Anda di halaman 1dari 36

TAX PLANNING

PPh Pasal
21/26
Pemotong PPh Pasal 21/26:
1. Pemberi kerja
2. Bendahara dan pemegang kas pemerintah
3. Dana pensiun
4. Orang pribadi pembayar honorarium
5. Penyelenggara kegiatan

Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21/26:

1. Pegawai.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli
warisnya juga merupakan wajib pajak PPh Pasal 21. 
Wajib pajak PPh 21 kategori bukan pegawai yang menerima atau
memperoleh penghasilan sehubungan dengan pemberian jasa, meliputi:

1. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari


pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai dan
aktuaris;
2. Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis
dan seniman lainnya;
3. Olahragawan;
4. Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
5. Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
6. Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem
aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial
serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan;
7. Agen iklan;
8. Pengawas atau pengelola proyek;
9. Pembawa pesanan atau menemukan langganan atau yang menjadi
perantara;
10.Petugas penjaja barang dagangan;
11.Petugas dinas luar asuransi; dan/atau
12.Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan
kegiatan sejenis lainnya

Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap


sebagai Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama juga merupakan Wajib 
Pajak PPh Pasal 21.
Selain itu, kategori di bawah ini juga termasuk Wajib Pajak PPh 21:

1. Mantan pegawai; dan/atau


2. Wajib Pajak PPh Pasal 21 kategori peserta kegiatan yang menerima
atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya
dalam suatu kegiatan, antara lain:
― Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan
olah raga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan
perlombaan lainnya;
― Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan
kerja;
― Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai
penyelenggara kegiatan tertentu;
― Peserta pendidikan dan pelatihan; atau
― Peserta kegiatan lainnya. 
Dalam hal Anda merupakan pemberi kerja yang memotong PPh
Pasal 21/26, hal-hal yang harus Anda lakukan adalah:

1 melakukan melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan


ketentuan tarif PPh yang berlaku

2 membuat bukti potong PPh Pasal 21 melalui aplikasi e-SPT 


PPh Pasal 21

3 melakukan penyetoran PPh Pasal 21 yang telah dipotong tersebut


dengan terlebih dahulu membuat kode billing (MAP-KJS 411121-100).
Penyetoran dilakukan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Misalnya: pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan pada bulan April 2019,
maka penyetoran PPh-nya adalah paling lambat dilakukan pada
tanggal 15 bulan Mei 2019

4 melakukan pelaporan PPh Pasal 21 dengan menggunakan aplikasi


e-SPT PPh melalui djponline.pajak.go.id atau ASP
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26

1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap,


baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun Tidak
Teratur
2. Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara
teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan sekaligus,
yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
pegawai berhenti bekerja;
4. Penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa
upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau
upah yang dibayarkan secara bulanan
5. Penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh anggota dewan komisaris atau
dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai Tetap
pada perusahaan yang sama;
6. Penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau
imbalan lain yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh mantan pegawai; atau
7. Penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
Tidak termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21:

1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi


sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi
jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk
apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau
iuran jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua
atau badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar
oleh pemberi kerja;
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah,
atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk
agama yang diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi
yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh Pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
5. Beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Non Objek Pajak Pasal 21
Pembayaran asuransi dari perusahaan asuransi jiwa, asuransi beasiswa,
1 asuransi kesehatan, dan asuransi kecelakaan

Penerimaan dalam bentuk Natura atau kenikmatan lainnya oleh


2 wajib pajak

Zakat yang diterima oleh pribadi berasal dari badan atau lembaga
3 amil zakat yang telah disahkan oleh pemerintah

4 Beasiswa pendidikan dalam negeri dari Pemberi Beasiswa

5 Iuran Pensiun dan Iuran Jaminan Hari Tua (JHT)

Kenikmatan berupa pajak yang di tanggung oleh pemberi kerja


6 (Perusahaan)
Kebijakan atau Metode Pemotongan
PPh Pasal 21

• PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (potong gaji)


