Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
S1 MANAJEMEN
TAHUN 2021
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena anugerah dan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam penyusunan
makalah ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin, yang mana telah
memakan waktu dan pengorbanan yang tak ternilai dari semua pihak yang
memberikan bantuannya, yang secara langsung merupakan suatu dorongan yang
positif bagi penulis ketika menghadapi hambatan-hambatan dalam menghimpun
bahan materi untuk menyusun makalah ini.
Namun penulis menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penyajian materinya maupun dari segi bahasanya.
Karena itu saran dan kritik yang bersifat konstruktif senantiasa penulis harapkan
demi untuk melengkapi dan menyempurnakan makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 1
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Subjek Pajak dan Wajib Pajak............................................................ 3
B. Kewajiban Pajak Subjektif................................................................. 5
C. Tidak Termasuk Subjek Pajak............................................................ 6
D. Objek Pajak ........................................................................................ 7
E. Tidak Termasuk Objek Pajak............................................................. 9
F. Dasar Pengenaan Pajak dan Cara Menghitung Penghasilan Kena
Pajak................................................................................................... 11
G. Menghitung Penghasilan Kena Pajak Dengan Menggunakan
Pembukuan......................................................................................... 12
H. Menghitung Penghasilan Kena Pajak degan Menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Netto........................................................ 16
I. Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).............................................. 17
J. Cara Menghitung Pajak...................................................................... 18
K. Cara Melunasi Pajak........................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 22
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-undang No. 7 tahun tentang Pajak Penghasilan (PPh) berlaku
sejak 1 Januari 1984. Undang-undang ini telah beberapa kali mengalami
perubahan dan terakhir kali diubah dengan undang-undang nomor 36 tahun
2008.
Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) mengatur pengenaan pajak
atas penghasilan (laba) yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan.
Undang-undang PPh mengatur subjek pajak , objek pajak , serta cara
menghitung dan cara meluasi pajak yang terutang. Undang-undang PPh juga
lebih memberikan fasilitas kemudahan dn keringanan bagi wajib pajak dalam
melaksanakan kewajiban perpajakan. Undang-undang PPh menganut asas
materiil, artinya penentuan mengenai pajak yang terutang tidak tergantung
kepada surat ketetapan pajak.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian subjek pajak dan wajib pajak ?
2. Siapa yang memiliki kewajiban pajak subjektif ?
3. Siapa yang tidak termasuk subjek pajak ?
4. Apa pengertian objek pajak ?
5. Siapa yang tidak termasuk objek pajak ?
6. Bagaimana dasar pengenaan pajak dan cara menghitung penghasilan kena
pajak ?
7. Bagaimana menghitung penghasilan kena pajak dengan menggunakan
pembukuan ?
8. Bagaimana menghitung penghasilan kena pajak degan menggunakan
norma penghitungan penghasilan netto ?
9. Bagaimana Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP)
10. Bagaimana cara menghitung pajak ?
1
11. Bagaimana cara melunasi pajak ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian subjek pajak dan wajib pajak.
2. Untuk mengetahui yang memiliki kewajiban pajak subjektif.
3. Untuk mengetahui yang tidak termasuk subjek pajak.
4. Untuk objek pajak.
5. Untuk mengetahui yang tidak termasuk objek pajak.
6. Untuk mengetahui dasar pengenaan pajak dan cara menghitung
penghasilan kena pajak.
7. Untuk mengetahui menghitung penghasilan kena pajak dengan
menggunakan pembukuan.
8. Untuk mengetahui menghitung penghasilan kena pajak degan
menggunakan norma penghitungan penghasilan netto.
9. Untuk mengetahui Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
10. Untuk mengetahui cara menghitung pajak.
11. Untuk mengetahui cara melunasi pajak.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2) Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
3) Penerimaannya dimasukan dalam Anggaran Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah;
4) Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional
negara.
c. Subjek pajak warisan, yaitu :
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang
berhak.
2. Subjek pajak luar negeri yang terdiri dari :
a. Subjek Pajak orang pribadi, yaitu :
Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan
puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan yang :
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indoneisa
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
b. Subjek Pajak badan, yaitu :
1) Menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha
tetap di Indonesia.
2) Dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia
bukan dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi Wajib Pajak apabila
telah menerima atau memperoleh penghasilan. Subjek pajak luar negeri baik
orang pribadi sekaligus menjadi wajib pajak karena menerima dan/atau
memperoleh penghasilan yang bersumber dari Indonesia atau yang melalui
bentuk usaha tetap di Indonesia. Dengan kata lain, wajib pajak adalah orang
4
pribadi atau badan yang yang telah memenuhi kewajiban subjektif dan
objektif.
Perbedaan wajib pajak dalam dalam negeri dan wajib pajak luar
negeri, antara lain adalah :
MULAI BERAKHIR
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri
orang pribadi: orang pribadi:
- Saat dilahirkan - Saat meninggal
- Saat berada di indonesia atau - Saat meninggalkan indonesia
bertempat tinggal di indonesia untuk selama-lamanya
Subjektif pajak dalam negeri Subjektif pajak dalam negeri
badan: badan:
- Saat didirikan atau bertempat - Saat dibubarkan atau tidak
kedudukan di indonesia bertempat kedudukan di
indonesia
Subjek pajak luar negeri melalui Subjek pajak luar negeri melalui
BUT: BUT:
- Saat menjalankan usaha atau - Saat tidak lagi menjalankan
melakukan kegiatan melalui BUT usaha atau melakukan kegiatan
di indonesia melalui BUT di indonesia
5
MULAI BERAKHIR
Subjek pajak luar negeri tidak Subjek pajak luar negeri tidak
melalui BUT: melalui BUT:
- Saat menerima atau memperoleh - Saat tidak lagi menerima atau
penghasilan dari indonesia memperoleh penghasilan dari
indonesia
Warisan belum terbagi: Warisan belum terbagi:
- Saat timbulnya warisan yang - Saat warisan telah selesai
belum terbagi. dibagikan
6
- Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk
memperoleh penghasilan di Indonesia.
D. Objek Pajak
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang
berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau utnuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan,
dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
Yang termasuk dalam pengertian penghasilan adalah :
1. Pergantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang
diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium,
komisi, bonus, grafikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk
lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini;
2. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan;
3. Laba usaha;
4. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk :
a. Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
b. Keuntungan yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau
anggota.
c. Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pegambil alihan usaha.
d. Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali, yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial,atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan
dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara
pihak-pihak yang bersangkutan.
7
5. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai
biaya.
6. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan
penegmbalian utang;
7. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil
usaha koperasi;
8. Royalti atau imbalan atas penggunaan hak.
9. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
10. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
11. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah
tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah;
12. Keuntungan selisih kurs mata uang asing;
13. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
14. Premi asuransi;
15. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang
terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
16. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum
dikenakan pajak.
8
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing.
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva.
d. Hadiah undian.
Bagi Wajib Pajak Dalam Negeri, yang menjadi Objek Pajak adalah
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia.
Sedangkan bagi Wajib Pajak Luar Negeri, yang menjadi Objek Pajak hanya
penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
9
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat
kedudukan di Indonesia dengan syarat :
- Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan.
- Bagi perseoan terbatas, BUMN dan BUMD yang menerima dividen
paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor dan harus
mempunyai usaha aktif diluar kepemilikan saham tersebut.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh keuangan,baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai.
8. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana
dimaksud pada angka 7, dalam bidang-bidang tertentu yang ditetapkan
oleh menteri keuangan.
9. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan,
perkumpulan, firma, dan kongsi.
10. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksadana selama
5(lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau pemberian izin
usaha tersebut.
11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura
berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan
pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan dengan keputusan
menteri keuangan, dan,
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
12. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
13. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penilitian dan
pengembangan ,yang telah terdaftar pada instansi yang membandingkan
10
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan ,dalam jangka waktu
paling lama 4( empat ) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut,yang
ketentuannya lebih lanjut dengan atau berdasarkan peraturan Menteri
Keuangan ;
14. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial kepada wajib Pajak tertentu,yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.
11
pajak orang pribadi besarnya penghasilan kena pajak sama dengan
penghasilan netto dikurangi dengan PTKP.
12
4. Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta dimiliki dan digunakan
dalam perusahaan atau dimiliki untuk mendapatkan,menagih, dan
memelihara penghasilan.
5. Kerugian karena selisih kurs mata uang asing.
6. Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di
Indonesia.
