Anda di halaman 1dari 22

KELOMPOK 10

PPH BAGI WP YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS

NAMA KELOMPOK:

Aryo Bima Sakti / 1451066

Priscilla Eirene / 1551087

Widya A. N. Situmeang / 1651090

Cynthia S Pardosi / 1751123

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STUDI S-1 AKUNTANSI

BANDUNG

2020
PPH BAGI WP YANG MELAKUKAN PEKERJAAN BEBAS

PEKERJAAN BEBAS

Menurut Pasal 1 angka 24 UU KUP:

Pekerjaan Bebas adalah : Pekerjaan yang dilakukan oleh orang pribadi yang mempunyai
keahlian khusus sebagai usaha untuk memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu
hubungan kinerja.

PEKERJAAN FREELANCE

Pekerja freelance atau freelancer adalah pekerja mandiri (self-employed), independen, dan
tidak memiliki perjanjian kerja dengan pemberi kerja (perusahaan). Itu sebabnya pekerja jenis
ini tidak dapat disebut karyawan perusahaan, dan bebas menentukan siapa kliennya dan apa
yang ingin dikerjakannya. Misalnya, seorang copy writer bisa mengerjakan konten promosi
produk dari dua perusahaan yang bisnisnya saling bersaing.

Freelance adalah seseorang yang bekerja tanpa adanya ikatan jangka panjang dengan klien
atau orang yang memberikan pekerjaan tersebut. Kontrak kerja freelance biasanya hanya
berisi proyek yang akan dikerjakan, biaya dan waktu pengerjaan,

Freelancer terbagi kedalam 2 jenis, yakni freelancer Full time yakni seseorang yang seluruh
pekerjaan dan penghasilannya dari kerja freelance dan freelancer part time yakni seseorang
yang bekerja freelance sebagai sampingan untuk mengisi waktu kosong dan mendapat
penghasilan tambahan.
JENIS JENIS PEKERJAAN BEBAS

-Mempunyai keahlian khusus

-Tidak terikat oleh hubungan kerja

Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas:

 Pengacara
 Akuntan
 Arsitek
 Dokter
 Konsultan
 Notaris
 Penilai
 Aktuaris
 Olahragawan
 Pengarang,peneliti,dan penerjemah
 Agen asuransi
 Pemain musik,pembawa acara,artist,peragawan/peragawati
 Pengawas atau pengelola proyek
 Penasihat,Pengajar,pelatih,penceramah,dan moderator
 Petugas penjaga barang dagangan
 Distributor perusahaan

Berikut pembahasan mengenai 8 jenis Pajak Penghasilan yang berlaku bagi badan usaha
atau perusahaan.

Jenis Pajak Penghasilan (PPh) Wajib Pajak Badan

1. Pajak Penghasilan Pasal 15

Pajak Penghasilan Pasal 15 merupakan laporan pajak yang berhubungan dengan Norma
Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu.
Begitu Anda memiliki badan usaha atau menjadi pengusaha, maka telah menjadi Wajib Pajak
Badan atau Wajib Pajak Orang Pribadi yang berprofesi sebagai pengusaha. Untuk itu, ada
sejumlah pajak yang harus dibayarkan. Jenis pajak yang harus dibayarkan tersebut biasanya
tertera pada SKT (Surat Keterangan Terdaftar) saat Anda mendaftarkan diri menjadi NPWP
Badan.

Wajib Pajak PPh Pasal 15:

 Perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional


 Perusahaan pelayaran dan penerbangan dalam negeri
 Perusahaan asuransi luar negeri
 Perusahaan pengeboran minyak, gas, dan panas bumi
 Perusahaan dagang asing
 Perusahaan investor dalam bentuk BOT (build, operate, and transfer)

2. Pajak Penghasilan Pasal 21

PPh Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau
jabatan, jasa, dan kegiatan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri atau karyawan Anda,
dan harus dibayar setiap bulannya.

