Anda di halaman 1dari 59

RESUME PAJAK PENGHASILAN PASAL 21

Dosen Pengampu: Umi Sulistiyanti, S.E., Ak., M.Acc

Mata Kuliah : Perpajakan

Disusun Oleh:

Yuliana Hi Rajuna (16312270)


Melisa Livana (16312269)
Lailla Noor Rahmawati (16312251)
Tiara Maulani (16312282)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
2017
Daftar Isi

PAJAK PENGHASILAN PASAL 21..................................................................................................... 3


PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 ............................................................................. 3
HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK ................................................................................. 4
Hak Pemotong Pajak ........................................................................................................................... 4
Kewajiban Pemotong Pajak ................................................................................................................ 4
PENERIMA PENGHASILAN (WAJIB PAJAK PPh PASAL 21) ........................................................ 5
TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21......................................................................... 6
HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK ........................................................................................... 6
Hak Wajib Pajak ................................................................................................................................. 6
Kewajiban Wajib Pajak....................................................................................................................... 7
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 (OBJEK PPh PASAL 21)............................... 7
PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL ............................................................ 8
PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPh PASAL 21 (BUKAN OBJEK PPh PASAL 21) .. 8
MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21......................................................................... 9
Tarif PPh Pasal 21............................................................................................................................... 9
Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21/26 ........................................................................ 11
TATA CARA PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21 ................................................ 11
Hitungan 1......................................................................................................................................... 11
Hitungan 2......................................................................................................................................... 40
Hitungan 3......................................................................................................................................... 43
Hitungan 4......................................................................................................................................... 48
Hitungan 5......................................................................................................................................... 50
Hitungan 6......................................................................................................................................... 51
Hitungan 7......................................................................................................................................... 51
Hitungan 8......................................................................................................................................... 52
Hitungan 9......................................................................................................................................... 53
Hitungan 10....................................................................................................................................... 54
TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT MASA PPh PASAL 21/26 ............................ 55
Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Pasal 21....................................................................................... 55
Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 21/26 ........................................................................................ 56
Referensi ............................................................................................................................................... 57

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 1


Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 2
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21
Pajak Penghasilan Pasal 21 selanjutnya disebut PPh Pasal 21 merupakan pajak yan
dilewatkan terhadap Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri atas penghasilan yang terkait
dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan. Penghasilan yang dimaksud meliputi upah, gaji,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Apabila penghasilan tersebut menerima adalah Wajib Pajak luar negeri maka diatur dalam
Pasal 26 UU PPh yang selanjutnya disebut PPh Pasal 26.

PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


Pemotong PPh Pasal 21 adalah Wajib Pajak orang pribadi atau badan termasuk Badan Usaha
Tetap yang mempunyai kewajiban melakukan pemotongan pajak atas penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan. Pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan
Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-16/PJ/2016 sebagai berikut.

1. Pemberi kerja yang terdiri atas:


a. orang pribadi dan badan,
b. cabang, perwakilan, atau unit, dalam hal yang melakukan sebagian atau seluruh
administrasi yang terkait dengan pembayaran gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain adalah cabang, perwakilan, dan unit tersebut.
2. Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas kepada
Pemerintah Pusat.
3. Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badan-badan lain
yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
4. Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang
membayar:
a. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak
dalam negeri.
b. honorarium, komisi, fee, atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan
kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar
negeri;
c. honorarium, komisi, fee, atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan, dan
pegawai magang.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 3


5. Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan
internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan
kegiatan yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apa pun
kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.

Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak adalah:

1. kantor perwakilan negara asing;


2. organisasi-organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c
Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan;
3. pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;
4. jika organisasi internasional tidak memenuhi ketentuan tersebut, organisasi internasional
dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak.

HAK DAN KEWAJIBAN PEMOTONG PAJAK

Hak Pemotong Pajak


Hak-hak pemotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut.

a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi
karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun takwim lebih kecil dari pada
jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor.
b. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21.
c. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan
permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.

Kewajiban Pemotong Pajak


Kewajiban pemotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut.

a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak setempat.
b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Knator
Penyuluhan Pajak setempat.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 4


c. Pemotong Pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh Pasal 21 yang
terutang untuk setiap akhir bulan takwim.
d. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran PPh Pasal 21.
e. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21.
f. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongaan PPh Pasal 21 kepada pegawai
tetap.

PENERIMA PENGHASILAN (WAJIB PAJAK PPh PASAL 21)


Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang
pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri yang menerima atau memperoleh
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan, termasuk penerima pensiun.
Wajib Pajak PPh Pasal 21 terdiri atas:;

1. Pegawai;
Pegawai merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis atau tidak tertulis untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh
imbalan yang dibayarkan berdasrkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau
ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja. Pegawai tetap adalah pegawai yang
menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga
kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai
imbalan yang dilakukan berdasrkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Yang termasuk bukan pegawai adalah:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 5


f. pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya,
telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada
suatu kepanitiaan;
g. agen iklan;
h. pengawas atau pengelola proyek;
i. pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j. petugas penjaja barang dagangan;
k. petugas dinas luar asuransi;
l. distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis
lainnya.
4. Anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak menangkap sebagai pegawai
tetap pada perusahaan yang sama.
5. Mantan pegawai;
6. Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan
keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi:
a. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, tekonologi, dan perlombaan lainnya;
b. peserta rapat, konferensi, sidang, peretemuan, atau kunjungan kerja;
c. peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
d. peserta pendidikan dan pelatihan;
e. peserta kegiatan lainnya.

TIDAK TERMASUK WAJIB PAJAK PPh PASAL 21


Tidak termasuk dalam pengertian Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama mereka;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional

HAK DAN KEWAJIBAN WAJIB PAJAK

Hak Wajib Pajak


Hak-hak Wajib Pajak adalah:

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 6


1. Wajib Pajak berhak meminta bukti pemotongan PPh Pasal 21 kepada Pemotongan Pajak.
2. Wajib Pajak berhak mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak jika PPh
Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan banding secara tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan alasan yang jelas kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak terhadap
keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Kewajiban Wajib Pajak


Kewajiban Wajib Pajak adalah:

1. Wajib Pajak (penerima penghasilan) wajib menyerahkan surat pernyataan Pemotong


Pajak, yang menyatakan jumlah tanggungan keluarga pada suatu tahun takwim, untuk
mendapatkan pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
2. Wajib Pajak berkewajiban menyerahkan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi,
jika Wajib Pajak mempunyai penghasilan lebih dari satu pemberi kerja.

PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 (OBJEK PPh PASAL 21)


Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:

1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima Pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
4. imbalan kepada bukan pegawai, anatar lain berupa honorarium, kimisi, fee, dan imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
5. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang repesentasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan
imbalan sejenis dengan nama apa pun;
6. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua yang
dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun sejak pegawai
berhenti bekerja;

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 7


7. penghasilan berupa honorarium atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau
diperoleh anggota dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap pada perusahaan yang sama;
8. penghasilan berupa jasa produksi, tantiem, gratifikasi, bonus, atau imbalan lain yang
bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai;
9. penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih
berstatus sebagai pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
Menteri Keungan;

Jika penghasilan tersebut diterima oleh Subjek Pajak luar negeri merupakan penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 26.

PENGHASILAN YANG DIPOTONG PPh PASAL 21 FINAL


PPh bersifat final ialah pemungutan PPh yang bersifat final berarti jumlah pajak yang yang
telah dibayarkan dalam tahun berjalan melalui pemotongan (oleh pemberi kerja atau
pemotong yang lain) tidak dapat dikreditkan dari total PPh yang terutang pada akhir suatu
tahun saat mengisi Surat Pemberitahuan (SPT).

Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah:

1. Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar sekaligus oleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
2. Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, yang
dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uan hadir, uang lembur,
imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apa pun yang diterima oleh pejabat
negara.

PENGHASILAN YANG TIDAK DIPOTONG PPh PASAL 21 (BUKAN OBJEK PPh


PASAL 21)
Tidak termasuk penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 (bukan Objek Pajak PPh Pasal 21)
adalah:

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 8


1. Pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi sehubungan dengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi
beasiswa;
2. Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apa pun diberikan
oleh Wajib Pajak atau pemerintah, kecuali penghasilan yang diterima atau diperoleh
penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. Iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan
oleh Menteri Keuangan;
4. Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amal zakat
yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah;
5. Beasiswa yang diperoleh atau diterima oleh WNI dari Wajib Pajak pemberi beasiswa
dalam rangka mengikuti pendidikan di dalam negeri.

MENGHITUNG PAJAK PENGHASILAN PASAL 21


PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak secara umum dirumuskan sebagai berikut.

PPh Pasal 21 = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak

Tarif PPh Pasal 21


Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21.

1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dengan ketentuan
sebagai berikut.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp 0 s.d. Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%

2. Tarif khusus
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang
diterima oleh Pejabat PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 9


1) Tarif 0% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan I dan II,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Tamtama dan Bintara, dan
pensiunannya.
2) Tarif 5% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan III,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Pertama, dan pensiunannya.
3) Tarif 15% dari jumlah bruto honorarium atau imbalan bagi PNS Golongan IV,
Anggota TNI/Polri Golongan Pangkat Perwira Menengah dan Tinggi, dan
pensiunannya.
b. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang pensiun yang diterima
sekaligus.
1) Tarif 0% dari penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.
2) Tarif 5% dari penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000 sampai dengan
Rp100.000.000.
3) Tarif 15% dari penghasilan bruto di atas Rp 100.000.000 sampai dengan
Rp500.000.000.
4) Tarif 25% dari penghasilan bruto di atas Rp 500.000.000.
c. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan berupa uang manfaat pensiun,
tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
1) Tarif 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50.000.000.
2) Tarif 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50.000.000.
d. Tarif khusus 5% atas upah/uang saku harian, mingguan, borongan, satuan yang
diterima oleh tenaga kerja lepas yang mempunyai total upah sebulan kurang dari
Rp10.200.000.

Tarif PPh Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP
menjadi lebih tinggi 20% dari pada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP. Kepemilikan NPWP dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak antara lain,
dengan cara menunjukkan kartu NPWP.

Contoh:

Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 75.000.000

Pajak penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 10


5% x Rp 50.000.000 Rp 2.500.000

15% x Rp 25.000.000 Rp 3.750.000 (+)

Jumlah Rp 6.250.000

Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:

5% x 120% x Rp 50.000.000 Rp 3.000.000

15% x 120% x Rp 25.000.000 Rp 4.500.000 (+)

Jumlah Rp 7.500.000

Dasar Pengenaan dan Pemotongan PPh Pasal 21/26


Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut.

1. Penghasilan Kena Pajak


2. Penghasilan bruto
3. Sebesar 50% dari penghasilan bruto
4. Sebsar 50% dari jumlah kumulatif penghasilan bruto

Besarnya tarif dan dasar pengenaan pajak ditentukan oleh kelompok penerima penghasilan
dan jenis penghasilan.

TATA CARA PENGHITUNGAN PEMOTONGAN PPh PASAL 21

Hitungan 1
Hitungan 1 diterapkan kepada pegawai tetap. Penghitungannya dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:

1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
setiap bulan selain bulan Desember atau bulan ketika pegawai tetap berhenti bekerja,
terdiri atas:
a. Pegawai tetap menerima gaji bulanan;
b. Pegawai tetap menerima gaji mingguan dan harian;
c. Pegawai tetap menerima uang rapel;
d. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, jasa produksi, dan lainnya (bersifat tidak
teratur);
e. Pegawai tetap dipindah tugaskan dalam tahun berjalan;

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 11


f. Pegawai tetap berhenti bekerja atau mulai bekerja dalam tahun berjalan;
g. Pegawai tetap dengan penghasilan sebagian atau seluruhnya diperoleh dalam mata
uang asing;
h. Pegawai tetap dengan sebagian atau seluruh PPh Pasal 21 ditanggung pemberi kerja;
i. Pegawai tetap menerima tunjangan pajak;
j. Pegawai tetap menerima penghasilan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya
yang diberikan oleh Wajib Pajak yang pengenaan pajak penghasilannya bersifat final
atau berdasarkan norma penghitungan khusus (demeed profit);
k. Pegawai tetap yang baru memiliki NPWP pada tahun berjalan.

Tahapan penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur berupa gaji teratur
secara bulanan, harian, dan mingguan

a) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, telebih dahulu
dihitung penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan yang meliputi
seluruh gaji, segala jenis tunjangan, dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang
lembur dan pembayaran sejenisnya.
b) Untuk perusahaan yang masuk program BPJS ketenagakerjaan, Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK), dan Premi Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan
penghasilan bagi pegawai.
c) Selanjutnya, dihitung jumlah penghasilan neto sebula yang diperoleh.
d) Selanjutnya, dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto
sebulan dikalikan 12.
e) Penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan
dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai
dengan bulan Desember.
f) Selanjutnya, dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan Tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf d atau e
diatas dikurangi dengan PTKP.
g) Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f,
selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke
kas negara sebesar:

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 12


(1) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf
d dibagi dengan 12; atau
(2) Jumlah PPh Pasal 21 setahun atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada huruf
e dibagi dengan banyaknya bulan WP mulai bekerja sampai dengan Desember.
h) Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kinerja tidak didasarkan atas masa gaji
sebulan maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah penghasilan tersebut terlebih
dahulu dijadikan penghasilan bulanan dengan mempergunakan faktor perkalian
sebagai berikut:
(1) gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4;
(2) gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26
i) Selanjutnya, dilakukan perhitungan PPh Pasal 21 sebulan dengan cara seperti dalam
huruf d sampai g.
j) PPh Pasal 21 atas penghasilan seminggu dihitung berdasarkan PPh Pasal 21 senulan
dengan huruf i dibagi 4, sedangkan PPh Pasal 21 atas penghasilan sehari dihitung
nerdasarkan PPh Pasal 21 sebulan dalam huruf i dibagi 26.

Penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang bersifat tetap secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut :

 Penghasilan Bruto
1. Gaji sebulan Rp ×××
2. Tunjangan PPh Rp ×××
3. Tunjangan hororarium lainnya Rp ×××
4. Premi JKK, JK, JHT, JPT dibayar Rp ×××
pemberi kerja
5. Premi asuransi yang dibayar pemberi Rp ×××
kerja
6. Penerimaan dalam bentuk natura yang Rp ×××
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21
7. Jumlah penghasilan bruto Rp ×××

 Pengurangan
8. Biaya jabatan (5% × penghasilan bruto, Rp ×××
maksimal Rp 500.000 sebulan)
9. Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (yang Rp ×××
dibayar oleh penerima penghasilan)
10. Jumlah pengurangan (jumlah 8 + 9) Rp ×××

Penghitungan PPh Pasal 21


11. Penghasilan neto sebulan (7-10) Rp ×××
Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 13
12. Penghasilan neto setahun (11 × 12 bulan) Rp ×××
13. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Rp ×××
14. Penghasilan Kena Pajak setahun (12-13) Rp ×××
15. PPh Pasal 21 yang terutang (14 × tarif
Pasal 17 ayat (1) huruf a Rp ×××
PPh Pasal 21 yang dipotong sebulan (15 ÷
12 bulan Rp ×××

Catatan :

Besarnya PTKP adalah :

PTKP per tahun PTKP per bulan


Untuk diri Wajib Pajak Rp 54.000.000 Rp 4.500.000
Tambahan untuk Wajib Pajak yang Rp 4.500.000 Rp 375.000
menikah
Tambahan setiap anggota keluarga
sedarah dan keluarga semenda
dalam garis keturunan lurus serta Rp 4.500.000 Rp 375.000
anak angkat, paling banyak 3
anggota untuk setiap keluarga

Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut :

 Bagi karyawati menikah, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri.


 Bagi karyawati tidak menikah, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP
untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.

Contoh 1.1.1 Pegawai tetap dengan gaji bulanan

Tommy Hakim bekerja di Universitas Nusantara dengan gaji pokok Rp 6.000.000. Tommy
membayar iuran pensiun Rp 100.000.000. Tommy sudah menikah tetapi belum mempunyai
anak.

Penghitungan PPh Pasal 21 :


Gaji sebulan Rp 6.000.000
Pengurangan :
1. Biaya jabatan (5% × Rp 6.000.000) Rp 300.000
2. Iuran pensiun Rp 100.000
Rp 400.000
Penghasilan neto sebulan Rp 5.600.000

Penghasilan neto setahun : 12 × Rp 5.600.000 Rp 67.200.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 14


PTKP (K/ -)
1. Untuk diri Wajib Pajak Rp 54.000.000
2. Tambahan WP menikah Rp 4.500.000
Rp 58.500.000
Penghasilan kena pajak Rp 8.700.000
PPh Pasal 21 setahun : 5 % × Rp 8.700.000 Rp 435.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 435.000 ÷ 12 Rp 36.250

Contoh 1.1.2 Pegawai tetap dengan gaji bulanan

Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek,
premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung
iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto
membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT
Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana
membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi
Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto
hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah
sebagai berikut:

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 15


Contoh 1.1.3 Pegawai tetap dengan gaji bulanan (wanita, suami tidak berpenghasilan)
Siyem adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada PT Gembus
dengan gaji sebulan sebesar Rp7.500.000,00. Siyem membayar iuran pensiun ke dana
pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp50.000,00
sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemda tempat Siyem berdomisili yang
diserahkan kepada pemberi kerja, diketahui bahwa suaminya tidak mempunyai penghasilan
apapun. Pada bulan Juli 2016 selain menerima pembayaran gaji juga menerima pembayaran
atas lembur (overtime) sebesar Rp2.000.000,00. Tentukan PPh 21 bulan Juli 2016.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 16


Contoh 1.1.4 Pegawai tetap dengan gaji bulanan (wanita, suami berpenghasilan)
Gutri karyawati dengan status menikah dan mempunyai tiga anak bekerja pada PT Padam.
Suami dari Gutri merupakan seorang Pegawai Negeri Sipil di Dinas Kesehatan Kabupaten
Tangerang. Gutri menerima gaji Rp3.000.000,00 sebulan. PT Padam mengikuti program
pensiun dan jamsostek. Perusahaan membayar iuran pensiun kepada dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan, sebesar Rp40.000,00 sebulan. Gutri
juga membayar iuran pensiun sebesar Rp30.000,00 sebulan, disamping itu perusahaan
membayarkan iuran Jaminan Hari Tua karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji,
sedangkan Gutri membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji.
Premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan
jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji. Pada bulan Juli 20xx disamping
menerima pembayaran gaji Gutri juga menerima uang lembur (overtime) sebesar
Rp2.000.000,00.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 17


Contoh 1.1.5 Pegawai tetap dengan gaji bulanan
dr. Danang (menikah dan mempunyai 3 anak kandung) adalah seorang dokter spesialis
kandungan bekerja di RS swasta Sehat Sentosa sebagai pegawai tetap dengan gaji Rp
20.000.000 sebulan. Agustus 2016, ia menerima pembayaran dari RS Sehat Sentosa berupa
gaji Rp 20.000.000 dan menerima jasa medis sebagai dokter yang bersumber dari pasien
sebesar Rp 25.000.000. Ia membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000 setiap bulan.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan dr. Danang dari RS Sehat Sentosa pada Agustus
2016 adalah :
Gaji sebulan Rp 20.000.000
Penghasilan bruto sebulan Rp 20.000.000
Pengurangan :
1. Biaya jabatan : 5% × Rp 20.000.000
= Rp 1.000.000, maksimal diperbolehkan Rp 500.000
2. Iuran pensiun Rp 200.000
Rp 700.000
Penghasilan neto sebulan Rp 19.300.000
Penghasilan neto setahun : 12 × Rp 19.300.000 Rp231.600.000
PTKP (K/3) :
 Untuk WP sendiri Rp54.000.000
 Tambahan karena menikah Rp 4.500.000
 Tambahan 3 orang tanggungan Rp 13.500.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 18


Rp 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp159.600.000

PPh Pasal 21 terutang setahun :


5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 109.600.000 Rp 16.440.000
Rp 18.940.000

PPh Pasal 21 sebulan : Rp 18.940.000 ÷ 12 = Rp 1.578.333

Contoh 1.1.6 Pegawai Tetap dengan Gaji Mingguan


Gaguk Trimanto berstatus belum menikah dan tidak memiliki tanggungan. Ia bekerja sebagai
pegawai tetap di PT Teguh Gemilang. Dengan gaji mingguan sebesar Rp 1.500.000. pada
minggu pertama Agustus 2016, Gaguk menerima gaji Rp 1.500.000 dan dalam bulan tersebut
hanya menerima penghasilan berupa gaji saja.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah :
Gaji sebulan : 4 × Rp 1.500.000 Rp 6.000.000
Pengurangan :
Biaya jabatan : 5% × Rp 6.000.000 Rp 300.000
Penghasilan neto sebulan Rp 5.700.000

Penghasilan neto setahun : 12 × Rp 5.700.000 Rp 68.400.000


PTKP (TK/0) :
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 14.400.000
PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% × Rp 14.400.000 Rp 720.000
PPh Pasal 21 sebulan : Rp 720.000 ÷ 12 Rp 60.000
PPh Pasal 21 atas gaji/upah minggu pertama :
Rp 60.000 ÷ 4 Rp 15.000

Contoh 1.1.7 Pegawai Tetap dengan Gaji Harian


Badrun bekerja sebagai pegawai tetap pada perusahaan PT Lungsur dengan memperoleh gaji
yang dibayar harian sebesar Rp500.000,00. Badrun kawin dan mempunyai tiga orang anak.
PT Lungsur masuk program Jamsostek, premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan
Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah masing-masing setiap bulan sebesar
1,00% dan 0,30% dari gaji. PT Lungsur membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan
sebesar 3,70% dari gaji dan Badrun membayar iuran pensiun Rp25.000,00 dan Jaminan Hari
Tua sebesar 2,00% dari gaji.

