Anda di halaman 1dari 5

Hitungan 3 diterapkan pada pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, pemagang dan calon pegawai.

Langkah-langkah penghitungan PPh Pasal 21:

1. Pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, pemagang dan calon pegawai menerima upah harian, upah
mingguan, upah satuan, upah borongan dan uang saku harian.
Tentukan jumlah upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku yang diterima atau diperoleh dalam sehari:
a. upah/uang saku mingguan dibagi banyaknya hari dalam seminggu;
b. upah satuan dikalikan dengan jumlah rata-rata satuan yang dihasilkan dalam sehari;
c. upah borongan dibagi dengan jumlah hari yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan borongan.

Hitungan 3a. Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian tidak melebihi Rp450.000 dan jumlah
kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan tidak melebihi Rp4.500.000, maka
tidak ada PPh Pasal 21 yang terutang.

Contoh 1 Upah sehari tidak melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif sebulan tidak melebihi Rp4.500.000

Wawan berstatus belum menikah. Pada Juli 2016, ia bekerja sebagai buruh harian di PT Harapan Sentosa. Dia bekerja selama 10
hari dan menerima upah harian sebesar Rp450.000. Wawan menerima upah sehari tidak melebihi Rp450.000 dan upah dalam bulan
Januari sebesar 10 x Rp450.000 = Rp4.500.000. Jadi, Wawan tidak dikenakan PPh Pasal 21 atas upah yang diterimanya.

Hitungan 3b. Jika upah/uang saku harian atau rata-rata upah/uang saku harian telah melebihi Rp450.000 dan jumlah
kumulatif yang diterima atau diperoleh dalam satu bulan kalender yang bersangkutan tidak melebihi Rp4.500.000, PPh
Pasal 21 yang harus dipotong adalah:

PPh Pasal 21 sehari = Tarif 5% x upah kena pajak sehari


Upah Kena Pajak sehari = Upah sehari – Rp450.000

Contoh 2 Upah sehari melebihi Rp450.000 dan jumlah kumulatif sebulan tidak melebihi Rp4.500.000

Rizal Fahmi berstatus belum menikah. Ia tercatat sebagai karyawan yang bekerja sebagai perakit televisi di sebuah peru sahaan
elektronik, PT. Tronika. Upah yang dibayar untuknya dihitung berdasarkan jumlah unit/satuan yang diselesaikannya, yaitu
Rp150.000 per unit. Upah tersebut dibayarkan setiap minggu. Dalam waktu satu minggu (6 hari kerja), Rizal Fahmi mampu merakit
20 unit televisi, sehingga total upah yang diterimanya sebesar Rp3.000.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah sehari: Rp3.000.000 ÷ 6 Rp500.000


Upah kena pajak sehari: Rp500.000 – Rp450.000 Rp50.000
PPh Pasal 21 sehari: 5% x Rp50.000 Rp2.500
PPh Pasal 21 atas seluruh upah (seminggu atau 6 hari) Rp15.000

Jika Rizal Fahmi tidak memiliki NPWP, PPh Pasal 21 yang dipotong baginya menjadi:

Rp120% x Rp15.000 Rp18.000

Hitungan 3c. Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan telah melebihi Rp4.500.000,
tetapi tidak melebihi Rp10.200.000, maka PPh Pasal 21 harus dipotong sebagai berikut:

PPh Pasal 21 sehari = Tarif 5% x upah kena pajak sehari


Upah kena pajak sehari = Upah sehari – PTKP yang sebenarnya sehari
PTKP yang sebenarnya sehari = PTKP setahun ÷ 360

Contoh 3 Jumlah kumulatif upah sebulan melebihi Rp4.500.000, tetapi tidak melebihi Rp10.200.000

Marwan berstatus belum menikah. Pada September 2016, ia mengerjakan pembuatan taman sebuah rumah dengan upah borongan
sebesar Rp6.400.000. Upah borongan tersebut tidak termasuk material dan tanaman. Pekerjaan borongan tersebut diselesaikan
dalam waktu 20 hari.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah borongan sehari: Rp6.400.000 ÷ 20 Rp320.000


PTKP sehari: Rp54.000.000 ÷ 360 Rp150.000
Upah kena pajak sehari Rp170.000
PPh Pasal 21 sehari: 5% x Rp170.000 Rp8.500
PPh Pasal 21 atas upah borongan: 20 x Rp8.500 Rp170.000

