Anda di halaman 1dari 29

PPH ATAS SEKTOR PERBANKAN

Diajukan sebagai salah satu syarat kelulusan mata kuliah Seminar Perpajakan

Akademik tahun pelajaran 2020/2021

Oleh Kelompok 9 :

Becky Berlina (1651057)

Yulike Hayanni (1651031)

Ayu Anggraeni (1651069)

Latifa Novina H (1551161)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

BANDUNG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Sektor keuangan merupakan kelompok perusahaan industri jasa yang sudah masuk dalam
perusahaan publik yang sudah terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan dibagi menjadi beberapa
sub sektor, diantaranya meliputi sub sektor bank, sub sektor lembaga pembiayaan, sub sektor
perusahaan efek, sub sektor asuransi dan sub sektor lainnya yang merupakan perusahaan
penghasil bahan baku yang berjumlah 1 perusahaan.

Sektor keuangan terutama perbankan memiliki peran yang sangat vital dalam menjaga
kestabilitasan perekonomian di dalam suatunegara. Perbankan merupakan salah satu lembaga
keuangan yang terdaftar dalam Bursa Efek Idonesia yang berada disektor keuangan yang
memiliki peran sebagai perantara keuangan dari dua pihak, yakni pihak yang berlebih dana
dengan pihak yang kekurangan dana. Di Indonesia pengawasan perbankan dilakukan dengan
sangat ketat oleh lembaga –lembaga tertentu, diantaranya dilakukan oleh Bank Indonesia sebagai
Bank Sentral, OJK(Otoritas Jasa Keuangan), BAPEPAM-LK (Badan Pengawas Pasar Modal),
LPS(Lembaga PenjaminSimpanan), dan Dirjen Pajak.

1.2. TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan ini ialah agar kita lebih memahami apa itu Pajak Penghasilan dan
bagaimana pengaruh Pajak Penghasilan di Sektor Perbankan

1.3. RUMUSAN MASALAH

1. Apa itu Pajak?

2. Apa itu Pajak Penghasilan Umum ?

3. Apa itu Pajak Perbankan?

4. Apa itu perbankan syariah?

5. Bagaimana perkembangan perbankan syariah?


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. PENGERTIAN PAJAK

Pajak secara umum merupakan iuran wajib atau pungutan yang dibayar oleh Wajib Pajak
(Orang yang bayar pajak) kepada Pemerintah berdasarkan Undang-Undang dan hasilnya
digunakan untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah dengan tanpa balas jasa yang
ditunjukan secara langsung. Dalam Undang Undang Nomor 16 tahun 2009 tentang perubahan
ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 yakni Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dinyatakan
bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang dengan tidak mendapatkan imbalan
langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:

1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.
Iuran tersebut berupa uang ( bukan barang).
2. Berdasarkan Undang-Undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan
Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat
ditunjuk.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yaitu pengeluaran-pengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Fungsi pajak ada dua , yaitu pertama, Fungsi Anggaran (budgetair) ialah pajak sebagai
sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya, dan kedua, Fungsi
Mengatur (regulerend) ialah pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan
pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.

Pajak dibagi menjadi tiga jenis : Menurut Golongan, menurut Sifat , dan menurut
Pemungut . menurut Golongan dibagi menjadi 2 macam yaitu langsung dan tidak langsung.
Menurut Sifat dibagi menjadi 2 macam, yaitu sukjektif dan objektif. Sedangkan menurut
Pemungut ada dua macam yaitu Pusat dan Daerah.
2.2 PAJAK PENGHASILAN UMUM

Undang Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku sejak 1
Januari 1984, lalu diubah terakhir menjadi Undang Undang No. 36 Tahun 2008. Undang-
Undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak
Penghasilan merupakan pajak yang dipungut kepada obyek pajak atas penghsilan yang
diperolehnya. PPh akan selalu dikenakan terhadap orang atau badan usaha selaku wajib pajak
yang memperoleh penghasilan. Setiap perusahaan jasa maupun non jasa sebagai wajib pajak
diwajibkan untuk membayar pajak.

Pajak Penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau
diperoleh selama tahun pajak. Adapun yang menjadi subjek pajak adalah:Orang pribadi, Warisan
yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak, Badan, dan Bentuk Usaha
Tetap (BUT) . Subjek pajak dibedakan menjadi subjek pajak dalam negeri dan subjek pajak luar
negeri. Subjek pajak dalam negeri terdiri dari :

a) Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di
Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di
Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.
b) Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit
tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria: pembentukannya
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, pembiayaannya bersumber
dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat
atau Pemerintah Daerah, dan pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara.
c) warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

Subjek pajak luar negeri adalah:


a) orang pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
apabila: tidak bertempat tinggal di Indonesia, berada di Indonesia tidak lebih dari
183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan.
b) badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui BUT di Indonesia, menerima
atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak melalui BUT.

2.3. PERBANKAN

2.3.1. Definisi Perbankan

Definisi bank menurut Undang-Undang No. 10 Tahun tahun 1998 tentang


Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dewan Syariah
Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk dibentuk oleh MUI yang mempunyai
tugas dalam menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan aktivitas lembaga
keuangan syariah. Salah satu tugas pokok DSN adalah mengkaji, menggali, dan
merumuskan nilai dan prinsip-prinsip hukum dalam bentuk fatwa untuk dijadikan
pedoman oleh bank syariah dalam menjalankan operasinya.

Menurut Kasmir ( 2013), Perbankan merupakan kegiatan menghimpun dana


(funding) dan menyalurkan dana (lending). Sedangkan menurut Darmawi (2012),
pengertian Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya. Dapat disimpulkan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut
bank, baik kelembagaan, maupun kegiatan usahanya, yang berupa menghimpun dan
menyalurkan dana.

Pajak perbankan mengacu pada istilah perlakuan perpajakan untuk sektor jasa
perbankan. Dalam hal penyerahan jasa, sektor perbankan sejatinya tidak dikenakan pajak
perbankan yang dalam hal ini adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

Dikecualikannya perbankan dari pengenaan pajak perbankan dalam bentuk


pungutan PPN ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 (UU PPN).
Dalam UU PPN Pasal 4A Ayat (3) tertulis jenis-jenis jasa yang tidak dikenakan PPN,
salah satunya adalah jasa perbankan.

