Anda di halaman 1dari 23

PROPOSAL

AKUNTANSI KEUANGAN
AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

Disusun Oleh :
Chaterine ArruanMapu
4520013088

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BOSOWA
MAKASSAR
2022
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Puja dan puji syukur kita panjatkan atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
Rahmat serta Hidayah-Ny kepada kita sehingga dapat terselesaikannya Proposal Akuntansi
Keuangan yang berjudul“Akuntansi Pajak Penghasilan”. Proposal ini Penulis susun secara
maksimal dengan bantuan dari beberapa pihak,sehingga Penulis dapat menyelesaikannya
tepat waktu. Oleh karena itu, Penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada Ibu
Faridah SE, M.Si.,Ak., CA Selaku dosen mata kuliah Akuntansi Keuangan dan teman-teman kelas
yang telah memberikan dukungan.Terlepas dari itu semua, Penulis menyadari sepenuhnya
bahwa Proposal yang disusun masih ada kekurangan dari segi materi, isi, susunan kalimat,
maupun tata bahasanya.Semoga Proposal yang Penulis susun dapat bermanfaat bagi siapapun
yang membaca.Sebelumnya Penulis Memohon maaf apabila ada kata yang kurang berkenan.
Oleh karena itu,Penulis berharap adanya kritik, saran dan usulan untuk perbaikan makalah yang
akan kami buat dilain waktu mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang
membangun.

Makassar,21 Maret 2022

Penyusun,

i
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan pada Subjek Pajak
ataupenghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak.
Peraturanperundangan yang mengatur Pajak Penghasilan di Indonesia adalah UU Nomor 7
Tahun1983 yang telah disempurnakan dengan UU Nomor 7 Tahun 1991, UU Nomor 10
Tahun1994, UU Nomor 17 Tahun 2000, UU Nomor 36 Tahun 2008, Peraturan
PemerintahKeputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Direktur Jenderal
Pajakdan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak. Sebelum tahun 1983, pengenaan pajak
yangberhubungan dengan penghasilan diistilahkan dengan nama Pajak Perseroan (Ord.
PPs1925), Pajak Kekayaan (Stb. 1932), Pajak Pendapatan (Ord. PPd 1944) dan
PajakPenjualan (UU No. 19 Drt. Th. 1951). Semakin pesatnya perkembangan sosial ekonomi
sebagai hasil pembangunannasional, globalisasi dan reformasi di berbagai bidang,
perlu dilakukan perubahanundang-undang tersebut guna meningkatkan fungsi dan
peranannya dalam rangkamendukung kebijakan pembangunan nasional khususnya di bidang
ekonomi. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan telah beberapa kali
diubah dandisempurnakan. Perubahan tersebut dilakukan dengan tetap berpegang
pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut secara universal, yaitu keadilan,
kemudahan/efisiensiadministrasi dan produktivitas penerimaan negara serta tetap
mempertahankan selfassessment.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apa saja macam-macam dari subjek pajak?


2. Apa saja yang termasuk dalam objek pajak penghasilan?
3. Bagaimana objek pajak penghasilan bentuk usaha tetap?

ii
4. Biaya apa saja yang mempengaruhi pengurangan penghasilan?
5. Bagaimana cara mengitung pajak penghasilan?6. Bagaimana pelunasan pajak
penghasilan?
1.3 Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari makalah ini adalah untuk:

1. Mengetahui subjek pajak


2. Mengetahui objek pajak penghasilan
3. Mengetahui pengurangan pajak penghasilan
4. Mengetahui pengurangan penghasilan
5. Mengetahui penghitungan pajak penghasilan
6. Mengetahui pelunasan pajak penghasilan

iii
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Subjek Pajak

Subjek pajak penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi


untukmemperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak
penghasilan.Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, Subjek
Pajakdikelompokkan sebagai berikut:

1. Subjek Pajak orang pribadi


2. Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan
yangberhak.
3. Subjek Pajak Badan
4. Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT)

2.1.1 Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri.

a. Subjek pajak dalam negeri

Yang termasuk subjek pajak dalam negeri adalah:

1. Orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yangberada


di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belas bulan,atau orang pribadi
yang dalam satu tahun pajak berada di Indonesia danmempunyai niat untuk bertempat
tinggal di Indonesia.
2. Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unittertentu dari
badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
a. Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Pembiayaan bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negaraatau
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.