Perusahaan mengelola pemungutan pajak dengan memotong langsung penghasilan para


pegawai dan menyetorkannya ke kas negara melalui bank persepsi.

5 Macam Perhitungan PPh Pasal 21 Menurut Aturan Baru:

 Pegawai Tetap dan Penerima Pensiun Berkala


 Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas
 Anggota Dewan Pengawas atau Dewan Komisaris yang tidak merangkap sebagai
Pegawai Tetap
 Penerima imbalan lain yang bersifat tidak teratur
 Peserta program pensiun berstatus pegawai yang menarik dana pensiun
 

3. Pajak Penghasilan Pasal 22

Pemungutan pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan impor atau dari pembeli atas
penjualan barang mewah.

Pihak Pemungut:

 Bendahara Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-


lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang.
 Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swsata yang berkenaan dengan
kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain.
 Wajib Pajak Badan tertentu untuk memungut pajak pembeli atas penjualan barang
mewah.

Tarif PPh Pasal 22:

Atas Impor:

 Apabila menggunakan Angka Pengenal Importir (API) adalah 2,5% x nilai impor, jika
tidak menggunakan API maka tarifnya sebesar 7,5% x nilai impor.
 Pembelian barang yang dilakukan oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD
tarifnya 1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan tidak final).
 Atas impor kedelai, gandum dan tepung terigu yang menggunakan API adalah 0,5% x
nilai impor.

Atas Penjualan Hasil Produksi:

 Kertas = 0,1% x DPP (Dasar Pengenaan Pajak) PPN (tidak final)


 Semen = 0,25% x DPP PPN (tidak final)
 Baja = 0,3% x DPP PPN (tidak final)
 Otomotif = 0,45% x DPP PPN (tidak final)
 Atas penjualan hasil produksi atau penyerahan barang oleh produsen atau importir
bahan bakar minyak, gas dan pelumas adalah bersifat final bagi penyalur atau agen dan tidak
bersifat final bagi yang lainnya

Atas Pembelian Bahan-bahan untuk Keperluan Industri tarifnya 0,25% x harga


pembelian (Tidak termasuk PPN).

4. Pajak Penghasilan Pasal 23

Pajak yang dipotong oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak saat transaksi yang meliputi
transaksi dividen (pembagian keuntungan saham), royalti, bunga, hadiah dan penghargaan,
sewa dan penghasilan lain yang terkait dengan penggunaan aset selain tanah atau bangunan,
atau jasa.

Tarif PPh 23 dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari
penghasilan.

Jumlah bruto adalah seluruh jumlah penghasilan yang dibayarkan  atau telah jatuh tempo
pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan,
bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Beberapa contoh tarifnya:

Tarif 15% dari jumlah bruto:

 Dividen, kecuali pembagian dividen terhadap orang pribadi dikenakan final.


 Hadiah dan penghargaan, selain yang dipotong PPh 21.

Tarif 2% dari jumlah bruto:

 atas sewa dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan harta kecuali sewa
tanah dan atau bangunan.
 atas imbalan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi dan jasa konsultan.
 atas imbalan jasa lainnya dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 141/PMK.03/2015.

5. Pajak Penghasilan Pasal 25

Angsuran pajak yang berasal dari jumlah Pajak Penghasilan terutang menurut SPT Tahunan
PPh dikurangi PPh yang dipotong serta PPh terutang di Luar Negeri yang boleh dikreditkan.

Pembayaran pajak harus dibayarkan sendiri tanpa diwakilkan oleh siapapun. Pembayaran
pajak dilaksanakan secara berangsur. Tujuannya untuk meringankan beban Wajib Pajak
dalam pembayaran pajak tahunannya. Adapun sanksi keterlambatan pembayaran pajak yaitu
pengenaan bunga 2% per bulan, dihitung dari tanggal jatuh tempo hingga tanggal
pembayaran.

