Disusun Oleh:
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan
pemotongan pajak adalah:
a. Pemotong Pajak berhak atas kelebihan jumlah penyetoran PPh Pasal 21 yang terjadi
karena jumlah PPh Pasal 21 yang terutang dalam 1 tahun takwim lebih kecil dari pada
jumlah PPh Pasal 21 yang telah disetor.
b. Pemotong Pajak berhak mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu
penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) PPh Pasal 21.
c. Pemotong Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak dan
permohonan banding kepada Badan Peradilan Pajak.
a. Setiap Pemotong Pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor
Penyuluhan Pajak setempat.
b. Pemotong Pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka
pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Knator
Penyuluhan Pajak setempat.
1. Pegawai;
Pegawai merupakan orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, berdasarkan
perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis atau tidak tertulis untuk
melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh
imbalan yang dibayarkan berdasrkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan, atau
ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja. Pegawai tetap adalah pegawai yang
menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur.
2. Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau
jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
3. Bukan pegawai adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap/tenaga
kerja lepas yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun sebagai
imbalan yang dilakukan berdasrkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan.
Yang termasuk bukan pegawai adalah:
a. tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan,
arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama,
penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
1. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing, dan orang-
orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal
bersama mereka;
2. Pejabat perwakilan organisasi internasional
1. penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa penghasilan yang
bersifat teratur maupun tidak teratur;
2. penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima Pensiun secara teratur berupa uang
pensiun atau penghasilan sejenisnya;
3. penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
4. imbalan kepada bukan pegawai, anatar lain berupa honorarium, kimisi, fee, dan imbalan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
5. imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang repesentasi, uang
rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan
imbalan sejenis dengan nama apa pun;
6. penghasilan berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua yang
dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 tahun sejak pegawai
berhenti bekerja;
Jika penghasilan tersebut diterima oleh Subjek Pajak luar negeri merupakan penghasilan
yang dipotong PPh Pasal 26.
Beberapa penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final adalah:
1. Penghasilan berupa uang pesangon yang dibayar sekaligus oleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
2. Penghasilan berupa uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, yang
dibayarkan sekaligus oleh Badan Penyelenggara Pensiun atau Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3. Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, uan hadir, uang lembur,
imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain dengan nama apa pun yang diterima oleh pejabat
negara.
1. Tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dengan ketentuan
sebagai berikut.
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
Rp 0 s.d. Rp 50.000.000 5%
Di atas Rp 50.000.000 s.d. Rp 250.000.000 15%
Di atas Rp 250.000.000 s.d. Rp 500.000.000 25%
Di atas Rp 500.000.000 30%
2. Tarif khusus
a. Tarif khusus berikut diterapkan atas penghasilan yang bersumber dari APBN yang
diterima oleh Pejabat PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya.
Tarif PPh Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki NPWP
menjadi lebih tinggi 20% dari pada tarif yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP. Kepemilikan NPWP dapat dibuktikan oleh Wajib Pajak antara lain,
dengan cara menunjukkan kartu NPWP.
Contoh:
Pajak penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah:
Jumlah Rp 6.250.000
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah:
Jumlah Rp 7.500.000
Besarnya tarif dan dasar pengenaan pajak ditentukan oleh kelompok penerima penghasilan
dan jenis penghasilan.
Hitungan 1
Hitungan 1 diterapkan kepada pegawai tetap. Penghitungannya dikelompokkan menjadi dua,
yaitu:
1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur
setiap bulan selain bulan Desember atau bulan ketika pegawai tetap berhenti bekerja,
terdiri atas:
a. Pegawai tetap menerima gaji bulanan;
b. Pegawai tetap menerima gaji mingguan dan harian;
c. Pegawai tetap menerima uang rapel;
d. Pegawai tetap menerima bonus, gratifikasi, jasa produksi, dan lainnya (bersifat tidak
teratur);
e. Pegawai tetap dipindah tugaskan dalam tahun berjalan;
Tahapan penghitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur berupa gaji teratur
secara bulanan, harian, dan mingguan
a) Untuk menghitung PPh Pasal 21 atas penghasilan pegawai tetap, telebih dahulu
dihitung penghasilan bruto yang diterima atau diperoleh selama sebulan yang meliputi
seluruh gaji, segala jenis tunjangan, dan pembayaran teratur lainnya, termasuk uang
lembur dan pembayaran sejenisnya.
b) Untuk perusahaan yang masuk program BPJS ketenagakerjaan, Premi Jaminan
Kecelakaan Kerja (JKK), Premi Jaminan Kematian (JK), dan Premi Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) yang dibayar oleh pemberi kerja merupakan
penghasilan bagi pegawai.
c) Selanjutnya, dihitung jumlah penghasilan neto sebula yang diperoleh.
d) Selanjutnya, dihitung penghasilan neto setahun, yaitu jumlah penghasilan neto
sebulan dikalikan 12.
e) Penghasilan neto setahun dihitung dengan mengalikan penghasilan neto sebulan
dengan banyaknya bulan sejak pegawai yang bersangkutan mulai bekerja sampai
dengan bulan Desember.