Metode ini lazimnya disebut Metode Gross

• PPh Pasal 21 ditanggung perusahaan (ditanggung)


Metode ini lazimnya disebut Metode Net

• PPh Pasal 21 diberikan dalam bentuk tunjangan (ditunjang)


Metode ini lazim disebut Metode Gross Up
Tata Cara Penghitungan PPh Pasal 21

• Dasar Pengenaan Pajak

Pengenaan dasar pajak berlaku bagi : Jumlah penghasilan yang


1. Pegawai tetap melebihi bagian penghasilan yang
2. Penerima pensiun berkala tidak di kenakan pemotongan
3. Pegawai tidak tetap dengan PPh Pasal 21:
penghasilan per bulan melewati • Pegawai tidak tetap atau tenaga
Rp 4.500.000 lepas yang menerima upah
4. Bukan pegawai seperti yang harian, upah mingguan, upah
dimaksud dalam PER-16/PJ/2016 satuan atau upah borongan,
Pasal 3 (c) yang menerima imbalan sepanjang penghasilan kumulatif
yang sifatnya berkesinambungan. yang diterima dalam 1 bulan
kalender belum melebihi
Rp 4.500.000.
• Pengurangan Yang Diperbolehkan

Biaya Jabatan
Pengurangan ini diperbolehkan tanpa memandang apakah yang
bersangkutan memiliki jabatan atau tidak.
UU No 36 Tahun 2008, ditetapkan sebesar 5% dari penghasilan bruto,
dan setinggi- tingginya Rp 6.000.000 setahun atau Rp 500.000 sebulan.

Biaya Pensiun
Biaya pensiun adalah pengurang penghasilan bruto dalam menghitung
PPh Pasal 21 yang terutang dan harus dipotong atas penghasilan yang
diterima penerima pensiun secara bulanan.
Besarnya biaya pensiun yang ditetapkan Peraturan Direktur Jenderal
Pajak No. PER-16/PJ/2016 adalah 5% dari penghasilan bruto dan
setinggi-tingginya Rp 200.000 per bulan atau Rp 2.400.000 per tahun.
• Iuran BPJS yang Dibayarkan Karyawan

Jaminan Hari Tua (JHT)


Program ini ditujukan sebagai pengganti terputusnya penghasilan tenaga
kerja karena meninggal, cacat atau hari tua dan diselenggarakan dengan
sistem tabungan hari tua. Jumlah iuran program jaminan hari tua yang
ditanggung perusahaan adalah 3,7%, sedangkan yang ditanggung
pekerja adalah 2%

Jaminan Pensiun (JP)


Iuran program JP adalah 3%, yang terdiri atas 2% iuran pemberi kerja
dan 1% iuran pekerja.

Jaminan Kesehatan (JKes)


Sejak 1 Juli 2015, tarif iuran Jaminan Kesehatan yang dibayarkan
pegawai adalah 1%.
• Penghasilan Tidak Kena Pajak

Sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-16/PJ/2016


dan PMK No. 101/PMK.010/2016, berikut ini tarif PTKP terbaru:

• Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 4.500.000 per bulan untuk diri


Wajib Pajak orang pribadi

• Rp 4.500.000,- per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk


Wajib Pajak yang kawin

• Rp 54.000.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan untuk istri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami

• Rp 4.500.000 per tahun atau Rp 375.000 per bulan tambahan untuk


setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis
keturunan lurus serta anak angkat yang menjadi tanggungan
sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga.
Tarif Pajak Penghasilan PPh 21 Dengan NPWP

Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak

Penghasilan tahunan hingga Rp50.000.000 5%

Penghasilan tahunan di atas Rp50.000.000 – Rp250.000.000 15%

Penghasilan tahunan di atas Rp250.000.000 – Rp500.000.000 25%

Penghasilan tahunan di atas Rp500.000.000 30%

Tarif Pajak Penghasilan PPh 21 Tanpa NPWP

Bagi penerima penghasilan (wajib pajak) yang tidak punya NPWP,


tarif yang dikenakan lebih tinggi 20% dari tarif yang diterapkan
terhadap wajib pajak yang memiliki NPWP.
Rekonsiliasi Objek PPh Pasal 21

• Hal ini dilakukan agar laba dalam laporan keuangan wajib


pajak yang menjadi dasar perhitungan pengenaan pajaknya
sesuai dengan ketentuan perpajakan

• Fokus rekonsiliasi adalah pada laporan laba rugi


perusahaan. Rekonsiliasi objek PPh Pasal 21 adalah
rekonsiliasi yang
difokuskan pada objek PPh Pasal 21 yang oleh perusahaan
dapat dijadikan sebagai biaya perusahaan.
Taxability dan Deductibility Objek PPh Pasal 21

Prinsip taxability deductibility adalah prinsip yang menjelaskan tentang


pos-pos yang dapat/tidak dapat dikenai pajak penghasilan (objek pajak
dan bukan objek pajak) dan pos-pos yang dapat/tidak dapat dibiayakan
(pengurang penghasilan bruto)

Prinsip ini merupakan prinsip dasar yang lazim diterapkan dalam


perencanaan pajak, pada umumnya dilakukan dengan mengubah atau
mengkonversikan penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi
penghasilan yang bukan objek pajak, atau sebaliknya mengubah biaya
yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan,
dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat
pengubahan atau konversi tersebut.
Prinsip taxability-deductability mengenai imbalan (natura/uang):

Perlakuan biaya bagi Perlakuan PPh Ps. 21


Jenis imbalan
perusahaan/pemberi kerja Bagi Penerima
Imbalan dalam
Deductible Taxable
bentuk uang
Imbalan dalam
Non deductible Non taxable
bentuk natura
Terapan Tax Planning Terkait dengan PPh Pasal 21

1. Klausul Pajak Dalam Perjanjian/Kontrak Kerja

• Pembuatan klausul pajak dalam perjanjian atau kontrak kerja, yang


mensyaratkan pajak terutang harus dihitung berdasarkan nilai
kontrak, yakni dikenakan dari nilai bruto kontrak dan untuk
PPh 21 / 26 pemberi kerja wajib memotong dari pembayarannya.

• Klausul pajak secara eksplisit menyatakan siapa yang harus menanggung


PPh 21 / 26 sehingga pajak yang terutang dan pemotongannya
didasarkan pada klausul tersebut.

• Apabila perusahaan pemilik proyek tidak memotong PPh Pasal 21


dan transaksi ini ditemukan oleh fiskus pada saat pemeriksaan
pajak, maka perusahaan akan dikenai kewajiban membayar PPh
Pasal 21 yang terutang, ditambah denda keterlambatan penyetoran
sebesar 2% sebulan dari pokok pajak.
2. Pajak Ditanggung Pemberi Kerja atau Tunjangan Pajak
Secara Gross-up?

Seringkali di dalam kontrak kerja ditemukan klausul yang menyatakan


bahwa nilai kontrak sudah “net”, tidak termasuk pajak, atau
“pajak ditanggung perusahaan/pemberi kerja.”
Istilah tersebut sebaiknya digunakan secara hati-hati, karena akan
berdampak pada pemotongan pajak dan pembebanan biaya di
PPh Badan.

