Anda di halaman 1dari 11

MANAJEMEN DAN PERENCANAAN PAJAK

(TAX PLANNING PPH PASAL 22, 23, 26,

DAN FINAL PASAL 4 AYAT [2])

RESUME

Disusun Oleh:

Novi Natalia R. H.

(121710023)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MA CHUNG
OKTOBER 2020
RESUME

1. PPh Pasal 22 dan Tax Planning PPh Pasal 22

a. Menurut UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 [ CITATION Onl \l 1057 ]:

Pajak Penghasilan Pasal 22 merupakan bentuk pemotongan atau

pemungutan pajak yang dilakukan satu pihak terhadap wajib pajak dan

berkaitan dengan kegiatan perdagangan barang.

b. Pemungut PPh Pasal 22 sebesar 1,5% dari pembelian [CITATION Onl \l

1057 ]:

 Bank Devisa Negara dan Dirjen Bea dan Cukai (DJBC)

 Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

 Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

 Industri Dan Eksportir

 Industri atau Badan Usaha yang melakukan pembelian komoditas

tambang, batubara, mineral logam/bukan logam, dari badan atau orang

pribadi pemegang izin usaha pertambangan

c. Wajib Pajak yang memungut PPh Pasal 22 saat penjualan [ CITATION Onl \l

1057 ]:

 Badan Usaha

 Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek

(APM), dan importir umum kendaraan bermotor

 Produsen atau Importir bahan bakar minyak


 Pedagang pengumpul => badan/pribadi yang mengumpulkan hasil

usaha kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan.

Kemudian, hasil tersebut dijual kepada badan usaha industri dan

eksportir yang bergerak dalam sektor kehutanan, perkebunan,

peternakan dan perikanan.

 Wajib Pajak badan yang tergolong memiliki penjualan barang yang

mewah (Peraturan MenKeu No. 90/PMK.03/2015).

d. Berdasarkan Peraturan MenKeu No. 90/PMK.03/2015, objek dan tarif PPh

Pasal 22 [ CITATION Onl \l 1057 ]:

 Impor:

 Menggunakan Angka Pengenal Importir (API) = 2,5% x Nilai Impor

 Non-API = 7,5% x Nilai Impor

 Yang Tidak Dikuasai = 7,5% x harga jual lelang

 Pembelian barang oleh DJPB, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD =

1,5% x harga pembelian (tidak termasuk PPN dan Tidak Final)

 Penjualan Hasil Produksi:

 Kertas = 0,1% x DPP PPN (tidak final)

 Semen = 0,25% x DPP PPN (tidak final)

 Baja = 0,3% x DPP PPN (tidak final)

 Otomotif = 0,45% x DPP PPN (tidak final)

 Bahan bakar minyak, gas, dan pelumas kepada penyalur/agen

bersifat final. Selain penyalur/agen bersifat tidak final


 Pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor dari

pedagang pengumpul => 0,25% x Harga Pembelian (tidak termasuk

PPN).

 Impor kedelai, gandum, dan tepung terigu oleh importir dengan API =>

0,5% x Nilai Impor

 Atas penjualan barang mewah

 Tidak memiliki NPWP, dipotong 100% lebih tinggi dari tarif PPh Pasal

22.

e. Pengecualian PPh Pasal 22 [ CITATION Onl \l 1057 ]:

 Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang berdasarkan

ketentuan peraturan perundang-undangan yang tidak terutang PPh =>

dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh.

 Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk:

 Tempat Penimbunan barang dagangan karena pengimpor tidak

membayar bea masuk sebagaimana mestinya.

 Pasal 6 dan Pasal 7 PP Nomor 6 Tahun 1969

 Kiriman hadiah

 Impor dengan tujuan keilmuan

 Pembayaran atas penyerahan barang => beban belanja negara yang

kurang dari Rp. 2.000.000 (bukan merupakan jumlah yang dipecah)

 Pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-

benda pos, dan telepon.

f. Tax planning PPh pasal 22 [ CITATION Dol12 \l 1057 ]:


 Tax Saving PPh 22 = perusahaan harus menggunakan API sehingga

pajak yang dipungut lebih rendah (2,5%) dibandingkan non-API

(7,5%). Jika perusahaan tidak memiliki API, sebaiknya mengurus izin

mendapatkan API. Namun, jika bersifat sementara maka perusahaan

sebaiknya meminjam fasilitas API. Hal tersebut dikarenakan pemilik

API bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan impor, terlepas dari

impor tersebut milik pihak perusahaan atau pihak lain. Maka dari itu,

antara peminjam dan yang meminjamkan sudah saling mengenal untuk

mengurangi risiko pemilik API. Adanya handling fee membuat benefit

pengenaan pajak lebih rendah (dipotong PPh Pasal 23) dan pemilik

barang mendapatkan tax saving pada PPh Pasal 22.