Dalam penjelasan atas UU PPN ini bahkan dirinci secara detail mengenai macam-
macam jasa perbankan yang tidak dikenakan pajak perbankan berupa pungutan PPN.

Secara umum, jasa yang disediakan oleh bank yang tidak kena pajak perbankan
berupa pungutan PPN memiliki dua karakteristik, yakni:

1. Jasa keuangan dalam bentuk jasa pembiayaan dengan imbalan bunga.


2. Jasa keuangan yang diserahkan secara langsung oleh perbankan kepada
nasabah.

Secara sepesifik, kegiatan penyerahan jasa bank yang tidak dikenakan pajak
perbankan berupa pungutan PPN antara lain:

1. Menghimpun dana dari masyarakat dan layanan yang berkaitan dengan hal
tersebut.
2. Layanan memberikan kredit
3. Penempatan dana dan/atau meminjamkan dana kepada bank lain
4. Pendapatan dari kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit
5. Pendapatan dari penyediaan pembiayaan dengan sistem syariah sesuai
ketentuan dari Bank Indonesia (BI)
6. Pendapatan dari penerbitan surat pengakuan utang
7. Pendapatan dari kegiatan penjaminan atas resiko sendiri
8. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan UU Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku, misalnya mendapatkan pendapatan yang berkaitan dengan
penjaminan bank garansi.

Sehubungan dengan kegiatan-kegiatan di atas tersebut, pajak perbankan berupa


pungutan PPN tidak dikenakan.

Kegiatan atau penyerahan jasa yang dikenakan pajak perbankan berupa pungutan
PPN antara lain:
1. Jasa memindahkan uang untuk kepentingan bukan nasabah
2. Menempatkan dana nasabah ke nasabah lain dalam bentuk surat berharga
yang tidak tercatat dalam bursa efek. Pendapatan yang dikenakan pajak
perbankan berupa pungutan PPN sehubungan dengan hal ini adalah,
pendapatan dari jasa kustodian.
3. Penerimaan pembayaran yang berasal dari tagihan atas surat berharga dan
melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga.
4. Penyedian tempat penyimpanan. Pendapatan dari jasa yang kena pajak
perbankan berupa pungutan PPN dalam hal ini adalah, pendapatan
administrasi dan penyewaan safe deposit box.
5. Penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan kontrak. Pendapatan dari
jasa yang kena pajak perbankan berupa pungutan PPN dalam hal ini adalah,
pendapatan yang berbentuk fee dari jasa wali amanat.
6. Kegiatan pembelian dan penjualan untuk kepentingan dan atas perintah
nasabah.
7. Melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan UU Perbankan dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

Selain penyerahan jasa, bank juga diperbolehkan melakukan kegiatan lain,


misalnya membeli sebagian atau seluruh agunan. Kegiatan pembelian agunan ini bisa
dilakukan melalui atau di luar balai lelang.

Untuk memperoleh keuntungan/penerimaan yang berkelanjutan (sustain), pada


umumnya bank melakukan kegiatan investasi dengan memperhatikan prinsip berikut:

1. Liquidity, dalam kegiatan investasinya, bank akan memastikan bahwa dalam


investasi yangdilakukan bank tersebut dapat dengan mengubah semua jenis
investasinya ke dalam bentuk cashtanpa kerugian. Dalam hal ini bank akan
selalu memastikan selalu tersedia sejumlah cash yangcukup.
2. Profitability
3. Safety/security
4. Deiversity, bank akan menginvestasikan modalnya dalam berbagai jenis
bentuk instrumentinvestasi untuk memastikan bank tersebut memperoleh
permanent return dan menghindarikonsekuensi yang mengakibatkan kerugian.
5. Saleability/security, bank menginvestasikan modalnya melalui instrument
yang mudahdiperjualbelikan terutama ketika menghadapi emergency.
6. Stability in the value of investment, bank akan berupaya untuk berinvestasi
melalui instrumentyang relatif stabil.
7. Principle of tax-exemption of investment, bank akan berupaya maksimal
untuk menginvestasikanmodalnya melalui instrument yang dikecualikan dari
pengenaan pajak.

2.4. PERBANKAN SYARIAH

Perbankan syariah atau perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah Islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan
dalam agama Islam untuk memungut atau meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan
riba serta larangan untuk melakukan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan dimana hal
ini tidak dapat dijamin dalam sistem perbankan konvensional. Bank syariah adalah bank yang
dalam menjalankan operasinya dengan sistem hukum Islam (syariah). Fungsinya sama dengan
bank Konvensional yaitu menerima simpanan uang, meminjamkan uang dan jasa keuangan
lainnya, tetapi yang membedakan adalah cara operasi, produk, kesepakatan, dan sistemnya.

Produk-produk perbankan syariah terbagi atas produk penyaluran dana, penghampunan


dana dan produk jasa. Adapun penjelasan lebih rinci adalah sebagai berikut:

1. Penghimpunan Dana  terbagi menjadi tiga macam, yaitu:


 Wadi’ah
 Mudharabah
 Wakalah
2. Penyaluran Dana  secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam
tiga kategori berdasarkan tujuan penggunaan, yaitu:
 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang yang dilakukan
dengan prinsip jual beli.
 Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan
dengan prinsip sewa.
 Transaksi pembiayaan untuk usaha kerjasama yang dituju guna mendapatkan
sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.

Perkembangan Perbankan Syariah

Bank Indonesia memberikan perhatian yang serius dan bersungguh-sungguh dalam


mendorong perkembangan perbankan syariah. Pertama, bank syariah lebih dekat dengan sektor
riil karena produk yang ditawarkan, khususnya dalam pembiayaan, senantiasa menggunakan
underlying transaksi di sektor riil sehingga dampaknya lebih nyata dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi. Kedua, tidak terdapat produk-produk yang bersifat spekulatif
(gharar)sehingga mempunyai daya tahan yang kuat dan teruji ketangguhannya dari direct hit
krisis keuangan global. Secara makro, perbankan syariah dapat memberikan daya dukung
terhadap terciptanya stabilitas sistem keuangan dan perekonomian nasional. Ketiga, sistem bagi
hasil (profit-loss sharing) yang menjadi ruh perbankan syariah akan membawa manfaat yang
lebih adil bagi semua pihak, baik bagi pemilik dana selaku deposan, pengusaha selaku debitur
maupun pihak bank selaku pengelola dana.