1
c. Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat
atauPemerintah Daerah, dan Pembukuannya diperiksa oleh
aparatpengawasan fungsional negara.
3. Warisan yang belum terbagi sebagi satu kesatuan menggantikan yangberhak.
b. Subjek pajak luar negeri
1. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yangberada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belasbulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan melaluibentuk usaha tetap di Indonesia.
2. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yangberada di
Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu dua belasbulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan diIndonesia, yang dapat menerima
atau memperoleh penghasilan dariIndonesia tidak dari menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melaluibentuk usaha tetap di Indonesia.
2.1.2 Kewajiban Pajak Subjektif

Kewajiban pajak subjektif berarti kewajiban pajak yang melekat pada subjeknyadan
tidak dapat dilimpahkan pada orang atau pihak lain. Umumnya, setiap orangyang bertempat
tinggal di Indonesia memenuhi kewajiban pajak subjektif.Sementara untuk orang yang
bertempat tinggal di luar Indonesia, kewajiban pajakada jika mempunyai hubungan ekonomi
dengan Indonesia.

2.1.3 Tidak Termasuk Subjek Pajak

Yang Tidak termasuk Subjek Pajak berdasarkan Pasal 2 UU Nomor 36 Tahun 2008
adalah:

1. Kantor perwakilan negara asing.


2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabatlain dari
negara asing dan orang.orang yang diperbantukan kepada merekayang bekerja pada
dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengansyarat bukan warga Negara

2
Indonesia dan di Indonesia tidak menerima ataumemperoleh penghasilan di luar jabatan
atau pekerjaannya tersebut sertanegara bersangkutan memberikan perlakuan timbal
balik.
3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat Indonesia menjadianggota
organisasi tersebut dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan lainuntuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjamankepada pernerintah yang
dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional sebagaimana dimaksudpada
Nomor 3, dengan syarat bukan warga negara Indonesia dan tidakmenjalankan
usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperolehpenghasilan dari
Indonesia. Organisasi internasional yang tidak termasukSubjek Pajak sebagaimana
dimaksud nomor 3 ditetapkan dengan KeputusanMenteri Keuangan.
5. Organisasi-organisasi internasional yang berbentuk kerja sama teknikdan/atau
kebudayaan dengan syarat kerja sama teknik tersebut memberimanfaat pada
negara/pemerintah Indonesia dan tidak menjalankanusaha/kegiatan lain untuk
rnemperoleh penghasilan dari Indonesia. Jika terdapat ketentuan perpajakan yang
diatur dalam perjanjian internasionalyang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang
diatur dalam UU PPh, perlakuanperpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam
perjanjian tersebut sampai denganberakhirnya perjanjian dimaksud, dengan syarat
perjanjian tersebut telah sesuaidengan Undang-Undang Perjanjian Internasional
2.1.4 Wajib Pajak Dalam Negeri dan Wajib Pajak Luar Negeri

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila
telahmenerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
PenghasilanTidak Kena Pajak. Terhitung sebagai Wajib Pajak sejak saat didirikan
ataubertempat kedudukan di Indonesia.

Subjek pajak luar negeri, baik orang pribadi maupun badan, sekaligus menjadiwajib
pajak karena menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumberdari Indonesia atau
menerima dan/atau memperoleh penghasilan yang bersumberdari Indonesia melalui bentuk

3
usaha tetap di Indonesia. Dengan perkataan lain,wajib pajak adalah pribadi atau badan yang
telah memenuhi kewajiban subjektifdan objektif. Sehubungan dengan pemilikan Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP),wajib pajak orang pribadi yang menerima penghasilan di bawah
Penghasilan TidakKena Pajak (PTKP) tidak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP.

