Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

PAJAK PENGHASILAN UMUM

Dosen Pengampu :

Selamet Fuadi, S.E., M.M.

Disusun Oleh :

1. David Perdana 20610094


2. Eryan Harizal 20610106
3. Intan Monica Putri 20610136
4. Rian Agus Mustofa 20610108

S1 MANAJEMEN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH METRO

TAHUN 2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena anugerah dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah
memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun
bahan materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi bahasanya.
Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan
demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.

Metro, November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................... ii

DAFTAR ISI.................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Subjek Pajak dan Wajib Pajak............................................................ 3
B. Kewajiban Pajak Subjektif................................................................. 5
C. Tidak Termasuk Subjek Pajak............................................................ 6
D. Objek Pajak ........................................................................................ 7
E. Tidak Termasuk Objek Pajak............................................................. 9
F. Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena
Pajak................................................................................................... 11
G. Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan
Pembukuan......................................................................................... 12
H. Menghitung Penghasilan Kena Pajak degan Menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto........................................................ 16
I. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).............................................. 17
J. Cara Menghitung Pajak...................................................................... 18
K. Cara Melunasi Pajak........................................................................... 19

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................... 21
B. Saran................................................................................................... 21

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Undang-undang No. 7 tahun tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku
sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami
perubahan dan terakhir kali diubah dengan undang-undang nomor 36 tahun
2008.
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak
atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan.
Undang-undang PPh mengatur subjek pajak , objek pajak , serta cara
menghitung dan cara meluasi pajak yang terutang. Undang-undang PPh juga
lebih memberikan fasilitas kemudahan dn keringanan bagi wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang-undang PPh menganut asas
materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung
kepada surat ketetapan pajak.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian subjek pajak dan wajib pajak ?
2. Siapa yang memiliki kewajiban pajak subjektif ?
3. Siapa yang tidak termasuk subjek pajak ?
4. Apa pengertian objek pajak ?
5. Siapa yang tidak termasuk objek pajak ?
6. Bagaimana dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena
pajak ?
7. Bagaimana menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan
pembukuan ?
8. Bagaimana menghitung penghasilan kena pajak degan menggunakan
norma penghitungan penghasilan netto ?
9. Bagaimana Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
10. Bagaimana cara menghitung pajak ?

1
11. Bagaimana cara melunasi pajak ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian subjek pajak dan wajib pajak.
2. Untuk mengetahui yang memiliki kewajiban pajak subjektif.
3. Untuk mengetahui yang tidak termasuk subjek pajak.
4. Untuk objek pajak.
5. Untuk mengetahui yang tidak termasuk objek pajak.
6. Untuk mengetahui dasar pengenaan pajak dan cara menghitung
penghasilan kena pajak.
7. Untuk mengetahui menghitung penghasilan kena pajak dengan
menggunakan pembukuan.
8. Untuk mengetahui menghitung penghasilan kena pajak degan
menggunakan norma penghitungan penghasilan netto.
9. Untuk mengetahui Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
10. Untuk mengetahui cara menghitung pajak.
11. Untuk mengetahui cara melunasi pajak.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Subjek Pajak dan Wajib Pajak


Pajak penghasilan dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan
yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang menjadi subjek
pajak adalah :
1. Orang pribadi,
2. Warisan yang belum terbagi sebagai suatu kesatuan menggantikan yang
berhak,
3. Badan, terdiri atas PT, CV, perseroan lainnya, BUMN/BUMD dengan
nama dan bentuk     apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial
politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya.
4. Bentuk Usaha Tetap (BUT).

Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :


1. Subjek Pajak dalam negeri yang terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia
lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari (tidak harus
berturut-turut) dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau
2) Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
dan mempunyai nilai bertempat tinggal di Indonesia.
b. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia,kecuali
unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kria:
1)   Pembentukannya berdasarkan ketetuan peraturan perundang-
undang

3
2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
3) Penerimaannya dimasukan dalam Anggaran Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah;
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
c. Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang :   
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indoneisa
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu :
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.

Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila
telah menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak luar negeri baik
orang pribadi sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau yang melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, wajib pajak adalah orang

4
pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri, antara lain adalah :

Wajib Pajak Dalam Negeri Wajib Pajak Luar Negeri


1) Dikenakan pajak atas 1) Dikenakan pajak hanya atas
penghasilan baik yang diterima penghasilan yang berasal dari
atau diperoleh dari Indonesia sumber penghasilan di Indonesia
dan dari luar indonesia.
2) Dikenakan pajak berdasarkan 2) Dikenakan pajak berdasarkan
penghasilan netto. penghasilan brut
3) Tarif pajak yang digunakan 3) Tarif pajak yang digunakan
adalah tarif umum (tariff UU adalah tarif sepadan (tarif UU
PPh pasal 17) PPh pasal 26)
4) Wajib menyampaikan SPT 4) Tidak wajib menyampaikan
SPT.

B. Kewajiban Pajak Subjektif


Untuk lebih memperjelas pengertian, kapan mulai dan berakhirnya
sebagai subjek pajak dalam negeri maupun subjek pajak luar negeri, berikut
ini diberikan tabel mulai dan berakhirnya pajak subjektif.

MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri
orang pribadi: orang pribadi:
- Saat dilahirkan - Saat meninggal
- Saat berada di indonesia atau - Saat meninggalkan indonesia
bertempat tinggal di indonesia untuk selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri
badan: badan:
- Saat didirikan atau bertempat - Saat dibubarkan atau tidak
kedudukan di indonesia bertempat kedudukan di
indonesia
Subjek  pajak luar negeri melalui Subjek  pajak luar negeri melalui
BUT: BUT:
- Saat menjalankan usaha atau - Saat tidak lagi menjalankan
melakukan kegiatan melalui BUT usaha atau melakukan kegiatan
di indonesia melalui BUT di indonesia

5
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak luar negeri tidak Subjek pajak luar negeri tidak
melalui BUT: melalui BUT:
- Saat menerima atau memperoleh - Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
- Saat timbulnya warisan yang - Saat warisan telah selesai
belum terbagi. dibagikan

C. Tidak Termasuk Subjek Pajak


Yang tidak termasuk subjek pajak adalah :
1. Kantor perwakilan Negara asing
2. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari Negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka, dengan syarat :
-   Bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
memperoleh penghasilan lain di luar jabatannya di Indonesia.
- Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
3. Organisasi internasional sebagai mana dimaksud dalam keputusan
Menteri Keuangan Nomor 574/KMK.04/2000 tanggal 26 Desember 2000
sebagai mana telah diubah terakhir dengan keputusan Menteri Keuangan
nomor 243/KMK.03/2003 tanggal 4 Juni 2003, dengan syarat:
- Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut.
- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain pemberian pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota.
4. Pejabat perwakilan organisasi internasional, sebagai mana dimaksud
dalam keputusan Menteri Keuangan 574/KMK.04/2000 tanggal 26
Desember 2000 sebagai mana telah diubah terakhir dengan keputusan
Menteri Keuangan nomor 243/KMK.03/2003 tanggal 4 Juni 2003, dengan
syarat:
-   Bukan warga Negara Indonesai.

6
- Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.

D. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, grafikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota.
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pegambil alihan usaha.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan.

7
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
penegmbalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.

Penghasilan tersebut dapat dikelompokan menjadi:


1. Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas,
seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktik dokter, notaries,
aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya.
2.   Penghasilan dari usaha atau kegiatan.
3. Penghasilan dari modal atau penggunaan harta, seperti sewa, bunga,
dividen, royalti, keuntungan dari penjualan harta yang tidak digunakan,
dan sebagainya.
4. Penghasilan lain-lain, yaitu penghasilan yang tidak dapat diklasifikasikan
ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas, seperti:
a. Keuntungan karena pembebanan utang.