 Tax Avoidance PPh 22 Impor = kredit PPh Pasal 22 perusahaan dapat

menyebabkan lebih bayar dan perusahaan dapat membiayakan kredit

PPh Pasal 22 tersebut. Meskipun non-deductible, hal itu jauh lebih baik

dilakukan untuk menghindari pemeriksaan (cost of tax compliance yang

sangat mahal). Maka dari itu, perusahaan juga tidak merugi, karena

sebelumnya sudah dilakukan tax saving.

 Tax Evasion PPh 22 Impor: terjadi jika perusahaan yang tidak memiliki

API dan meminjam API, tetapi eksportir/pemilik API mengkreditkan

PPh Pasal 22 dalam SPT Badannya. Hal tersebut bertentangan dengan

Pasal 4 ayat (2) KMK-539/KMK.04/1990. Padahal, API tersebut bukan

atas nama perusahaan, tetapi pinjaman.

2. PPh Pasal 23 dan Tax Planning PPh Pasal 23


a. PPh Pasal 23 => pajak yang dipotong atas penghasilan dari modal,

penyerahan jasa atau hadiah dan penghargaan selain yang diatur pada PPh

Pasal 21 [CITATION Kli \l 1057 ].

b. Tarif dan objek PPh Pasal 23:

 Tarif 15% dari jumlah bruto => dividen, kecuali kepada orang pribadi

(dikenakan pajak final, bunga dan royalti). Selain itu hadiah dan

penghargaan selain yang diatur pada PPh 21.

 Tarif 2% dari jumlah bruto => sewa dan penghasilan lain terkait

penggunaan harta (kecuali sewa tanah dan/atau bangunan), imbalan jasa

(teknik, manajemen, konstruksi dan konsultan, dll).

 Tarif 100% => badan yang tidak memiliki NPWP

 Pengecualian jumlah bruto yang dimaksud => gaji, honorarium,

tunjangan, imbalan, pengadaan/pembelian barang, pembayaran kepada

pihak kedua sebagai perantara kepada pihak ketiga.

c. Tax Planning PPh Pasal 23 [ CITATION Kli \l 1057 ]=> dilakukan metode

gross up, yaitu dengan memasukkan jumlah potongan PPh Pasal 23 pada

nilai jasa yang hendak dibayarkan. Hal tersebut dilakukan agar pembukuan

tetap konsisten. Kemudian, setiap dokumen yang terbit setelah perhitungan

gros sup harus mencantumkan nilai konsisten atau nilai sebesar yang telah

dilakukan perhitungan gross up.

3. PPh Pasal 26 dan Tax Planning PPh Pasal 26

a. PPh Pasal 26 [ CITATION Kli18 \l 1057 ] => mengatur penghasilan dari Wajib

Pajak Luar Negeri.


b. Tarif dan Objek PPh 26, yaitu 20% atas jumlah bruto pendapatan [ CITATION

Kli18 \l 1057 ] =

 Deviden

 Bunga, diskonto, premium, insentif yang berhubungan dengan jaminan

pembayaran pinjaman

 Royalti, sewa, serta pendapatan lain yang berhubungan dengan

pemanfaatan aset

 Insentif yang berhubungan dengan pekerjaan, jasa, dan aktivitas

sejenisnya

 Hadiah dan penghargaan

 Pensiun dan pembayaran berkala

 Premi swap dan transaksi lindung lainnya

 Perolehan keuntungan dari penghapusan utang

 Selain pendapatan atau omset, dibebankan PPh Pasal 26 atas laba bersih

dan bersifat final => pendapatan atas penjualan aset di Indonesia, dan

premi (asuransi, reasuransi) baik yang dibayarkan secara langsung

maupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

c. Ketentuan tarif 20% [ CITATION Kli18 \l 1057 ]=

 Final atas laba bersih => penjualan atau pengalihan saham perusahaan

yang dibangun atau berada di negara yang memberikan perlindungan

pajak (termasuk BUT di Indonesia).


 Atas PKP setelah dikurangi dengan pajak => BUT di Indonesia dan

tidak berlaku pada WP yang penghasilan atas perusahaan tersebut

ditanamkan kembali di Indonesia

 Tax Treaty atau P3B => dapat mengurangi tingkat tarif biasa sebesar

20% dan memiliki kemungkinan tarif 0%.

d. Tax Planning PPh Pasal 26 => memanfaatkan tax treaty atau

P3B[ CITATION Sup07 \l 1057 ]. Selain itu, perusahaan juga dapat

memanfaatkan prinsip taxability-deductibilty dengan memaksimalkan

pengurangan[ CITATION Suh20 \l 1057 ].

4. PPh Final Pasal 4 ayat (2) dan Tax Planning PPh Final

a. PPh Pasal 4 Ayat (2) [ CITATION Onl17 \l 1057 ] => pajak atas penghasilan

tertentu yang bersifat final dan tidak dapat dikreditkan dengan PPh terutang.

b. Objek PPh Pasal 4 Ayat (2) [ CITATION Onl17 \l 1057 ] =

 Peredaran bruto (omzet penjualan) sebuah usaha dibawah Rp 4,8 M

dalam masa 1 tahun pajak => 0,5% pada pelaporan SPT Tahunan

Badan/Pribadi

 Bunga dari deposito dan jenis-jenis tabungan, bunga dari obligasi dan

obligasi negara, dan bunga dari tabungan yang dibayarkan oleh koperasi

kepada anggota masing-masing => 20 hari setelah masa pajak berakhir

 Hadiah berupa lotere/undian => 20 hari setelah masa pajak berakhir

 Transaksi saham dan surat berharga lainnya, transaksi derivatif

perdagangan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan

ibukota mitra perusahaan yang diterima oleh perusahaan modal usaha


=> 25 bulan berikutnya setelah bulan terjadinya transaksi penjualan

saham

 Transaksi atas pengalihan aset dalam bentuk tanah dan/atau bangunan,

usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan sewa atas tanah dan/atau

bangunan => 20 hari setelah masa pajak berakhir

 Pendapatan lainnya sebagaimana diatur dalam atau sesuai dengan

Peraturan Pemerintah.

c. Tax planning PPh Pasal 4 Ayat (2) [CITATION Dol121 \t \l 1057 ]=>

Penggunaan konsep matching cost (Pasal 6 UU PPh) dengan

memperhatikan hubungan langsung antara penghasilan dan biaya yang

menentukan boleh tidaknya biaya dikurangkan dari PKP (direct matching).

Untuk dapat dikurangkan, harus memenuhi kualifikasi sebagai berikut:

 Terhadap penghasilan yang diperoleh atau diterima (cash basis/acrual

basis) terkait biaya yang dimaksud harus merupakan PKP.

 Atas PKP bersifat final (dikenakan tarif final atau tidak final=>tarif

umum, Pasal 17)

DAFTAR PUSTAKA

Doly, T. (2012, Desember 10). Sekilas Perencanaan Pajak: Penghasilan Final


dan Non-Final. Diambil kembali dari nusahati.com:
http://www.nusahati.com/2012/12/sekilas-perencanaan-pajak-penghasilan-
final-dan-non-final/
Doly, T. (2012, Desember 3). Sekilas Perencanaan Pajak: PPh 22 Impor.
Diambil kembali dari nusahati.com:
http://www.nusahati.com/2012/12/sekilas-perencanaan-pajak-bagian-i/
Klik Pajak. (2018, September). Pahami Ketentuan PPh Pasal 26 atas Pajak
Perusahaan Asing. Diambil kembali dari klikpajak.id:
https://klikpajak.id/blog/bayar-pajak/pph-pasal-26-atas-pajak-perusahaan-
asing/
Klik Pajak. (2019, Juli). PPh 23: Mengenal Ketentuan Strategi Gross Up.
Diambil kembali dari klikpajak.id: https://klikpajak.id/blog/bayar-
pajak/pph-23-dan-situasi-khusus-dengan-cara-gross-up/
Online Pajak. (2016, November 29). Pajak Penghasilan Pasal 22 (PPh Pasal 22).
Diambil kembali dari online-pajak.com: https://www.online-
pajak.com/tentang-pajak-pribadi/pph-pajak-penghasilan-pasal-22
Online Pajak. (2017, Juni 4). PPh Pasal 4 Ayat (2) (Pajak Penghasilan Pasal 4
Ayat (2)). Diambil kembali dari online-pajak.com: https://www.online-
pajak.com/seputar-pajakpay/pajak-penghasilan-pph-pasal-4-ayat-2-a
Suha Tax Consulting. (2020, Juni). Tax Planning PPh Pasal 21/26. Diambil
kembali dari suhaplanner.com:
https://slideplayer.info/slide/11989047/#.XvDDWku6fhI.wordpress
Suparman, R. A. (2007, Mei 12). PPh Pasal 26. Diambil kembali dari
pajaktaxes.blogspot.com: https://pajaktaxes.blogspot.com/2007/05/pph-
pasal-26.html

Anda mungkin juga menyukai