Perbedaan yang penting antara Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajak luarnegeri
terletak dalam pemenuhan kewajiban pajaknya, antara lain:

1. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterimaatau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, sedangkan WajibPajak luar negeri
dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal darisumber penghasilan di Indonesia.
2. Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan netodengan
tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajakberdasarkan
penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan.
3. Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat PeroberitahuanTahunan
Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yangterutang dalam suatu
tahun pajak, sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampailkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilankarena kewajiban pajaknya dipenuhi
melalui pemotongan pajak yangbersifat final.

Bagi Wajib Pajak luar negeri yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatanmelalui
bentuk usaha tetap di Indonesia, pemenuhan kewajiban perpajakannyadipersamakan
dengan pemenuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan dalamnegeri bagaimana , diatur
dalam MUU PPh dan undang-undang yang mengaturmengenai ketentuan umum dan tata cara
perpajakan.

2.2 Objek Pajak Penghasilan

Objek pajak merupakan segala sesuatu yang dikenakan pajak. Objek


pajakpenghasilan merupakan setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh
wajibpajak, baik dari dalam maupun luar negeri yang digunakan untuk menambah
konsumsiatau menambah kekayaan wajib pajak.

4
Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib
pajak,penghasilan dikelompokkan menjadi:

1. Penghasilan dari pekerjaan hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti


gaji,honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara,
danlain sebagainya.
2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
3. Penghasilan dari modal, yang berupa aset gerak ataupun aset tak gerak seperti
bunga,dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan aset atau hak yang
tidakdipergunakan untuk usaha.
4. Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan hadiah

2.2.1 Penghasilan yang Termasuk Objek Pajak

Berdasarkan pasal 4 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan yangtermasuk


Objek Pajak adalah:

1. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yangditerima


atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi,bonus, gratifikasi,
uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya,kecuali ditentukan lain dalam
undang-undang ini.
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan.
3. Laba usaha.
4. Keuantungan karena penjualan atau pengalihan aset masuk
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagaibiaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminanpengembalian
utang.
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dariperusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasilusaha koperasi.
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.

5
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan aset.
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlahtertentu
yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing.
13. Selisih lebih karena penelitian kembali aset.
14. Premi asuransi.
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yangterdiri
atas wajib pajak yang menjalankan usaha atas pekerjaan bebas.
16. Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belumdikenakan
pajak.
17. Penghasilan dari usaha berbasis syariah.
18. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yangmengatur
mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
19. Surplus Bank Indonesia

2.2.2 Penghasilan yang PPh-nya Bersifat Final

Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, penghasilan berikut ini


termasukpenghasilan yang dikenakan PPh bersifat final:

1. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasidan surat
utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasikepada anggota
koperasi orang pribadi.
2. Penghasilan berupa hadiah undian.
3. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatifyaag
diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham ataupenagihan
penyertan modal pada perusahaan pasangannya yang diterimaoleh perusahaan modal
ventura.
4. Penghasilan dari transaksi pengalihan aset berupa tanah dan/atau bangunan,usaha
jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah dan/ataubangunan.

6
5. Penghasilan tertentu lainnya yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah,Keputusan Menteri Keuangan, dan peraturan perundang-
undanganperpajakan lainnya.
2.2.3 Penghasilan Tidak Termasuk Objek Pajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 36 2008,


terhadappenghasilan-penghasilan tertentu yang diterima atau diperoleh wajib
pajak,dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan (bukan merupakan Objek
Pajak).Penghasilan yang tidak termasuk Objek Pajak menurut ketentuan tersebut adalah:

1. a. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amilzakat atau
lembaga amil zakat yang dibentuk oleh pemerintah dan yangditerima oleh penerima
zakat yang berhak
b. Aset hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunanlurus satu
derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosialtermasuk yayasan,
koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usahamikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dalam Peraturan MenteriKeuangan, sepanjang tidak ada
hubungan dengan usaha, pekerjaan,kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak
yang bersangkutan.
2. Warisan.
3. Aset termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimanadimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b UU PPh sebagai pngganti sahamatau sebagai pengganti
penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yangditerima
atau diperoleh dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dariWajib Pajak
atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan WajibPajak, Wajib Pajak
yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yangmenggunakan norma
perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimanadimaksud dalam Pasal 15 UU PPh.