Angsuran pajak/bulan = (PPh terutang – kredit pajak) / 12

6. Pajak Penghasilan Pasal 26

Pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima Wajib
Pajak (WP) luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Berdasarkan aturan,
tarif umum PPh Pasal 26 adalah 20%.

PPh Pasal 26 merupakan penerapan dari asas sumber yang dianut dalam sistem pemungutan
pajak di Indonesia. Berdasarkan asas sumber, penghasilan yang bersumber dari Indonesia
yang dinikmati oleh orang atau badan di luar Indonesia bisa dikenakan pajak di Indonesia.

Jenis penghasilan yang dipotong:

 Dividen
 Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang
 Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
 Hadiah dan penghargaan
 Pensiun dan pembayaran berkala lainnya
 Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; dan/atau
 Keuntungan karena pembebasan utang

7. Pajak Penghasilan Pasal 29

PPh Pasal 29 dihasilkan dari nilai lebih pajak terutang (pajak terutang dikurangi kredit pajak)
yaitu saat jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu tahun pajak lebih besar dari
jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak lain dan telah disetor sendiri.

PPh ini harus dibayarkan sebelum SPT Tahunan PPh Badan dilaporkan.

Tarif PPh Pasal 29:

Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu:

PPh 25 yang sudah dilunasi = 0,75% x jumlah penghasilan/omzet per bulan.

PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang masih terutang – PPh 25 yang sudah dilunasi.

Wajib Pajak Badan:

Angsuran PPh 25 = PPh terutang tahun lalu x 12

PPh 29 yang harus dilunasi = PPh yang terutang – Angsuran PPh 25.

8. Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2)

Pajak dari penghasilan yang dipotong dari bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga
obligasi dan surat utang negara, bunga simpanan yang dibayarkan koperasi, hadiah undian,
transaksi saham dan sekuritas lainnya, serta transaksi lain sebagaimana diatur dalam
peraturan.

Penghasilan dikenai pajak yang sifatnya final alias tidak bisa dikreditkan.

Penghasilan yang termasuk PPh Pasal 4 ayat (2):


 Bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan
bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi.
 Hadiah undian.
 Transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di
bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan
pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura.
 Transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa konstruksi,
usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan.

KEWAJIBAN PEKERJAAN BEBAS

Mendaftar NPWP

Silahkan mendaftar diri ke KPP atau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal wajib
pajak atau melalui E-reg

Menghitung Pajak

Penghasilan x Norma perhitungan*

Penghasilan netto – PTKP

Penghasilan kena pajak x tarif pasal 17

Pajak terutang – kredit pajak

Pajak yang masih harus dibayar

*Norma perhitungan penghasilan netto berdasarkan PER-17/PJ/2015 untuk wajib pajak yang
tidak menyelenggarakan pembukuan

Membayar Pajak

Membayar pajak ke rekening kas negara secara elektronik menggunakan kode billing melalui
berbagai macam pembayaran
Melapor SPT Tahunan

Mengisi formulir elektronik secara offline kemudian mengunggahnya

BUKTI PENERIMAAN ELEKTRONIK

Pelaporan SPT Tahunan merupakan muara pemenuhan kewajiban perpajakan secara self
assesment

Ciri-ciri dari sistem Self Assesment, yaitu:

1. Pajak terutang dihitung sendiri oleh wajib pajak.


2. Setelah wajib pajak menghitung pajak atas penghasilannya, wajib pajak diwajibkan
untuk membayarkan pajak dan melaporkannya sendiri.
3. Pemerintah tidak perlu mengeluarkan surat-surat ketetapan pajak setiap saat. Hanya
pada saat tertentu saja pemerintah mengeluarkan surat ketetapan pajak (misalnya
ketika wajib pajak telat melaporkan SPT Tahunan Orang Pribadi, atau ketika wajib
pajak lupa untuk membayar pajak terutang).

Pengertian Norma Penghasilan Neto

Norma Penghitungan Neto adalah norma yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak
dalam penghitungan penghasilan neto dalam satu tahun pajak sebagai dasar
penghitungan PPh Pasal 25/29 terutang.