f) Selanjutnya, dihitung Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan Tarif Pasal 17
ayat (1) huruf a UU PPh, yaitu sebesar Penghasilan neto setahun pada huruf d atau e
diatas dikurangi dengan PTKP.
g) Setelah diperoleh PPh terutang dengan menerapkan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a UU
PPh terhadap Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf f,
selanjutnya dihitung PPh Pasal 21 sebulan, yang harus dipotong dan/atau disetor ke
kas negara sebesar:
Penghitungan PPh Pasal 21 bagi pegawai tetap atas penghasilan yang bersifat tetap secara
umum dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penghasilan Bruto
1. Gaji sebulan Rp ×××
2. Tunjangan PPh Rp ×××
3. Tunjangan hororarium lainnya Rp ×××
4. Premi JKK, JK, JHT, JPT dibayar Rp ×××
pemberi kerja
5. Premi asuransi yang dibayar pemberi Rp ×××
kerja
6. Penerimaan dalam bentuk natura yang Rp ×××
dikenakan pemotongan PPh Pasal 21
7. Jumlah penghasilan bruto Rp ×××
Pengurangan
8. Biaya jabatan (5% × penghasilan bruto, Rp ×××
maksimal Rp 500.000 sebulan)
9. Iuran pensiun atau iuran THT/JHT (yang Rp ×××
dibayar oleh penerima penghasilan)
10. Jumlah pengurangan (jumlah 8 + 9) Rp ×××
Catatan :
Tommy Hakim bekerja di Universitas Nusantara dengan gaji pokok Rp 6.000.000. Tommy
membayar iuran pensiun Rp 100.000.000. Tommy sudah menikah tetapi belum mempunyai
anak.
Budi Karyanto pegawai pada perusahaan PT Candra Kirana, menikah tanpa anak,
memperoleh gaji sebulan Rp3.000.000,00. PT Candra Kirana mengikuti program Jamsostek,
premi Jaminan Kecelakaan Kerja dan premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja
dengan jumlah masing-masing 0,50% dan 0,30% dari gaji. PT Candra Kirana menanggung
iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji sedangkan Budi Karyanto
membayar iuran Jaminan Hari Tua sebesar 2,00% dari gaji setiap bulan. Disamping itu PT
Candra Kirana juga mengikuti program pensiun untuk pegawainya. PT Candra Kirana
membayar iuran pensiun untuk Budi Karyanto ke dana pensiun, yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan, setiap bulan sebesar Rp100.000,00, sedangkan Budi
Karyanto membayar iuran pensiun sebesar Rp50.000,00. Pada bulan Juli 2013 Budi Karyanto
hanya menerima pembayaran berupa gaji. Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Juli 2013 adalah
sebagai berikut:
Gaji Baru Bulan Juli + Rapel Kenaikan Gaji Januari s.d. Juni 2014
= Rp 25.000.000,- + Rp 30.000.000,-
= Rp 55.000.000,-
PPh Pasal 21
5% x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000,-
15% x Rp 157.675.000,- Rp 23.651.250,-
Jumlah PPh Pasal 21Terutang Setahun Rp 26.151.250,-
PPh Pasal 21 Terutang sebulan Rp 2.179.271,-
PPh Pasal 21
5% x Rp 50.000.000,- Rp 2.500.000,-
15% x Rp 200.000.000,- Rp 30.000.000,-
25% x Rp 17.675.000,- Rp 4.418.750,-
Jumlah PPh Pasal 21Terutang Setahun Rp 36.918.750,-
PPh Pasal 21 Terutang sebulan Rp 3.076.563,-
PPh Pasal 21 atas Uang rapel sebulan adalah selisih antara perhitungan b dengan
perhitungan a, yaitu :
Rp 3.076.563,- – Rp 2.179.271,- = Rp 897.292
Sehingga PPh Pasal 21 atas rapel selama 6 bulan adalah 6 x Rp 897.292,- = Rp 5.383.752,-
Jadi dapat disimpulkan bahwa perhitungan PPh Pasal 21 atas rapel ini mirip dengan
perhitungan PPh Pasal 21 atas Bonus atau THR.
Sehingga PPh Pasal 21 yang harus dibayar Sdr. Afrilia Irdan pada bulan Juli 2014 adalah
PPh Pasal 21 atas gaji baru bulan Juli 2014 + PPh Pasal 21 atas uang rapel
= Rp 3.076.563,- + Rp 5.383.752,-
= Rp 8.460.315,-
Contoh 1.1.13 Pegawai tetap yang kewajiban pajak subjektifnya sebagai subjek pajak
dalam negeri dimulai setelah permulaan tahun pajak, dan mulai bekerja
pada tahun berjalan
David Raisita (K/3) mulai bekerja pada 1 September 2016. Ia bekerja di Indonesia sampai
dengan Agustus 2017. Selama 2016, ia menerima gaji per bulan sebesar Rp 20.000.000
Perhitungan PPh Pasal 21 tahun 2016 adalah :
Gaji sebulan Rp 20.000.000
Pengurangan :
Biaya jabatan : 5% × Rp 20.000.000 = Rp 1.000.000
maksimum diperkenankan Rp 500.000
Penghasilan neto sebulan Rp 19.500.000
Penghasilan neto selama 4 bulan : 4 × Rp 19.500.000 Rp 78.000.000
Perhitungan PPh Pasal 21 yang terutang selama bekerja di PT Mahakam Utama dalam
tahun kalender 2016 (sampai dengan September 2016) dilakukan pada saat berhenti
bekerja :
Gaji (Januari s.d. September 2016) : 9 × Rp 7.500.000 Rp 67.500.000
Pengurangan :
1. Biaya jabatan : 5% × Rp 67.500.000 Rp 3.375.000
2. Iuran pensiun : 9 × Rp 100.000 Rp 900.000
Rp 4.275.000
Penghasilan neto 9 bulan Rp 63.225.000
PTKP
Untuk WP sendiri Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp 9.225.000
PPh Pasal 21 terutang untuk masa Januari s.d. September 2016 Rp 461.250
PPh Pasal 21 yang sudah dipotong sampai dengan bulan
Agustus 2016 :
8 × Rp 126.250 Rp 1.010.000 (-)
PPh Pasal 21 lebih dipotong Rp 548.750
Catatan :
Contoh 1.1.15 Pegawai berhenti bekerja pada tahun berjalan dan sekaligus kehilangan
kewajiban pajak ubjektif
Lewis Oshea (K/3) mulai bekerja pada Mei 2010 dan berhenti bekerja sejak 1 Julli 2016. Ia
meninggalkan Indonesia dan kembali ke negara asalnya (kehilangan kewajiban pajak
subjektif). Selama 2016, ia menerima gaji perbulan sebesar Rp 15.000.000 dan di bulan April
2016, ia menerima bonus sebesar Rp 20.000.000.
B. Perhitungan kembali PPh pasal 21 terutang pada saat pegawai yang bersangkutan
berhenti dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
Gaji selama 5 bulan: (5 × 𝑅𝑝15.000.000) 𝑅𝑝 75.000.000
Bonus 𝑅𝑝 20.000.000
𝑅𝑝 95.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% 𝑥 𝑅𝑝95.000.000 = 𝑅𝑝4.750.000
Maksimum diperkenankan 5 × 𝑅𝑝 500.000 𝑅𝑝 2. 500.000
Penghasilan neto selama 5 bulan 𝑅𝑝 92.500.000
Jumlah seluruh penghasilan neto disetahunkan 𝑅𝑝222.000.000
12/5 × 𝑅𝑝92.500.000
PTKP (K/3)
untuk Wajib Pajak 𝑅𝑝54.000.000
tambahan WP kawin 𝑅𝑝 4.500.000
tambahan 3 orang anak(3 𝑥 𝑅𝑝4.500.000) 𝑅𝑝13.500.000
𝑅𝑝 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝150.000.000
PPh Pasal 21 atas gaji setahun:
5% 𝑥 𝑅𝑝50.000.000 𝑅𝑝 2.500.000
15% 𝑥 𝑅𝑝100.000.000 𝑅𝑝 15.000.000
𝑅𝑝17.500.000
PPh Pasal 21 terutang atas penghasilan 5 bulan 𝑅𝑝 7.291.667
5/12 × 𝑅𝑝17.500.000
Contoh 1.1.16 Pegawai tetap yang penghasilannya sebagian atau seluruhnya diperoleh
dalam mata uang asing
Neill McLeary tercatat sebagai seorang pegawai tetap di sebuah perusahaan. Pada Januari
2016, ia memperoleh gaji dalam mata uang asing sebesar US$2.000 sebulan. Kurs yan
berlaku untuk bulan Januari berdasarkan keputusan Menteri Keuangan sebesar 2016
Rp13.000 per Ussi. Neill Mc bersetatus menikah dengan satu anak.
Perhitungan PPh Pasal 21 adalah:
Gaji sebulan: 𝑈𝑆$2.000 × 𝑅𝑝13.000 𝑅𝑝 26.000.000
Pengurangan:
Biaya jabatan: 5% 𝑥 𝑅𝑝26.000.000 = 𝑅𝑝1.300.000
Maksimum diperkenankan 𝑅𝑝 500.000
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 25.500.000
Penghasilan neto setahun 12 × 𝑅𝑝25.500.000 𝑅𝑝306.000.000
PTKP
untuk WP sendiri 𝑅𝑝 54.000.000
Penghasilan kena pajak 𝑅𝑝252.000.000
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% 𝑥 𝑅𝑝50.000.000 𝑅𝑝 2.500.000
15% 𝑥 𝑅𝑝200.000.000 𝑅𝑝 30.000.000
25% 𝑥 𝑅𝑝2.000.000 𝑅𝑝 500.000
𝑅𝑝33.000.000
PPh Pasal 21 bulan januari: 𝑅𝑝33.000.000 ÷ 12 𝑅𝑝 2.750.000
Apabila pegawai tetap, PPh Pasal 21 atas gaji pegawai tetap ditanggung oleh pemberi kerja,
pajak yang ditanggung pemberi kerja tersebut termasuk dalam pengertian kenikmatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b dan bukan merupakan penghasilan
pegawai yang bersangkutan.