2.5. PEMBIAYAAN DENGAN PRINSIP SYARIAH

Untuk pembiayaan dengan prinsip syariah dipersamakan dengan peraturan perbankan


komersial.

1. Sewa Guna Usaha dipersamakan dengan aturan leasing (KMK No 1169/KMK.01/1991)

Ijarah, dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas
sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)

- PPh 23 dan PPN atas pembayaran sewa seperti biasa

Ijarah Muntahiyah Bittamlik dikenai Pajak Penghasilan atas sewa guna usaha dengan
hak opsi (financial lease)
- PPN Masukan atas barang yang disewakan dan tidak ada PPh 23 atas pembayaran
angsuran leasing
2. Bagi hasil dipersamakan dengan aturan bunga bank (PMK No 26/PMK.010/2016)
- PPh final 0-20%(tergantung jangka waktu)
- Murahabah, Salam, atau Istishna’ berupa margin keuntungan atau laba, dikenai Pajak
Penghasilan sesuai ketentuan pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga.
3. Pembiayaan kartu kredit dan lainnya. seperti yang diatur dalam UU PPh yaitu
digabungkan dengan laba dan penghasilan lain dengan PPh tarif badan.

2.6. PPH PERBANKAN SYARIAH

Pemerintah menerbitkan dua peraturan yang mengatur pengenaan pajak penghasilan atas
kegiatan usaha pembiayaan dan kegiatan usaha perbankan syariah.Direktur Penyuluhan
Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kementerian Keuangan menyebutkan:

 Peraturan pertama adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.03/2011 tentang


Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Pembiayaan Syariah.
Dalam peraturan tersebut ditegaskan bahwa perlakuan pajak atas kegiatan sewa guna
usaha yang dilakukan berdasarkan Ijarah diperlakukan sama dengan kegiatan sewa guna
usaha tanpa hak opsi (operating lease). Sedangkan sewa guna usaha Ijarah Muntahiyah
Bittamlik diperlakukan sama dengan sewa guna usaha dengan hak opsi (financial lease).
Sedangkan untuk kegiatan usaha anjak piutang Wakalah bil Ujrah dan pembiayaan
konsumen berdasarkan akad Murahabah, Salam dan Istishna’, keuntungannya dikenai
pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan pajak penghasilan atas bunga.
Lebih lanjut dijelaskannya, atas penghasilan yang diterima dari kegiatan usaha kartu
kredit dan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah lainnya dikenai pajak penghasilan
sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan.
 Peraturan kedua, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 137/PMK.03/2011 tentang
Pengenaan Pajak Penghasilan untuk Kegiatan Usaha Perbankan Syariah. Dalam kegiatan
usaha perbankan syariah, penghasilan berupa bonus, bagi hasil, margin keuntungan
dikenai pajak penghasilan sesuai ketentuan pengenaan pajak penghasilan atas bunga.
Sedangkan penghasilan lainya dikenai pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan yang
mengatur mengenai transaksi antara perbankan syariah dengan nasabah penerima
fasilitas.
Peraturan itu juga menegaskan, kegiatan pembiayaan syariah dan perbankan syariah
pembebanan biayanya mengacu pada ketentuan Undang-undang Pajak Penghasilan.
Apabila terdapat pengalihan harta atau sewa harta yang wajib dilakukan untuk memenuhi
prinsip syariah, maka tidak termasuk dalam pengertian pengalihan harta sebagaimana
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.

Dengan terbitnya kedua peraturan perpajakan tersebut, diharapkan akan ada keselarasan
penerapan peraturan perpajakan dengan praktek kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

2.7 MENGHITUNG BAGI HASIL PADA PERBANKAN SYARIAH

Seperti yang sudah diketahui oleh hampir seluruh masyarakat dunia khususnya Indonesia,
hal yang membedakan bank syariah dengan bank konvensional adalah penerapan sistem bagi
hasil. Adapun pengertian bagi hasil itu sendiri adalah suatu konsep untuk pengembalian atau
pemberian bagian atas investasi yang telah dilakukan yang berdasarkan periode atau waktu
tertentu, dimana besar kecilnya tidak tetap atau pasti. Adanya pengaruh besar nisbah dan yang
telah ditetapkaan diawal investasi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi besar kecilnya
bagi hasil yang diterima.

Berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) No 15/DSN-MUI/IX/2000, ada dua jenis
pendekatan dalam perhitungan bagi hasil atau prinsip pembagian hasil usaha, yaitu :

- Pendekatan Revenue Sharing (bagi laba)


Pendekatan ini meerupakan perhitungan bagi hasil yang didasarkan pada pendapatan
yang didapat (laba kotor) artinya pendapatan yang didapat sebelum dikurangi dengan
biaya-biaya usaha,
- Pendekatan Profit Sharing (bagi laba)
Pendekatan ini memiliki pengertian bahwa perhitungan bagi hasil didasarkan pada laba
bersih, yaitu pendapatan yang didapat dikurangi dengan biaya usaha dan lain-lain.
Dari dua jenis prinsip pembagian hasil usaha, pada dasarnya lembaga keungan syariah
(LKS) dapat menggunakan prinsip Revenue Sharing ataupun Profit Sharing. Akan tetapi, dilihat
dari kemaslahatan kedepannya (baik untuk nasabah atau pihak LKS) maka pembagian bagi hasil
sebaiknya menggunakan sistem Revenue Sharing. Terdapat tiga konsep yang ada dalam
perhitungan bagi hasil menurut tim Pengembang Perbankan Syariah, Institut Bankir Indonesia,
dalam laman nonkshe, yaitu :Adanya pemilik dana, dimana pemilik dana menginvestasikan dana
yang dimilikinya pada lembaga keuangan syariah yang bertindak sebagai pengelola. Lembaga
keuangan syariah akan mengelola dana tersebut pada usaha yang layak dan menguntungkan yang
sesuai dengan syariah islam dan adanya penandatanganan akad yang menentukan lingkup
bersama, besar nominal, dan nisbah, serta jangka waktunya.

Contoh Perhitungan Bagi Hasil di Bank Syariah

Dimisalkan Fulan membuka rekening tabungan iB pada tanggal 1 Maret 2014, selama satu
bulan, dimana saldo Fulan yang terdapat di dalam rekenin bank tersebut sebesar Rp 50.000.000.
Besar nisbah bagi hasil yang diberikan pihak bank atas produk tabungan tersebut sebesar 10%.
Diumpakanan, diketahui pendapatan bank pada bulan maret 2014 sebesar Rp 350.000.000, dan
saldo rata-rata dana pihak ketiga (DPK) tabungan iB sebesarRp 1.000.000.000. Sehingga bagi
hasil yang di dapat adalah

Diketahui :

Saldo rata-rata : Rp. 50.000.000

Saldo DPK : Rp. 1.000.000.000

Pendapatan Bank : Rp 350.000.000

Nisbah : 10%

Jumlah Hari di Bulan Maret : 31 hari

Bagi Hasil : Saldo rata-rata x Nisbah x Pendapatan Bank Bulan A

Saldo rata-rata DPKA Jumlah Hari Bulan A

: 50.000.000x 10% x350.000.000

1.000.000 31
= Rp. 56.451,612903

2.8 SEKTOR PERBANKAN

Bank merupakan usaha jasa yang dilandaskan atas dasar kepercayaan. Maka dari itu
bisnis perbankan tidak pernah terlepas dari berbagai macam resiko yang menyertainya. Salah
satu resiko terbesar dalam sektor perbankan ialah resiko operasional. Sektor perbankan memiliki
peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara. Maka itu, tidak aneh apabila lembaga
keuangan khususnya perbankan semakin berkembang dari tahun ke tahun. Peran penting dari
lembaga perbankan tidak lepas dari tugas utamanya dalam menghimpun dana masyarakat. Selain
itu, perbankan juga mengelola dana masyarakat untuk disalurkan kembali ke masyarakat dalam
bentuk pinjaman atau kredit untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.

Sektor perbankan di Indonesia berasaskan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan


fungsinya. Fungsi utama sektor perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur
dana masyarakat yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional
ke arah peningkatan taraf hidup masyarakat.

Berdasarkan undang-undang, struktur sektor perbankan di Indonesia , dikenal dua jenis


bank yaitu Bank Syariah dan Bank Konvensional. Namun selain itu, ada juga Bank Perkreditan
Rakyat ( BPR). Jenis-jenis bank pada sektor perbankan di Indonesia adalah sebagai berikut:

 Bank Konvensional 
Adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran secara umum berdasarkan
prosedur dan ketentuan yang telah ditetapkan oleh negara. Bank konvensional akan
menerima segala macam bentuk investasi ke semua bidang usaha asalkan sesuai dengan
persyaratan yang sudah ditetapkan.Selain itu, bank konvensional hanya berorientasi pada
keuntungan, menetapkan bunga sebagai harga, dan untuk jasa-jasa bank lainnya, pihak
bank menggunakan atau menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau presentase
tertentu. Pada bank konvensional, kepentingan pemilik dana adalah memperoleh imbalan
berupa bunga simpanan yang tinggi, sedang kepentingan pemegang saham adalah
diantaranya memperoleh spread yang optimal antara suku bunga simpanan dan suku
bunga pinjaman.Di lain pihak, kepentingan pemakai dana adalah memperoleh tingkat
bunga yang rendah (biaya murah).
 Bank Syariah
Adalah bank yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, atau prinsip
hukum islam yang diatur dalam fatwa Majelis Ulama Indonesia seperti prinsip keadilan
dan keseimbangan (‘adl wa tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme
(alamiyah), serta tidak mengandung gharar, maysir, riba, zalim dan obyek yang haram.
(UU No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah). Dalam kegiatannya, bank syariah
tidak mengenal bunga, karena dalam hukum Islam bunga disebut riba dan itu haram.Jadi
kalau Anda menabung dengan harapan mendapat bunga besar maka bank syariah
bukanlah pilihan. Sebaliknya, bank syariah menawarkan keuntungan bagi hasil, margin
keuntungan dan fee. Selain itu bank syariah hanya akan berinvestasi pada sektor yang
halal.
 Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
Adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan
prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.Kegiatan BPR jauh lebih sempit jika dibandingkan dengan kegiatan bank
umum karena BPR dilarang menerima simpanan giro, kegiatan valas, dan perasuransian.
Kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan oleh BPR:
- Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito
berjangka, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Memberikan kredit.
- Menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah,sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
- Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito
berjangka, sertifikat deposito, dan atau tabungan pada bank lain.

2.9 PERBEDAAN BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH

Perbedaan keduanya terdapat pada beberapa aspek seperti cara mengelola dana, sistem
operasional, metode transaksi, hingga cara membagi keuntungannya.
Sistem Pengelolaan Dana

Dalam Bank Syariah, dana nasabah yang diterima dalam bentuk titipan ataupun
investasi tidak bisa dikelola pada semua lini bisnis secara sembarangan. Pengelolaan dan
investasi yang dilakukan bank syariah harus berdasarkan syariat Islam. Di mana lini
bisnis yang dipilih haruslah yang memenuhi aturan syariat Islam.

Sementara dalam Bank Konvensional, pengelolaan dana ini bisa dilakukan pada
berbagai lini bisnis yang dianggap aman dan menguntungkan.Selama pengelolaan dana
ini tidak menyalahi aturan dan hukum yang berlaku maka pihak bank memiliki kebebasan
untuk menjalankan dan mengelola dana tersebut pada berbagai lini bisnis yang dianggap
bisa memberikan keuntungan yang paling maksimal.

Sistem Operasional

Jika berbicara mengenai sistem operasioanl Bank Syariah mengikuti aturan


syariat Islam. Semua kegiatan operasional yang dijalankan di bank syariah akan
dilakukan berdasarkan ketentuan yang telah dikeluarkan melalui fatwa MUI yang diambil
berdasarkan ketentuan-ketentuan syariat Islam.