Tidak Termasuk Pajak Agar PPh yang ditanggung oleh


artinya pajak akan menjadi beban pemberi kerja dapat dibiayakan,
pemberi kerja atau ditanggung oleh maka penghitungan PPh harus
perusahaan pemberi kerja. menggunakan metode gross-up. PPh
Hal ini akan mengakibatkan PPh hasil penghitungan gross-up tersebut
yang ditanggung perusahaan atau dimasukan ke dalam nilai kontrak
pemberi kerja tidak dapat dibiayakan (termasuk invoice dan faktur pajak)
di SPT PPh Badan (non-deductible atau menambah penghasilan dari
expenses) pihak yang memperoleh penghasilan.
3. Pemberian Uang Saku Secara Lump-sump atau Reimburesement

- Pembayaran secara lump-sum akan mengakibatkan PPh Pasal 21


dihitung dari seluruh nilai yang dibayarkan, meskipun di dalamnya
mungkin terdapat biaya lainnya, misal transportasi dan akomodasi.

- Dalam prosedur reimbursement, pembayaran disertai dengan


kewajiban untuk mempertanggungjawabkan penggunaan dana
dengan meminta bukti pengeluaran. PPh Pasal 21 hanya akan
dihitung dari uang saku atau tunjangan berupa uang lainnya
yang benar-benar diterima atau diperoleh karyawan.
4. Pemberian Tunjangan Makan atau Menyiapkan Makan Bersama?

Dari sisi PPh Badan, dengan asumsi jumlah beban yang sama,
keduanya tidak menimbulkan pengaruh apapun, karena sama-sama
bisa dibiayakan, tetapi pemberian tunjangan makan akan
mengakibatkan bertambahnya PPh Pasal 21.

Apabila hanya dipandang dari sisi fiskal, lebih menguntungkan jika


disiapkan makan bersama untuk seluruh karyawan. Tetapi apabila
dalam praktiknya harus menggunakan jasa katering, akan timbul
kewajiban pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 2% dari
penghasilan bruto.
5. Pemberian Tunjangan Kesehatan atau Fasilitas Pengobatan

Bila perusahaan memilih memberikan tunjangan kesehatan, maka


perlakuan pajaknya bersifat taxable-deductible. Artinya, tunjangan
kesehatan merupakan objek PPh Pasal 21 bagi karyawan
(penghasilan) dan merupakan biaya bagi perusahaan.

Bila perusahaan menyediakan fasilitas pengobatan, maka perlakuan


pajaknya bersifat non taxable – non deductible. Artinya hal itu bukan
penghasilan bagi karyawan dan bukan biaya bagi perusahaan.

Bila menggunakan metode reimburesement maka perlakuan pajaknya:


- bersifat non taxable- non deductible, bila persyaratan
reimbursement dapat dipenuhi
- bersifat taxable – deductible, bila persyaratan reimbursement
tidak dapat dipenuhi.
6. Menimimalkan Tarif Pajak (PPh Pasal 21)

Pada perusahaan yang PPh Badannya tidak dikenai pajak final


diupayakan seminimal mungkin memberikan kesejahteraan karyawan
dalam bentuk natura atau kenikmatan karena pengeluaran tersebut
tidak dapat dibebankan sebagai biaya bagi perusahaan.

Untuk perusahaan yang PPh Badannya dikenakan PPh Final


memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentuk natura atau
kenikmatan merupakan salah satu pilihan untuk menghindari lapisan
tarif maksimum PPh Pasal 21.
Alur Perencanaan PPh Pasal 21
Strategi Perencanaan Pajak untuk Mengefisienkan
Beban Pajak

Agar perencanaan pajak sesuai dengan yang diharapkan, perusahaan


perlu melakukan analisis terhadap metode dan kebijakan yang akân
digunakan, serta membuat strategi agar efisiensi beban pajak dapat
tercapai. Misalnya:

Memberi tunjangan dalam bentuk uang atau natura atau kenikmatan,


1 karena dapat dikurangkan sebagai biaya sepanjang pemberiarı
tersebut diperhİtungkan sebagai penghasilan yang dikenai pajak
penghasilan pasal 21 bagi pegawai yang menerimanya

2 Perusahaan memberi tunjangan kesejahteraan kepada pegawai dalam


bentuk fasilitas pengobatan

3 Menghindarí pelanggaran terhadap peraturan perpajakan


Dalam perhitungan PPh Pasal 21 terdapat tiga metode yang bisa 
diaplikasikan:

1. Net Method 
Merupakan metode pemotongan pajak di dimana perusahaan
menanggung PPh Pasal 21 karyawan. 

2. Gross Method
Merupakan mecode pemotongan pajak di mana karyawan
menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya.
 