Wajib Pajak yang diperbolehkan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan


Neto dalam menghitung penghasilan neto dalam satu tahun untuk penghitungan PPh
Pasal 25/29 adalah hanya Wajib Pajak Orang Pribadi yang telah memenuhi syarat
sebagai berikut :

Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai peredaran bruto/omzet bruto tidak lebih
dari Rp.4.800.000.000,- dalam satu tahun pajak berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang
Nomor 36 Tahun 2008 Tentang PPh dan PP Nomor 46 Tahun 2013 serta PP Nomor
23 Tahun 2018.

Khusus mulai bulan Juli 2013 penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sesuai dengan PP Nomor 46 Tahun 2013.
Khusus mulai bulan Juli 2018 penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018.

Wajib Pajak Orang Pribadi yang bermaksud menggunakan Norma Penghitungan


Penghasilan Neto dalam menghitung penghasilan neto wajib memberitahuan kepada
Direktur Jenderal Pajak (Kantor Pelayanan Pajak) dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan
pertama dari tahun pajak bersangkutan (dapat didownload di Formulir Pemberitahuan
Penggunaan Norma Penghitungan Neto ).

Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto 

1. Yang Boleh Menggunakan NPPN


o WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran
brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp. 4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan
syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3
(tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan 
 WP OP yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak
untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto, dianggap memilih menyelenggarakan
pembukuan.
 Kewajibannya :
 WP OP yang menghitung penghasilan netonya dengan
menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto
ini wajib menyelenggarakan pencatatan 
 Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali
bila WP menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender.
2. Dalam hal terhadap WP Badan atau WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dilakukan pemeriksaan sebagaimana diatur dalam UU KUP,
ternyata Wajib Pajak orang pribadi atau badan tersebut tidak atau tidak
sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia memperlihatkan
pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya, penghasilan netonya
dihitung dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
3. Pemberitahuan Penggunaan NPPN Dianggap Disetujui
o Pemberitahuan penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto yang
disampaikan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak awal tahun pajak yang
bersangkutan dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan
ternyata Wajib Pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto.

Besarnya Norma Penghitungan Penghasilan Neto 

1. Daftar Persentase Norma penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan menurut


wilayah sebagai berikut : 
1. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung,
Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado, Makassar, dan Pontianak;
2. ibukota propinsi lainnya;
3. daerah lainnya
2. Daftar persentase Norma penghitungan Penghasilan Neto untuk WP OP yang
menghitung penghasilan netonya dengan menggunakan norma penghitungan
penghasilan neto. (tautan)
3. Daftar persentase Norma penghitungan Penghasilan Neto untuk WP OP yang ternyata
tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak bersedia
memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya. (tautan)
4. Daftar Persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto untuk Wajib Pajak
badan yang tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau tidak
bersedia memperlihatkan pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya. (tautan)

Wajib Pajak Memiliki Lebih Dari Satu Jenis Usaha

 Penghitungan penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis
usaha atau pekerjaan bebas, dilakukan terhadap masing-masing jenis usaha atau
pekerjaan bebas dengan memperhatikan pengelompokan wilayah pengenaan norma. 
 Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha atau
pekerjaan bebas adalah penjumlahan penghasilan neto dari masing-masing jenis usaha
atau pekerjaan bebas yang dihitung. 

Cara Menghitung Penghasilan Neto

 Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan angka
persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan peredaran bruto atau
penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dalam 1 (satu) Tahun
Pajak. 
 Dalam menghitung besarnya Pajak Penghasilan yang terutang oleh WP OP, sebelum
dilakukan penerapan tarif umum Pajak Penghasilan, terlebih dahulu dihitung
Penghasilan Kena Pajak dengan mengurangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak dari
penghasilan neto tersebut. 
Contoh Menghitung Pajak Freelance

Ridwan belum menikah serta bekerja sebagai konsultan hukum di Jakarta. Penghasilan
bulanan Ridwan adalah Rp10 juta dari profesi tersebut.