Contoh 4

Lani berstatus belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di PT. Cahaya sebagai tenaga kerja lepas dengan upah harian.
Pada Oktober 2016, ia menerima upah sebesar Rp250.000 per hari.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Pada hari pertama, upah kumulatif dalam bulan Oktober kurang dari Rp4.500.000 dan upah sehari kurang dari Rp450.000, sehingga
Lani tidak dikenakan pajak. Hal yang sama terjadi sampai Lani bekerja selama 17 hari, karena sampai dengan hari ke-18, upah
kumulatif sebulan sebesar 18 x Rp250.000 atau sama dengan Rp4.500.000 (tidak melebihi Rp4.500.000 sebulan) dan upah sehari
tidak melebihi Rp450.000.

Apabila pada hari ke19 Lani masih bekerja di PT Cahaya, upah kumulatif Lani menjadi 19 x Rp250.000 atau sama dengan
Rp4.750.000, penghitungan PPh Pasal 21 yang dipotong oleh PT Cahaya sebagai berikut:

Upah sehari Rp250.000


Upah sehari tidak kena pajak: Rp54.000.000 ÷ 360 Rp150.000
Upah sehari kena pajak Rp100.000

PPh Pasal 21 sehari: 5% x Rp100.000 Rp5.000

PPh terutang hari pertama s.d. ke-19 seharusnya: 19 x Rp5.000 Rp95.000


PPh telah dipotong s.d hari ke-18 Rp0
PPh Pasal 21 yang harus dipotong pada hari ke-19 Rp95.000

Apabila setelah hari ke-19 ternyata Lani masih bekerja, maka Pasal 21 yang dipotong setiap hari adalah Rp5.000.
Hitungan 3d. Jika jumlah upah yang diterima atau diperoleh dalam bulan yang bersangkutan telah melebihi
Rp10.200.000, PPh Pasal 21 yang harus dipotong adalah:

PPh Pasal 21 sebulan = Tarif pasal 17 x PKP setahun


PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan x 12) – PTKP setahun

Contoh 5 Jumlah upah kumulatif sebulan melebihi Rp10.200.000

Rukmana berstatus menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di perusahaan elektronik dengan upah satuan. Pada September
2016, Rukmana bekerja selama 25 hari dan mengerjakan 50 unit barang dengan upah per unit Rp225.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah bulan September 2016: 50 x Rp225.000 Rp11.250.000


Upah/penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp11.250.000 Rp135.000.000
PTKP:
- Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000
- Tambahan WP menikah Rp4.500.000
Rp58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Rp76.500.000
PPh Pasal 21 terutang setahun:
5% x Rp50.000.000 Rp2.500.000
15% x Rp26.500.000 Rp3.975.000
Rp6.475.000
PPh Pasal 21 dipotong bulan September 2016: Rp.6475.000 ÷ 12 Rp539.583

2. Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang dan calon pegawai menerima upah yang dibayarkan
bulanan

Hitungan 3e. Jika upah diterima secara bulanan, PPh Pasal 21 yang harus dipotong sama dengan hitungan 3d

PPh Pasal 21 sebulan = (Tarif Pasal 17 x PKP setahun) ÷ 12


PKP setahun = (Upah kumulatif sebulan x 12) – PTKP setahun
Contoh 6 Pegawai tidak tetap, tenaga kerja lepas, pemagang dan calon pegawai menerima upah secara bulanan

Bagus Hermanto berstatus belum menikah dan tanpa tanggungan. Ia bekerja di perusahaan garmen dengan dasar upah harian yang
dibayarkan secara bulanan. Pada September 2016, Bagus Hermanto bekerja selama 20 hari dengan menerima upah sehari sebesar
Rp250.000.

Penghitungan PPh Pasal 21:

Upah bulan September 2016: 20 x Rp250.000 Rp5.000.000

Upah/penghasilan neto disetahunkan: 12 x Rp5.000.000 Rp60.000.000


PTKP:
- Untuk diri Wajib Pajak Rp54.000.000
Penghasilan Kena Pajak Rp6.000.000

PPh Pasal 21 terutang setahun: 5% x Rp6.000.000 Rp300.000


PPh Pasal 21 dipotong bulan September 2016: Rp300.000 ÷ 12 Rp25.000

Anda mungkin juga menyukai