itu selesai) ?

13. Atau apakah konflik itu masih berlanjut hingga sekarang ?

14. Menurut Anda apa dampak akibat konflik kekerasan bagi diri sendiri,

kelompok perguruan maupun masyarakat sekitar ?

47
HASIL WAWANCARA 1

Nama : Heri Kriswanto

Umur : 17

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Pertanyaan !

1. Perguruan pencak silat apa yang Anda ikuti ? dan Sejak kapan Anda

bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Perguruan pencak silat Kera Sakti, sejak tahun 2012

2. Mengapa Anda ingin bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Untuk jaga diri dan hobi

3. Apakah Anda pernah mendengar atau bahkan terlibat dalam konflik

kekerasan antar perguruan pencak silat?

Pernah bahkan pernah sempat membunuh anak perguruan lain

4. Menurut anda makna konflik itu sendiri seperti apa?

Konflik adalah suatu hubungan sosial antar dua orang atau kelompok yang

salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain

5. Sedangkan makna kekerasan itu sendiri seperti apa ?

Kekerasan adalah konflik yang melibatkan fisik

6. Apa nama perguruan pencak silat yang mengalami konflik dengan

perguruan pencak silat Anda?

Perguruan Pencak Silat Setia Hati

48
7. Apa penyebab konflik tersebut muncul ?

Penyebabnya adalah karena anggota perguruan pencak silat kami ada yang

dibunuh sama perguruan pencak silat setia hati

8. Bagaiamana konflik tersebut berlangsung ?

Biasanya dengan memamerkan identitas masing-masing kelompok

9. Bagaimana konflik tersebut bisa menjadi kekerasan ?

Karena konflik yang tidak bisa diselesaikan secara musyawarah sehingga

mengakibatkan adu kekuatan dan terjadilah kekerasan.

10. Apa yang dilakukan kedua belah pihak sehingga kekerasan tersebut

berhenti?

Kedua belah pihak tidak melakukan apapun sehingga tidak bisa

diselesaikan dan karena massa sedikit jadi kedua belah pihak memutuskan

untuk lari.

11. Apakah melibatkan orang luar seperti polisi untuk menghentikan

kekerasan tersebut?

Tidak ada

12. Dan bagaimana kondisi pasca konflik (setelah konflik itu selesai) ?

Konflik itu belum selesai

13. Atau apakah konflik itu masih berlanjut hingga sekarang ?

Ya terjadi hingga sekarang

14. Menurut Anda apa dampak akibat konflik kekerasan bagi diri sendiri,

kelompok perguruan maupun masyarakat sekitar ?

Dampak bagi diri sendiri menyebabkan rasa bersalah atas pembunuhan

yang telah saya lakukan,

49
Dampak bagi kelompok terbunuhnya salah satu anggota dari kelompok

Dampak bagi masyarakat, masyarakat resah dengan kejadian tersebut.

50
HASIL WAWANCARA 2

Nama : Prasetyo

Umur : 25

Agama : Islam

Alamat : Tembelang, Jombang

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Bekerja

Pertanyaan !

1. Perguruan pencak silat apa yang Anda ikuti ? dan Sejak kapan Anda

bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

PSHT (Perguruan Setia Hati Terate)

2. Mengapa Anda ingin bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Karena ikut teman dan anggita organisasinya banyak

3. Apakah Anda pernah mendengar atau bahkan terlibat dalam konflik

kekerasan antar perguruan pencak silat?

Pernah mendengar dan tidak pernah terlibat dalam konflik

4. Menurut anda makna konflik itu sendiri seperti apa? Masalah dalam proses

sosial antar individu atau kelompok

5. Menurut anda makna kekerasan itu sendiri seperti apa ? Konflik yang

mengutamakan kekuatan fisik

6. Apa nama Perguruan pencak silat yang terlibat konflik dengan perguruan

pencak silat Anda ? Banyak perguruan yang konflik dengan organisasi

yang saya ikuti, tapi yang paling sering konflik dengan perguruan IKS

7. Apa penyebab konflik tersebut muncul?

51
Karena saling ejek

8. Bagaiman konflik tersebut berlangsung ?

Berlangsungnya konflik terlihat disaat kedua belah pihak saling

menonjolkan jati diri atau identitas masing-masing.