7
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungandengan
asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransidwiguna, dan
asuransi beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatassebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, ataubadan usaha milik daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yangdidirikan dan bertempat kdudukan di
Indonesia dengan syarat:
a. Dividen berasal dari cadangan saldo laba.
b. Bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usahamilik daerah
yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badanyang memberikan dividen
paling rendah 25% dari jumlah modal yangdisetor.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telahdisahkan
menteri keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupunpegawai.
8. Penghasilan dana modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimanadimaksud
pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkandengan Keputusan
Menteri Keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroankomanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,perkumpulan, firma,
dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaankontrak investasi kolektif.
10. Penghasilan yang diterima oleh perusahaan modal ventura berupa bagianlaba dari
badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha ataukegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankankegiatan
dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atauberdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
11. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diaturlebih
lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

8
12. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yangbergerak
dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian danpengembangan, yang
telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatanpendidikan dan/atau penelitian
dan pengembangan, dalam jangka waktupaling lama empat tahun sejak
diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan MenteriKeuangan

Bantuan santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada
Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan.

2.3 Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap

Berdasarkan Pasal 5 UU Nomor 36 Tahun 2008, Objek Pajak Bentuk Usaha TetapAdalah:

1. Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari aset
yangdimiliki atau dikuasai oleh Bentuk Usaha Tetap.
2. Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, dan
pemberianjasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang
dilakukan olehBentuk Usaha Tetap di Indonesia.
3. Penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh
olehkantor pusat sepanjang terdapat hubungan efektif antara Bentuk Usaha Tetap dan
asetatau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut.

2.3.1 Penentuan Laba Bentuk Usaha Tetap

Dalam menentukan besarnya laba suatu Bentuk Usaha Tetap,


perludiperhatikan hal-hal berikut:

1. Biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat dari usahaatau kegiatan,
penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yangsejenis dengan yang
dijalankan atau yang dilakukan oleh Bentuk UsahaTetap di Indonesia, serta biaya-

9
biaya yang berkenaan dengan penghasilansebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang
diterima atau diperoleh kantorpusat, sepanjang terdapat hubungan efektif antara
Bentuk Usaha Tetap danaset atau kegiatan yang memberikan penghasilan tersebut,
diperbolehkanuntuk dibebankan sebagai biaya bagi Bentuk Usaha Tetap.
2. Biaya administrasi kantor pusat yang diperbolehkan untuk dibebankanadalah
biaya yang berkaitan dengan usaha atau kegiatan Bentuk UsahaTetap, yang
besarnya ditetapkan oleh direktur jenderal pajak.
3. Pembayaran kepada kantor pusat yang tidak diperbolehkan dibbankansebagai
biaya adalah:
a. Royalti atau imbalan lainnya sehubungan dengan penggunaan aset,paten,
atau hak-hak lainnya.
b. Imbalan sehubungan dengan jasa manajemen dan jasa lainnyac. Bunga, kecuali
bunga berkenaan dengan usaha perbankan.
4. Pembayaran sebagaimana tersebut pada nomor 3 yang diterima ataudiperoleh
dari kantor pusat tidak dianggap sebagai Objek Pajak, kecualibunga yang berkenaan
dengan usaha perbankan.
2.3.2 Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang Ditanamkan Kembali di
Indonesia

Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu BentukUsaha
Tetap di Indonesia dikenakan pajak sesuai Ketentuan Pasal 26 ayat (4)Undang-
Undang Pajak Penghasilan dengan tarif sebesar 20% (dua puluh persen).Apabila atas
Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi Pajak Penghasilan Pasal26 ayat (4) tersebut
ditanamkan kembali di Indonesia, atas penghasilan tersebuttidak dipotong pajak, dengan
syarat:

1. Penanaman kembali dilakukan atas seluruh Penghasilan Kena Pajak setelahdikurangi


Pajak Penghasilan dalam bentuk penyertaan modal pada perusahaanyang baru
didirikan dan berkedudukan di Indonesia sebagai pendiri ataupeserta pendiri.