Penghitungan PPh Pasal 21 adalah :

Penghasilan sebulan (26 x Rp 500.000,00) Rp 13.000.000,00


Premi Jaminan Kecelakaan Kerja Rp 130.000,00
Premi Jaminan Kematian Rp 39.000,00(+)
Penghasilan bruto Rp 13.169.000,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 19


Pengurangan:
1. Biaya jabatan 5% x Rp13.169.000,00
maks diperkenankan Rp 500.000,0
2. luran Pensiun Rp 25.000,00
3. luran Jaminan Hari Tua Rp 260.000,00(-)
Rp 785.000,00(-)
Penghasilan neto sebulan Rp 12.384.000,00

Penghasilan neto setahun 12xRp12.384.000,00 Rp 148.608.000,00

PTKP setahun (K/3)


- untuk WP sendiri Rp 54.000.000,00
- tambahan karena menikah Rp 4.500.000,00
- tambahan tiga orang tanggungan Rp 13.500.000,00(+)
Rp 72.000.000,00 (-)
Penghasilan Kena Pajak Rp 76.608.000,00

PPh Pasal 21 setahun


5% x Rp50.000.000,00 = Rp 2.500.000,00
15%x26.608.000,00 = Rp 3.991.200,00 (+)
Rp 6.491.200,00

PPh Pasal 21 sebulan Rp6.491.200,00 : 12 = Rp 540.933,33

PPh Pasal 21 sehari Rp540.933,33 : 26 = Rp 20.805,13

Contoh 1.1.9 Pegawai tetap menerima uang rapel


Pada bulan Juli 2014, Sdr. Afrilia Irdan (K/0) yang bekerja pada perusahaan multinasional
mendapatkan SK kenaikan gaji yang berlaku surut sejak Januari 2014. Kenaikan yang terjadi
dari Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) per bulan menjadi Rp 25.000.000,- (dua puluh
lima juta rupiah) per bulan. Pada bulan Juli tersebut dibayarkan juga rapel atas kenaikan gaji
dari Januari-Juni 2014, sedangkan gaji bulan Juli sudah dibayarkan menggunakan gaji yang
baru.
Berdasarkan ilustrasi di atas, pada bulan Juli 2014, penghasilan yang diterima oleh Sdr.
Afrilia Irdan adalah :

Gaji Baru Bulan Juli + Rapel Kenaikan Gaji Januari s.d. Juni 2014

= Rp 25.000.000,- + 6 x ( Rp 25.000.000,- Rp 20.000.000,-)

= Rp 25.000.000,- + Rp 30.000.000,-

= Rp 55.000.000,-

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 20


Cara menghitung PPh Pasal 21 bulan Juli atas penghasilan yang diterima oleh Sdr. Afrilia
Irdan sebagaimana diatur di lampiran PER-31/PJ/2012 adalah sebagai berikut :
a. PPh Pasal 21 Sebelum Kenaikan Gaji
Gaji Sebulan disetahunkan : Rp 20.000.000 × 12 Rp 240.000.000,-
Pengurangan Biaya Jabatan : 5% Rp 6.000.000,-
Penghasilan Neto setahun Rp 234.000.000,-
PTKP Rp 26.325.000,-
PKP Rp 207.675.000,-

PPh Pasal 21
5% x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000,-
15% x Rp 157.675.000,- Rp 23.651.250,-
Jumlah PPh Pasal 21Terutang Setahun Rp 26.151.250,-
PPh Pasal 21 Terutang sebulan Rp 2.179.271,-

b. PPh Pasal 21 Setelah Kenaikan Gaji


Gaji Sebulan disetahunkan : Rp 25.000.000,- x 12 Rp 300.000.000,-
Pengurangan Biaya Jabatan 5% Rp 6.000.000,-
Penghasilan Neto setahun Rp 294.000.000,-
PTKP Rp 26.325.000,-
PKP Rp 267.675.000,-

PPh Pasal 21
5% x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000,-
15% x Rp 200.000.000,- Rp 30.000.000,-
25% x Rp 17.675.000,- Rp 4.418.750,-
Jumlah PPh Pasal 21Terutang Setahun Rp 36.918.750,-
PPh Pasal 21 Terutang sebulan Rp 3.076.563,-

PPh Pasal 21 atas Uang rapel sebulan adalah selisih antara perhitungan b dengan
perhitungan a, yaitu :
Rp 3.076.563,- – Rp 2.179.271,- = Rp 897.292

Sehingga PPh Pasal 21 atas rapel selama 6 bulan adalah 6 x Rp 897.292,- = Rp 5.383.752,-

Jadi dapat disimpulkan bahwa perhitungan PPh Pasal 21 atas rapel ini mirip dengan
perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus atau THR.

Sehingga PPh Pasal 21 yang harus dibayar Sdr. Afrilia Irdan pada bulan Juli 2014 adalah
PPh Pasal 21 atas gaji baru bulan Juli 2014 + PPh Pasal 21 atas uang rapel
= Rp 3.076.563,- + Rp 5.383.752,-
= Rp 8.460.315,-

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 21


Contoh 1.1.10 Pegawai tetap menerima bonus
Joko Qurnain (tidak kawin) bekerja di PT Qolbu Jaya dengan gaji Rp 5.000.000 sebulan. Juli
2016, Joko menerima bonus sebesar Rp 10.000.000. setiap bulannya, Joko membayar iuran
pensiun ke Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh MenKeu sebesar Rp
60.000.000
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang bonus
1. PPh Pasal 21 atas Gaji dan Bonus (penghasilan setahun) :
Gaji setahun (12 × Rp 5.000.000) Rp 60.000.000
Bonus Rp 10.000.000
Penghasilan bruto setahun Rp 70.000.000
Pengurangan :
a. Biaya jabatan : 5% × Rp 70.000.000 Rp 3.500.000
b. Iuran pensiun : 12 × Rp 60.000 Rp 720.000
Rp 4.220.000
Penghasilan neto setahun Rp 65.780.000
PTKP
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 11.780.000

PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus :


5% × Rp 11.780.000 Rp 589.000

2. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun


Gaji setahun (12 × Rp 5.000.000) Rp 60.000.000
Pengurangan
a. Biaya jabatan : 5% × Rp 60.000.000 Rp 3.000.000
b. Iuran pensiun setahun : 12 × Rp 60.000 Rp 720.000
Rp 3.720.000
Penghasilan neto setahun Rp 56.280.000
PTKP
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 2.280.000

PPh Pasal 21 atas gaji : 5% × Rp 2.280.000 Rp 114.000

3. PPh Pasal 21 atas bonus adalah :


Rp 589.000 – Rp 114.000 Rp 475.000

Contoh 1.1.11 Pegawai tetap menerima Tunjangan Hari Raya


Prameswari (tidak kawin dan tanpa tanggungan) bekerja di PT Prabu Kedaton dengan gaji
sebesar Rp 10.000.000 sebulan. Prameswari membayar iuran pensiun sebesar 2% dari gaji.
Dalam tahun berjalan, dia juga menerima THR sebesar Rp 8.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 atas uang (THR)
1. PPh Pasal 21 atas gaji dan THR (penghasilan setahun)
Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 22
Gaji setahun (12 × Rp 10.000.000) Rp 120.000.000
THR Rp 8.000.000
Penghasilan bruto setahun Rp 128.000.000
Pengurangan :
a. Biaya jabatan : 5% × Rp 128.000.000 = Rp 6.400.000
Maksimal diperbolehkan Rp 6.000.000
b. Iuran pensiun : 2% × Rp 128.000.000 Rp 2.560.000
Rp 8.560.000
Penghasilan neto setahun Rp 119.440.000
PTKP
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 65.440.000

PPh Pasal 21 atas gaji dan THR


5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 15.440.000 Rp 2.316.000
Rp 4.816.000
2. PPh Pasal 21 atas Gaji setahun :
Penghasilan bruto setahun : 12 × Rp 10.000.000 Rp 120.000.000
Pengurangan :
a. Biaya jabatan : 5% × Rp 120.000.000 Rp 6.000.000
b. Iuran pensiun : 2% × Rp 120.000.000 Rp 2.400.000
Rp 8.400.000
Penghasilan neto setahun Rp 111.600.000
PTKP
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 57.600.000
PPh Pasal 21 atas gaji
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp 7.600.000 Rp 1.140.000
Rp 3.640.000

3. PPh Pasal 21 atas THR adalah : Rp 4.816.000 – Rp 3.640.000 = Rp 1.176.000

Pegawai baru mulai bekerja pada tahun berjalan


Contoh 1.1.12 Pegawai tetap yang kewajiban pajak subyektifnya sebagai subjek pajak
dalam negeri sudah ada sejak awal tahun kalender tetapi baru bekerja
pada pertengahan tahun
Budiyanta bekerja di PT Xiang Malam sebagai pegawai tetap sejak 1 September 2016.
Budiyanta belum menikah dan tanpa tanggungan. Gaji sebulan yang diterimanya sebesar Rp
15.000.000. iuran pensiun yang dibayarnya setiap bulan sebesar Rp 150.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 adalah :
Gaji sebulan Rp 15.000.000
Pengurangan :
1. Biaya jabatan : 5% × Rp 15.000.000 Rp 500.000
2. Iuran pensiun Rp 150.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 23


Rp 650.000
Penghasilan neto sebulan Rp 14.350.000

Penghasilan neto setahun : 4 × Rp 14.350.000 Rp 57.400.000


PTKP
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak setahun Rp 3.400.000

PPh Pasal 21 setahun : 5% × Rp 3.400.000 Rp 170.000


PPh Pasal 21 sebulan : Rp 170.000 ÷ 4 Rp 42.500

Contoh 1.1.13 Pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak
dalam negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak, dan mulai bekerja
pada tahun berjalan
David Raisita (K/3) mulai bekerja pada 1 September 2016. Ia bekerja di Indonesia sampai
dengan Agustus 2017. Selama 2016, ia menerima gaji per bulan sebesar Rp 20.000.000
Perhitungan PPh Pasal 21 tahun 2016 adalah :
Gaji sebulan Rp 20.000.000
Pengurangan :
Biaya jabatan : 5% × Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
maksimum diperkenankan Rp 500.000
Penghasilan neto sebulan Rp 19.500.000
Penghasilan neto selama 4 bulan : 4 × Rp 19.500.000 Rp 78.000.000

Penghasilan neto disetahunkan: 12/4 × Rp 78.000.000 Rp234.000.000


PTKP (K/3)
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
 Tambahan WP kawin Rp 4.500.000
 Tambahan 3 orang anak (3 × Rp 4.500.000) Rp 13.500.000
Rp 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak disetahunkan Rp162.000.000
PPh Pasal 21 disetahunkan :
 5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
 15% × Rp 112.000.000 Rp 16.800.000
Rp 19.300.000
PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 2016 :
4/12 × Rp 19.300.000 Rp 6.433.333
PPh Pasal 21 terutang sebulan :
1/4 × Rp 6.433.333 Rp 1.608.333

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 24


Pegawai berhenti bekerja pada tahun berjalan
Contoh 1.1.14 Pegawai tetap masih memiliki kewajiban pajak subjektif berhenti
bekerja pada tahun berjalan
Arip Marwanto berstatus belum menikah tercatat sebagai pegawai di PT Mahakam Utama
Yogyakarta, DIY. Sejak 1 Oktober 2016, ia berhenti bekerja di perusahaan tersebut. gaji Arip
setiap bulan sebesar Rp 7.500.000 dan ia membayar iuran pensiun kepada Dana Pensiun yang
pendiriannya telah mendapat persetujuan Menteri Keuangan sejumlah Rp 100.000 tiap bulan.
Perhitungan PPh Pasal 21 yang dipotong setiap bulan :
Gaji sebulan Rp 7.500.000
Pengurangan :
1. Biaya jabatan : 5% × Rp 7.500.000 Rp 375.000
2. Iuran pensiun Rp 100.000
Rp 475.000
Penghasilan neto Rp 7.025.000

Penghasilan neto setahun : 12 × Rp 7.025.000 Rp 84.300.000


PTKP
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 30.300.000

PPh Pasal 21 terutang : 5% × Rp 30.300.000 Rp 1.515.000


PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebulan :
Rp 1.515.000 ÷ 12 Rp 126.250

Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama bekerja di PT Mahakam Utama dalam
tahun kalender 2016 (sampai dengan September 2016) dilakukan pada saat berhenti
bekerja :
Gaji (Januari s.d. September 2016) : 9 × Rp 7.500.000 Rp 67.500.000
Pengurangan :
1. Biaya jabatan : 5% × Rp 67.500.000 Rp 3.375.000
2. Iuran pensiun : 9 × Rp 100.000 Rp 900.000
Rp 4.275.000
Penghasilan neto 9 bulan Rp 63.225.000
PTKP
 Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 9.225.000

PPh Pasal 21 terutang : 5% × Rp 9.225.000 Rp 461.250

PPh Pasal 21 terutang untuk masa Januari s.d. September 2016 Rp 461.250
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong sampai dengan bulan
Agustus 2016 :
8 × Rp 126.250 Rp 1.010.000 (-)
PPh Pasal 21 lebih dipotong Rp 548.750
Catatan :

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 25


Kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 sebesar Rp 548.000 dikembalikan oleh PT
Mahakam Utama kepada yang bersangkutan pada saat pemberian bukti pemotongan
PPh Pasal 21.