8
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya
penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.

E. Tidak Termasuk Objek Pajak


1. Bantuan sumbangan
a. Termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga
amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para
penerima zakat yang berhak.
b. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan,
badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan
oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau penyertaan modal.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari
wajib pajak atau pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan
dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa.
6. Dividen atau pembagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan
terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, atau BUMD,

9
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
- Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan    oleh keuangan,baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
oleh menteri keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi.
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama
5(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin
usaha tersebut.
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan, dan,
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penilitian dan
pengembangan ,yang telah terdaftar pada instansi yang membandingkan

10
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan ,dalam jangka waktu
paling lama 4( empat ) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,yang
ketentuannya lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri
Keuangan ;
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada wajib Pajak tertentu,yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

F. Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak


1. Dasar Pengenaan Pajak
Untuk wajib pajak dalam negeri dan untuk usaha tetap ( BUT )
yang menjadi dasar pengenaan pajak adalah penghasilan kena pajak.
Sedangkan untuk wajib pajak luar negeri adalah penghasilan bruto.
Besarnya penghasilan kena pajak untuk wajib pajak badan dihitung
sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk wajib pajak orang pribadi
dihitung sebesar penghasilan netto dikurangi dengan Penghasilan Tidak
Kena Pajak. Secara singkat dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penghasilan kena pajak (WP badan )    =  Penghasilan netto

Penghasilan kena pajak (WP orang pribadi ) = Penghasilan netto- PTKP

2. Cara Menghitung Penghasilan Kena Pajak


Penghitungan besarnya penghasilan netto bagi wajib pajak didalam negeri
dan badan usaha tetap dapat dilakukan dengan dua cara
a. Menggunakan pembukuan
b. Menggunakan norma penghitungan penghasilan netto

G. Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan Pembukuan


Untuk wajib pajak badan besarnya penghasilan kena pajak sama
dengan penghasilan netto, yaitu penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-
biaya yang diperkenankan oleh Undang-Undang PPh. Sedangkan untuk wajib

11
pajak orang pribadi besarnya penghasilan kena pajak sama dengan
penghasilan netto dikurangi dengan PTKP.

Penaghasilan Kena pajak ( WP orang pribadi)


= Penghasilan Netto-PTKP
= (Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh) – PTKP

Penaghasilan Kena pajak ( WP badan)


= Penghasilan Netto
= Penghasilan Bruto – biaya yang diperkenankan UU PPh

Menurut ketentuan Undang-Undang PPh, biaya-biaya (pengeluaran)


dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1. Yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
2. Yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.

Biaya-biaya (pengeluaran) yang dapat dikurangkan dari penghasilan


bruto adalah sebagai berikut :
1. Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan,
termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau
jasa termasuk upah,gaji,honorarium,bonus,grafikasi,dan tunjangan yang
di berikan dalam bentuk uang, bunga sewa, royalti, biaya perjalanan,
biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak,
kecuali pajak penghasilan.
2. Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan
amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain
yang mempunyai manfaat lebih dari 1 (satu) tahun.
3. Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan menteri
keuangan.

12
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau dimiliki untuk mendapatkan,menagih, dan
memelihara penghasilan.
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
7. Biaya beasiswa,magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan komersial.
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri
atau badan urusan piutang dan lelang negara (bupln) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada direktorat jendral pajak, yang pelaksanaannya diatur
lebih lanjut dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
9. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan berupa cadangan piutang
tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan
dengan keputusan menteri keuangan.
10. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh peberi kerja dan premi
asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang
pribadi(pekerja) yang bersangkutan.
11. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa penyediaan
makanan dan minunan bagi seluruh pegawai.
12. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan:

13
a. Didaerah tertentu(misalnya:daerah terpencil)
b. Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan.
13. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya(maksimal 5 tahun)
Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak
orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.