10
2. Penanaman kembali dilakukan dalam Tahun Pajak berjalan atau selambat-
lambatnya Tahun Pajak berikutnya dari Tahun Pajak diterirna ataudiperolehnya
penghasilan tersebut.
2.4 Pengurangan Penghasilan

Pajak penghasilan dihitung dari tarif dikalikan dengan penghasilan kena


pajak.Penghasilan kena pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap
ditentukanberdasarkan penghasilan bruto dikurangi dengan pengurangan atau pengeluaran
tertentuyang dinamakan biaya atau beban. Pengeluaran/beban/biaya yang dapat dikurangkan
daripenghasilan bruto dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:

1. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari satu


tahunyang merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji,
biayaadministrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah, dan sebagainya.
2. Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun
yangpembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau amortisasi, misalnya aset
tetapatau aset berwujud, aset tak berwujud, dan sebagainya.
2.4.1Biaya yang Diperkenankan sebagai Pengurang (Deductible Expense)

Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 menyatakan bahwabesarnya


Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan BentukUsaha Tetap
ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untukmendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan termasuk;

1. Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegitanusaha, antara lain:
a. biaya pembelian barang.
b. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,honorarium,
bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalambentuk uang.
c. bunga, sewa, dan royalti
d. biaya perjalanan
e. biaya pengolahan limbah

11
f. premi asuransi
g. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkanPeraturan
Menteri Keuangan
h. biaya administrasi
i. pajak kecuali Pajak Penghasilan
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh aset berwujud danamortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yangmempunyai masa manfaat
lebih dari satu tahun
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menterikeuangan
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan aset yang dimiliki dandigunakan
dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara
penghasilan
5. Kerugian selisih kurs mata uang asing
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan diIndonesia
7. Biaya beasiswa, magang, dan pelatihan
8. Piutang yang nyata tidak dapat ditagih dengan memenuhi syarat
9. Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yangditetapkan dengan
Peraturan Pemerintah
10. Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan diIndonesia yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah
11. Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur denganPeraturan
Pemerintah
12. Sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan PeraturanPemerintah
13. Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diaturdalam Peraturan
Pemerintah

2.4.2 Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (Non-Deductible


Expense)

12
Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto adalah biaya
yangmempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk
mendapatkan,menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Pengeluaranyang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto (non-deductible
expense)meliputi pengeluaran yang sifatnya sebagai pemakaian penghasilan atau
yangjumlahnya melebihi kewajaran. Berikut ini pengeluaran-pengeluaran yang
tidakdierkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto bagi Wajib Pajak dalam negeridan
bentuk usaha tetap, sesuai Pasal 9 ayat (1) UU Nomor 36 Tahun 2008;

1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,termasuk dividen
yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepadapemegang polis dan pembagian
hasil usaha koperasi
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadipemegang
saham, sekutu, atau anggota
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali (PMK No. 81/PMK.03/2009 dan
PMK No. 219/PMK.001/2012)
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransidwiguna,
dana asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orangpribadi, kecuali jika
dibayar olh pemberi kerja dan premi tersebut dihitungsebagai penghasilan bagi Wajib Pajak
yang bersangkutan
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yangdiberikan
dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaanmakanan dan minuman
bagi seluruh pegawai serta penggantian atauimbalan dalam bentuk natura dan
kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang
ditetapkan dengan KeputusanMenteri Keuangan
6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang sahamatau kepada
pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalansehubungan dengan pekerjaan
yang dilakukan
7. Aset yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimanadimaksud dalam
Pasal 4 ayat (3) huruf a dan huruf b UU PPh, kecualisumbangan sebagaimana dimaksud

13
dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i sampaidengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh
badan amil zakatatau lembaga amil zakat yang dibentuk dan disahkan oleh pemerintah
atausumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yangdiakui di
Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentukatau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atauberdasarkan Peraturan
Pemerintah
8. Pajak penghasilan
9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi WajibPajak atau orang
yang menjadi tanggungannya
10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroankomanditer yang
modalnya tidak terbagi atas saham
11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidanaberupa denda
yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan dibidang perpajakan
2.5 Menghitung Pajak Penghasilan