Untuk menghitung pajak, Ridwan bisa memakai Norma Penghitungan Penghasilan Netto
(NPPN) dengan rumus berikut:

Penghasilan Netto: Penghasilan Bruto dalam setahun x 50% (D.K.I. Jakarta)

Penghasilan Netto: Rp120.000.000 x 50% = Rp60.000.000

Penghasilan Kena Pajak (PKP): Penghasilan Netto - PTKP

Penghasilan Kena Pajak (PKP): Rp60.000.000 - Rp54.000.000 (PTKP Wajib Pajak


Orang Pribadi) = Rp6 juta

PPh 21 yang harus dibayar dalam setahun: 5% x Rp6 juta = Rp300 ribu.

Contoh Perhitungan dengan Norma Penghasilan Neto Untuk Tahun Pajak 2019 :

Tuan Adit adalah seorang dokter di Purwokerto yang membuka usaha praktek dokter
(klinik kesehatan).
Dari pekerjaan bebas sebagai dokter tersebut tuan Adit memperoleh penghasilan kotor
(bruto) dalam bulan Januari s/d Desember adalah sebesar Rp.600.000.000,00.
Penghasilan Neto tuan Adit dalam setahun (Januari s/d Desember 2019) dihitung
sebagai berikut :
Penghasilan Bruto : 600.000.000
Tarif Norma Penghasilan Neto : 50 %
Penghasilan Neto : 300.000.000 (600.000.000 x 50 %)

Contoh perhitungan dengan norma Penghasilan Neto Untuk Tahun Pajak 2015 :
Tuan Adit adalah seorang dokter di Purwokerto yang membuka usaha praktek dokter
(klinik kesehatan).
Dari pekerjaan bebas sebagai dokter tersebut tuan Adit memperoleh penghasilan kotor
(bruto) dalam bulan Januari s/d Desember adalah sebesar Rp.600.000.000,00.
Penghasilan Neto tuan Adit dalam setahun (Januari s/d Desember 2015) dihitung
sebagai berikut :
Penghasilan Bruto : 600.000.000
Tarif Norma Penghasilan Neto : 40 %
Penghasilan Neto : 240.000.000 (600.000.000 x 40 %).
Daftar pertanyaan kelompok:

1.Apakah batas omset 4.8M omset pusat saja atau omset cabang untuk perusahaan
yang buka usaha di mall dan memiliki beberapa cabang?

Jawab:

Banyak Wajib Pajak memiliki tempat usaha di beberapa tempat. Mungkin Wajib Pajak orang
pribadi memiliki beberapa toko di beberapa mall.

Apakah batasan omset Rp 4,8 miliar itu omset pusat saja atau termasuk omset cabang?
Jawabannya: total semua omset termasuk semua cabang.

Masing-masing cabang wajib membayar PPh Setengah Persen. Tetapi ketentuan batasan
omset yang dapat memanfaatkan PP 23 merupakan hal yang berbeda.

Ketentuan omset Rp 4,8 miliar juga berlaku bagi Wajib Pajak orang pribadi yang suami dan
istrinya memiliki usaha. Omset usaha suami harus digabung dengan omset usaha istri. Jika
total omset melebihi jumlah Rp 4,8 miliar maka tidak boleh menggunakan PPh Setengah
Persen.

Dalam bahasa PP 23 omset itu disebut peredaran bruto. 

Peredaran bruto adalah seluruh imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang
yang diterima atau diperoleh dari usaha, sebelum dikurangi potongan penjualan, potongan
tunai, dan/atau potongan sejenis.

2. Bagaimana caranya mengisi SPT untuk selebritas dan pekerja bebas lainnya?

Jawab:
Buka laman DJP Online.
Masukkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Anda dan kata sandi atau password. Lalu
klik ‘Login’.