3. Gross-Up Method 
Merupakan metode pemotongan pajak) di mana perusahaan
memberikan tunjangan pajak- PPh Pasai 21 yang di formulasikan
jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak-PPh Pasal 21 yang
akan dipotong dari karyawan. 
Rumus Gross-Up

Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tunjangan PPh 21


1 Rp 0 – Rp 47.500.000 (PKP setahun – 0) x 5/95 + 0
(PKP setahun – Rp 47.500.000) x
2 Rp 47.500.000 – Rp 217.500.000
15/85 + Rp 2.500.000
(PKP setahun – Rp 217.500.000) x
3 Rp 217.500.000 – Rp 405.000.000
25/75 + Rp 32.500.000
(PKP setahun – Rp 405.000.000) x
4 Lebih dari Rp 405.000.000
30/70 + Rp 95.000.000

Penggunaan metode gross up sebaiknya digunakan, karena dapat


memuaskan dan meningkatkan motivasi karyawan.
Dengan menggunakan metode ini, karyawan akan merasa puas karena
PPh Pasal 21 ditanggung seluruhnya oleh perusahaan.
Contoh: Amir seorang karyawan dengan gaji Rp. 10.000.000/bulan dan
termasuk wajib pajak tidak kawin tanpa tanggungan

Gaji pokok setahun:


Rp 120.000.000
12 x Rp 10.000.000
Pengurang:
Biaya jabatan setahun:
Rp  6.000.000 -
12 x 5% x Rp 10.000.000
Penghasilan bersih setahun    Rp 114.000.000
Penghasilan Tidak Kena Pajak
(TK/0) Rp  54.000.000-
Penghasilan Kena Pajak (PKP) Rp  60.000.000

Tunjangan PPh 21 = (PKP setahun – Rp 47.500.000) x 15/85 + Rp 2.500.000


Tunjangan PPh 21 = Rp 60.000.000 – Rp 47.500.000 x 15/85 + Rp 2.500.000
Tunjangan PPh 21 = Rp 4.705.882

Besarnya tunjangan PPh 21 yang harus diberikan perusahaan sebulan:


Rp 4.705.882 : 12 = Rp 392.157
Langkah berikutnya, masukkan tunjangan pajak itu ke dalam
penghasilan bruto untuk menghitung PPh 21 Karyawan

Gaji pokok Rp 10.000.000


Tunjangan pajak PPh 21 Rp   392.157+

Penghasilan bruto Rp 10.392.157

Pengurangan:  
Biaya jabatan: 5% x Rp 10.000.000 Rp   500.000-

Penghasilan bersih Rp  9.892.157

Penghasilan bersih setahun    Rp 118.705.884

Pengurangan:
Rp  54.000.000-
Penghasilan Tidak Kena Pajak (TK/0)

Penghasilan Kena Pajak Rp  64.705.884

Tarif PPh 21 :  
5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp 14.705.884 Rp 2.205.882+