Contoh 1.1.17 Pegawai tetap yang PPh Pasal 21-nya sebagian ditanggung pemberi kerja
Jadul adalah seorang pegawai dari PT Modern dengan status menikah dan mempunyai 3
orang anak. Dia menerima gaji Rp10.000.000,00 sebulan dan PPh ditanggung oleh pemberi
kerja. Tiap bulan is membayar iuran pensiun ke dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar Rp150.000,00. Penghitungan PPh Pasal 21 untuk
bulan Juli 20xx dalam hal Jadul hanya menerima pembayaran gaji saja, maka PPh 21 untuk
Jadul dihitung seperti perhitungan berikut ini.
Pengurang
1. Biaya Jabatan 5% x
𝑅𝑝 500.000,00
Rp10.000.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 150.000,00
𝑅𝑝 650.000,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 9.350.000,00
Apabila kepada pegawai tetap diberikan tunjangan pajak maka tunjangan pajak tersebut
merupakan penghasilan pegawai yang bersangkutan dan ditambahkan dan diambilkan pada
penghasilan yang diterimanya
Jemu (status belum menikah dan tidak mempunyai tanggungan) bekerja pada PT Rakus
dengan memperoleh gaji sebesar Rp8.500.000,00 sebulan. Kepada Jemu diberikan tunjangan
pajak sebesar Rp25.000,00. luran pensiun yang dibayar oleh Jemu adalah sebesar
Rp25.000,00 sebulan. Pertanyaannya adalah berapa PPh 21 untuk Jemu misalnya untuk bulan
September?
PPh Pasal 21 bulan September 20xx dalam hal Jemu tidak menerima penghasilan dari PT
Rakus selain gaji adalah dihitung dengan perhitungan sebagaimana ditunjukkan dalam
penghitungan berikut ini:
Gaji sebulan 𝑅𝑝 8.500.000,00
Tunjangan pajak 𝑅𝑝 25.000,00
Penghasilan bruto sebulan 𝑅𝑝 8.525.000,00
Pengurang
1. Biaya Jabatan 5% × 𝑅𝑝8.525.000,00 𝑅𝑝 426.250,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 25.000,00
𝑅𝑝 451.250,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 8.073.750,00
Contoh 1.1.19 Pegawai tetap memperoleh penghasilan dalam bentuk natura dan
kenikmatan lainnya yang memberikan oleh Wajib Pajak yang pengenaan
Pajak Penghasilannya bersifat final atau berdasarkan Nomor
Perhitungan Khusus (Deemed Profit)
Jupri adalah warga negara RI yang bekerja pada suatu perwakilan dagang asing yang
pengenaan pajaknya menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit). Pada bulan
Agustus 20xx, Jupri memperoleh gaji sebesar Rp7.500.000,00 sebulan beserta beras 50 kg
dan gula 10 kg. Jupri berstatus menikah dengan 1 orang anak. Nilai uang dari beras dan gula
dihitung berdasarkan harga pasar yaitu : Harga beras Rp 10.000,00 per kg. Harga gula Rp
8.000,00 per kg. PPh 21 Jupri dapat dihitung seperti dalam pembahasan penghitungan PPh
Pasal 21 berikut.
Gaji sebulan 𝑅𝑝 7.500.000,00
Beras : 50 × 𝑅𝑝 10.000,00 𝑅𝑝 500.000,00
Gula : 10 × 𝑅𝑝 8.000,00 𝑅𝑝 80.000,00
Penghasilan bruto sebulan 𝑅𝑝 8.080.000,00
Pengurang
Biaya Jabatan
𝑅𝑝 404.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝8.080.000,00
PTKP (K1)*
- untuk WP sendiri 𝑅𝑝54.000.000,00
- tambahan karena menikah 𝑅𝑝 4.500.000,00
- tambahan untuk 1 orang anak 𝑅𝑝 4.500.000,00
𝑅𝑝63.000.000,00* *PMK
no.101 th 2016
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝29.112.000,00
PPh Pasal 21 setahun adalah 5% 𝑥 𝑅𝑝29.112.000,00 = 𝑅𝑝 1.455.600,00
PPh Pasal 21 bulan Agustus : 𝑅𝑝338.100,00 ∶ 12 = 𝑅𝑝 121.300,00
Narto, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Rap
dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp9.500.000,00, dan yang
bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Narto BARU
MEMILIKI NPWP pada bulan Juni 20xx dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT
Rap untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni. Tentukan PPh 21
Pembahasan:
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari- Mei 20xx
adalah sebagai berikut:
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan:
𝑅𝑝 475.000,00
5% × 𝑅𝑝9.500.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 200.000,00
𝑅𝑝 675.000,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 8.825.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 20xx,
setelah yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada
pemberi kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan Juni 20xx tidak berubah,
adalah sebagai berikut:
PPh Pasal 21 terutang sebulan (sama dengan Perhitungan
𝑅𝑝232.083,33
sebelumnya)
Diperhitungkan dengan pemotongan atas tambahan 20%
sebelum memiliki NPWP (Januari-Mei 20xx)
𝑅𝑝 232.083,35
20% 𝑥 5 𝑥 𝑅𝑝232.083,33
PPh Pasal 21 yang harus dipotong bulan Juni 20xx Nihil
Apabila Narto baru memiliki NPWP pada akhir November 20xx dan menyerahkan fotokopi
kartu NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 20xx, dengan asumsi
penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan
Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21
terutang untuk bulan Desember 20xx, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk
bulan tersebut adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp278.500,00 dapat diperhitungkan (dikreditkan)
dengan PPh Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena
jumlah tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan
berikutnya, jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan
oleh pegawai tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak
Orang Pribadi yang bersangkutan.