Sementara dalam Bank Konvensional, akan dijalankan berdasarkan standar


operasional perbankan yang telah ditetapkan Pemerintah dan tunduk pada aturan hukum
yang berlaku di Indonesia. Hal ini diatur Pemerintah melalui lembaga keuangan dan
pihak-pihak lainnya yang dianggap berkepentingan dengan masalah tersebut.

Sistem Pembagian Keuntungan

Perbedaan mencolok dari Bank Syariah adalah tidak mengenal bunga. Jadi jika
kita menabung uang di bank syariah, kita tidak akan mendapatkan bunga setiap bulannya
seperti di bank konvensional. Bank Syariah menggunakan sistem bagi hasil dan
mendapatkan sejumlah keuntungan dari sistem tersebut. Keuntungan inilah yang
kemudian digunakan pihak bank (selaku pengelola) untuk membiayai seluruh kegiatan
operasional perbankan yang dijalankan.

Sementara untuk Bank Konvensional, jelas dikatakan dalam Undang-Undang


Nomor 10 Tahun 1998 bahwa bank konvensional menjalankan usaha secara konvensional
dan memberikan keuntungan dalam jumlah tertentu dalam bentuk suku bunga bagi
nasabahnya. Suku bunga ini akan diatur berdasarkan ketentuan yang dikeluarkan pihak
pemerintah melalui lembaga keuangan dan perbankan di mana besaran suku bunga
tersebut haruslah menguntungkan pihak bank. Sebab keuntungan inilah yang juga akan
digunakan untuk menjalankan seluruh kegiatan operasional di bank konvensional.

Metode Transaksi

Sesuai dengan ketentuan syariat Islam, transaksi yang terjadi dalam Bank Syariah
tentu akan berbeda dengan yang terjadi di bank konvensional pada umumnya. Secara
khusus, beberapa transaksi ini telah diatur berdasarkan fatwa MUI, antara lain akad al-
Mudharabah (bagi hasil), al-Musyarakah(perkongsian), al-Musaqat (kerja sama tani), al-
Ba’i (bagi hasil), al-Ijarah (sewa-menyewa), dan al-Wakalah (keagenan).

Namun tidak dalam Bank Konvensional, karena semua aturan serta kebijakan
transaksi di bank ini telah diatur dan dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku di
Indonesia.
BAB III

CONTOH KASUS

Terdampak Corona, Ini Tantangan yang Dihadapi Perbankan Nasional


Kompas.com - 01/04/2020, 17:57 WIB

Penulis Kiki Safitri | Editor Bambang P. Jatmiko

JAKARTA, KOMPAS.com – Dampak menyebarnya virus corona ke berbagai sektor, termasuk


sektor perbankan diyakini bakal segera pulih. Hal ini mengingat Indonesia seb ofelumnya juga
sempat mengalami masalah kriris moneter yang cukup parah di tahun 1998 sampai 2008. “Kita
bandingkan dengan tahun 1998 dan tahun 2008, sektor perbankan Indonesia pernah mengalami
hal yang jauh lebh parah daripada sekarang. Kalau saya lihat keadaan sekarang ini menantang,
tapi tidak seperti tahun 1998,” kata Kepala Eksekutif Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Periode 2015-2020 dan Ekonom Senior Fauzi Ichsan melalui video conference, Rabu (1/4/2020).
Fauzi mengatakan, kala itu pemerintah harus menggelontorkan dana untuk merekapitalisasi
sektor perbankan sekitar Rp 600 triliun. Ia juga mengatakan, NPL (Non Performance Loan)
sempat berada separuh dari balance sheet perbankan yakni 40 persen sampai dengan 50 persen.
“Bayangkan saja kurs rupiah terhadap dollar loncat dari Rp 2.300 per dollar AS ke Rp 15.000
sampai Rp 16.000 per dollar AS dalam waktu 9 sampai 12 bulan. Sektor korporasi pasti bangkrut
dan korporasi juga bangkrut,” tambahnya. Menurut Fauzi, saat ini Indonesia sedang mengalami
masalah pada penurunan kualitas kredit. Hal ini juga bisa berdampak pada NPL yang berpotensi
naik diatas 3 persen jika pertumbuhan ekonomi terus turun. “NPL terakhir 2,8 persen sampai 2,9
persen. Yang patut dipantau itu adalah loan at risk-nya yang trakhir kali naik ke 11 persen.
Intinya NPL bisa ditahan di bawah 3 persen atau 3,5 persen dengan restrukturisasi,” ungkapnya.

Pertahankan Kolektibilitas

Adapun yang ia maksud dengan restrukturisasi adalah dengan mempertahankan kolektibilitas


kredit yang berada pada posisi 2 dan 1 agar tidak turun menjadi kolektibilitas 3, 4 dan 5 yang
sudah masuk dalam kategori NPL. “Namun juga harus dipertimbangkan, walalupun
direstrukturisasi, kolektibilitas 1 dan 2 tentunya akan berdampak pada cash flow atau skema
pembayaran cicilan si debitur terhadap bank, ini musti dilihat,” ujar dia. Menurut dia, jangan
sampai karena relaksasi penjadwalan ulang cicilan diberikan, maka NPL secara akunting-nya
berada dibawah 3 sampai 3,5 persen. Namun cresit risk-nya yang malah meledak dan berdampak
pada cicilan atau pembayaran terhadap bank. “Sekarang kan 11 persen (loan at risk) mungkin
bisa menuju ke arah 15 persen. Tapi kembali lagi karena raio kecukupan modal (CAR) bank itu
relatif bagus di 23 persen atau kalau pun CAR 11 persen masih bisa disebap oleh model
perbankan di Indonesia, walaupun pada bank-bank tertentu tantangannya cukup dalam ya,”
jelasnya
DAFTAR PUSTAKA

https://money.kompas.com/read/2020/04/01/175734226/terdampak-corona-ini-tantangan-yang-
dihadapi-perbankan-nasional

http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20312525-T31464-Perbankan%20syariah.pdf