Sedangkan biaya-biaya (pengeluaran) yang tidak boleh dikurangkan


dari penghasilan bruto menurut undang-undang PPh adalah :
1. Pembagian laba dengan nama dan bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibagikan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi
pemegang saham, sekutu, atau anggota.
3. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali cadangan piutang
tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha
pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan.
4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi
dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan
makanan dan minuman bagi seluruh pegawai.
6. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali imbalan dalam
bentuk natura dan kenikmatan:

14
a. Didaerah tertentu(misalnya:daerah terpencil)
b. Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan.
7. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
8. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali
zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak
orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
9. Pajak penghasilan.
10. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
11. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
13. Biaya-biaya(pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang :
a. Dikenakan pph yang bersifat final.
b. Bukan objek PPh.
14. Biaya-biaya(pengeluaran untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara
penghasilan yang PPh-nya dihitung dengan menggunakan norma
perhitungan penghasilan netto.

H. Menghitung Penghasilan Kena Pajak degan Menggunakan Norma


Penghitungan Penghasilan Netto
Apabila dalam menghitung penghasilan kena pajak wajib pajak
menggunakan norma perhitungan penghasilan netto, besarnya penghasilan

15
netto adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) norma perhitungan
penghasilan netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan
bruto pekerjaan bebas setahu.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan
disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak
berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan norma perhitungan penghasilan
netto adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp. 4,800.000.000,00 Per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari
tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Berikut ini adalah contoh perhitungan pajak yang terutang dengan
menggunakan norma perhitungan penghasilan netto :
Wajib pajak anto kawin ( istri tidak bekerja) dan memiliki 3 orang
anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta juga memiliki industri
rotan di Cirebon. Misalnya besar presentase norma untuk industri rotan
dicirebon 12,5% , dan dokter jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan dicirebon setahun Rp.400.000.000,00
Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Rp.100.000.000,00
Perhitungan netto dihitung sebagai berikut :
Dari industri rotan: 12,5% x Rp.400.000.000                      Rp. 50.000.000
Sebagai seorang dokter: 45% x Rp.100.000.000                 Rp. 45.000.000
Jumlah penghasilan netto                                                  Rp. 95.000.000
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK                           (Rp. 21.120.000)
Penghasilan kena pajak                                                      Rp. 73.880.000

I. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)


Besarnya PTKP setahun yang berlaku mulai tahun 2006 adalah :
1. Rp 15.840.000 untuk wajib pajak orang pribadi
2. Rp 1.320.000 tambahan untuk wajib pajak yang kawin

16
3. Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di
gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat :
-   Penghasilan istri tidak semata-mata di terima atau diperoleh dari satu
pemberi kerja yang telah di potong pajak berdasarkan ketentuan dalam
UU PPh pasal 21, dan
-   Pekertjaan istri tidak ada hubungan dengan usah atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lain.
4. Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus  serta anak angkat menjadi
tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang ).
Contoh perhitungan PTKP :
a. Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP Joko
adalah:
PTKP setahun:
Untuk wajib pajak sendiri             Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin                    Rp   1.320.000,00
Tambahan 1 anak                           Rp   1.320.000,00
Jumlah                                            Rp 18.480.000,00
b. John (warga negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1
Oktober 2009 dengan kontrak kerja 2 tahun. John mempunyai 3 anak,
PTKP John untuk tahun 2006 adalah :
PTKP setahun :
Untuk WP sendiri                         Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin                   Rp   1.320.000,00
Tambahan 3 anak                          Rp   3.960.000,00
Jumlah                                           Rp 21.120.000,00

J. Cara Menghitung Pajak


Pajak penghasilan (bagi wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha
tetap) setahun dihitung dengan cara mengalikan Penghasilan kena pajak

17
dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh pasal 17. Untuk
menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Rumus menghitung wajib pajak badan
Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17 
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) x tarif pasal 17

Rumus menghitung WP orang pribadi


Pajak penghasilan ( WP orang pribadi)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= (penghasilan netto – PTKP ) x tarif pasal 17
= [(penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) –PTKP] x tarif
pasal 17
Catatan: untuk keperluan menghitung PPh yang terutang pada akhir tahun,
penghasilan kena pajak dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh.