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 20xx, dimana Narto baru memiliki
NPWP pada akhir bulan November 20xx sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember
20xx adalah sebagai berikut:
Pengurangan:
BiayaJabatan
𝑅𝑝 5.700.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝114.000.000,00
luranpensiun:
𝑅𝑝 2.400.000,00
𝑅𝑝200.000,00 𝑥 12
𝑅𝑝 8.100.000,00
Penghasilan neto setahun 𝑅𝑝 105.900.000,00
1. Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada masa pajak terakhir, meliputi:
a. Pegawai tetap bekerja sama akhir tahun kalender sehingga masa pajak terakhir adalah
bulan Desember, dibedakan sebagai berikut:
1. Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sama/tidak berubah, maka PPh Pasal 21
yang dipotong pada bulan Desember besarnya sama dengan bulan-bulan
sebelumnya.
Sartono pada tahun 20xx bekerja pada perusahaan PT Handa Jaya dengan memperoleh gaji
sebulan Rp9.000.000,00 dan membayar iuran pensiun sebesar 1% dari gaji. Sartono menikah
tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan Januari penghasilan Sartono dari PT Handa Jaya
hanya dari gaji. Sartono ber-NPWP, Tentukan PPh Pasal 21 bulan januari.
Pembahasan:
Penghitungan PPh Pasal 21 bulan Januari adalah sebagai berikut:
Pengurangan:
1. Biaya Jabatan: 5% 𝑋 𝑅𝑝9.000.000,00 𝑅𝑝 450.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 90.000,00
𝑅𝑝 540.000,00
Penghasilan neto sebulan 𝑅𝑝 8.460.000,00
Contoh 1.2.2 Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada bulan Desember
dalam hal besarnya penghasilan tetap dan teratur setiap bulan
mengalami perubahan.
Narto, status belum menikah dan tidak memiliki tanggungan keluarga, bekerja pada PT Rap
dengan memperoleh gaji dan tunjangan setiap bulan sebesar Rp9.500.000,00, dan yang
bersangkutan membayar iuran pensiun kepada perusahaan Dana Pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan setiap bulan sebesar Rp200.000,00. Narto BARU
MEMILIKI NPWP pada bulan Juni 20xx dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada PT
Rap untuk digunakan sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 21 bulan Juni.
Tentukan PPh 21.
Pembahasan
Perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap bulan untuk bulan Januari- Mei 20xx
adalah sebagai berikut:
Gaji dan tunjangan sebulan 𝑅𝑝 9.500.000,00
Pengurangan:
1.Biaya Jabatan:
𝑅𝑝 475.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝9.500.000,00
2. luran pensiun 𝑅𝑝 200.000,00
𝑅𝑝 675.000,00
Penghitungan PPh Pasal 21 terutang dan yang harus dipotong untuk bulan Juni 20xx, setelah
yang bersangkutan memiliki NPWP dan menyerahkan fotokopi kartu NPWP kepada pemberi
kerja, dengan catatan gaji dan tunjangan untuk bulan Juni 20xx tidak berubah, adalah sebagai
berikut:
Apabila Narto baru memiliki NPWP pada akhir November 20xx dan menyerahkan fotokopi
kartu NPWP sebelum pemotongan PPh Pasal 21 untuk bulan Desember 20xx, dengan asumsi
penghasilan setiap bulan besarnya sama dan tidak ada penghasilan lain selain penghasilan
Karena jumlah yang diperhitungkan lebih besar daripada jumlah PPh Pasal 21 terutang untuk
bulan Desember 20xx, maka jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk bulan tersebut
adalah Nihil. Jumlah sebesar Rp278.500,00 dapat diperhitungkan (dikreditkan) dengan PPh
Pasal 21 untuk bulan-bulan selanjutnya dalam tahun kalender berikutnya. Karena jumlah
tersebut sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang untuk bulan-bulan berikutnya,
jumlah tersebut tidak termasuk dalam kredit pajak yang dapat diperhitungkan oleh pegawai
tetap dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
yang bersangkutan.
Perhitungan PPh Pasal 21 terutang untuk tahun 20xx, dimana Narto baru memiliki NPWP
pada akhir bulan November 20xx sebelum pemotongan PPh Pasal 21 bulan Desember 20xx
adalah sebagai berikut:
Pengurangan:
Biaya Jabatan
𝑅𝑝 5.700.000,00
5% 𝑥 𝑅𝑝114.000.000,00
luran pensiun:
𝑅𝑝 2.400.000,00
𝑅𝑝200.000,00 𝑥 12
𝑅𝑝 8.100.000,00
Penghasilan neto setahun 𝑅𝑝 105.900.000,00
Karena jumlah sebesar Rp891.200,00 sudah diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 terutang
bulan berikutnya di tahun pajak berikutnya oleh Pemotong PPh Pasal 21, maka jumlah yang
dapat dikreditkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang
Pribadi pegawai yang bersangkutan sebesar Rp2.785.000,00. Sisanya akan diperhitungkan di
bulan-bulan setelahnya.