https://www.online-pajak.com/pajak-perbankan

https://keuangan.kontan.co.id/news/usaha-perbankan-syariah-dikenai-pph 

https://www.academia.edu/28938419/Makalah_tentang_pajak

https://www.slideshare.net/azhurahanamichi/makalah-perbankan-syariah-28525859

http://jurnal-perspektif.org/index.php/perspektif/article/view/67/59 

https://www.ortax.org/ortax/?mod=issue&page=show&id=5&q=&hlm=5 

https://natanedan.wordpress.com/2017/03/06/perpajakan-bank-syariah-pmk-137pmk-032011/

https://www.academia.edu/download/54941656/Perbankan_1.pdf

http://eprints.undip.ac.id/23201/1/SKRIPSI.pdf 

https://www.pajak.go.id/id/artikel/rahasia-perbankan-dan-pemeriksaan-pajak 

https://www.syariahbank.com/menghitung-bagi-hasil-pada-perbankan-syariah/

https://www.online-pajak.com/pajak-perbankan

https://ajaib.co.id/mengenal-sektor-perbankan-dan-jenis-jenisnya-lebih-dalam/

https://www.ojk.go.id/id/kanal/perbankan/Pages/Bank-Perkreditan-Rakyat.aspx

https://pelayananpublik.id/2020/01/04/pengertian-dan-perbedaan-bank-konvensional-dan-
syariah-lebih-baik-nabung-dimana/
DAFTAR PERTANYAAN

1. Mengapa banyak perbankan yang menutupi ruang keuangannya dalam menghadapi


pajak.

Alasan mengapa banyak perbankan yang menutupi ruang keuangannya dalam menghadapi pajak
adalah untuk menghindari risiko kebocoran data terjadi. Karena jika Bank samapi terjadi
kebocoran data, ada berbagai risiko yang tejadi, yaitu:

Sanksi penjara hingga maksimal lima tahun

Apabila kebocoran data ini terjadi, oknum penjual data nasabah bisa dikenakan hukuman hingga
maksimal lima tahun penjara sesuai dengan KUHP. Apabila dituntut berdasarkan Peraturan OJK
(POJK), industri jasa keuangan juga bisa ikut terkena sanksi. Di Indonesia, UU Perbankan telah
melarang bank, karyawan, manajemen, dan afiliasinya untuk memberikan informasi atau data
nasabah kepada siapa pun. Selain UU, POJK dan KUHP juga mencantumkan aturan serupa.
Larangan penyebaran informasi ini tak hanya berlaku untuk perbankan, tetapi juga industri jasa
keuangan lain.

Kerugian keuangan

Jika seandainya bank mengalami kebocoran data nasabah dan ternyata pelakunya merupakan
“orang dalam”, oknum tersebut akan dikenakan denda sebesar Rp4 miliar hingga Rp8 miliar,
serta hukuman 5-8 tahun penjara. Pihak bank juga harus memberikan ganti rugi kepada nasabah
yang datanya bocor. Hal ini pernah terjadi pada salah satu bank BUMN di Indonesia ketika
sejumlah nasabah mereka menjadi korbanskimming atau penggandaan data pada tahun lalu.
Tidak lama kemudian, para nasabah ini melapor, uang mereka menghilang secara misterius.
Pihak bank pun akhirnya harus mengganti seluruh uang nasabah yang hilang
akibat skimming tersebut.

Nasabah kabur ke bank lain

Nasabah memilih karena mereka percaya kepada bank tersebut. Memberikan data-data personal
kepada bank merupakan salah satu bukti kepercayaan tersebut. Jadi, bisa dibayangkan apa yang
akan terjadi apabila kita tidak berusaha secara optimal untuk melindungi data mereka. Bahkan
bisa saja mereka akan langsung menutup akun di bank Anda untuk kemudian pindah ke bank
lain. Tentunya hal ini bisa berpengaruh terhadap proses perkembangan bisnis perbankan Anda.

Reputasi bank bisa hancur

Apabila ada nasabah yang mengalami kebocoran data di bank, kemungkinan besar ia pasti akan
menceritakannya kepada orang lain. Alhasil, reputasi bank di masyarakat pun menjadi
taruhannya. Apalagi di era digital seperti sekarang, sangat mudah untuk menyebarkan cerita
seseorang di media sosial hingga menjadi viral. Orang-orang akan beranggapan bank tersebut
tidak mampu menjaga kepercayaan nasabah.

https://blog.lintasarta.net/article/risiko-kebocoran-data-nasabah-yang-harus-dihindari-bank/

22. Di ppt ada pembiayaan kartu kredit , perhitungannya seperti apa?

 Dalam rangka perlindungan Pemegang Kartu Kredit, perhitungan bunga yang timbul atas
transaksi Kartu Kredit wajib dilakukan oleh Penerbit Kartu Kredit dengan ketentuan
sebagai berikut:

1. Penghitungan hari bunga atas utang Kartu Kredit didasarkan dan dimulai dari tanggal
pembukuan (posting) Penerbit Kartu Kredit. Tanggal pembukuan (posting) merupakan
tanggal riil Penerbit Kartu Kredit melakukan pembayaran kepada Acquirer atas transaksi
pembelanjaan Pemegang Kartu Kredit, atau melakukan pembayaran kepada
penyelenggara ATM atas transaksi tarik tunai menggunakan Kartu Kredit;
2. Penghitungan bunga Kartu Kredit untuk tagihan berikutnya dilakukan berdasarkan
jumlah sisa tagihan Kartu Kredit atas transaksi perbelanjaan dan/atau tarik tunai yang
belum terbayar (outstanding);
3. Biaya terutang, denda terutang, bunga terutang, dan tagihan sebelum jatuh tempo,
dilarang digunakan sebagai komponen penghitungan bunga Kartu Kredit;
4. Untuk transaksi pembelanjaan, bunga dibebankan apabila Pemegang Kartu Kredit:
1) Tidak melakukan pembayaran;

2) Melakukan pembayaran kurang dari total tagihan Kartu Kredit (pembayaran tidak penuh);
atau

3) Melakukan pembayaran penuh setelah tanggal jatuh tempo pembayaran. Bunga dari transaksi
pembelanjaan tidak dibebankan apabila Pemegang Kartu Kredit telah melakukan pembayaran
penuh paling lambat pada tanggal jatuh tempo, atau pada kelonggaran waktu pembayaran yang
diberikan oleh Penerbit Kartu Kredit;