Contoh 1.1.15 Pegawai berhenti bekerja pada tahun berjalan dan sekaligus kehilangan
kewajiban pajak ubjektif
Lewis Oshea (K/3) mulai bekerja pada Mei 2010 dan berhenti bekerja sejak 1 Julli 2016. Ia
meninggalkan Indonesia dan kembali ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak
subjektif). Selama 2016, ia menerima gaji perbulan sebesar Rp 15.000.000 dan di bulan April
2016, ia menerima bonus sebesar Rp 20.000.000.

A. Perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji adalah :


Gaji sebulan Rp 15.000.000
Pengurangan :
Biaya jabatan : 5% × Rp 15.000.000 = Rp 750.000
Maksimum diperkenankan Rp 500.000
Penghasilan neto atas gaji sebulan Rp 14.500.000
Penghasilan neto disetahunkan : 12 × Rp 14.500.000 Rp174.000.000
PTKP (K/3)
 Untuk WP Rp 54.000.000
 Tambahan WP kawin Rp 4.500.000
 Tambahan 3 orang anak (3 × Rp 4.500.000) Rp 13.500.000
Rp 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp102.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun :
 5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
 15% × Rp 52.000.000 Rp 7.800.000
Rp 10.300.000

PPh Pasal 21 atas gaji sebulan : Rp 10.300.000 ÷ 12 Rp 858.333

B. Perhitungan PPh Pasal 21 atas gaji dan bonus :


Gaji setahunkan: 12 × 𝑅𝑝15.000.000 𝑅𝑝180.000.000
Bonus 𝑅𝑝 20.000.000
𝑅𝑝200.000.000
Pengurangan: 𝑅𝑝 15.000.000
Biaya jabatan: 5% 𝑥 𝑅𝑝200.000.000 = 𝑅𝑝10.000.000;
Maksimum diperkenankan 𝑅𝑝12 × 𝑅𝑝500.000 𝑅𝑝 6.000.000
Penghasilan neto atas gaji setahun dan bonus 𝑅𝑝194.000.000
PTKP (K/3)
 untuk Wajib Pajak 𝑅𝑝54.000.000
 tambahan WP kawin 𝑅𝑝 4.500.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 26


 tambahan 3 orang anak(3 𝑥 𝑅𝑝4.500.000) 𝑅𝑝13.500.000
𝑅𝑝 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝122.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun:
5% 𝑥 𝑅𝑝50.000.000 𝑅𝑝 2.500.000
15% 𝑥 𝑅𝑝72.000.000 𝑅𝑝 10.800.000
𝑅𝑝13.300.000
A. Perhitungan PPh 21 atas bonus:
𝑅𝑝13.300.000 − 10.300.000 = 𝑅𝑝3.000.000

B. Perhitungan kembali PPh pasal 21 terutang pada saat pegawai yang bersangkutan
berhenti dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
Gaji selama 5 bulan: (5 × 𝑅𝑝15.000.000) 𝑅𝑝 75.000.000
Bonus 𝑅𝑝 20.000.000
𝑅𝑝 95.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% 𝑥 𝑅𝑝95.000.000 = 𝑅𝑝4.750.000
Maksimum diperkenankan 5 × 𝑅𝑝 500.000 𝑅𝑝 2. 500.000
Penghasilan neto selama 5 bulan 𝑅𝑝 92.500.000
Jumlah seluruh penghasilan neto disetahunkan 𝑅𝑝222.000.000
12/5 × 𝑅𝑝92.500.000
PTKP (K/3)
 untuk Wajib Pajak 𝑅𝑝54.000.000
 tambahan WP kawin 𝑅𝑝 4.500.000
 tambahan 3 orang anak(3 𝑥 𝑅𝑝4.500.000) 𝑅𝑝13.500.000
𝑅𝑝 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝150.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun:
5% 𝑥 𝑅𝑝50.000.000 𝑅𝑝 2.500.000
15% 𝑥 𝑅𝑝100.000.000 𝑅𝑝 15.000.000
𝑅𝑝17.500.000
PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan 5 bulan 𝑅𝑝 7.291.667
5/12 × 𝑅𝑝17.500.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 27


PPh Pasal 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan april 2016 atas Gaji dan Bonus:
4 × 𝑅𝑝858.333 + 𝑅𝑝3.000.000 𝑅𝑝 6.433.332
PPh Pasal 21 terutang dan harus dipotong untung bulam Mei 2016
𝑅𝑝 858.335
Catatan:
Cara perhitungan tersebut berlaku juga bagi pegawai yang kehilangan kewajiban
subjektifnya pada tahun berjalan karena meninggal dunia.

Contoh 1.1.16 Pegawai tetap yang penghasilannya sebagian atau seluruhnya diperoleh
dalam mata uang asing

Neill McLeary tercatat sebagai seorang pegawai tetap di sebuah perusahaan. Pada Januari
2016, ia memperoleh gaji dalam mata uang asing sebesar US$2.000 sebulan. Kurs yan
berlaku untuk bulan Januari berdasarkan keputusan Menteri Keuangan sebesar 2016
Rp13.000 per Ussi. Neill Mc bersetatus menikah dengan satu anak.
Perhitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan: 𝑈𝑆$2.000 × 𝑅𝑝13.000 𝑅𝑝 26.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% 𝑥 𝑅𝑝26.000.000 = 𝑅𝑝1.300.000
Maksimum diperkenankan 𝑅𝑝 500.000
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 25.500.000
Penghasilan neto setahun 12 × 𝑅𝑝25.500.000 𝑅𝑝306.000.000

PTKP
 untuk WP sendiri 𝑅𝑝 54.000.000
Penghasilan kena pajak 𝑅𝑝252.000.000
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% 𝑥 𝑅𝑝50.000.000 𝑅𝑝 2.500.000
15% 𝑥 𝑅𝑝200.000.000 𝑅𝑝 30.000.000
25% 𝑥 𝑅𝑝2.000.000 𝑅𝑝 500.000
𝑅𝑝33.000.000
PPh Pasal 21 bulan januari: 𝑅𝑝33.000.000 ÷ 12 𝑅𝑝 2.750.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 28


PPh Pasal 21 atas gaji pegawai ditanggung oleh pemberi kerja

Apabila pegawai tetap, PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetap ditanggung oleh pemberi kerja,
pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan bukan merupakan penghasilan
pegawai yang bersangkutan.

Contoh 1.1.17 Pegawai tetap yang PPh Pasal 21-nya sebagian ditanggung pemberi kerja

Jadul adalah seorang pegawai dari PT Modern dengan status menikah dan mempunyai 3
orang anak. Dia menerima gaji Rp10.000.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi
kerja. Tiap bulan is membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk
bulan Juli 20xx dalam hal Jadul hanya menerima pembayaran gaji saja, maka PPh 21 untuk
Jadul dihitung seperti perhitungan berikut ini.

Gaji sebulan 𝑅𝑝 10.000.000,00

Pengurang
1. Biaya Jabatan 5% x
𝑅𝑝 500.000,00
Rp10.000.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 150.000,00
𝑅𝑝 650.000,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 9.350.000,00

Penghasilan neto setahun


𝑅𝑝 112.200.000,00
12 𝑥 𝑅𝑝9.350.000,00

PTKP (K/3)* PMK No 101 th 2016


-untuk WP Sendiri 𝑅𝑝 54.000.000,00
-tambahan karena menikah 𝑅𝑝 4.500.000,00
-tambahan 3 anak 𝑅𝑝13.500.000,00
𝑅𝑝 72.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝 40.200.000,00
PPh Pasal 21 setahun adalah 5% 𝑥 𝑅𝑝40.200.000,00 = 𝑅𝑝2.010.000,00
PPh Pasal 21 bulan Juli: 𝑅𝑝570.000,00 ∶ 12 = 𝑅𝑝167.500,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 29


PPh Pasal 21 sebesar Rp167.500,00 ini ditanggung dan dibayar oleh pemberi kerja. Jumlah
sebesar Rp167.500,00 tidak dapat dikurangkan dari Penghasilan Bruto pemberi kerja dan
bukan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak kepada Jadul. Namun apabila pemberi
kerja adalah Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau Wajib
Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed
profit), maka kenikmatan berupa pajak yang ditanggung pemberi kerja ditambahkan ke dalam
penghasilan dari pegawai yang bersangkutan.

PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak

Apabila kepada pegawai tetap diberikan tunjangan pajak maka tunjangan pajak tersebut
merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan dan diambilkan pada
penghasilan yang diterimanya

Contoh 1.1.18 Pegawai tetap yang menerima tunjangan pajak

Jemu (status belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan) bekerja pada PT Rakus
dengan memperoleh gaji sebesar Rp8.500.000,00 sebulan. Kepada Jemu diberikan tunjangan
pajak sebesar Rp25.000,00. luran pensiun yang dibayar oleh Jemu adalah sebesar
Rp25.000,00 sebulan. Pertanyaannya adalah berapa PPh 21 untuk Jemu misalnya untuk bulan
September?
PPh Pasal 21 bulan September 20xx dalam hal Jemu tidak menerima penghasilan dari PT
Rakus selain gaji adalah dihitung dengan perhitungan sebagaimana ditunjukkan dalam
penghitungan berikut ini:
Gaji sebulan 𝑅𝑝 8.500.000,00
Tunjangan pajak 𝑅𝑝 25.000,00
Penghasilan bruto sebulan 𝑅𝑝 8.525.000,00

Pengurang
1. Biaya Jabatan 5% × 𝑅𝑝8.525.000,00 𝑅𝑝 426.250,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 25.000,00
𝑅𝑝 451.250,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 8.073.750,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 30


Penghasilan neto setahun
𝑅𝑝 96.885.000,00
12 × 𝑅𝑝8.073.750,00

PTKP (TK/0)* PMK No 101 th 2016


-untuk WP Sendiri 𝑅𝑝 54.000.000,00
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝 42.885.000,00

PPh Pasal 21 setahun adalah: 5% × 𝑅𝑝42.885.000,00 = 𝑅𝑝2.144.250,00


PPh Pasal 21 bulan September adalah: 𝑅𝑝2.144.250,00 ÷ 12 = 𝑅𝑝178.687,50

Contoh 1.1.19 Pegawai tetap memperoleh penghasilan dalam bentuk natura dan
kenikmatan lainnya yang memberikan oleh Wajib Pajak yang pengenaan
Pajak Penghasilannya bersifat final atau berdasarkan Nomor
Perhitungan Khusus (Deemed Profit)

Jupri adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang
pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit). Pada bulan
Agustus 20xx, Jupri memperoleh gaji sebesar Rp7.500.000,00 sebulan beserta beras 50 kg
dan gula 10 kg. Jupri berstatus menikah dengan 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula
dihitung berdasarkan harga pasar yaitu : Harga beras Rp 10.000,00 per kg. Harga gula Rp
8.000,00 per kg. PPh 21 Jupri dapat dihitung seperti dalam pembahasan penghitungan PPh
Pasal 21 berikut.
Gaji sebulan 𝑅𝑝 7.500.000,00
Beras : 50 × 𝑅𝑝 10.000,00 𝑅𝑝 500.000,00
Gula : 10 × 𝑅𝑝 8.000,00 𝑅𝑝 80.000,00
Penghasilan bruto sebulan 𝑅𝑝 8.080.000,00

Pengurang
Biaya Jabatan
𝑅𝑝 404.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝8.080.000,00

Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 7.676.000,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 31


Penghasilan neto
𝑅𝑝92.112.000,00
setahun 12 𝑥 𝑅𝑝7.676.000,00

PTKP (K1)*
- untuk WP sendiri 𝑅𝑝54.000.000,00
- tambahan karena menikah 𝑅𝑝 4.500.000,00
- tambahan untuk 1 orang anak 𝑅𝑝 4.500.000,00
𝑅𝑝63.000.000,00* *PMK
no.101 th 2016
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝29.112.000,00
PPh Pasal 21 setahun adalah 5% 𝑥 𝑅𝑝29.112.000,00 = 𝑅𝑝 1.455.600,00
PPh Pasal 21 bulan Agustus : 𝑅𝑝338.100,00 ∶ 12 = 𝑅𝑝 121.300,00

Contoh 1.1.20 Pegawai tetap memiliki NPWP pada tahun berjalan

Narto, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Rap
dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp9.500.000,00, dan yang
bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Narto BARU
MEMILIKI NPWP pada bulan Juni 20xx dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT
Rap untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni. Tentukan PPh 21
Pembahasan:
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari- Mei 20xx
adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan sebulan 𝑅𝑝 9.500.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan:
𝑅𝑝 475.000,00
5% × 𝑅𝑝9.500.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 200.000,00
𝑅𝑝 675.000,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 8.825.000,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 32


Penghasilan neto setahun
𝑅𝑝 105.900.000,00
adalah 12 𝑥 𝑅𝑝8.825.000,00

PTKP setahun (TK/0)


𝑅𝑝 54.000.000,00*
- untuk WP sendiri
*PMK No 101 th 2016
Penghasilan Kena Pajak
𝑅𝑝 51.900.000,00
setahun

PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun:


5% 𝑥 𝑅𝑝50.000.000,00 = 𝑅𝑝2.500.000,00
15%𝑥 𝑅𝑝1.900.000,00 = 𝑅𝑝 285.000,00
Total = 𝑅𝑝2.785.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan 𝑅𝑝2.785.000,00 ∶ 12 = 𝑅𝑝232.083,33
PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebulan karena tidak ber NPWP:
120% 𝑥 𝑅𝑝232.083,33 = 𝑅𝑝278.500,00
yang dipotong dari Januari - Mei 20xx = 5 𝑥 𝑅𝑝278.500,00 𝑅𝑝 1.392.500,00
PPh Pasal 21 terutang apabila ber NPWP 5 𝑥 𝑅𝑝232.083,33 𝑅𝑝 1.160.416,65
Selisih (20% 𝑥 5 𝑥 𝑅𝑝232.083,33) 𝑅𝑝 232.083,35

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 20xx,
setelah yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada
pemberi kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan Juni 20xx tidak berubah,
adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dengan Perhitungan
𝑅𝑝232.083,33
sebelumnya)
Diperhitungkan dengan pemotongan atas tambahan 20%
sebelum memiliki NPWP (Januari-Mei 20xx)
𝑅𝑝 232.083,35
20% 𝑥 5 𝑥 𝑅𝑝232.083,33
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Juni 20xx Nihil

Apabila Narto baru memiliki NPWP pada akhir November 20xx dan menyerahkan fotokopi
kartu NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 20xx, dengan asumsi
penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 33


tetap dan teratur setiap bulan tersebut, maka perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong
pada bulan Desember 20xx adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 terutang sebulan


𝑅𝑝 232.083,33
(sama dengan Perhitungan sebelumnya)
Pemotongan atas tambahan 20% sebelum memiliki NPWP
(Januari-November 20xx)
𝑅𝑝 510.583,33
20% 𝑥 11 𝑥 𝑅𝑝232.083,33
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Desember 20xx 𝑅𝑝 278.500,00

Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21
terutang untuk bulan Desember 20xx, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk
bulan tersebut adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp278.500,00 dapat diperhitungkan (dikreditkan)
dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena
jumlah tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan
berikutnya, jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan
oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi yang bersangkutan.

Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 20xx, dimana Narto baru memiliki
NPWP pada akhir bulan November 20xx sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember
20xx adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan


setahun: 𝑅𝑝 114.000.000,00
𝑅𝑝9.500.000,00 𝑥 12

Pengurangan:
BiayaJabatan
𝑅𝑝 5.700.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝114.000.000,00
luranpensiun:
𝑅𝑝 2.400.000,00
𝑅𝑝200.000,00 𝑥 12
𝑅𝑝 8.100.000,00
Penghasilan neto setahun 𝑅𝑝 105.900.000,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 34


PTKP setahun (TK/0)
𝑅𝑝 54.000.000,00*
- untuk WP sendiri
*PMK No 101 th 2016
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝 51.900.000,00
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun
5% × 𝑅𝑝50.000.000,00 =
𝑅𝑝2.500.000,00
15%𝑥𝑅𝑝1.900.000,00 =
𝑅𝑝 285.000,00 𝑅𝑝2.785.000,00
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙

PPh Pasal 21 yang telah dipotong krn tidak


berNPWP
Bulan Januari — November 20xx
𝑅𝑝 3.676.200,00
11 𝑥 𝑅𝑝278.500,00
Bulan Desember 20xx 𝑅𝑝 0,00
𝑅𝑝 3.676.200,00
PPh Pasal 21 lebih dipotong untuk diperhitungkan
pada bulan selanjutnya dalam tahun kalender
(𝑅𝑝 891.200,00)
berikutnya
Karena jumlah sebesar Rp891.200,00 sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21
terutang bulan berikutnya di tahun pajak berikutnya oleh Pemotong PPh Pasal 21, maka
jumlah yang dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak Orang Pribadi pegawai yang bersangkutan sebesar Rp2.785.000,00. Sisanya akan
diperhitungkan di bulan-bulan setelahnya.

1. Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada masa pajak terakhir, meliputi:
a. Pegawai tetap bekerja sama akhir tahun kalender sehingga masa pajak terakhir adalah
bulan Desember, dibedakan sebagai berikut:
1. Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sama/tidak berubah, maka PPh Pasal 21
yang dipotong pada bulan Desember besarnya sama dengan bulan-bulan
sebelumnya.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 35


Contoh 1.2.1 Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember
dalam hal besarnya penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
sama/tidak berubah.

Sartono pada tahun 20xx bekerja pada perusahaan PT Handa Jaya dengan memperoleh gaji
sebulan Rp9.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar 1% dari gaji. Sartono menikah
tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Sartono dari PT Handa Jaya
hanya dari gaji. Sartono ber-NPWP, Tentukan PPh Pasal 21 bulan januari.

Pembahasan:
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:

Gaji sebulan 𝑅𝑝 9.000.000,00

Pengurangan:
1. Biaya Jabatan: 5% 𝑋 𝑅𝑝9.000.000,00 𝑅𝑝 450.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 90.000,00
𝑅𝑝 540.000,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 8.460.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


𝑅𝑝101.520.000,00
12 𝑥 𝑅𝑝8.460.000,00

PTKP setahun (K/0)


- untuk WP sendiri 𝑅𝑝 54.000.000,00
- tambahan karena menikah 𝑅𝑝 4.500.000,00
𝑅𝑝58.500.000,00
Penghasilan Kena Pajak setahun 𝑅𝑝43.020.000,00
PPh Pasal 21 terutang setahun
5% 𝑥 𝑅𝑝43.020.000,00 = 𝑅𝑝2.151.000,00
PPh Pasal 21 bulan Januari
𝑅𝑝2.151.000,00 ∶ 12 = 𝑅𝑝179.250,00
Catatan:

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 36


 Biaya Jabatan adalah biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dapat dikurangkan dari penghasilan setiap orang yang bekerja sebagai pegawai
tetap tanpa memandang mempunyai jabatan ataupun tidak.
 besaran PTKP berdasarkan ketentuan baru PMK No 101 th 2016 yg mulai berlaku per
1 Januari 2016
 Contoh di atas berlaku apabila pegawai yang bersangkutan sudah memiliki NPWP.
Dalam hal pegawai yang bersangkutan belum memiliki NPWP, maka jumlah PPh
Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Januari adalah sebesar: 120% x
Rp179.250,00= Rp215.100,00.
 Untuk contoh-contoh selanjutnya diasumsikan penerima penghasilan yang dipotong
PPh Pasal 21 sudah memiliki NPWP, kecuali disebut lain dalam contoh tersebut.

Contoh 1.2.2 Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember
dalam hal besarnya penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
mengalami perubahan.

Narto, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Rap
dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp9.500.000,00, dan yang
bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Narto BARU
MEMILIKI NPWP pada bulan Juni 20xx dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT
Rap untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni.
Tentukan PPh 21.