Hitungan 2
Hitungan 2 diterapkan kepada pegawai pensiun atas uang yang dibayarkan secara
berkala (bulanan). Penghitungannya dikelompokan menjadi dua, yaitu:
1. Perhitungan PPh Pasal 21 atas uang pension bulanan yang diterima pada tahun
pertama pension, yaitu
a. Hitung penghasilan neto sebulan yang diperoleh dengan cara mengurangi
penghasilan bruto dengan biaya pensiun, kemudian dikalikan dnegna banyaknya
bulan sejak pegawai yang bersngkutan menerima pensiun sampai dnegan bulan
Contoh 2.1.1 PPh Pasal 21 uang pensiun bulanan pada tahun pertama
Roni, berstatus kawin dengan 2 (dua) orang anak yang masih menjadi tanggungan, bekerja
sebagai pegawai tetap pada PT Gembira dengan gaji sebulan sebesar Rp 6.000.000, 00. Roni
setiap bulan membayar iuran pensiun sebesar Rp 250.000,00 ke Dana Pensiun Gogor yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. Berdasarkan ketentuan yang berlaku di
PT Gembira terhitung mulai 1 Juli 2013, Roni akan memasuki masa pensiun. Tentukan PPh 2
! Pembahasan Penghitungan PPh Pasal 21 sebulan :
Pada saat Roni berhenti bekerja dan memasuki masa pensiun, maka pemberi kerja
memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 (Form 1721 Al) dengan data sebagai
berikut : Gaji selama 6 bulan : 6 𝑥 𝑅𝑝 6.000.000,00
𝑅𝑝 36.000.000,00
Pengurangan:
1.Biaya jabatan : 5% 𝑥 𝑅𝑝 36.000.000,00 𝑅𝑝 1.800.000,00
2. luran pensiun : 6 𝑥 𝑅𝑝 250.000,00 Rp 1.500.000,00(+)
𝑅𝑝 3.300.000,00(-)
Penghasilan Neto selama 6 bulan 𝑅𝑝 32.700.000,00
PTKP setahun (TK/2)
- untuk WP sendiri Rp 24.300.000,00
- tambahan karena menikah 𝑅𝑝 2.025.000,00
- tambahan untuk 2 orang anak 𝑅𝑝 4.050.000,00 (+)
𝑅𝑝30.375.000,00
(- )
Penghasilan Kena Pajak 𝑅𝑝 2.325.000,00
Perhitunga PPh Pasal 21 oleh Dana Pensiun yang membayarkan uang pensiun bulanan
Untuk kemudahan dan kesederhanaan bagi pegawai yang pensiun dalam hal yang
bersangkutan tidak mempunyai penghasilan selain dari pekerjaan dari satu pemberi kerja dan
uang pensiun, Dana Pensiun menghitung pemotongan PPh Pasal 21 atas uang pensiun pada
tahun pertama pegawai menerima uang pensiun dengan berdasarkan pada gunggung
penghasilan neto dari pemberi kerja sampai denhgan pensiun perkiraan uang pensiun yang
akan diterima dalam tahun kalender yang bersnagkutan. Agar Dana Pensiun dapat melakukan
pemotongan seperti itu maka penerima pensiun harus segera menyerahkan bukti pemotongan
PPh Pasal 21 dari pemebri kerja sebelumnya.
2. Perhitungan PPh Pasal 21 atas pembayaran uang pensiun secara bulanan pada
tahun kedua dan seterusnya, sebagai berikut.
a. Hitung pengahsilan neto sebulan yang diperoleh dengan caramengurangi penghasilan
bruto dengan dana pensiun.
b. Selanjutnya PPh Pasal 21 dihitung dnegan cara penghitungan untk pegawai tetap atas
penghasilan teratur yang dipotong bulanan.
Hitungan 3
Hitungan 3 dapat diterapkan pada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja tidak lepas,
pemagang, dan calon pegawai. Langkah-langkah penghitungan PPh Pasal 21 adalah:
1. Pegawai tidak letap atau tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai upah
harian, upah, mungguan, upah satuan, upah borongan dan upah uang saku harian.
Tentukan jumlah upah/uang saku, atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau
diperoleh dalam sehari:
Contoh 3.1.1 upah sehari tidka melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif fdalam
sebulan tidak melebihi Rp4.500.000
Sentot berstatus belum menikah. Pada luli 2016, ia bekerja sebagai buruh harian di PT
Harapan Sentosa. Dia bekerja selama 10 hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000.