1. Untuk transaksi tarik tunai, bunga dibebankan dan dihitung mulai dari tanggal
pembukuan (posting) sampai dengan tanggal dilakukannya pembayaran secara penuh
oleh Pemegang Kartu Kredit
2. Penetapan bunga harian didasarkan pada perhitungan jumlah hari kalender dalam setahun
yaitu 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari.

https://www.cermati.com/artikel/cara-menghitung-bunga-kartu-kredit-dan-ketentuannya

3. Pph yg dikenakan atas bank BPR?

 Diatur dalam pasal 20 dan 25 UU PPh dan diatur lebih lanjut dalam PMK
255/PMK.03/2008 stdtd 208/PMK.03/2009 tentang Perhitungan besarnya angsuran PPh
dalam tahun pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna
Usaha dengan Hak opsi, BUMN, BUMD, dan wajib pajak lainnya termasik wajib pajak
orang pribadi pengusaha tertentu.

https://ortax.org/ortax/?mod=forum&page=show&idtopik=33271

4. Apa yg menjadi daya saing utama bank syariah lokal dengan bank syariah asing
 1. Fasilitas Selengkap Bank Konvensional

Banyak orang yang berpikiran bahwa karena perbankan syariah masih baru, jenis
transaksi yang dapat dilakukan hanya sedikit. Anggapan tersebut dulu mungkin bisa
dimengerti, tapi sekarang sama sekali tidak benar.

Bank Syariah saat ini sangat modern. Semua jenis transaksi mulai dari tabungan,
deposito, kredit usaha, kredit rumah, kliring, dan sebagainya dapat dilakukan dengan
nyaman.

Mayoritas Bank Syariah terhubung dengan jaringan online ATM Bersama sehingga Anda
dapat tarik tunai dan transfer realtime dari/ke bank lain dengan mudah. Beberapa Bank
ada yang menggratiskan biaya untuk ini.

Beberapa Bank Syariah yang memberikan layanan Internet Banking, SMS Banking,
bahkan kartu kredit syariah sehingga lebih praktis.

2. Manajemen Finansial yang Lebih Aman

Tragedi finansial kredit subprime tahun 2007 nyaris tidak menggoyahkan investasi yang
berbasis syariah. Di saat banyak bank investasi dan bank-bank besar bangkrut maupun
membutuhkan kucuran dana, banyak Bank Syariah baru yang justru bermunculan atau
buka cabang.

Krisis ekonomi justru telah memuktikan bahwa manajemen finansial berbasis syariah
jauh lebih aman dibandingkan ekonomi liberal yang dianut bank konvensional.

3. Anda Berkontribusi Langsung Memperkuat Bank Syariah

Bank konvensional menentukan sendiri suku bunga pinjaman maupun simpanan


berdasarkan ketetapan Bank Indonesia. Ada kemungkinan meski kondisi bank kurang
baik, tetap dapat “memberikan” bunga simpanan tinggi dan bunga kredit rendah. Hal ini
dapat membahayakan bank tersebut.

Bank Syariah memberikan nisbah (“bunga” simpanan) berdasarkan perkembangan


finansial perusahaan. Secara tidak langsung Anda menjadi “pemegang saham” di Bank
Syariah Anda.

Setiap simpanan Anda akan memperkuat investasi bank. Setiap pinjaman Anda akan
memperkuat keuntungan bank. Semakin usaha Anda berkembang, bank juga semakin
berkembang karena kredit yang diberikan menggunakan skema bagi-hasil. Semakin maju
bank, semakin banyak pula keuntungan bank yang dapat dibagikan sebagai nisbah kepada
para nasabah.

4. Membantu Orang yang Butuh Dizakati

Bank Syariah mengeluarkan 2,5 persen dari keuntungan tahunannya untuk dizakatkan.
(Anda sendiri tentunya masih harus berzakat bila Anda muslim.) Namun bank
konvensional tidak mempunyai kewajiban berzakat.

Dengan menggunakan layanan Bank Syariah, secara tidak langsung Anda turut berzakat
dan membantu mereka yang membutuhkan.

5. 100 Persen Halal

Kredit yang diberikan oleh bank syariah mempunyai persyaratan yang mewajibkan dana
digunakan untuk aktivitas yang halal. Bisnis yang dibiayai bank syariah, juga tidak boleh
berisiko mengandung kegiatan yang diharamkan oleh agama Islam.

https://www.beritasatu.com/ekonomi/62321-5-keunggulan-perbankan-syariah

5. Apa saja kegiatan atau penyerahan jasa yg dikenakan pajak perbankan


 1. Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN mengatur bahwa jasa keuangan adalah termasuk
dalam Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.
Penjelasan Pasal tersebut menyatakan bahwa jasa keuangan meliputi :
a. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan
itu;
b. jasa menempatkan dana, meminjamkan dana, atau meminjamkan dana kepada
pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan
wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya;
c. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa :
1) sewa guna usaha dengan hak opsi;
2) anjak piutang;
3) usaha kartu kredit;dan/atau
4) pembiayaan konsumen;
d. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan
fidusia;dan
e. jasa penjaminan.

2. Pasal 6 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana


telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (UU Perbankan),
mengatur bahwa usaha Bank Umum meliputi :
a. menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu;
b. memberikan kredit;
c. menerbitkan surat pengakuan utang;
d. membeli, menjual atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan
dan atas perintah nasabahnya :
1) surat-surat wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa
berlakunya tidak lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-
surat dimaksud;
2) surat pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya
tidak lebih lama dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud;
3) kertas perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah;
4) Sertifikat Bank Indonesia (SBI);
5) obligasi
6) surat dagang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun;
7) instrumen surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan 1 (satu)
tahun;
e. memindahkan uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan
nasabah;
f. menempatkan dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada
bank lain, baik dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun
dengan wesel unjuk, cek atau sarana lainnya;
g. menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan
perhitungan dengan atau antar pihak ketiga;
h. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga;
i. melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu
kontrak;
j. melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam
bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek;
k. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali
amanat;
l. menyediakan pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan
Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
m. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak
bertentangan dengan Undang-Undang ini dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.