7. Biaya beasiswa,magang, dan pelatihan.
8. Piutang yang nyata-nyata tidak dapat tertagih, dengan syarat:
a. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan komersial.
b. Telah diserahkan perkara penagihannya kepada pengadilan negeri
atau badan urusan piutang dan lelang negara (bupln) atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan.
c. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus.
d. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat
ditagih kepada direktorat jendral pajak, yang pelaksanaannya diatur
lebih lanjut dengan keputusan Direktur Jenderal Pajak.
9. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan berupa cadangan piutang
tak tertagih untuk usaha bank dan sewa guna usaha dengan hak opsi,
cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk
usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan
dengan keputusan menteri keuangan.
10. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,asuransi
dwiguna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh peberi kerja dan premi
asuransi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi wajib pajak orang
pribadi(pekerja) yang bersangkutan.
11. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan berupa penyediaan
makanan dan minunan bagi seluruh pegawai.
12. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang
diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan:
13
a. Didaerah tertentu(misalnya:daerah terpencil)
b. Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan.
13. Kompensasi kerugian fiskal tahun sebelumnya(maksimal 5 tahun)
Zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak
orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
14
a. Didaerah tertentu(misalnya:daerah terpencil)
b. Berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan
keputusan menteri keuangan.
7. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang
saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai
imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan;
8. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan, kecuali
zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh wajib pajak
orang pribadi pemeluk agama islam dan atau wajib pajak badan dalam
negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama islam kepada badan amil zakat
atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah.
9. Pajak penghasilan.
10. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib
Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya;
11. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan
komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham;
12. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi
pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-
undangan di bidang perpajakan.
13. Biaya-biaya(pengeluaran) untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan yang :
a. Dikenakan pph yang bersifat final.
b. Bukan objek PPh.
14. Biaya-biaya(pengeluaran untuk mendapatkan,menagih, dan memelihara
penghasilan yang PPh-nya dihitung dengan menggunakan norma
perhitungan penghasilan netto.
15
netto adalah sama besarnya dengan besarnya (persentase) norma perhitungan
penghasilan netto dikalikan dengan jumlah peredaran usaha atau penerimaan
bruto pekerjaan bebas setahu.
Pedoman untuk menentukan penghasilan netto, dibuat dan
disempurnakan terus menerus serta diterbitkan oleh Direktur Jendral Pajak
berdasarkan pegangan yang ditetapkan oleh menteri keuangan.
Wajib pajak yang boleh menggunakan norma perhitungan penghasilan
netto adalah wajib pajak orang pribadi yang memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Peredaran bruto kurang dari Rp. 4,800.000.000,00 Per tahun
2. Mengajukan permohonan dalam jangka waktu tiga bulan pertama dari
tahun buku
3. Menyelenggarakan pencatatan
Berikut ini adalah contoh perhitungan pajak yang terutang dengan
menggunakan norma perhitungan penghasilan netto :
Wajib pajak anto kawin ( istri tidak bekerja) dan memiliki 3 orang
anak. Ia seorang dokter bertempat tinggal di Jakarta juga memiliki industri
rotan di Cirebon. Misalnya besar presentase norma untuk industri rotan
dicirebon 12,5% , dan dokter jakarta 45%.
Peredaran usaha dari industri rotan dicirebon setahun Rp.400.000.000,00
Penerimaan bruto seorang dokter di Jakarta setahun Rp.100.000.000,00
Perhitungan netto dihitung sebagai berikut :
Dari industri rotan: 12,5% x Rp.400.000.000 Rp. 50.000.000
Sebagai seorang dokter: 45% x Rp.100.000.000 Rp. 45.000.000
Jumlah penghasilan netto Rp. 95.000.000
PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAK (Rp. 21.120.000)
Penghasilan kena pajak Rp. 73.880.000
16
3. Rp 15.840.000 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya di
gabung dengan penghasilan suami, dengan syarat :
- Penghasilan istri tidak semata-mata di terima atau diperoleh dari satu
pemberi kerja yang telah di potong pajak berdasarkan ketentuan dalam
UU PPh pasal 21, dan
- Pekertjaan istri tidak ada hubungan dengan usah atau pekerjaan bebas
suami atau anggota keluarga lain.
4. Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan
keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat menjadi
tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang ).