Pembahasan
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari- Mei 20xx
adalah sebagai berikut:
Gaji dan tunjangan sebulan 𝑅𝑝 9.500.000,00

Pengurangan:
1.Biaya Jabatan:
𝑅𝑝 475.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝9.500.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 200.000,00
𝑅𝑝 675.000,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 37


Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 8.825.000,00

Penghasilan neto setahun adalah


𝑅𝑝 105.900.000,00
12 x Rp8.825.000,00

PTKP setahun (TK/0)


𝑅𝑝 54.000.000,00
- untuk WP sendiri
*PMK No 101 th 2016
Penghasilan Kena Pajak setahun 𝑅𝑝 51.900.000,00
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun:
5% × 𝑅𝑝50.000.000,00 = 𝑅𝑝2.500.000,00
15% × 𝑅𝑝1.900.000,00 = 𝑅𝑝 285.000,00
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = 𝑅𝑝2.785.000,00
PPh Pasal 21 atas gaji sebulan 𝑅𝑝2.785.000,00 ∶ 12 = 𝑅𝑝232.083,33
PPh Pasal 21 yang harus dipotong sebulan karena tidak ber NPWP:
120% 𝑥 𝑅𝑝232.083,33 = 𝑅𝑝278.500,00
yang dipotong dari Januari - Mei 20xx = 5 𝑥 𝑅𝑝278.500,00 𝑅𝑝 1.392.500,00
PPh Pasal 21 terutang apabila ber NPWP 5 𝑥 𝑅𝑝232.083,33 𝑅𝑝 1.160.416,65
Selisih (20% 𝑥 5 𝑥 𝑅𝑝232.083,33) 𝑅𝑝 232.083,35

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 20xx, setelah
yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi
kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan Juni 20xx tidak berubah, adalah sebagai
berikut:

PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dengan Perhitungan


𝑅𝑝232.083,33
sebelumnya)
Diperhitungkan dengan pemotongan atas tambahan 20% sebelum
memiliki NPWP (Januari-Mei 20xx) 20% 𝑥 5 𝑥 𝑅𝑝232.083,33 𝑅𝑝 232.083,35
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Juni 20xx Nihil

Apabila Narto baru memiliki NPWP pada akhir November 20xx dan menyerahkan fotokopi
kartu NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 20xx, dengan asumsi
penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 38


tetap dan teratur setiap bulan tersebut, maka perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong
pada bulan Desember 20xx adalah sebagai berikut:

PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dengan Perhitungan


𝑅𝑝 232.083,33
sebelumnya)
Pemotongan atas tambahan 20% sebelum memiliki NPWP
(Januari-November 20xx) 20% 𝑥 11 𝑥 𝑅𝑝232.083,33 𝑅𝑝 510.583,33
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Desember 20xx (𝑅𝑝 278.500,00)

Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk
bulan Desember 20xx, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk bulan tersebut
adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp278.500,00 dapat diperhitungkan (dikreditkan) dengan PPh
Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena jumlah
tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya,
jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan oleh pegawai
tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
yang bersangkutan.

Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 20xx, dimana Narto baru memiliki NPWP
pada akhir bulan November 20xx sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember 20xx
adalah sebagai berikut:

Gaji dan tunjangan setahun:


𝑅𝑝 114.000.000,00
𝑅𝑝9.500.000,00 𝑥 12

Pengurangan:
Biaya Jabatan
𝑅𝑝 5.700.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝114.000.000,00
luran pensiun:
𝑅𝑝 2.400.000,00
𝑅𝑝200.000,00 𝑥 12
𝑅𝑝 8.100.000,00
Penghasilan neto setahun 𝑅𝑝 105.900.000,00

PTKP setahun (TK/0)


- untuk WP sendiri 𝑅𝑝 54.000.000,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 39


*PMK No 101 th 2016
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝 51.900.000,00
PPh Pasal 21 atas penghasilan setahun
5%𝑥𝑅𝑝50.000.000,00 =
𝑅𝑝2.500.000,00
15%𝑥𝑅𝑝1.900.000,00 =
𝑅𝑝 285.000,00 𝑅𝑝2.785.000,00
Total

PPh Pasal 21 yang telah dipotong krn tidak


berNPWP
Bulan Januari — November 20xx
𝑝 3.676.200,00
11 𝑥 𝑅𝑝278.500,00
Bulan Desember 20xx 𝑅𝑝 0,00
𝑅𝑝 3.676.200,00
PPh Pasal 21 lebih dipotong untuk diperhitungkan
pada bulan selanjutnya dalam tahun kalender
(Rp 891.200,00)
berikutnya

Karena jumlah sebesar Rp891.200,00 sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang
bulan berikutnya di tahun pajak berikutnya oleh Pemotong PPh Pasal 21, maka jumlah yang
dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi pegawai yang bersangkutan sebesar Rp2.785.000,00. Sisanya akan diperhitungkan di
bulan-bulan setelahnya.

Hitungan 2
Hitungan 2 diterapkan kepada pegawai pensiun atas uang yang dibayarkan secara
berkala (bulanan). Penghitungannya dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pension bulanan yang diterima pada tahun
pertama pension, yaitu
a. Hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi
penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan dnegna banyaknya
bulan sejak pegawai yang bersngkutan menerima pensiun sampai dnegan bulan

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 40


desember (biaya pensiun = 5% dari uang pensiun dengan jumlah maksimal
Rp200.000 sebulan)
b. Penghasilan pensiun pada huruf a ditambahkan dengan pengahsilan neto dalam tahun
yang bersangkutan yang diterima atau yang diperoleh dari pemberi kerja sebelum
pegawai bersangkutan pensiun sesuai dnegan yang tercantum dalam bukti
pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.
c. Untuk menghitung penghasilan kena pajak, jumlah penghasilan pada huruf b
terssebut dikurang dengan PTKP, dan selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 atas
penghasilan kena pajak tersebut.
d. PPh Pasal 21 atas uang pensiun dalam tahun yang bersangkutan dihitung dengan cara
mengurangi PPh 21 huruf c dengan PPh Pasal 21 yang terutang dari pemberi kerja
sebelum pegawai yang bersangkutan pensiun sesuai dengan tercantum dalam bukti
pemotongan PPh Pasal 21 sebelum pensiun.
e. PPh Pasal 21 atas uang pensiun bulananya sebesar PPh Pasal 21 seperti dalam huruf
d dibagi dengan banyaknya bulan sebgaiaman dimaksud pada huruf a.

Penghitungan PPh Pasal 21 ditempat pemberi kerja sebelum pensiun


Apabila waktu pensiun sudah dapat diketahui dengan pasti pada awal tahun, misalnya
berdasarkan ketentuan yang berlaku di tempat pemberi kerja yang dikaitkan dengan usia
pegawai yang bersangkutan, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang sebulan dihitung
berdasarkan penghasilan kena pajak yang akan diperoleh dalam periode dimana pegawai
yang bersangkutan akan bekerja dalam tahun berjalan sebelum memasuki masa pensiun.
Namun, apabila waktu pensiun belum dapat diketahui dengan pasti pada waktu
menghitung PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap bulan, maka penghitungan PPh Pasal 21
didasarkan pada perkiraan penghasilan neto setahun.

Contoh 2.1.1 PPh Pasal 21 uang pensiun bulanan pada tahun pertama
Roni, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja
sebagai pegawai tetap pada PT Gembira dengan gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000, 00. Roni
setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 ke Dana Pensiun Gogor yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di
PT Gembira terhitung mulai 1 Juli 2013, Roni akan memasuki masa pensiun. Tentukan PPh 2
! Pembahasan Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 41


Gaji sebulan 𝑅𝑝 6.000.000,00
Pengurangan:
1. Biaya jabatan: 5% 𝑥 𝑅𝑝 6.000.000,00 Rp 300.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 250.000,00 𝑅𝑝 550.000,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 5.450.000,00
Penghasilan Neto 6 bulan (masa bekerja Januari s/d Juni 2013) 𝑅𝑝 32.700.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri 𝑅𝑝 24.300.000,00
- tambahan karena menikah 𝑅𝑝 2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak 𝑅𝑝 4.050.000,00
𝑅𝑝 30.375.000,00
(-)
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝 2.325.000,00
PPh Pasal 21 terutang : 5% 𝑥 𝑅𝑝 2.325.000,00 𝑅𝑝 116.250,00
PPh Pasal 21 terutang sebulan : 𝑅𝑝116.250,00 ∶ 6 𝑅𝑝 19.375,00

Pada saat Roni berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data sebagai
berikut : Gaji selama 6 bulan : 6 𝑥 𝑅𝑝 6.000.000,00
𝑅𝑝 36.000.000,00
Pengurangan:
1.Biaya jabatan : 5% 𝑥 𝑅𝑝 36.000.000,00 𝑅𝑝 1.800.000,00
2. luran pensiun : 6 𝑥 𝑅𝑝 250.000,00 Rp 1.500.000,00(+)

𝑅𝑝 3.300.000,00(-)
Penghasilan Neto selama 6 bulan 𝑅𝑝 32.700.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah 𝑅𝑝 2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak 𝑅𝑝 4.050.000,00 (+)
𝑅𝑝30.375.000,00
(- )
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝 2.325.000,00

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 42


PPh Pasal 21 terutang (5% 𝑥 𝑅𝑝 2.325.000,00) 𝑅𝑝 116.250,00
PPh Pasal 21 telah dipotong (6 𝑥 𝑅𝑝 116.250,00) 𝑅𝑝 697.500,00
𝑅𝑝 581.250,00
Apabila pemotongan PPh Pasal 21 setiap bulan didasarkan pada penghasilan yang
disetahunkan, karena pada saat perhitungan belum diketahui secara pasti saat pensiun atau
berhenti bekerja, maka pada saat penghitungan PPh Pasal 21 terutang untuk masa terakhir
(saat pensiun atau berhenti bekerja), akan terjadi kelebihan pemotongan PPh Pasal 21 atas
penghasilan pegawai yang bersangkutan, yang harus dikembalikan oleh pemotong pajak
kepada pegawai yang bersangkutan.

Perhitunga PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang membayarkan uang pensiun bulanan
Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang
bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan
uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada
tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggung
penghasilan neto dari pemberi kerja sampai denhgan pensiun perkiraan uang pensiun yang
akan diterima dalam tahun kalender yang bersnagkutan. Agar Dana Pensiun dapat melakukan
pemotongan seperti itu maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan
PPh Pasal 21 dari pemebri kerja sebelumnya.
2. Perhitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun secara bulanan pada
tahun kedua dan seterusnya, sebagai berikut.
a. Hitung pengahsilan neto sebulan yang diperoleh dengan caramengurangi penghasilan
bruto dengan dana pensiun.
b. Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dnegan cara penghitungan untk pegawai tetap atas
penghasilan teratur yang dipotong bulanan.

Hitungan 3
Hitungan 3 dapat diterapkan pada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja tidak lepas,
pemagang, dan calon pegawai. Langkah-langkah penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
1. Pegawai tidak letap atau tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai upah
harian, upah, mungguan, upah satuan, upah borongan dan upah uang saku harian.
Tentukan jumlah upah/uang saku, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau
diperoleh dalam sehari:

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 43


a. Upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari dalam smeinggu.
b. Upah satuan dikalikan dngan jumlah rata-rata satuan yang idhasilkan dalam sehari.
c. Upah borongan dibagi dnegan jumlah hariu yang digunakan untuk menyelesaikan
pekerjaan borongan.

Contoh 3.1.1 upah sehari tidka melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif fdalam
sebulan tidak melebihi Rp4.500.000

Sentot berstatus belum menikah. Pada luli 2016, ia bekerja sebagai buruh harian di PT
Harapan Sentosa. Dia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000.
Sentot menerima upah sehari tidak melebihi Rp450.000, dan upah dalam bulan
Januari sebesar 10 x Rp450.000 Rp4.500.000 (tidak melebihi Rp4.500.000). Jadi, Sentot
tidak dikenakan PPh Pasal 21 atas upah yang diterimanya. Hitungan 3b. Jika upah/uang saku
harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif
yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan tidak melebihi
Rp4.500.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
Hitungan 3b. Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi
Rp450.000 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender
yang bersangkutan tidak melebihi Rp4.500.000. PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:

PPH Pasal 21 sehari = Tarif 5% × Upah kena pajak sehari


Upah kena pajak sehari = upah sehari – Rp450.000

Contoh 3.1.2 Upah sehari melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif sebulan tidak
melebihi Rp4.500.000
Rizal Fahmi berstatus belum menikah. Ia tercatat sebagai karyawan yang bekerja sebagai
televisi di sebuah perusahaan elektronik, PT Tronika. Upah yang dibayar untuknya dihitung
berdasarkan jumlah unit/satuan yangdiselesaikannya, yaitu Rp150.000 tersebut dibayarkan
setiap minggu. Dalam waktu satu minggu (6 hari kerja), Rizal Fahmi mampu merakit 20 unit
televisi sehingga total upah yang diterimanya sebesar Rp3.000.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:


Upah sehari 𝑅𝑝3.000.000 ÷ 6 𝑅𝑝500.000
Upah kena pajak sehari 𝑅𝑝500.000 − 𝑅𝑝450,000 𝑅𝑝 50.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 44


PPh Pasal 21 sehari: 5% 𝑥 𝑅𝑝50,000 𝑅𝑝 2.500
PPh Pasal 21 atas seluruh upah (seminggu atau 6 hari): 𝑅𝑝15.000
Jika Rizal Fahmi tidak memiliki NPwP PPh Pasal 21 yang dipotong baginya menjadi
120% 𝑥 𝑅𝑝15.000 = 𝑅𝑝18.000.

Hitungan 3c. lika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan
telah melebihi Rp4.500.000, tetapi tidak melebihi Rp10.200.000 maka PPh Pasal 21 yang
harus dipotong dihitung sebagai berikut.

PPh Pasal 21 sehari = Tarif 5% x Upah kena pajak sehari


Upah kena pajak sehari = Upah sehari-PTKP yang sebenarnya sehari
PTKP yang sebenarnya sehari = PTKP setahun ÷ 360

Contoh 3.1.3 Jumlah kumulatif upah sebulan melebihi Rp4.500.000, tetapi tidak
melebihi Rp10.200.000

Marwan berstatus belum menikah. Pada September 2016. ia mengerjakan pembuatan taman
sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp6.400.000.Upah borongan tersebut tidak
termasuk material dan tanaman. Pekerjaan borongan tersebut diselesaikan dalam waktu 20
hari.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah borongan sehari: 𝑅𝑝6.400.000 ÷ 20
𝑅𝑝 320.000
PTKP sehari 𝑅𝑝54.000.000 ÷ 360
𝑅𝑝 150.000
Upah kena pajak sehari
𝑅𝑝 170.000
PPh Pasal 21 sehari: 5% 𝑥 𝑅𝑝170.000 = 𝑅𝑝 8.500
PPh Pasal 21 atas upah borongan: 20 𝑥 𝑅𝑝8.500 = 𝑅𝑝170.00

Contoh 3.1.4

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 45


Lani berstatus belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di PT Cahaya sebagai tenaga
kerja lepas dengan upah harian. Pada Oktober 2016, ia menerima upah sebesar Rp250.000
per hari.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Pada hari pertama upah kumulatif dalam bulan Oktober kurang dari Rp4.500.000 dan upah
sehari-hari kurang dari Rp450.000, sehingga Lani tidak dikenakan pajak. Hal yang sama
terjadi sampai Lani bekerja selama 17 hari karena sampai dengan hari ke-18, upah kumulatif
sebulan sebesar 18 × Rp250.000 atau sama dengan Rp4.500.000 (tidak melebihi Rp4.500.000
sebulan) dan upah sehari tidak melebihi Rp450.000.

Apabila pada hari ke-19 Lani masih bekerja di PT Cahaya, upah kumulatif Lani
menjadi 19 × Rp250.000 atau sama dengan Rp4.750.000, penghitungan PPh pasal 21 yang
dipotong oleh PT Cahaya sebagai berikut.

Upah sehari Rp250.000


Upah sehari tidak kena pajak: Rp54.000.000 ÷ 360 Rp150.000
Upah sehari kena pajak Rp100.000

PPh Pasal 21 sehari: 5% × Rp100.000 Rp 5.000

PPh terutang hari pertama s.d ke-19 seharusnya: 19 × Rp5.000 Rp 95.000


PPh telah dipotong s.d hari ke-18 Rp 0
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-19 Rp 95.000

Apabila setelah hari ke-19 ternyata Lani masih bekerja, PPh Pasal 21 yang dipotong
setiap hari adalah Rp5.000.

Hitungan 3d. Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan
telah melebihi Rp10.200.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:

PPh Pasal 21 sebulan = (Tarif Pasal 17* × PKP setahun) ÷ 12

PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan × 12) – PTKP setahun

*) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.

Contoh 3.1.5 Jumlah upah kumulatif sebulan melebihi Rp10.200.000

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 46


Rukmana berstatus menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di perusahaan elektronik
dengan upah satuan. Pada September 2016, Rukmana bekerja selama 25 hari dan
mengerjakan 50 unit barang dengan upah per unit Rp225.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah bulan September 2016: 50 × Rp225.000 Rp 11.250.000


Upah/penghasilan neto disetahunkan: 12 × Rp11.250.000 Rp135.000.000
PTKP
- Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000
- Tambahan WP menikah Rp 4.500.000
Rp 58.500.000
Penghasilan kena pajak Rp 76.500.000
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% × Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp26.500.000 Rp 3.975.000
Rp 6.475.000
PPh Pasal 21 dipotong bulan September 2016:
Rp6.475.000 ÷ 12 Rp 539.583

2. Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai menerima
upah yang dibayarkan bulanan

Hitungan 3e. Jika upah diterima secara bulanan, PPh pasal 21 yang harus dipotong sama
dengan hitungan 3d (contoh 3.1.4), adalah:

PPh Pasal 21 sebulan = (Tarif Pasal 17* × PKP setahun) ÷ 12

PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan × 12) – PTKP setahun

*) Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.

Contoh 3.1.6 Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai
menerima upah yang dibayarkan bulanan

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 47


Bagus Hermanto berstatus belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di perusahaan
garmen dengan dasar upah harian yang dibayarkan secara bulanan. Pada September 2016,
Bagus Hermanto bekerja selama 20 hari dengan menerima upah sehari sebesar Rp250.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah bulan September 2016: 20 × Rp250.000 Rp 5.000.000

Upah/penghasilan neto disetahunkan: 12 × Rp 5.000.000 Rp60.000.000


PTKP:
- Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000 (-)
Penghasilan kena pajak Rp 6.000.000

PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% × Rp6.000.000 Rp 300.000


PPh Pasal 21 dipotong bulan September 2016: Rp300.000 ÷ 12 Rp 25.000

Hitungan 4
Hitungan 4 diterapkan bagi:

1. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan bonus atau imbalan lain
yang tidak teratur;
2. Dewan komisaris/pengawas yang bukan pegawai tetap atas imbalan/honorarium yang
diterimanya;
3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan dana pensiun.

PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17* × Penghasilan bruto kumulatif

*)Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.

Contoh 4.1 Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan bonus atau
imbalan lain yang tidak teratur

Victoria Endah bekerja di PT Fajar Wisesa. Pada 1 Januari 2016, ia berhenti bekerja di
perusahaan tersebut karena pensiun. Pada Maret 2016, Victoria Endah menerima bonus tahun
2015 dari PT Fajar Wisesa sebesar Rp25.000.00.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 48


Penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong:

5% × Rp25.000.000 Rp1.250.000

Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan penghasilan kepada


mantan pegawai lebih dari satu kali maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan yang
berikutnya dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas jumlah
penghasilan bruto yang diterima dengan memperhitungkan penghasilan yang diterima
sebelumnya.

Pada Juni 2016, perusahaan menerima jasa produksi tahun 2015 sebesar
Rp35.000.000. penghitungan PPh Pasal 21:

5% × Rp25.000.000 Rp1.250.000
15% × Rp10.000.000 Rp1.500.000
PPh Pasal 21 dipotong Rp2.750.000

Contoh 4.2 Dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap
menerima imbalan/honorarium
Supri adalah seorang komisaris di PT Kanji, yang bukan sebagai pegawai tetap. Dalam tahun
2016, yaitu bulan Desember 2016 menerima honorarium sebesar Rp 60.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang:
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp10.000.000 Rp 1.500.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 4.000.000

Apabila dalam tahun kalender yang bersangkutan, dibayarkan penghasilan kepada


yang bersangkutan lebih dari 1 (satu) kali, maka PPh Pasal 21 atas pembayaran penghasilan
yang berikutnya dihitung dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh atas
jumlah penghasilan bruto kumulatif yang diterima dengan memperhitungkan penghasilan
yang telah diterima sebelumnya.
Pada bulan Desember 2016, menerima honorarium sebesar Rp60.000.000.
PPh Pasal 21 dipotong: 15% × Rp60.000.000 = Rp9.000.000

Contoh 4.3 Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan
dana pensiun

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 49


Randi adalah pegawai PT Kaya menerima gaji Rp2.000.000 sebulan. PT Kaya mengikuti
program pensiun untuk para pegawainya. PT Kaya membayar iuran dana pensiun untuk
Randi sebesar Rp100.000 sebulan ke Dana Pensiun Kaya, yang merupakan dana pensiun
yang dibentuk bagi pengelolaan uang pensiun pegawai PT Kaya yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan. Randi membayar iuran serupa ke dana pensiun yang sama
sebesar Rp50.000.

Pada April 2016, Randi memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka is
mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp20.000.000. Kemudian
pada bulan Juni 2016 dia menarik lagi dana sebesar Rp15.000.000. Kemudian bulan Oktober
2016 untuk keperluan lainnya is menarik lagi dana sebesar Rp25.000.000.

Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang:


a. atas penarikan dana sebesar Rp20.000.000 pada April 2016 terutang PPh Pasal 21
sebesar 5% x Rp20.000.000 = Rp1.000.000.
b. atas penarikan dana sebesar Rp15.000.000,00 pada bulan Juni 2016 terutang PPh
Pasal 21 sebesar 5% x Rp15.000.000 = Rp750.000
c. atas penarikan dana sebesar Rp25.000.000 pada bulan Oktober 2016 terutang PPh
Pasal 21 sebesar:
5% x Rp15.000.000 Rp 750.000
15% x Rp10.000.000 Rp1.500.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp2.250.000

Hitungan 5
Hitungan 5 diterapkan kepada bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat
berkesinambungan.
1. Hitungan 5a. Bukan pegawai yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21/26 serta tidak memperoleh
penghasilan lainnya.

PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17*) × PKP


PKP = (50% × Jumlah penghasilan bruto) – PTKP
*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Tarif ditentukan berdasarkan PKP kumulatif.
2. Hitungan 5b. Bukan pegawai tidak memiliki NPWP atau memperoleh penghasilan
lainnya dari pemotong PPh Pasal 21/26 atau memperoleh penghasilan lainnya.
Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 50
PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17*) × PKP
PKP = 50% × Penghasilan bruto
*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Tarif ditentukan berdasarkan PKP kumulatif.

Hitungan 6
Hitungan 6 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan tidak bersifat
berkesinambungan.