PPh 21 terutang setahun Rp 4.705.882


PPh 21 terutang sebulan   Rp  392.157

Dengan demikian, jika menginginkan karyawan menerima take home pay


Rp 10.000.000, maka perusahaan harus membayar gajinya Rp 10.392.157,
atau dengan menambahkan tunjangan pajak sebesar Rp 392.157 sebulan
Contoh: Tuan A mempunyai Gaji pokok per bulan Rp 10.000.000, mendapat
tunjangan uang makan Rp 300.000 per bulan, serta memperoleh bonus tahu
n 2019 sebesar Rp 5.000.000. Perusahaan membayar/dipotong iuran Jamina
n Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) masing-masing sebes
ar 1,27% dan 0,3% dari gaji pokok. Tuan A ikut jaminan pensiun Rp 200.000/
bulan dan jaminan hari tua yang dipotongkan dari gaji sebesar 2% dari gaji p
okok. Iuran Jaminan Hari Tua yang dibayar perusahaan 3%. (iuran ini yang d
ibayari perusahaan tidak nambah atau mengurangi penghasilan ken pajak ).
Ditanyakan: 1. hitunglah PPh ps 21 yang terutang dengan metode gross da
n dampaknya terhadap take home pay, 2) hitung PPh ps 21 bila pph ditangg
ung perusahaan dan menggunakan metode NET, dan hitung take home pay
karyawan. 3) hitung pph ps 21 yang terutang bila menggunakan metode gro
s up (hitung tunjangan PPh ps 21 dengan rumus yang sdh diberikan) dan je
laskan take home pay karyawan. Apabil pada tahun 20 19 perusahaan mem
peroleh laba sebelum pajak Rp 100.000.000 dengan peredaran bruto Rp 60
milyar, maka lakukan analisis perencanaan beban pajak perusahaan dengan
adanya kasus di atas, dan mana beban pajak yang paling hemat dan akan di
pilih oleh perusahaan?
PENERAPAN PENGHITUNGAN TUNJANGAN PAJAK PENGHASILAN PS 21

Tuan A karyawan PT ABC dengan gaji dan tunjangan-tunjangan setahun sbb:


Metode Gross Metode Net Metode Gross Up
Gaji setahun 120.000.000 120.000.000 120.000.000
tunjangan makan 3.600.000 3.600.000 3.600.000
JKK1,27% 1.542.000 1.542.000 1.542.000
JKM 3.600.000 3.600.000 3.600.000
Tunjangan pajak 5.489.650
128.742.000 128.742.000 134.231.650
Bonus 5.000.000 5.000.000 5.000.000
133.742.000 133.742.000 139.231.650
Pengurangan :
CONTOH 6.000.000 6.000.000 6.000.000
Iuran pensiun 2.400.000 2.400.000 2.400.000
Iuran JHT 2.400.000 2.400.000 2.400.000
Jumlah 10.800.000 10.800.000 10.800.000
Penghasilan neto 122.942.000 122.942.000 128.431.650
PTKP K/0 58.500.000 58.500.000 58.500.000
Penghasilan kena pajak 64.442.000 64.442.000 69.931.650
PPH terutang 4.666.300 4.666.300 5.489.650
Tunjangan pajak 5.489.765
Tunjangn pajak pembulatan 5.489.650
Tax home pay Tuan A 119.133.700 123.800.000 123.800.000
Selisih 4.666.300
DAMPAK PADA PPH BADAN,
Misalnya laba sebelum pajak perusahaan (PT A) pada tahun itu Rp 100juta
Omzet penjualan Rp 60.000.000.000 (pph kena tarip ps 17 ayat 2a)
  METODE GROSS METODE NET METODE GROSS UP
laba sebelum pajak 100.000.000 100.000.000 100.000.000
Koreksi fiskal positif      
PPh ps 21 ditanggung perush   4.666.300 -
Penghasilan kena pajak 100.000.000 104.666.300 100.000.000
Tax planning :      
PPH terutang pph badan 25.000.000 26.166.575 25.000.000
PPh ps 21 ditanggung perush - 4.666.300 5.489.650
Jumlah pajak yang dibayar perush 25.000.000 30.832.875 30.489.650

Apabila pajak ditanggung perusahaana maka metode gross lebih menghemata pajak
sebesar Rp 342.225. Jumlah pajak yang dibayar perusahaan yang paling kecil bila menggunakan
metode gross yaitu PPh ps 21 ditanggung /dipotongkan dari gaji atau penghasilan karyawan
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai