Anda di halaman 1dari 6

Novi Natalia Rizki Hanjaya

(121710023)

MANAJEMEN PERPAJAKAN (RESUME)


1. Bentuk usaha yang dipilih dapat memberikan kontribusi profit bagi investor atau pengusaha,
sehingga pemilihan bentuk usaha harus diperhatikan. Investor biasanya akan tertarik pada
perusahaan yang memiliki bentuk usaha dengan profit paling besar dan tingkat risiko yang
lebih rendah. Berkaitan dengan pajak, pastinya investor akan tertarik dengan perusahaan
yang profitnya besar dan beban pajak yang rendah/kecil. Diluar konteks profit dan risiko,
bentuk usaha juga menjadi bahan pertimbangan keberlangsungan usaha dalam jangka
panjang.

2. Beberapa faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan bentuk usaha (Pohan,


2013):
a. Hubungan antara tarif pajak penghasilan orang pribadi dan tarif pajak penghasilan
wajib pajak badan, termasuk ketentuan khusus yang mengatur hal itu.
b. Pengenaan pajak penghasilan secara berganda, baik atas laba bruto usaha, maupun
penghasilan dari pembagian keuntungan (dividen) kepada para pemegang sahamnya.
c. Kesempatan untuk menunda pembayaran pajak pada tarif pajak penghasilan lebih
kecil/besar jika dibandingkan dengan kesempatan yang terdapat pada tarif pajak
penghasilan dari akumulasi penghasilan perusahaan.
d. Adanya ketentuan mengenai kerugian hasil neto (kompensasi kerugian) dan kredit
investasi yang berlaku bagi bentuk usaha tertentu.
e. Kemungkinan pengajuan perlakuan khusus terhadap pajak atas akumulasi laba, pajak
atas penghasilan personal, holding company, dan seterusnya.
f. Liberalisasi ketentuan yang mengatur fringe benefit dan atau payment in kind.

3. Beberapa bentuk usaha yang dapat menjadi pertimbangan (Hartono, 2018):


a. Usaha Perseroan Terbatas
b. Usaha Persekutuan (CV, Firma, Kongsi)
c. Usaha Perseorangan
d. Usaha Koperasi
e. Usaha Organisasi Nirlaba (Yayasan)
4. Usaha Perseroan Terbatas
a. Pengertian (Hartono, 2018): badan hukum yang merupakan persekutuan modal yang
didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang
seluruhnya terbagi dalam saham, dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UU
serta peraturan pelaksanaannya.
b. Perseroan Terbuka (Tbk): perseroan publik atau perseroan yang melakukan penawaran
umum saham sesuai dengan ketentuan UU di bidang pasar modal.
c. Kaitan dengan pajak:
➢ Perseroan dikenakan level net income sebelum pembagian dividen perusahaan
kepada pemegang saham (Indonesia Paten No. UU No. 36 Tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan Penghasilan, 2008).
➢ Corporate Tax (PPh Badan) = 25% (Hartono, 2018)
➢ Saat penghasilan tersebut ditransfer ke pemegang saham sebagai deviden, maka
atas pembagian tersebut akan dikenakan pajak sebesar 10% untuk WPOP
(Indonesia Paten No. PPh Final Pasal 4 ayat 2).
➢ Beban pajak 32,5% dari keuntungan yang diperoleh badan usaha perseroan
terbatas.

5. Usaha Persekutuan (CV, Firma, Kongsi)


a. Pengertian: merupakan perkumpulan bukan badan hukum atau tidak termasuk kategori
sebagai badan hukum. Pendirian Firma tidak memerlukan pengesahan dari
Kementerian Hukum dan HAM, meskipun didirikan dengan akte notaris dan
didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara RI. Demikian juga sama halnya dengan CV (Hartono, 2018).
b. Pasal 18 dan 19 Buku 1 KUHP (Hartono, 2018): perbedaan antara persekutuan dengan
persero terbatas terdapat pada tanggungjawab persero (shareholder).
c. Kaitan dengan pajak (Hartono, 2018):
➢ UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat 3 dan Pasal 6:
Pengaturan pajak CV yang dikenakan hanya sekali pada level net income. Ketika
didistribusikan kepada pemegang saham tidak dikenakan pajak deviden lagi.
➢ Presentase beban pajak investor bentuk usaha persekutuan lebih kecil (25%)
dibandingkan dengan usaha perseroan terbatas (32,5%). Begitu pula return yang
diberikan kepada pemegang saham persekutuan lebih besar dibandingkan dengan
pemegang saham persero.
6. Usaha Perseorangan
a. Bentuk usaha perseorangan ini dimiliki oleh perseorangan atau wajib pajak pribadi
yang tentunya memiliki NPWP untuk memenuhi kewajiban perpajakannya (Hartono,
2018).
b. Kaitannya dengan pajak (Hartono, 2018):
➢ Beberapa faktor pengurang seperti Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) dan
biaya jabatan (hanya untuk pegawai tetap) yang dalam perhitungan pajak perseroan
tidak terdapat dalam ketentuan perpajakan usaha perseorangan.
➢ Terdapat pembedaan tax rate dan lapisan penghasilan kena pajak (taxable income
bracket) antara PPh Perseorangan dengan PPh Badan. PPh Perseorangan
menggunakan tarif progresif dari lapisan tarif 5% hingga tarif maksimum 30%.
Sedangkan, PPh Badan menggunakan tarif tunggal 25%.

7. Usaha Koperasi
a. Pengertian (Indonesia Paten No. PSAK No. 27, 2009): badan usaha yang
mengorganisasi pemanfaatan dan pendayagunaan sumber daya ekonomi para
anggotanya atas dasar prinsip-prinsip koperasi dan kaidah usaha ekonomi untuk
meningkatkan taraf hidup anggota pada khususnya dan masyarakat daerah pada
umumnya. Dengan demikian koperasi merupakan gerakan ekonomi rakyat dan soko
guru perekonomian nasional.
b. Kaitannya dengan pajak (Hartono, 2018):
➢ Atas penghasilan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang merupakan objek pajak, maka
koperasi dikenakan PPh Badan dengan tarif tunggal 28% (tahun 2008) dan tarif
25% (tahun 2009-dst). Pajak koperasi dikenakan level net income sebelum
pembagian SHU perusahaan kepada anggota koperasi.
➢ UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Penghasilan terdapat fasilitas
yang dikecualikan dari pajak namun berlaku bagi koperasi (Hartono, 2018):
• Yang dikecualikan dari objek pajak adalah harta hibah dan bantuan atau
sumbangan kepada koperasi (UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Penghasilan Pasal 4 ayat 3 huruf a).
• Sisa Hasil Usaha (SHU) yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya,
tidak dipotong PPh Pasal 23 (UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Penghasilan Pasal 23 ayat 4 huruf f).
• Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat dividen tersebut berasal dari cadangan laba yang ditahan.
➢ Peraturan Pemerintah PPh No. 15 Tahun 2009 tentang Bunga Simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi perorangan. Besarnya PPh Final
adalah:
• 0% untuk penghasilan berupa bunga simpanan sampai dengan Rp 240.000,00
per bulan, atau
• 10% dari jumlah bruto bunga untuk penghasilan berupa bunga simpanan lebih
dari Rp 240.000,00 per bulan.

8. Usaha Nirlaba/Yayasan
a. Penghasilan yayasan disebut juga dengan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang merupakan
objek pajak penghasilan dikenai tarif PPh Badan, dengan tarif tunggal 28% (Tahun
2008) dan tarif 25% (Tahun 2009-dst). Pengakuan penghasilan maupun biaya pada
yayasan sama dengan badan usaha lainnya (Hartono, 2018).
b. Kegiatan usaha yang mendapatkan perlakuan khusus berkaitan dengan pajak:
➢ Pembebasan bea masuk dan cukai dengan mengajukan permohonan agar
ditetapkan sebagai badan yang mendapat fasilitas tersebut sesuai dengan
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 144/KMK.05/1997 tentang Pembebasan Bea
Masuk dan Cukai atas Impor barang kiriman hadiah untuk keperluan ibadah umum,
amal, sosial dan kebudayaan (Peraturan Menteri Keuangan Paten No.
67/PMK.04/2006).
➢ Dikecualikan dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh atas penghasilan
dari pengalihan hak atas tanah atau bangunan (PER Paten No. 30/PJ/2009PER30
dan SE Paten No. 48/PJ/2009SE48).
➢ Pasal 2 UU PPh: yayasan tetap digolongkan sebagai subjek PPh. Jika yayasan
berniat mencari keuntungan, maka penerima merupakan objek PPh. Jika tidak,
maka atas penerimaan tersebut tidak dikenakan PPh.
➢ PER-44/PJ./2009 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 80/PMK.03/2009 tentang
Pelaksanaan pengakuan sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atu lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan
pengembangan yang dikecualikan dari objek PPh.
➢ Pasal 2 ayat 1 UU PPh: sisa lebih yang diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
ditanamkan kembali dalam bentuk pembangunan dan pengadaan sarana dan
prasarana kegiatan dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan
bersifat terbuka kepada pihak manapun dan telah mendapat pengesahan dari
instansi yang membidanginya, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut dikecualikan sebagai objek PPh.
c. Wajib menyampaikan pemberitahuan mengenai rencana fisik sederhana dan rencana
biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana kegiatan pendidikan atau
penelitian => dalam jangka waktu 4 tahun. Jika sudah lewat dan tidak menggunakan
atau terdapat sisa lebih yang digunakan untuk pembangunan, maka sisa tersebut diakui
sebagai penghasilan dan dikenai PPh pada tahun pajak berikutnya.

9. Pemilihan bentuk usaha memang dapat menjadi pertimbangan investor dalam mengambil
keputusan untuk meminimalkan beban pajak. Namun, masih terdapat faktor-faktor lain
diluar faktor pajak yang dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor.

DAFTAR PUSTAKA
Hartono, S. (2018). Modul: Strategi Penghematan Pajak Melalui Pemilihan Bentuk Usaha.
Diambil kembali dari Docplayer.info: https://docplayer.info/69594162-Strategi-
penghematan-pajak-melalui-pemilihan-bentuk-usaha.html

Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah PPh tentang Bunga Simpanan Paten No. 15.

Keuangan, P. M. (t.thn.). Peraturan Menteri Keuangan Paten No. 67/PMK.04/2006.

Nasikhudin. (2016, Mei 31). Memilih Bentuk Usaha Yang Tepat Bagi Perencanaan Pajak.
Diambil kembali dari Ortax.org:
https://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=85&list=&q=&hlm=3

(t.thn.). PER Paten No. 30/PJ/2009.

Pohan, C. A. (2013). Manajemen Perpajakan Strategi Perencanaan Pajak. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

PSAK. (2009). Indonesia Paten No. PSAK No. 27.


Santoso, I., & Rahayu, N. (2013). Corporate Tax Management. Diambil kembali dari
www.ortax.org.

(t.thn.). SE Paten No. 48/PJ/2009.

Undang-Undang. (1983). Indonesia Paten No. UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan
Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Undang-Undang. (2008). Indonesia Paten No. UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan Penghasilan.

Undang-Undang. (t.thn.). Indonesia Paten No. PPh Final Pasal 4 ayat 2.

Anda mungkin juga menyukai