PPh Pasal 21 sebulan = Tarif Pasal 17*) × PKP


PKP = 50% × Penghasilan bruto
*)
Tarif PPh Pasal 17 ayat (1) huruf a.
Contoh 6.1
Bahrun (menikah, tanpa tanggungan) melakukan jasa perbaikan komputer kepada PT Cahaya
Kurnia dengan fee sebesar Rp5.000.000.
Besarnya PPh Pasar 21 adalah = 5% × 50% × Rp5.000.000 = Rp125.000
Jika Bahrun tidak mempunyai NPWP, besarnya PPh Pasal 21 yang terutang adalah
sebesar:
120% × 5% × 50% × RP5.000.000 = Rp150.000
Apabila bukan pegawai sebagaimana dalam hitungan 5 dan 6:
1. Adalah dokter yang melakukan praktik di rumah sakit dan/atau klinik, maka besarnya
jumlah penghasilan bruto adalah sebesar jasa dokter yang dibayarkan pasien melalui
rumah sakit dan/atau klinik sebelum dipotong biaya-biaya atau bagi hasil oleh rumah sakit
dan/atau klinik.
2. Melakukan penyerahan material atau barang, maka besarnya jumlah penghasilan bruto
hanya atas pemberian jasanya saja, kecuali apabila dalam kontrak/perjanjian tidak dapat
dipisahkan bagian gaji atau upah dari pegawai yang dipekerjakan tersebut, maka besarnya
penghasilan bruto tersebut adalah sebesar jumlah yang dibayarkan.

Hitungan 7
Hitungan 7 diterapkan pada peserta kegiatan yang menerima imbalan.

PPh Pasal 21 = Tarif Pasal 17 × Penghasilan bruto


Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 51
Contoh 7.1

Sony adalah seorang atlet bulu tangkis profesional Indonesia yang bertempat tinggal di
Jakarta. Ia menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah sebesar
Rp200.000.000. PPh Pasal 21 atas hadiah tersebut adalah:

5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp150.000.000 Rp22.500.000
Rp25.000.000

Hitungan 8
Hitungan 8 diterapkan pada Pejabat PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya yang
memperoleh honorarium atau imbalan yang bersumber dari APBN/APBD. PPh bersifat final.

Penerima PPh Pasal 21


 PNS Golongan I dan II, anggota TNI/Polri 0% × penghasilan bruto
golongan pangkat Perwira Tamtama dan
Bintara dan pensiunannya
 PNS Golongan III, anggota TNI/Polri 5% × penghasilan bruto
golongan pangkat Perwira Pertama dan
pensiunannya
 PNS Golongan IV, anggota TNI/Polri 15% × penghasilan bruto
golongan pangkat Perwira Menengah dan
Tinggi dan pensiunannya

Contoh 8.1

Bendahara Dinas Pendidikan Kota XX membayarkan honorarium kepada peserta Workshop


sebagai berikut.

Penerima Jumlah Keterangan


Aji Rp1.000.000 Ber-NPWP, Gol. IV
Bayu Rp 500.000 Ber-NPWP, Gol. III
Ratno Rp 500.000 Tidak ber-NPWP, Gol. II
Saskia Rp 750.000 Ber-NPWP, Gol. III

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 52


Penerima/Wajib Pajak PPh Pasal 21
Aji 15% × Rp1.000.000 = Rp150.00
Bayu 5% × Rp500.000 = Rp25.000
Ratno Tidak dikenakan pajak
Siska 5% × Rp750.000 = Rp37.500

Hitungan 9
Hitungan 9 diterapkan pada penerima uang pensiun, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua sekaligus. PPh bersifat final.

Jenis penghasilan Jumlah penghasilan PPh Pasal 21


Uang pesangon diterima  Uang pesangon kurang dari  0% × penghasilan
sekaligus Rp50.000.000 bruto
 Uang pesangon diatas  5% × penghasilan
Rp50.000.000 s.d bruto
Rp100.000.000  15% × penghasilan
 Uang pesangon diatas bruto
Rp100.000.000 s.d
Rp500.000.000
 Uang pesangon diatas  25% × penghasilan
Rp500.000.000 bruto
Uang manfaat pensiun,  Uang manfaat pensiun,  0% × penghasilan
tunjangan hari tua atau tunjangan hari tua atau jaminan bruto
jaminan hari tua sekaligus hari tua s.d Rp50.000.000  5% × penghasilan
 Uang manfaat pensiun, bruto
tunjangan hari tua atau jaminan
hari tua diatas Rp50.000.000

Contoh 9.1 Uang pesangon diterima sekaligus

Pada Juli 2016, PT Palangan membayar uang pesangon kepada pegawai yang telah purna
tugas sebagai berikut.

1. Tuan Bagus (menikah tanpa tanggungan) sebesar Rp45.000.000.


Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 53
2. Tuan Azis (menikah dengan 2 tanggungan) sebesar Rp176.000.000.

PPh Pasal 21 atas uang pesangon Tuan Bagus:


0% × Rp45.000.000 = Rp0 (NIHIL)
PPh Pasal 21 atas uang pesangon Tuan Azis:
0% × Rp50.000.000 Rp 0
5% × Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp76.000.000 Rp11.400.000
Rp11.400.000

Hitungan 9.2 Uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua diterima
sekaligus

Pada Agustus 2016, Nyonya Anindita menerima uang manfaat pensiun sebesar
Rp176.000.000

PPh Pasal 21 adalah:


0% × Rp 50.000.000 Rp 0
5% × Rp126.000.000 Rp6.300.000
Rp6.300.000

Hitungan 10
Hitungan 10 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai Subjek Pajak Luar Negeri.

PPh Pasal 26 = 20% × Penghasilan bruto

Beberapa ketentuan:
a. PPh Pasal 26 tersebut bersifat final.
b. Tarif tersebut dengan tetap memperhatikan ketentuang yang diatur dalam Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan
adalah subjek pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunya P3B dengan
Indonesia.
c. PPh Pasal 26 yang terutang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan bruto, dan tidak
boleh diperhitungkan pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.

Contoh 10.1

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 54


Mr. Geoferry menerima honorarium sebesar Rp100.000.000 dari Hotel Melia Yogyakarta.
Honorarium tersebut diperoleh sehubungan jasa konsultasi yang telah diberikannya.

PPh Pasal 26 yang dipotong oleh Hotel Melia adalah:


20% × Rp100.000.000 = Rp20.000.000

TEKNIK PENGHITUNGAN DAN PENGISIAN SPT MASA PPh PASAL 21/26

Bentuk dan Isi SPT Tahunan PPh Pasal 21


Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 wajib menggunakan SPT Masa PPh Pasal 21
dan/atau Pasal 26 dalam bentuk e-SPT dalam hal:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun atau
tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap PNS, anggota TNI/Polri,
pejabat Negara dan pensiunannya yang jumlahnya lebih dari 20 orang dalam satu masa
pajak; dan/atau
2. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 24 selain pemotongan
PPh Pasal 21 pada angka 1 dengan jumlah bukti pemotongan lebih dari 20 dokumen
dalam satu masa pajak; dan/atau
3. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak;
4. Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya lebih dari
20 dokumen dalam satu masa pajak.

Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat menggunakan SPT Masa PPh Pasal
21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau e-SPT dalam hal:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun
atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap PNS, anggota
TNI/Polri, pejabat Negara dan pensiunannya yang jumlahnya tidak lebih dari 20 orang
dalam satu masa pajak; dan/atau
2. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 24 selain pemotongan
PPh Pasal 21 pada angka 1 dengan jumlah bukti pemotongan tidak lebih dari 20
dokumen dalam satu masa pajak; dan/atau
3. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
tidak lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak;

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 55


4. Melakukan penyetoran pajak dengan SSP dan/atau bukti Pbk yang jumlahnya tidak lebih
dari 20 dokumen dalam satu masa pajak.

Mekanisme Pemungutan PPh Pasal 21/26


Kewajiban Pemotong Pajak dalam menghitung, memotong, menyetor, dan melaporkan PPh
Pasal 21 adalah:
a. Pemotong Pajak, setelah memotong pajak, wajib menyetorkan pajak tersebut ke Bank
Persepsi atau Kas Negara atau Kantor Pos dengan Menggunakan SSP selambat-
lambatnya pada tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
b. Pemotong Pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut ke KPP tempat Wajib Pajak
terdaftar dengan menggunakan SPT Masa selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan
takwim berikutnya.
c. Pemotong Pajak wajib memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21, baik diminta
maupun tidak, pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan
sebagai pegawai tetap atau penerima pensiun tunjangan hari tua/jaminan hari tua secara
berkala dan PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara dan pensiunannya. Bukti
pemotongan PPh Pasal 21 ini ada dua, yaitu bukti pemotongan PPh Pasal 21 (tidak final)
atau PPh Pasal 26 dan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (final). Bukti Pemotongan
tersebut dibuat rangkap dua, yaitu lembar pertama untuk penerima penghasilan dan
lembar kedua pemotong.
d. Pemotong Pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh Pasal 21 tahunan kepada
pegawai tetap atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua/jaminan hari tua
secara berkala kepada PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara, dan pensiunannya dalam
waktu dua bulan setelah tahun takwim berakhir. Formulir Bukti Pemotongan tersebut
dibuat rangkap dua, lembar pertama untuk penerima penghasilan dan lembar ke dua
pemotong.
e. Pada masa pajak terakhir dalam suatu tahun pajak, Pemotong Pajak berkewajiban
menghitung kembali jumlah PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan pegawai tetap
atau penerima pensiun atau penerima tunjangan hari tua/jaminan hari tua secara berkala
dan PNS, anggota TNI/Polri, pejabat negara, dan pensiunannya. Disamping melaporkan
atau menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 21 untuk satu masa pajak, pada masa pajak
terakhir (Desember), pemotong pajak juga menyampaikan daftar bukti pemotongan PPh
Pasal 21 (formulir 1721-I) bagi pegawai tetap atau penerima pensiun atau penerima

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 56


tunjangan hari tua/jaminan hari tua secara berkala kepada PNS, anggota TNI/Polri,
pejabat negara, dan pensiunannya dalam satu tahun pajak.

Referensi

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 57


Cara Penghitungan PPh Pasal 21 Terbaru. (2013, Februari 19). Retrieved October 13, 2017, from
Direktorat Jenderal Pajak: http://www.pajak.go.id/content/article/cara-penghitungan-pph-
pasal-21-terbaru

Contoh Menghitung PPh 21 Gaji Harian. (n.d.). Retrieved October 13, 2017, from Pajak Penghasilan:
Konsep dan Aplikasi: https://sites.google.com/site/referensipajak/contoh-menghitung-pph-
21-pegawai-tetap-gaji-harian

Contoh Menghitung PPh 21 Pajak Ditanggung Pemberi Kerja. (n.d.). Retrieved October 14, 2017,
from Pajak Penghasilan: Konsep dan Aplikasi:
https://sites.google.com/site/referensipajak/contoh-menghitung-pph-21-bila-pajak-
ditanggung-pemberi-kerja

PEGAWAI TETAP - CONTOH MENGHITUNG PPH 21 WANITA LEMBUR. (n.d.). Retrieved October 13,
2017, from Accurate Online: http://www.tutorialaccurate.com/index.php/33-pph-21/249-
contoh-menghitung-pph-21-wanita-lembur

PPh Pasal 21 atas Rapel dan Gaji Susulan. (n.d.). Retrieved October 13, 2017, from Nasikhudinisme:
https://nasikhudinisme.com/tag/bagaimana-cara-menghitung-pph-pasal-21-uang-rapel/

Resmi, S. (2017). Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Kelompok 6 | Pajak Penghasilan Pasal 21 58

Anda mungkin juga menyukai