Buat SPT.
Setelah itu, pilih e-form, klik ‘Buat SPT’ dan pilih ‘Ya’ mengingat Anda menjalankan
pekerjaan bebas.

Unduh formulir 1770.


Lalu, klik ‘e-Form SPT 1770’. Pilih tahun pajak 2019 dan klik ‘Kirim Permintaan’. Setelah
itu dokumen e-form otomatis terunduh. Pada saat bersamaan, Anda juga akan mendapatkan
kode verifikasi ke email Anda.

Install aplikasi form viewer.


Pada halaman unduh formulir elektronik, klik ‘Download Viewer’. Lalu klik ‘windows
(24mb)’. Tunggu proses unduh sampai selesai. Setelah itu, Anda instalasikan form
viewer tersebut.

Isi dokumen e-form sampai selesai.


Siapkan dokumen e-form yang sudah Anda unduh dan daftar peredaran bruto selama satu
tahun. Buka dokumen e-form melalui program viewer  (aplikasi agar formulir SPT
elektornik dapat dibuka).

Mengisi harta.
Pada lampiran 1770-IV bagian A, isi harta yang Anda miliki sampai dengan 2019. Apabila
Anda melakukan pembukuan klik ‘pembukuan’ dan jika pencatatan maka klik ‘pencatatan’.
Katakanlah, Anda pilih ‘pencatatan’.

Mengisi utang.
Pada lampiran 1770-IV bagian B, isi utang yang Anda miliki hingga akhir 2019.

Mengisi daftar susunan anggota keluarga.


Pada lampiran 1770-IV bagian C, isi anggota keluarga Anda. Setelah itu, klik halaman
berikutnya.

Mengisi penghasilan kena pajak final.


Pada lampiran 1770-III, Anda akan melihat daftar penghasilan yang dikenakan pajak final.
Jika Anda tidak memiliki penghasilan dari daftar tersebut, maka abaikan saja daftar
tersebut.
Anda juga akan melihat daftar penghasilan yang tidak termasuk objek pajak. Jika Anda
punya penghasilan yang masuk dalam daftar itu, silahkan diisi dan jika tidak, abaikan.
Setelah selesai klik ’halaman berikutnya’.

Mengisi bukti potong.


Pada lampiran II, Anda akan diarahkan untuk mengisi bukti potong. Maksudnya, jika Anda
memiliki penghasilan yang dipotong atau dipungut oleh pihak lain, cantumkan nilainya
disini. Setelah itu klik ‘halaman berikutnya’.

Mengisi penghasilan bersih (neto).


Pada lampiran 1, masukkan peredaran atau penghasilan bruto Anda lalu, kalikan dengan
norma perhitungan penghasilan neto (NPPN) sesuai dengan ketentuan. Hasilnya adalah
angka penghasilan bersih (neto) Anda.
Misalnya, Anda adalah artis dan memiliki peredaran bruto di bawah Rp4,8 miliar, maka
NPPN-nya sebesar 50%. Jangan lupa, masukan juga penghasilan-penghasilan Anda lainnya
jika ada. Setelah itu klik ‘halaman berikutnya’.

Halaman induk 1770.


Setelah itu, Anda masuk ke halaman induk 1770. Isilah status kewajiban pajak Anda sesuai
dengan kondisi Anda. Pada bagian B, pilih penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai
dengan kondisi Anda. Setelah itu isi kolom tanggal, lalu klik ‘submit’.

Kirim dokumen e-form.
Kemudian pada halaman berikutnya, klik ‘unggah lampiran’. Pastikan ukuran file tidak
lebih dari 40 mb dan file harus berbentuk PDF. Buka email Anda, dan salin kode verifikasi.
Setelah itu kembali ke form viewer. Lalu paste kode verifikasi, klik ‘submit’. Akan muncul
kotak dialog, lalu klik ‘Yes’. Tunggu proses submit sampai selesai. Jika sudah, nanti akan
muncul ‘submit SPT berhasil’.