Contoh:
1. PT Cahaya sepanjang pada tahun 2010 mempunyai penghasilan kena
pajak sebesar Rp 4.500.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak
sebesar Rp 500.000.000,00  besarnya pajak penghasilan yang harus
dibayar atau terutang oleh PT Cahaya adalah:
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak penghasilan badan yang
berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Cahaya tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 .
Pajak Penghasilan yang terutang :
(50 x 25%) X Rp 500.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
2. Gunawan pada tahun 2010 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar
Rp 241.850.000,00. Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau
terutang oleh Gunawan adalah :
Penghasilan kena pajak Rp 54.168.000

18
(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar :                                    
5% x Rp50.000.000                                                    Rp 2.500.000             
15% x Rp191.850.000                                                Rp 28.777.500
Jumlah                                                                         Rp 31.277.500

K. Cara Melunasi Pajak


Cara melunasi pajak ada 2 cara:
1. Pelunasan pajak tahun berjalan,yaitu pelunasan pajak dalam masa pajak
yang melip
a. Pembayaran sendiri oleh WP ( PPh pasal 25 ) untuk setiap masa
pajak.
b. Pembayaran pajak melalui pemotongan / pemungutan pihak ketiga
berupa kredit pajak yang dapat diperhitungkan dengan jumlah pajak
yang terutang selama tahun pajak, yaitu:
- Pemotongan PPh atas penghasilan dari pekerjaan, jasa, atau
kegiatan (PPh pasal 21)
-   Pemungutan PPh atas penghasilan dari kegiatan di bidang impor
atau kegiatan usaha bidang lain, dan pembayaran atas penyerahan
barang kepada badan pemerintah(PPh pasal 22)
- Pemotongan PPh atas penghasilan dari modal atau penggunaan
harta oleh orang lain,jasa, hadiah , dan penghargaan ( PPh pasal
23)
- Pelunasan PPh di luar negeri atas penghasilan di luar negeri( PPh
pasal 24)
- Pemotongan PPh atas penghasilan yang terutang atas WP luar
negeri ( PPh pasal 26)
- Pemotongan atas penghasilan berupa bunga deposito dan
tabungan-tabungan lainnya, penghasilan dari transaksi saham dan
sekuritas lainnya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harta
berupa tanah atau bangunan serta penghasilan tertentu

19
lainnya(PPh pasal 4 ayat (2) . untuk PPh Pasal 4 ayat (2)ntidak
dapat dikredit.
2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
Pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara:
a. Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung
sendiri jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak
dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan
pajak atau surat tagihan pajak yang ditetapkan oleh direktur jenderal
pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah pajak penghasilan terutang
tidak benar.

BAB III

PENUTUP

20
A. Kesimpulan
Dengan berakhirnya pembuatan makalah ini dapat kita simpulkan
bahwa mengenai Pajak Penghasilan (umum) adalah pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam satu tahun pajak. Subjek pajak disini adalah segala seusatu yang
mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran
untuk dikenakan pajak pnghasilan. Undang-undang pajak penghasilan di
Indonesia mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Jika subjek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif
maupun subjektif maka disebut wajib pajak.
Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu pelusan pajak oleh wajib pajak sendiri dan melalui
pihak lain. Dalam hal pelunasan pajak oleh pihak lain, perhitungan,
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang
memberikan/membayarkan penghasilan. Pelunasan pajak juga bisa dilakukan
tidak dalam tahun pajak berjalan (sesudah tahun pajak berakhir).

DAFTAR PUSTAKA

Mardiasmo. Perpajakan. Edisi revisi. Yogyakarta: Penerbit Andi. 2008.

21
Siti Resmi. Perpajakan:Teori dan Kasus. Edisi kelima. Jakarta: Salemba Empat.
2009.

22

Anda mungkin juga menyukai