Pajak penghasilan yang terutang dihitung dengan mengalikan tarif tertentu


terhadapdasar pengenaan pajak. Dalam pembahasan Pajak Penghasilan, dasar pengenaan
pajakbiasa disebut dengan Penghasilan Kena Pajak (PKP). Jadi, penghasilan kena
pajakmerupakan dasar penghitungan untuk menentukan besarnya PPh yang terutang.
WajibPajak dapat digolongkan menjadi dua, yaitu Wajib Pajak dalam negeri dan Wajib Pajakluar
negeri. Bagi Wajib Pajak dalam negeri, penentuan besarnya penghasilan kena pajakdilakukan
dengan dua cara yaitu biasa dan penghitungan tertentu. Pajak penghasilanyang terutang
dihitung dengan rumus berikut:

PPh Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak


PPh Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak

2.5.1.1 Tarif Pajak

Tarif Pajak merupakan persentase tertentu yang digunakan untuk menghitungbesarnya


PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi dua,yaitu tarif umum dan tarif

14
khusus. Tarif umum diatur dalam Pasal 17 UU PPh yangterutang dalam UU No. 7 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah beberapa kali danterakhir adalah dalam UU No. 36 Tahun
2008. Sedangkan tarif khusus PPhterutang sebesar 1% dari pendanaan bruto usaha bagi
Wajib Pajak orang pribadidan badan kecuali bentuk usaha tetap yang memiliki penghasilan dari
peredaranbruto usaha tertentu. Peredaran bruto tertentu yang dimaksud adalah
sebesarRp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) setahun. Ketentuan inidiatur
dalam peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013.

2.5.1.2 Penghasilan Kena Pajak (PKP)

Besarnya Pajak Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri danbentuk usaha
tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untukmendapatkan,
menagihkan, dan memelihara penghasilan bruto. Penghasilan brutoyang dimaksud adalah
penghasilan sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) UU PPh tidaktermasuk penghasilan yang dikenakan
PPh bersifat final sebagaimana diatur dalamPasal 4 ayat (2) dan penghasilan yang dikecualikan
dari objek pajak. Biaya yangdimaksud adalah biaya-biaya atau pengeluaran sesuai dengan Pasal
6 ayat (1) UUPPh. Penentuan penghasilan kena pajak dikelompokkan menjadi:

1. Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang memiliki peredaran usahatertentu
2. Wajib Pajak orang pribadi menggunakan Norma Penghitungan
3. Wajib Pajak orang pribadi menyelenggarakan pembukuan4. Wajib Pajak badan dalam
negeri menyelenggarakan pembukuan5. Wajib Pajak bentuk usaha tetap

2.6 Pelunasan Pajak Penghasilan

Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan dua
cara,yaitu pelunasan pajak melalui pihak lain dan oleh Wajib Pajak sendiri. Pelunasan
pajakpenghasilan dalam tahun berjalan diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 138
Tahun2000. Jika pelunasan pajak dilakukan oleh pihak lain, maka penghitungan,
pemotongan,penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang
memberikan/membayarkanpenghasilan. Pelunasan pajak juga bisa dilakukan tidak dalam tahun
berjalan (sesudahtahun pajak berakhir).

15
2.6.1 Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan Melalui Pihak Lain

Pelunasan pajak dalam tahun berjalan melalui pihak lain


(pemberipenghasilan/pemotong pajak) dikelompokkan sebagai berikut:

1. Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan berupagaji, upah,
honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan dengannama dan dalam
bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan,jasa, dan kegiatan yang
dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalamnegeri sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 ayat (1) Undang-UndangPajak Penghasilan terutang pada akhir bulan
dilakukannya pembayaran ataupada akhir bulan terutangnya penghasilan yang
bersangkutan tergantungperistiwa yang terjadi terlebih dahulu.
2. Pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak badan pemerintah berkenaandengan
pembayaran atas penyerahan barang dan badan-badan tertentu baikbadan pemerintah
maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidangimpor atau kegiatan usaha
di bidang lain sebagaimana dimaksud dalamPasal 22 ayat (1) Undang-Undang Pajak
Penghasilan, terutang pada saatpembayaran, kecuali ditetapkan lain oleh Menteri
Keuangan.
3. Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak lain atas penghasilan berupadividen,
bunga, royalti, penghargaan, hadiah, bonus, dan lain-lain yangditerima oleh Wajib
Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23
Undang-Undang Pajak Penghasilan,terutang pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau akhir bulanterutangnya penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yangterjadi terlebih dahulu.
4. Pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak luarnegeri selain
bentuk usaha tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26ayat (1) dan ayat (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan, terutang padaakhir bulan dilakukannya
pembayaran atau akhir bulan terutangnyapenghasilan yang bersangkutan, tergantung
peristiwa yang terjadi terlebihdahulu.

16
5. Pelunasan pajak atas penghasilan-penghasilan tertentu (bunga deposito dansimpanan lain
di bank, hadiah undian, transaksi saham dan sekuritas lain,dan sebagainya) yang diatur
tersendiri dengan Peraturan Pemerintah,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
Undang-Undang Pajak.
2.6.2 Pelunasan Pajak dalam Tahun Berjalan Oleh Wajib Pajak Sendiri

Di samping melalui pihak lain, pelunasan pajak dapat dilakukan sendiri olehWajib Pajak
dengan cara sebagai berikut:

1. Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang menerima penghasilansehubungan


dengan pekerjaan dari badan-badan yang tidak wajibmelakukan pemotongan,
penyetoran, dan pelaporan pajak sebagaimanadimaksud dalam Pasal 21 ayar (2)
Undang-Undang Pajak Penghasilan,wajib memiliki NPWP dan melaksanakan sendiri
penghitungan danpembayaran Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun berjalan
sertamelaporkannya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan.
2. Wajib Pajak membayar sendiri pajak atas penghasilan yang diperoleh atauditerima melalui
angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan(PPh Pasal 25).
2.6.3 Pelunasan Pajak Saat Sesudah Akhir Tahun Pajak

Pelunasan pajak sesudah Tahun Pajak berakhir dilakukan dengan:1. Membayar pajak
yang kurang disetor dengan menghitung sendiri jumlahPPh yang terutang untuk satu tahun
pajak dikurangi dengan jumlah kreditpajak tahun yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam
Pasal 29 UU PPh.2. Membayar pajak yang kurang disetor karena menerima surat
ketetapanpajak (SKPKP atau SKPKBT) ataupun Surat Tagihan Pajak yangditerbitkan
oleh Dirjen Pajak.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan pada Subjek Pajak
ataupenghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam satu tahun pajak. Subjek
pajakadalah sesuatu yang memiliki potensi untuk memperoleh penghasilan dan
menjadisasaran untuk pengenaan pajak penghasilan. Subjek pajak dikelompokkan
menjadi 4antara lain: Subjek Pajak orang pribadi, Subjek Pajak warisan yang belum
terbagi,Subjek Pajak Badan, dan Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap. Pajak Penghasilan
(PPh)dihitung dengan penghasilan kena pajak. Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib
Pajakdalam negeri dan bentuk usaha tetap ditentukan berdasarkan penghasilan bruto
dikurangidengan pengurangan atau pengeluaran tertentu yang dinamakan biaya atau beban
yangterbagi dalam dua golongan yaitu, Pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai
masamanfatat tidak lebih dari satu tahun dan pengeluaran/beban/biaya yang mempunyai
masamanfaat lebih dari satu tahun.

3.2 Saran

Demikian makalah yang berjudul “Pajak Penghasilan (Umum)”. Penyusun


menyadaribahwa masih jauh dari kesempurnaan, baik dari segi bahasa maupun tata cara
penulisan.Untuk itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan guna menjadi
acuandan bekal pengalaman sebagai perbaikan karya tulis di masa yang akan datang.
Semogamakalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

18
DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. 2019. PERPAJAKAN Teori & Kasus Edisi 11-Buku 1. Jakarta: Salemba Empat

19

Anda mungkin juga menyukai