Sentot menerima upah sehari tidak melebihi Rp450.000, dan upah dalam bulan
Januari sebesar 10 x Rp450.000 Rp4.500.000 (tidak melebihi Rp4.500.000). Jadi, Sentot
tidak dikenakan PPh Pasal 21 atas upah yang diterimanya. Hitungan 3b. Jika upah/uang saku
harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif
yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan tidak melebihi
Rp4.500.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
Hitungan 3b. Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi
Rp450.000 dan jumlah kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender
yang bersangkutan tidak melebihi Rp4.500.000. PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
Contoh 3.1.2 Upah sehari melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif sebulan tidak
melebihi Rp4.500.000
Rizal Fahmi berstatus belum menikah. Ia tercatat sebagai karyawan yang bekerja sebagai
televisi di sebuah perusahaan elektronik, PT Tronika. Upah yang dibayar untuknya dihitung
berdasarkan jumlah unit/satuan yangdiselesaikannya, yaitu Rp150.000 tersebut dibayarkan
setiap minggu. Dalam waktu satu minggu (6 hari kerja), Rizal Fahmi mampu merakit 20 unit
televisi sehingga total upah yang diterimanya sebesar Rp3.000.000.
Hitungan 3c. lika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan
telah melebihi Rp4.500.000, tetapi tidak melebihi Rp10.200.000 maka PPh Pasal 21 yang
harus dipotong dihitung sebagai berikut.
Contoh 3.1.3 Jumlah kumulatif upah sebulan melebihi Rp4.500.000, tetapi tidak
melebihi Rp10.200.000
Marwan berstatus belum menikah. Pada September 2016. ia mengerjakan pembuatan taman
sebuah rumah dengan upah borongan sebesar Rp6.400.000.Upah borongan tersebut tidak
termasuk material dan tanaman. Pekerjaan borongan tersebut diselesaikan dalam waktu 20
hari.
Penghitungan PPh Pasal 21:
Upah borongan sehari: 𝑅𝑝6.400.000 ÷ 20
𝑅𝑝 320.000
PTKP sehari 𝑅𝑝54.000.000 ÷ 360
𝑅𝑝 150.000
Upah kena pajak sehari
𝑅𝑝 170.000
PPh Pasal 21 sehari: 5% 𝑥 𝑅𝑝170.000 = 𝑅𝑝 8.500
PPh Pasal 21 atas upah borongan: 20 𝑥 𝑅𝑝8.500 = 𝑅𝑝170.00
Contoh 3.1.4
Pada hari pertama upah kumulatif dalam bulan Oktober kurang dari Rp4.500.000 dan upah
sehari-hari kurang dari Rp450.000, sehingga Lani tidak dikenakan pajak. Hal yang sama
terjadi sampai Lani bekerja selama 17 hari karena sampai dengan hari ke-18, upah kumulatif
sebulan sebesar 18 × Rp250.000 atau sama dengan Rp4.500.000 (tidak melebihi Rp4.500.000
sebulan) dan upah sehari tidak melebihi Rp450.000.
Apabila pada hari ke-19 Lani masih bekerja di PT Cahaya, upah kumulatif Lani
menjadi 19 × Rp250.000 atau sama dengan Rp4.750.000, penghitungan PPh pasal 21 yang
dipotong oleh PT Cahaya sebagai berikut.
Apabila setelah hari ke-19 ternyata Lani masih bekerja, PPh Pasal 21 yang dipotong
setiap hari adalah Rp5.000.
Hitungan 3d. Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan
telah melebihi Rp10.200.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:
2. Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai menerima
upah yang dibayarkan bulanan
Hitungan 3e. Jika upah diterima secara bulanan, PPh pasal 21 yang harus dipotong sama
dengan hitungan 3d (contoh 3.1.4), adalah:
Contoh 3.1.6 Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang, dan calon pegawai
menerima upah yang dibayarkan bulanan
Hitungan 4
Hitungan 4 diterapkan bagi:
1. Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan bonus atau imbalan lain
yang tidak teratur;
2. Dewan komisaris/pengawas yang bukan pegawai tetap atas imbalan/honorarium yang
diterimanya;
3. Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan dana pensiun.
Contoh 4.1 Mantan pegawai yang menerima jasa produksi, gratifikasi, dan bonus atau
imbalan lain yang tidak teratur
Victoria Endah bekerja di PT Fajar Wisesa. Pada 1 Januari 2016, ia berhenti bekerja di
perusahaan tersebut karena pensiun. Pada Maret 2016, Victoria Endah menerima bonus tahun
2015 dari PT Fajar Wisesa sebesar Rp25.000.00.
5% × Rp25.000.000 Rp1.250.000
Pada Juni 2016, perusahaan menerima jasa produksi tahun 2015 sebesar
Rp35.000.000. penghitungan PPh Pasal 21:
5% × Rp25.000.000 Rp1.250.000
15% × Rp10.000.000 Rp1.500.000
PPh Pasal 21 dipotong Rp2.750.000
Contoh 4.2 Dewan komisaris/pengawas yang tidak merangkap sebagai pegawai tetap
menerima imbalan/honorarium
Supri adalah seorang komisaris di PT Kanji, yang bukan sebagai pegawai tetap. Dalam tahun
2016, yaitu bulan Desember 2016 menerima honorarium sebesar Rp 60.000.000.
Penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang:
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp10.000.000 Rp 1.500.000
PPh Pasal 21 yang harus dipotong Rp 4.000.000
Contoh 4.3 Peserta program pensiun yang masih berstatus pegawai atas penarikan
dana pensiun
Pada April 2016, Randi memerlukan biaya untuk perbaikan rumahnya maka is
mengambil iuran dana pensiun yang telah dibayar sendiri sebesar Rp20.000.000. Kemudian
pada bulan Juni 2016 dia menarik lagi dana sebesar Rp15.000.000. Kemudian bulan Oktober
2016 untuk keperluan lainnya is menarik lagi dana sebesar Rp25.000.000.
Hitungan 5
Hitungan 5 diterapkan kepada bukan pegawai yang menerima imbalan bersifat
berkesinambungan.
1. Hitungan 5a. Bukan pegawai yang telah memiliki NPWP dan hanya memperoleh
penghasilan dari hubungan kerja dengan Pemotong PPh Pasal 21/26 serta tidak memperoleh
penghasilan lainnya.
Hitungan 6
Hitungan 6 diterapkan pada bukan pegawai yang menerima imbalan tidak bersifat
berkesinambungan.
Hitungan 7
Hitungan 7 diterapkan pada peserta kegiatan yang menerima imbalan.
Sony adalah seorang atlet bulu tangkis profesional Indonesia yang bertempat tinggal di
Jakarta. Ia menjuarai turnamen Indonesia Grand Prix Gold dan memperoleh hadiah sebesar
Rp200.000.000. PPh Pasal 21 atas hadiah tersebut adalah:
5% × Rp 50.000.000 Rp 2.500.000
15% × Rp150.000.000 Rp22.500.000
Rp25.000.000
Hitungan 8
Hitungan 8 diterapkan pada Pejabat PNS, anggota TNI/Polri, dan pensiunannya yang
memperoleh honorarium atau imbalan yang bersumber dari APBN/APBD. PPh bersifat final.
Contoh 8.1
Hitungan 9
Hitungan 9 diterapkan pada penerima uang pensiun, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua
atau jaminan hari tua sekaligus. PPh bersifat final.
Pada Juli 2016, PT Palangan membayar uang pesangon kepada pegawai yang telah purna
tugas sebagai berikut.
Hitungan 9.2 Uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua diterima
sekaligus
Pada Agustus 2016, Nyonya Anindita menerima uang manfaat pensiun sebesar
Rp176.000.000
Hitungan 10
Hitungan 10 diterapkan pada orang pribadi yang berstatus sebagai Subjek Pajak Luar Negeri.
Beberapa ketentuan:
a. PPh Pasal 26 tersebut bersifat final.
b. Tarif tersebut dengan tetap memperhatikan ketentuang yang diatur dalam Perjanjian
Penghindaran Pajak Berganda (P3B), dalam hal orang pribadi yang menerima penghasilan
adalah subjek pajak dalam negeri dari negara yang telah mempunya P3B dengan
Indonesia.
c. PPh Pasal 26 yang terutang dihitung berdasarkan jumlah penghasilan bruto, dan tidak
boleh diperhitungkan pengurangan-pengurangan seperti biaya jabatan dan PTKP.
Contoh 10.1
Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau Pasal 26 dapat menggunakan SPT Masa PPh Pasal
21 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) atau e-SPT dalam hal:
1. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap dan penerima pensiun
atau tunjangan hari tua/jaminan hari tua berkala dan/atau terhadap PNS, anggota
TNI/Polri, pejabat Negara dan pensiunannya yang jumlahnya tidak lebih dari 20 orang
dalam satu masa pajak; dan/atau
2. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Tidak Final) dan/atau Pasal 24 selain pemotongan
PPh Pasal 21 pada angka 1 dengan jumlah bukti pemotongan tidak lebih dari 20
dokumen dalam satu masa pajak; dan/atau
3. Melakukan pemotongan PPh Pasal 21 (Final) dengan bukti pemotongan yang jumlahnya
tidak lebih dari 20 dokumen dalam satu masa pajak;
Referensi
Contoh Menghitung PPh 21 Gaji Harian. (n.d.). Retrieved October 13, 2017, from Pajak Penghasilan:
Konsep dan Aplikasi: https://sites.google.com/site/referensipajak/contoh-menghitung-pph-
21-pegawai-tetap-gaji-harian
Contoh Menghitung PPh 21 Pajak Ditanggung Pemberi Kerja. (n.d.). Retrieved October 14, 2017,
from Pajak Penghasilan: Konsep dan Aplikasi:
https://sites.google.com/site/referensipajak/contoh-menghitung-pph-21-bila-pajak-
ditanggung-pemberi-kerja
PEGAWAI TETAP - CONTOH MENGHITUNG PPH 21 WANITA LEMBUR. (n.d.). Retrieved October 13,
2017, from Accurate Online: http://www.tutorialaccurate.com/index.php/33-pph-21/249-
contoh-menghitung-pph-21-wanita-lembur
PPh Pasal 21 atas Rapel dan Gaji Susulan. (n.d.). Retrieved October 13, 2017, from Nasikhudinisme:
https://nasikhudinisme.com/tag/bagaimana-cara-menghitung-pph-pasal-21-uang-rapel/