9. Bagaimana konflik tersebut bisa menjadi kekerasan ?

Karena dengan melecehkah organisasi, sama dengan melecehkan

anggotanya. Jalan terbaik adalah bertarung, biar yang terkuat (pembuktian)

10. Apa yang dilakukan kedua belah pihak sehingga kekerasan tersebut

berhenti? Jika ada polisi kedua belah pihak akan melarikan diri

11. Apakah melibatkan orang luar seperti polisi untuk menghentikan

kekerasan tersebut?

Kalau bertarung biasanya melibatkan polisi

12. Serta bagaimana kondisi pasca konflik (setelah konflik selesai) ?

Konflik tersebut belangsung hingga sekarang

13. Atau apakah konflik itu masih berlanjut hingga sekarang ?

Ya masih berlanjut.

14. Menurut Anda apa dampak akibat konflik kekerasan bagi diri sendiri,

kelompok perguruan maupun masyarakat sekitar ?

Diri sendiri, bisa menyebabkan luka-luka

Kelompok , nama kelompok menjadi jelek dimata masyarakat.

Masyarakat, membuat masyarakat menjadi resah

52
HASIL WAWANCARA 3

Nama : Shella Frisqi Yurlanda

Umur : 16

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Bekerja

Pertanyaan !

1. Perguruan pencak silat apa yang Anda ikuti ? dan Sejak kapan Anda

bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Persaudaraan Setia Hati

2. Mengapa Anda ingin bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Ingin menambah wawasan tentang pencak silat dan juga ingin menjada

diri sendiri

3. Apakah Anda pernah mendengar atau bahkan terlibat dalam konflik

kekerasan antar perguruan pencak silat?

Pernah

4. Menurut anda makna konflik itu sendiri seperti apa?

Konflik adalah proses sosial antara kelompok atau individu yang

mengalami kerenggangan akibat adanya perbedaan

5. Sedangkan makna kekerasan itu sendiri seperti apa ?

Konflik yang menjadi adu fisik kekuatan

6. Apa nama perguruan pencak silat yang mengalami konflik dengan

perguruan pencak silat Anda?

IKSPI ( Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia)

53
7. Apa penyebab konflik tersebut muncul ?

Saling mengolok-olok antar perguruan dan tingkatannya

8. Bagiamana konflik tersebut berlangsung?

Masing-masing kelompok mencoba saling menunjukkan kelebihan masing

masing kelompok biasanya semakin ditonjolkan symbol masing-masing

kelompok.

9. Bagaimana konflik tersebut bisa menjadi kekerasan ?

Salah satu dari perguruan IKSPI maupun PSHT tidak bisa menerima

pembicaraan yang menyinggung perasaan dari salah satu padepokan,

sehingga dapat menimbulkan kekerasan dengan adu kekuatan dan ilmu

yang didapat dari perguruannya

10. Apa yang dilakukan kedua belah pihak sehingga kekerasan tersebut

berhenti?

Kedua belah pihak melarikan diri

11. Apakah melibatkan orang luar seperti polisi untuk menghentikan

kekerasan tersebut? Tidak

12. Dan bagaimana kondisi pasca konflik (setelah konflik itu selesai) ?

Konflik belum bisa terselesaikan

13. Atau apakah konflik itu masih berlanjut hingga sekarang ? ya

14. Menurut Anda apa dampak akibat konflik kekerasan bagi diri sendiri,

kelompok perguruan maupun masyarakat sekitar ?

Diri sendiri, trauma jika mental lemah, mudah sakit jika fisik lemah dan

juga menimbulkan rasa kepuasan (melampiaskan rasa amarah)

Masyarakat, menjadi resah

54
55
HASIL WAWANCARA 4

Nama : Vianko Rifqi Ilhamsyah

Umur : 14

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Pelajar

Alamat : Kalikejambon, Tembelang Jombang

Pertanyaan !

1. Perguruan pencak silat apa yang Anda ikuti ? dan Sejak kapan Anda

bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)

2. Mengapa Anda ingin bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Karena hanya ingin bergaya dengan cara mengikuti perguruan pencak silat

tersebut

3. Apakah Anda pernah mendengar atau bahkan terlibat dalam konflik

kekerasan antar perguruan pencak silat?