Contoh perhitungan PTKP :
a. Joko sudah menikah dengan mempunyai seorang anak. PTKP Joko
adalah:
PTKP setahun:
Untuk wajib pajak sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Tambahan 1 anak Rp 1.320.000,00
Jumlah Rp 18.480.000,00
b. John (warga negara asing) bekerja di Indonesia pada tanggal 1
Oktober 2009 dengan kontrak kerja 2 tahun. John mempunyai 3 anak,
PTKP John untuk tahun 2006 adalah :
PTKP setahun :
Untuk WP sendiri Rp 15.840.000,00
Tambahan WP kawin Rp 1.320.000,00
Tambahan 3 anak Rp 3.960.000,00
Jumlah Rp 21.120.000,00
17
dengan tarif pajak sebagaimana diatur dalam UU PPh pasal 17. Untuk
menghitung PPh dapat digunakan rumus sebagai berikut:
Rumus menghitung wajib pajak badan
Pajak penghasilan ( wajib pajak badan)
= penghasilan kena pajak x tarif pasal 17
= penghasilan netto x tarif pasal 17
= (penghasilan bruto – biaya yang diperkenankan UU pph) x tarif pasal 17
Contoh:
1. PT Cahaya sepanjang pada tahun 2010 mempunyai penghasilan kena
pajak sebesar Rp 4.500.000.000,00 dengan penghasilan kena pajak
sebesar Rp 500.000.000,00 besarnya pajak penghasilan yang harus
dibayar atau terutang oleh PT Cahaya adalah:
Seluruh penghasilan kena pajak yang diperoleh dari peredaran bruto
tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak penghasilan badan yang
berlaku karena jumlah peredaran bruto PT Cahaya tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 .
Pajak Penghasilan yang terutang :
(50 x 25%) X Rp 500.000.000,00 = Rp 62.500.000,00
2. Gunawan pada tahun 2010 mempunyai penghasilan kena pajak sebesar
Rp 241.850.000,00. Besarnya pajak penghasilan yang harus dibayar atau
terutang oleh Gunawan adalah :
Penghasilan kena pajak Rp 54.168.000
18
(dibulatkan kebawah hingga ribuan penuh)
Pajak penghasilan yang harus dibayar :
5% x Rp50.000.000 Rp 2.500.000
15% x Rp191.850.000 Rp 28.777.500
Jumlah Rp 31.277.500
19
lainnya(PPh pasal 4 ayat (2) . untuk PPh Pasal 4 ayat (2)ntidak
dapat dikredit.
2. Pelunasan pajak sesudah akhir tahun.
Pelunasan pajak sesudah tahun pajak berakhir dilakukan dengan cara:
a. Membayar pajak yang kurang disetor yaitu dengan menghitung
sendiri jumlah pajak penghasilan terutang untuk suatu tahun pajak
dikurangi dengan jumlah kredit pajak tahun yang bersangkutan.
b. Membayar pajak yang kurang disetor berdasarkan surat ketetapan
pajak atau surat tagihan pajak yang ditetapkan oleh direktur jenderal
pajak, apabila terdapat bukti bahwa jumlah pajak penghasilan terutang
tidak benar.
BAB III
PENUTUP
20
A. Kesimpulan
Dengan berakhirnya pembuatan makalah ini dapat kita simpulkan
bahwa mengenai Pajak Penghasilan (umum) adalah pajak yang dikenakan
terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya
dalam satu tahun pajak. Subjek pajak disini adalah segala seusatu yang
mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran
untuk dikenakan pajak pnghasilan. Undang-undang pajak penghasilan di
Indonesia mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak
berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun
pajak. Jika subjek pajak telah memenuhi kewajiban pajak secara objektif
maupun subjektif maka disebut wajib pajak.
Pelunasan pajak penghasilan dalam tahun berjalan dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu pelusan pajak oleh wajib pajak sendiri dan melalui
pihak lain. Dalam hal pelunasan pajak oleh pihak lain, perhitungan,
pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pihak yang
memberikan/membayarkan penghasilan. Pelunasan pajak juga bisa dilakukan
tidak dalam tahun pajak berjalan (sesudah tahun pajak berakhir).
DAFTAR PUSTAKA
21
Siti Resmi. Perpajakan:Teori dan Kasus. Edisi kelima. Jakarta: Salemba Empat.
2009.
22