http://pelayanan-pajak.blogspot.com/2010/12/ppn-atas-kegiatan-usaha-perbankan.html?m=1

6. Apabila bank umum menerima pend dr dana pihak ketiga apakah menerima aspek perbankan
atau tidak

 Bank dalam menjalankan aktivitasnya berfungsi sebagai financial intermediary sehingga


setelah berhasil menghimpun dana dari pihak ketiga, bank syariah berkewajiban untuk
menyalurkan dana tersebut untuk pembiayaan.
Alokasi penggunaan dana bank syariah pada dasarnya dapat dibagi dalam 2 bagian
penting, yaitu :
a. Aktiva yang menghasilkan (earning asset) adalah asset bank yang digunakan untuk
menghasilkan pendapatan. Aset ini disalurkan dalam bentuk investasi yang terdiri dari:
1. Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
2. Pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan
3. Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli
4. Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa
5. Surat-surat berharga syariah dan investasi lainnya

b. Aktiva yang tidak menghasilkan

1. Aktiva dalam bentuk uang tunal, terdiri dari uang tunai, cadangan likuiditas
yang hars dipelihara pada bank sentral, giro pada bank dan item-item tunai lain
yang masih dalam proses penagihan

2. Pinjaman, merupakan salah satu kegiatan bank syariah dalam mewujudkan


tanggung jawab sosialnya sesuai dengan ajaran Islam

3. Penanaman dana dalam aktiva tetap dan inventaris

https://www.researchgate.net/publication/314297706_PERAN_DANA_PIHAK_KETIGA_DAL
AM_KINERJA_LEMBAGA_PEMBIAYAAN_SYARIAH_DAN_FAKTOR-
FAKTOR_YANG_MEMENGARUHINYA

7. Apa kelebihan dr pendekatan revenue sharing dan profit sharing

 Profit Sharing
Keuntungan yang didapat dari hasil usaha tersebut akan dilakukan pembagian setelah
dilakukan perhitungan terlebih dahulu atas biaya-biaya yang telah dikeluarkan selama
proses usaha. Keuntungan usaha dalam dunia bisnis bisa negatif, artinya usaha merugi,
positif berarti ada angka lebih sisa dari pendapatan dikurangi biaya-biaya, dan nol artinya
antara pendapatan dan biaya menjadi balance.[5] Keuntungan yang dibagikan adalah
keuntungan bersih (net profit) yang merupakan lebihan dari selisih atas pengurangan
total cost terhadap total revenue.

 Revenue Sharing
Perbankan Syari’ah memperkenalkan sistem pada masyarakat dengan istilah Revenue
Sharing, yaitu sistem bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana
tanpa dikurangi dengan biaya pengelolaan dana.[12]

Lebih jelasnya Revenue sharing dalam arti perbankan adalah perhitungan bagi hasil
didasarkan kepada total seluruh pendapatan yang diterima sebelum dikurangi dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut.[13] Sistem
revenue sharing berlaku pada pendapatan bank yang akan dibagikan dihitung
berdasarkan pendapatan kotor (gross sales), yang digunakan dalam menghitung bagi
hasil untuk produk pendanaan bank.

https://jejakimawan.wordpress.com/2012/05/30/profit-sharing-vs-revenue-sharing/

8. Dalam uu perbankan ada pengaturan aturan tentang diperkenankannya akses


keterangan atau bukti tentang keadaan keuangan wp untuk kepentingan perpajakan,
sampai seberapa luas akses perbankan dapat dibuka untuk keperluan

 Selama ini, akses data perbankan hanya diperkenankan dibuka untuk tiga tujuan, yaitu
pemeriksaan, penagihan, dan penyidikan pajak sebagaimana diatur dalam UU tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP). Di luar itu, untuk kepentingan
pajak, akses perbankan tidak dapat dibuka. Padahal, Ditjen Pajak saat ini berkeinginan
agar dapat memperluas akses data perbankan WP di luar ketiga tujuan di atas. Untuk
memperoleh data dan informasi perbankan, kerapkali otoritas pajak suatu negara
bersinggungan dengan ketentuan mengenai kerahasiaan perbankan. Kerahasiaan bank
merupakan hal mendasar yang dibutuhkan dalam setiap sistem perbankan yang sehat,
agar menghindari pengungkapan yang tidak sah kepada pihak-pihak tertentu, misalnya
pesaing usaha, yang dapat menjadi ancaman bagi nasabah yang akan melakukan kegiatan
usaha. Namun, di sisi lain, perlu juga diperhatikan bahwa kerahasiaan bank dapat
menimbulkan masalah di mana nasabah, dalam hal ini WP, dapat menyembunyikan
kegiatannya secara ilegal untuk menghindari kewajiban.
https://investor.id/opinion/akses-perbankan-untuk-tujuan-pajak

10. Bagaimana prosedur pelaporan pph final, 21, 23 dan 25 bagi wp perbankan, apa sapa
kaya PT, adakah peraturan yang mengacu

 Angsuran PPh Pasal 25 bagi wajib pajak bank dihitung berdasarkan penerapan tarif Pasal
17 Undang-Undang No.36 Tahun 2008 jo. Undang-Undang No. 7 Tahun 1993 (UU PPh)
atas penghasilan neto berdasarkan laporan keuangan yang disampaikan ke OJK,
dikurangi dengan:

 PPh yang dipotong dan/atau dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 UU PPh
sejak awal tahun pajak sampai dengan masa pajak yang dilaporkan; dan
 PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 UU PPh yang seharusnya dibayar sejak awal
tahun pajak sampai dengan masa pajak sebelum masa pajak yang dilaporkan.

Untuk menghitung penghasilan neto dalam rangka penghitungan PPh Pasal 25, bank dapat
memperhitungkan kompensasi kerugian tetapi tidak boleh memperhitungkan:

 penghasilan dari luar negeri yang diterima atau diperoleh wajib pajak; dan
 penghasilan dan biaya sebagai pengurang penghasilan neto yang dikenai PPh yang
bersifat final dan/atau bukan objek PPh.

https://news.ddtc.co.id/angsuran-pph-pasal-25-untuk-bank--wajib-pajak-lainnya-16809?
page_y=1427

Anda mungkin juga menyukai