Pernah mendengar namun tidak terlibat

4. Menurut anda makna konflik itu sendiri seperti apa?

Konflik adalah masalah yang terjadi antara dua orang atau kelompok

5. Menurut anda makna kekerasan itu sendiri seperti apa ?

konflik yang menggunakan fisik

6. Apa nama perguruan pencak silat yang mengalami konflik dengan

perguruan pencak silat Anda?

Kera Sakti

56
7. Apa penyebab konflik tersebut muncul?

Kedua belah pihak merasa kelompoknyalah yang paling kuat

8. Bagaiman konflik tersebut berlangsung?

Sama-sama menonjolkan identitas dan kelebihan masing-masing

kelompok.

9. Bagaimana konflik tersebut bisa menjadi kekerasan ?

Saling ejek

10. Apa yang dilakukan kedua belah pihak sehingga kekerasan tersebut

berhenti? Semua melarikan diri jika ada polisi.

11. Apakah melibatkan orang luar seperti polisi untuk menghentikan

kekerasan tersebut?

Melibatkan polisi dalam penghentian kekerasan tersebut

12. Serta bagaimana kondisi pasca konflik (setelah konflik selesai) ?

Konflik belum selesai hingga sekarang

13. Atau apakah konflik itu masih berlanjut hingga sekarang?

Ya masih berlanjut

14. Menurut Anda apa dampak akibat konflik kekerasan bagi diri sendiri,

kelompok perguruan maupun masyarakat sekitar ?

Diri sendiri : menimbulkan dendam dalam hati

Kelompok : puas karena bisa menyalurkan amarahnya

Masyarakat : membuat masyarakat menjadi resah

57
HASIL WAWANCARA 5

Nama : Fitri Okiyana Dewi

Umur : 17

Agama : Islam

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Pelajar

Pertanyaan !

1. Perguruan pencak silat apa yang Anda ikuti ? dan Sejak kapan Anda

bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia Kera Sakti sejak SMP

2. Mengapa Anda ingin bergabung dengan Perguruan Pencak Silat tersebut ?

Karena dapat menjaga diri saya dari kejahatan dan juga teman saya yang

dari anggota pencak silat dapat menjaga saya.

3. Apakah Anda pernah mendengar atau bahkan terlibat dalam konflik

kekerasan antar perguruan pencak silat?

Pernah mendengar namun tidak terlibat.

4. Menurut anda makna konflik itu sendiri seperti apa?

Konflik adalah pertentangan antara dua orang atau kelompok.

5. Menurut anda makna kekerasan itu sendiri seperti apa ?

Kekerasan adalah tindakan dimana seseorang saling menyakiti satu sama

lain.

6. Apa nama perguruan pencak silat yang mengalami konflik dengan

perguruan pencak silat Anda?

PSHT (Persaudaraan Setia Hati Terate)

58
7. Apa penyebab konflik tersebut muncul?

Saling olok mengolok satu sama lain dan tidak ada yang merasa bersalah.

8. Bagaimana konflik tersebut berlangsung?

Biasanya dengan penguatan identitas. Seperti pamer symbol-symbol

masing-masing kelompok.

9. Bagaimana konflik tersebut bisa menjadi kekerasan ?

Perasaan tidak terima berubah menjadi amarah

10. Apa yang dilakukan kedua belah pihak sehingga kekerasan tersebut

berhenti? Masing-masing kelompok sama-sama melarikan diri.

11. Apakah melibatkan orang luar seperti polisi untuk menghentikan

kekerasan tersebut?

Melibatkan pihak ketiga seperti Polisi.

12. Serta bagaimana kondisi pasca konflik (setelah konflik selesai) ?

Belum selesai.

13. Atau apakah konflik itu masih berlanjut hingga sekarang ?

Ya masih berlangsung hingga sekarang.

14. Menurut Anda apa dampak akibat konflik kekerasan bagi diri sendiri,

kelompok perguruan maupun masyarakat sekitar ?

Diri sendiri, dapat membahayakan diri sendiri

Kelompok, dapat memecah IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia.

Masyarakat, Dapat membuat resah masyarakat

59

Anda mungkin juga menyukai