3.Misalnya seseorang mengiklankan makanan, minuman, pakaian di media sosial dan


selama sebulan mendapatkan uang total 20juta. Apakah hal tersebut di kenakan pajak?
bagaimana cara pemungutannya?

Jawab:

4.Freelence kalau sepi job apakah harus bayar pajak atau tidak?

Jawab:

Sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan neto


melebihi Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan mempunyai Nomor Pokok
Wajib Pajak(NPWP) wajib menyampaikan SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.
Batasan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut :

a. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) untuk diri Wajib Pajak orang pribadi;

b. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk Wajib Pajak yang

kawin;

c. Rp 54.000.000,00 (lima puluh empat juta rupiah) tambahan untuk seorang isteri yang
penghasilannya digabung dengan penghasilan suami sebagaimana dimaksud dalam pasal 8
ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang PajakPenghasilan sebagaimana terlah
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008
d. Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) tambahan untuk setiap anggota
keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang
menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap keluarga.

Apabila penghasilan dari pekerjaan bebas tidak melebihi batasan PTKP maka tidak ada
kewajiban bagi Saudari untuk membayar pajak dan melaporkan SPT Tahunan Wajib Pajak
Orang Pribadi. Namun, jika penghasilan Saudari melebihi batasan PTKP maka Saudari wajib
membayar pajak dengan menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.

Selanjutnya Saudari selaku pekerja bebas wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor
Pokok Wajib Pajak paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah penghasilan Saudari
melebihi PTKP.

Penghasilan yang dilaporkan di SPT PPh Orang Pribadi adalah penghasilan yang diperoleh
dalam suatu tahun pajak sehingga Saudari wajib melaporkan penghasilan dari pekerjaan
bebas (freelance) apabila diperoleh dalam tahun yang sama dengan tahun diperolehnya
penghasilan dari pekerjaan sebagai pegawai tetap.

5.

6.Apa syarat yang harus dipenuhi pekerjaan bebas dalam menyelenggarakan


pembukuan dan pencatatan?

Jawab:

Persyaratan Penyelenggaraan Pembukuan dan Pencatatan

Dalam menjalankan Pembukuan dan Pencatatan tentu tidak terlepas dari aturan-aturan yang
ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Maka, terdapat beberapa persyaratan penting yang
harus dipenuhi bagi Wajib Pajak yang menjalankan Pembukuan maupun Pencatatan. 

Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pembukuan/Pencatatan

1. Diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau


kegiatan usaha yang sebenarnya. (Pasal 28 ayat (3) UU KUP)
2. Diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan
mata uang Rupiah dan disusun dalam bahasa Indonesia atau dalam bahasa asing yang
diizinkan oleh Menteri Keuangan. (Pasal 28 ayat (4) UU KUP)
3. Diselenggarakan dengan prinsip taat asas dan dengan stelsel akrual atau stelsel kas.
(Pasal 28 UU ayat (5) UU KUP
4. Pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain Rupiah dapat
diselenggarakan oleh WP setelah mendapat izin Menteri Keuangan. (Pasal 28 ayat (8) UU
KUP). Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan nomor 196/PMK.03/2007 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan nomor 1/PMK.03/2015, bahasa
asing yang diperkenankan adalah bahasa Inggris dengan mata uang asing yang dikenankan
adalah dolar AS. Ketentuan lebih lanjut tentang permohonan izin/pemberitahuan
pembukuan dengan menggunakan bahasa asing dan mata uang selain rupiah diatur dalam
Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER - 23/PJ/2015.
5. Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban,
modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung
besarnya pajak yang terutang. (Pasal 28 ayat (7) UU KUP)

Syarat-Syarat Penyelenggaraan Pencatatan

1. Pencatatan harus menggambarkan antara lain :


a. Peredaran atau penerimaan bruto dan/atau jumlah penghasilan bruto yang
diterima dan/atau diperoleh;
b. Penghasilan yang bukan objek pajak dan/atau penghasilan yang pengenaan
pajaknya bersifat final. (Pasal 28 ayat (9) UU KUP)
2. Bagi WP yang mempunyai lebih dari satu jenis usaha dan/atau tempat usaha,
pencatatan harus menggambarkan secara jelas untuk masing-masing jenis usaha dan/atau
tempat usaha yang bersangkutan.
3. Selain kewajiban untuk menyelenggarakan pencatatan, WP orang pribadi harus
menyelenggarakan pencatatan atas harta dan kewajiban.

7.Apakah pekerjaan lepas/serabutan masuk ke dalam pekerjaan bebas? Kalau termasuk


bagaimana cara membayar pajak nya?

Jawab:

Ya, WP (Wajib Pajak) sudah mempunyai NPWP maka diwajibkan untuk melaporkan
pajaknya, tanpa memperhitungkan apakah WP tersebut sebagai pegawai tetap ataupun
pekerja lepas.

Semestinya, penyelenggara kegiatan, termasuk dalam hal ini badan pemerintah, organisasi
yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lembaga lainnya
yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan
dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi berkenaan dengan suatu kegiatan,
maka wajib melakukan pemotongan pajak  (berdasarkan PER - 31/PJ/2012 pasal 2 ayat 1 e).

Sebagai Dasar Pengenaan Pajaknya adalah sebesar 50%  dari jumlah penghasilan bruto, 
berlaku bagi Bukan Pegawai sebagaimana dimaksud dalam PER - 31/PJ/2012 pasal 3 huruf c
yang menerima imbalan dan tidak bersifat berkesinambungan,  dikenakan tarif pasal 17
minimal 5%.

Karena sistem perpajakan kita menganut Self Assessment System, maka pada akhir tahun
penghasilan, maka penghasilan Bapak tersebut harus dihitung nilai pajaknya, lalu dibayarkan
nilai pajaknya serta dilaporkan dalam SPT PPh.

Jika total penghasilan setahun belum melebihi PTKP, maka Bapak belum wajib membayar
pajak, cukup melaporkan SPT Tahunan NIHIL.

Untuk melaporkan pajaknya, Bapak dapat menggunakan formulir SPT Tahunan PPh Orang
Pribadi 1770 untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dengan status pengusaha / pekerjaan bebas.
Formulir tersebut bisa Bapak dapatkan dari www.pajak.go.id ataupun dari Kantor Pelayanan
Pajak terdekat.

8. Mahasiswa yang magang di perusahaan apakah gaji nya di potong pajak?

Jawab:

Ya, gaji nya di potong pajak , Dasarnya :


Pasal 3 PER No. 31 Tahun 2009

Penerima Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah orang
pribadi yang merupakan :

d. peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan


keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi :
1. peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni,
ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya;
2. peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja;
peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu;
3. peserta pendidikan, pelatihan, dan magang;
4. peserta kegiatan lainnya.
9. Jika tuan Herman bekerja sebagai dokter umum tapi sebagai dokter tamu (bukan
dokter tetap) dan tidak punya penghasilan lain seperti (buka praktek dan lain2 ) apakah dokter
tamu termasuk ke dalam pekerjaan bebas?

Jawab:

Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan bebas. Praktik dokter di rumah sakit atau


klinik (atas penghasilan berupa jasa dokter yang dibayar oleh pasien melalui rumah sakit atau
klinik tersebut), Dokter Tetap, Dokter Tamu, Dokter yang menyewa ruangan di rumah sakit
sebagai tempat praktiknya, Praktik dokter sendiri (membuka klinik pribadi) dengan biaya
sendiri, atau Pekerjaan bebas lainnya selain dari praktik dokter di rumah sakit/ klinik seperti
menjadi pembicara / narasumber seminar dan sejenisnya.

Anda mungkin juga menyukai