Anda di halaman 1dari 6

BENTUK USAHA TETAP

Mata Kuliah : Perpajakan Internasional

Dosen Pengampu : Umi Sulistiyanti, SE., M.Acc, Ak.

Disusun Oleh:

Melisa Livana (16312269)

Yuliana Hi Rajuna (16312270)

Fakultas Ekonomi
Program Studi Akuntansi
Universitas Islam Indonesia
2019
BENTUK USAHA TETAP

A. Pengertian BUT
Bentuk usaha tetap (BUT) adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh SPLN (baik
orang pribadi atau badan) untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia.
Suatu bentuk usaha tetap mengandung pengertian adanya suatu tempat usaha (place
of business) yaitu fasilitas yang dapat berupa tanah dan gedung termasuk juga mesin-
mesin, peralatan, gudang, dan komputer atau agen elektronik atau peralatan otomatis
(automated equipment) yang dimiliki, di sewa, atau digunakan oleh penyelenggara
transaksi elektronik untuk menjalankan aktivitas usaha melalui internet. Tempat usaha
tersebut bersifat permanen dan digunakan untuk menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan dari orang pribadi yang tidak bertempat tinggal atau badan yang tidak didirikan
dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Pengertian bentuk usaha tetap mencakup pula orang pribadi atau badan selaku agen
yang kedudukannya tidak bebas yang bertindak untuk dan atas nama orang pribadi atau
badan yang tidak bertempat tinggal atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia.
Perusahaan asuransi yang bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap
mempunyai bentuk usaha tetap di Indonesia apabila perusahaan asuransi tersebut
menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia melalui
pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia.
Dalam Pasal 2 ayat (5) UU PPh, Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment)
didefinisikan sebagai bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari
183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di
Indonesia, yang dapat berupa:
a. Tempat kedudukan manajemen;
b. Cabang perusahaan;
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Gudang;

2
h. Ruang untuk promosi dan penjualan;
i. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
j. Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
k. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
l. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
m. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
n. Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas;
o. Agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat
kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di
Indonesia; dan
p. Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau
digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha
melalui internet.

Meskipun dalam UU PPh 1984 Indonesia telah didefinisikan tentang BUT dalam
Pasal 2 ayat (5) UU PPh, namun dalam praktiknya ketika terjadi transaksi dari wajib
pajak dalam negeri Indonesia dengan masing-masing mitra wajib pajak luar negeri
(WPLN) atau BUT-nya terkait dengan pemajakan pajak penghasilan yang timbul dari
transaksi kedua belah pihak, sepanjang Tax Treaty sudah mengatur tentang BUT itu
maka pedoman aturan yang dipakai adalah klausul tentang BUT (Permanent
Establishment) yang ada di Tax Treaty tersebut (yang umumnya ada di pasal 5), kecuali
bila tidak diatur dalam Tax Treaty maka hak pemajakannya diberikan kepada negara
sumber.

B. Macam-Macam Bentuk Usaha Tetap


Bentuk Usaha Tetap (BUT) dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) macam.
1. BUT Fasilitas Fisik (assets type)
Tempat usaha tersebut bisa berupa properti sendiri, disewa dari pihak ketiga,
atau cara lain yang memungkinkan pemanfaatan tempat usaha tersebut. Konvensi
OECD dan UN mensyaratkan bahwa tempat usaha tersebut harus mempunyai derajat
kepermanenan secara ruang dan waktu (geografis dan time dimension) untuk
memenuhi kualifikasi BUT. Termasuk dalam kelompok BUT Fasilitas Fisik:
a. Tempat kedudukan manajemen;
b. Cabang perusahaan;

3
c. Kantor perwakilan;
d. Gedung kantor;
e. Pabrik;
f. Bengkel;
g. Pertambangan dan penggalian sumber alam;
h. Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, dan kehutanan.
2. BUT Aktivitas (activity type)
Termasuk dalam kelompok BUT Aktivitas:
a. Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
b. Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang
dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan.
3. BUT Keagenan (agency type)
Termasuk dalam kelompok BUT Keagenan adalah orang atau badan yang
bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas (dependent agent). Aktivitas
keagenan bisa dilakukan oleh badan atau orang pribadi, dan dalam praktik agak
terdapat kesulitan untuk mengidentifikasikan legalitas dependensi keagenan tersebut,
legal dalam formalitas atau substansi ekonomi.
4. BUT Asuransi (insurance type)
Termasuk dalam kelompok BUT Asuransi adalah agen atau pegawai dari
perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia
yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia. Premi tersebut
dapat termasuk premi reasuransi.

C. Ketentuan Atribusi Laba Usaha pada BUT


Penghasilan yang menjadi objek pajak bagi BUT, menurut pasal 5 ayat (1) UU PPh,
terdiri atas tiga jenis:
1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang
dimiliki atau dikuasai (attributable income);
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian
jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap di Indonesia (force of attraction income);
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor
pusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta
atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud (effectively connected income).

4
Biaya BUT

Selain tunduk kepada ketentuan umum tentang pengurang sebagaimana diatur dalam
Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh, biaya bagi BUT juga diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan
Pasal 5 ayat (3) UU PPh. Berdasarkan Pasal 5 ayat (2) UU PPh, biaya-biaya yang terkait
dengan penerapan force of attraction rule dan atribusi hubungan efektif dapat dibiayakan
oleh BUT. Sementara itu berdasarkan Pasal 5 ayat (3) biaya administrasi kantor pusat
yang diperbolehkan untuk dibebankan adalah biaya yang berkaitan dengan usaha atau
kegiatan bentuk usaha tetap, yang besarnya ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Prinsip Worldwide Income

Prinsip worldwide income pada UU PPh bisa kita temui pada Pasal 4 ayat (1) UU PPh
yang menegaskan bahwa penghasilan yang menjadi objek PPh ini berasal dari Indonesia
maupun berasal dari luar Indonesia. Kata-kata “dari luar Indonesia” inilah yang
menjadikan prinsip pengenaan PPh kepada SPDN menjadi berdimensi internasional.

D. Time Test BUT

Pada umumnya di sebagian besar P3B Indonesia, klausul Uji Waktu (Time Test) BUT
untuk pekerjaan jasa konstruksi, instalasi, perakitan, kegiatan pengawasan (supervisiory),
dan jasa lainnya diatur dalam Pasal 5 Tax Treaty Indonesia dengan negara mitra lainnya.

5
DAFTAR PUSTAKA

Pohan, C. A. (2018). Pedoman Lengkap Pajak Internasional. Jakarta: PT Gramedia


Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai