Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Pajak

2.1.1. Pengertian Pajak

Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro, SH, seperti yang dikutip oleh

Nurmantu (2015:12) pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara (peralihan

kekayaan dari sektor partikulir ke sektor pemerintah) berdasarkan undang-undang

(dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (tegen prestasi), yang

langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membiayai pengeluaran umum.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan jo. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 pasal 1

mendefinisikan pajak yaitu “kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”

Munawir (2017:4) menyatakan bahwa: “Pajak merupakan penawaran

iuran wajib pemungutannya didasarkan undang-undang sehingga pelaksanaannya

dapat dipaksakan yang berarti bahwa barang siapa (wajib pajak) tidak mau

sepenuhnya memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku, terhadap mereka yang

dipaksa untuk memenuhi kewajiban tersebut melalui surat peringatan, surat

teguran, dikenakan sanksi administrasi (bunga dan denda), termasuk penyitaan

terhadap kekayaan wajib pajak, dan pidana penjara. Maka secara umum, pajak

adalah iuran anggota masyarakat kepada Negara karena undang-undang, dan atas

11
12

pembayaran tersebut pemerintah tidak memberikan balas jasa yang langsung data

ditunjukan. Dalam konteks Daerah, Pajak Daerah adalah pajak-pajak yang

dipungut oleh pemerintah daerah (Provinsi, Kabupaten, Kota) yang diatur

berdasarkan peraturan daerah masing-masing dan hasil pemungutannya digunakan

untuk membiayai rumah tangga daerah. Sedangkan menurut UU No. 18 Tahun

1997 tentang Pajak Daerah Kontribusi Daerah sebagaimana diubah terakhir

dengan UU No. 34 Tahun 2000. Pajak Daerah adalah iuran wajib pajak yang

dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepala Daerah tanpa imbalan langsung

yang seimbang. Pajak daerah dapat dipaksa berdasarkan peraturan perundang-

perundangan yang berlaku, dimana hasilnya digunakan untuk membiayai

penyelenggarakan Pemerintah Daerah dan Pembangunan Daerah.

Kemudian menurut DJP (2016:3), berbunyi: “Pajak adalah kontribusi

wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang

bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan

imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat”.

Berdasarkan definisi diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa pajak

merupakan beban yang harusditanggung oleh wajib pajak dengan dipungut oleh

Negara dan dapat dipaksakan pelaksanaannya untuk membiayai kepentingan

umum dimana wajib pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung diatas

beban yg dikeluarkan.
13

2,1,2. Fungsi Pajak

Fungsi pajak seperti dikenukakan Waluyoada dan Ilyas (2017:8) terdiri

dari dua fungsi yaitu:

1) Fungsi budgeter (anggaran)

Fungsi pajak budgeter adalah fungsi yang letaknya disektor publik, dan pajak

tersebut merupakan suatu alat untuk memasukkan uang sebanyak-banyaknya

ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara, terutama untuk membiayai pengeluaran

rutin, dan apabila setelah itu masih ada sisa (surplus), maka surplus ini dapat

digunakan untuk membiayai investasi pemerintah (public saving untuk public

investment).

2) Fungsi Regulerend (mengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur (Regulered), dalam arti bahwa pajak itu

dapat digunakan sebagai alat untuk mengatur, atau melaksanakan

kebijaksanaan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial dengan fungsi

mengatur pajak yang digunakan sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan

tertentu yang letaknya diluar bidang keuangan, dimana fungsi mengatur

banyak ditujukan terhadap sektor swasta. Misalnya dalam pajak perseroan

salah satu pasal dari ordonansi pajak perseroan 1925 memberi kebebasan dari

pajak perseroan atas pengenaan tarif yang rendah terhadap badan-badan

koperasi yang berkedudukan di Indonesia.


14

2.2. Sistem Administrasi Perpajakan

Sistem administrasi perpajakan modern adalah penyempurnaan atau

perbaikan kinerja admnistrasi baik secara individu, kelompok, maupun

kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat (Suparman, 2016:1)

Menurut Rapina, et al (2015) adapun tujuan modernisasi perpajakan

adalah untuk menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan,

yaitu:

a. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax complience) yang tinggi.

b. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan

yang tinggi .

c. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Sedangkan manfaat dari program modernisasi bagi wajib pajak sebagai

berikut (www.reform.depkeu.go.id):

a. Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal, melalui:

1. Konsep One Stop Service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPN

& BPHTB).

2. Adanya tenaga Account Representative (AR) dengan tugas antara lain

konsultasi untuk membantu segala permasalahan Wajib Pajak (WP),

mengingatkan Wajib Pajak (WP) atas pemenuhan kewajiban

perpajakannya, update atas peraturan perpajakan yang terbaru.

3. Pemanfaatan IT secara maksimal: email, e-SPT, e-filling dan lain-lain.


15

4. SDM yang professional, adanya fit and proper test dan competency

mapping, pelaksanaan kode etik yang tegas dan konsisten, pemberian

tunjangan khusus (peningkatan remunisasi).

5. Pemeriksaan yang lebih terbuka dan profesional dengan konsep

spesialisasi.

b. Penerapan dan penegakan good governance di semua lini.

Sistem administrasi perpajakan modern atau biasa dikenal sebagai

modernisasi administrasi perpajakan yaitu sistem administrasi yang mengalami

penyempurnaan atau perubahan kinerjanya baik secara individu, kelompok,

maupun kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat yang merupakan

perwujudan dari program reformasi administrasi perpajakan (Widodo dan Djefris,

2016:63).

Penerapan modernisasi pajak merupakan perwujudan dari program dan

kegiatan reformasi administrasi perpajakan jangka menengah dengan tujuan yang

ingin dicapai (Poernomo, 2009:183) adalah:

1. Tercapainya tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi

2. Tercapinya tingkat kepercayaan terhadap administrasi perpajakan, dan

3. Tercapainya produktivitas aparat perpajakan yang tinggi

Sedangkan tujuan modernisasi yang ingin dicapai (DJP, 2016:14) adalah:

1. Meningkatkan kepatuhan sukarela Wajib Pajak,

2. Meningkatkan kepercayaan masyarakat, dan

3. Meningkatkan produktivitas dan integritas aparat pajak


16

2.3. Kepatuhan Wajib Pajak

2.3.1. Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut Gunadi (2013:94) kepatuhan wajib pajak adalah wajib pajak

mempunyai kesediaan untuk memenuhi perpajakannya sesuai dengan aturan yang

berlaku tanpa perlu diadakan pemeriksaan, investigasi seksama, peringatan

ataupun ancaman dan penerapan sanksi baik hukum maupun administrasi.

Kepatuhan adalah pemenuhan kewajiban perpajakan yang dilakukan oleh wajib

pajak dalam rangka memberikan kontribusi bagi pembangunan, dalam

pemenuhannya diberikan secara sukarela (Oktaviani, 2015).

Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 pengertian

wajib pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong

pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan

sesuai denga ketentuan perundang-undangan perpajakan.

Badan adalah sekumpulan orang atau modal yang merupakan kesatuan

baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi

perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik

Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dengan nama dan

dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi

lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif

dan bentuk usaha tetap. Kewajiban perpajakan Wajib Pajak badan maupun

perseorangan sesuai dengan undang-undang KUP antara lain:


17

a. Wajib mendaftarkan diri kepada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) terdekat


untuk mendapatkan NPWP.
b. Wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) dengan benar,
lengkap dan jelas.
c. Wajib membayar atau menyetor pajak yang terutang melalui Kantor Pos atau
Bank persepsi yang ditunjuk.

Jadi dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Wajib Pajak ini terdiri

dari dua jenis yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib Pajak badan yang

memenuhi definisi sebagai subjek pajak dan menerima atau memperoleh

penghasilan yang merupakan objek pajak yang menurut ketentuan peraturan

perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban

perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

2.3.2. Sistem Administrasi Perpajakan Modern

Sistem administrasi perpajakan modern adalah penyempurnaan atau

perbaikan kinerja admnistrasi baik secara individu, kelompok, maupun

kelembagaan agar lebih efisien, ekonomis dan cepat (Suparman, 2016:1). Menurut

Rapina, et al (2015) adapun tujuan modernisasi perpajakan adalah untuk

menjawab latar belakang dilakukannya modernisasi perpajakan, yaitu:

a. Tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax complience) yang tinggi.

b. Tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan

yang tinggi .

c. Tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Sedangkan manfaat dari program modernisasi bagi wajib pajak sebagai

berikut (www.reform.depkeu.go.id):
18

a. Pelayanan yang lebih baik, terpadu, dan personal, melalui:

1. Konsep One Stop Service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPN &
BPHTB).
2. Adanya tenaga Account Representative (AR) dengan tugas antara lain
konsultasi untuk membantu segala permasalahan Wajib Pajak (WP),
mengingatkan Wajib Pajak (WP) atas pemenuhan kewajiban
perpajakannya, update atas peraturan perpajakan yang terbaru.
3. Pemanfaatan IT secara maksimal: email, e-SPT, e-filling dan lain-lain.
4. SDM yang professional, adanya fit and proper test dan competency
mapping, pelaksanaan kode etik yang tegas dan konsisten, pemberian
tunjangan khusus (peningkatan remunisasi).
5. Pemeriksaan yang lebih terbuka dan profesional dengan konsep
spesialisasi.

b. Penerapan dan penegakan good governance di semua lini.

2.3.3 Jenis-jenis Pajak Penghasilan

Menurut Kementrian Keuangan RI Direktorat Jendral Pajak (2010:9)

jenis-jenis pajak penghasilan yaitu:

1) Pajak Penghasilan Pasal 21

Yaitu pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorium, tunjangan, dan

pembayaran lain dengan nama apapun yang diterima atau diperoleh Wajib

Pajak orang pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan/jabatan, jasa,

dan kegiatan.

2) Pajak Penghasilan pasal 22

Pajak Penghasilan pasal 22 berbunyi sebagai berikut:


a) Tarif pemotongan Pajak Penghasilan pasal 22 untuk WP yang tidak
ber-NNPWP lebih besar 100% dari tarif bagi WP yang ber-NPWP
b) WP yang memberi barang tergolong sangat mewah dipungut Pajak
Penghasilan Pasal 22 sebagai pembayaran Pajak Penghasilan dalam
tahun berjalan.
19

3) Pajak Penghasilan pasal 23

Pajak Penghasilan pasal 23 merupakan Pajak Penghasilan yang dipotong

atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri dan

Bentuk Usaha Tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau

penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan pasal 21,

yang dibayarkan atau terutang oleh badan pemerintah atau subjek pajak dalam

negeri, penyelenggara kegiatan, Bentuk Usaha Tetap atau perwakilan perusahaan

luar negeri lainnya. Subjek Pajak atau penerima penghasilan yang dipotong Pajak

Penghasilan Pasal 23 adalah Wajib Pajka dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap.

4) Pajak Penghasilan Pasal 24


Pajak penghasilan pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas
penghasilan yang terutang atau dibayarkan diluar negeri yang dapat
dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh wajib pajak
dalam negeri.
Pajak atas penghasilan yang terutang diluar negeri adalah pajak yang
berkenaan atas usaha atau pekerjaan diluar negeri, pajak atas penghasilan
yang dibayarkan diluar negeri adalah pajak atas penghasilan dari modal dan
penghasilan lainnya diluar negeri misalnya bunga, deviden, royalty.
5) Pajak Penghasilan pasal 25
Pajak penghasilan pasal 25 mengatur tentang besarnya pajak atas penghasilan
yang terutang atau dibayarkan diluar negeri yang dapat dikreditkan terhadap
pajak penghasilan yang terutang atas seluruh wajib pajak dalam negeri. Pajak
atas penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a) Pajak penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan
pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22.
b) Pajak penghasilan yang dibayar atau terutang diluar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 24, dibagi 12 (duabelas) atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
6) Pajak Penghasilan Pasal 26
PPh yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia yang diterima atau diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk
usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak
yang berlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.
Negara domisili dari wajib pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha
20

atau melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia,


adalah negara tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak luar negeri
yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut (benefical
owner). Pemotong PPh pasal 26 yaitu:
a) Badan Pemerintah
b) Subjek Pemerintah
c) Penyelenggara Kegiatan
d) BUT
e) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya selain BUT di Indonesia.
7) Pajak Penghasilan Pasal 28
Apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari
jumlah kredit pajak (Pajak yang dilunasi dalam tahun berjalan), maka setelah
dilakukan pemeriksaan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan setelah
diperhitungkan dengan utang pajak berikut sanksi-sanksinya.
8) Pajak penghasilan pasal 29
PPh pasal 29 adalah kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan yang
terutang untuk satu tahun pajak Menurut UUU No 10 tahun 1994 tentang
Perubahan Kedua UU No 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, apabila
pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih besar daripada
kredit pajak, maka kekurangan pajak yang terutang harus dilunasi selambat-
lambatnya tanggal 25 (dua puluh lima) bulan ketiga setelah tahun pajak
berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan disampaikan. Undang-
Undang ini masih berlaku hingga 31 Desember 2016 karena sejak 1 Januari
2009 berlaku UU No 36 Tahun 2016 Tentang Perubahan Keempat UU No 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 29 UU No 36 Tahun 2016
mengatur bahwa apabila pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata
lebih besar dari pada kredit pajak, kekurangan pembayaran pajak yang
terutang harus dilunasi sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan.

2.3.4 Sistem Perpajakan

Sistem perpajakan suatu negara terdiri atas tiga unsur, yakni Tax policy,

Tax Law Tax dan Administration. Sistem perpajakan dapat disebut sebagai metoda

atau cara bagaimana mengelola utang pajak yang terutang oleh Wajib Pajak dapat

mengalir ke kas Negara. Sistem pemungutan pajak menurut B. Ilyas dan Richard

Burton (2015:8) yakni:

a) Official Assesment System yakni sistem pemungutan pajak yang memberi


wewenang kepada pemungut pajak (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang harus dibayar (pajak yang terutang) oleh seseorang.
21

b) Semi Self Assesment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang
memberi wewenang kepada fiskus dan Wajib Pajak untuk menentukan
besarnya utang pajak.
c) Self Assesment System yakni suatu sistem pemungutan pajak yang memberi
wewenang penuh kepada Wajib Pajak untuk menghitung, memperhitungkan,
menyetorkan, dan melaporkan sendiri besarnyautang pajak.
d) Witholding System suatu sistem pemungutan pajak yang memberikan
wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong/memungut besarnya pajak
terutang.

2.3.5. Modernisasi Perpajakan

Menurut Gunadi (2010) pajak ini mengikuti fenomena kehidupan sosial

ekonomi masyarakat. Di setiap perubahan kehidupan sosial perekonomian

masyarakat maka sudah sepantasnyalah bahwa pajak harus mengadakan

modernisasi.

Modernisasi perpajakan adalah perubahan yang mendasar di segala aspek

perpajakan. Modernisasi pajak dilakukan agar sistem perpajakan dapat lebih

efektif dan efisien, sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya

saing tinggi dengan negara lain. Mason (2016:75) menyebutkan bahwa tingkat

keberhasilan sebuah program modernisasi ekonomi itu sangat tergantung pada dua

hal, yaitu kebijakan pajak mendapat kepercayaan (credibility of policy) dan

kredibilitas pembuat kebijakan (credibility of policy makers).

Indonesia telah mulai melaksanakan modernisasi perpajakan sejak tahun

1983. Pajak bersifat dinamis dan mengikuti perkembangan sosial dan ekonomi

negara dan masyarakatnya. Peningkatan penerimaan menjadi tuntutan pemerintah,

akan tetapi perbaikan dalam aspek perpajakan menjadi alasan mengapa

modernisasi perpajakan dilakukan dari waktu ke waktu, baik itu penyempurnaan


22

dalam kebijakan maupun dalam administrasinya. Bila dilihat dari segi anggaran

secara umum hasil modernisasi perpajakan telah dapat memberikan kontribusi

bagi kecukupan penerimaan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

(APBN). Karena tuntutan akan kecukupan anggaran di APBN harus dipenuhi

dalam pemahaman good governance, maka sejak tahun 2002 pemerintah melalui

DJP telah memulai melaksanakan modernisasi administrasi perpajakan sebagai

bagian dan merupakan salah satu dasar yang kokoh dari modernisasi perpajakan

(Gunadi, 2010:36).

DJP mengharapkan prinsip-prinsip perpajakan yang sehat seperti

persamaan (equality), kesederhanaan (simplicity), dan keadilan (fairness) dapat

tercapai, sehingga tidak hanya berdampak terhadap peningkatan kapasitas fiskal,

melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.

Malcolm Gilis (2016:7) menggunakan taksonomi untuk

mengklasifikasikan modernisasi perpajakan berdasarkan program-program

modernisasi perpajakan dengan 6 atribut yang menjadi ciri-ciri dasarnya sehingga

dapat diperoleh ratusan konfigurasi yang berbeda dari modernisasi perpajakan.

Keenam atribut tersebut yakni:

1) Bread of modern; modernisasi perpajakan dapat berfokus pada modern of tax


structure, atau berfokus pada tax administration, atau modern of tax systems
(berfokus pada struktural dan administrativr modern).
2) Scope of modern; modernisasi perpajakan dapat dilakukan secara
comorehensif jika meliputi hampir semua sumber penerimaan yang penting,
atau dilakukan secara partial jika hanya meliputi satu atau dua komponen
penting dari sistem perpajakan.
3) Revenue goals; modernisasi perpajakan dilakukan untuk meningkatkan
penerimaan dalam presentase terhadap PPDB (rasio pajak) yang disebut
revenue enchancing, untuk mengganti penerimaan dengan revenue neutral
modern, atau bahkan untuk mengurangi penerimaan (revenue decreasing
modern).
23

4) Equity goals: modernisasi perpajakan untuk menegakkan keadilan disebut


redistributive jika menegakkan keadilan secara vertikal, yaitu orang
berpenghasilan tidak sama, pajaknya diperlakukan tidak sama juga, namun
jika modernisasi perpajakan tidak dimaksudkan untuk merubah distribusi
pendapatan yang sudah ada maka disebut distributionally neutral modern.
5) Resource allocations goals; modernisasi perpajakan yang berusaha
mengurangi pengenaan pajak pada sumber daya agar dapat dialokasikan lebih
efisien disebut euconomically neutral, jika sistem perpajakan untuk
mempengaruhi aliran sumber daya sektor ekonomi atau aktivitas tertentu
maka disebut interventionist modern.
6) Timing of modern: dilakukan dengan mengubah seluruh kebijakan perpajakan
secara bersamaan disebut econtemporaneous modern, dengan implementasi
bertahap disebut phased modern, atau perubahan kebijakan perpajakan yang
tidak berkaitan dilakukan dalam beberapa tahun lebih disebut succesive
modern.

Menurut Chaizi Nasucha (2015:37) mengemukakan modernisasi

administrasi perpajakan adalah penyempurnaan atau perbaikan kinerja

administrasi, baik secara individu, kelompok, maupun kelembagaan agar lebih

efisien, ekonomi dan cepat. Dua tugas utama modernisasi administrasi perpajakan

adalah untuk mencapai efektivitas yang tinggi, yaitu kemampuan untuk mencapai

tingkat kepatuhan yang tinggi dan efisiensi berupa kemampuan untuk membuat

biaya administrasi per unit penerimaan pajak sekecil-kecilnya.

Chaizi Nasucha (2015:63) mengemukakan bahwa agar modernisasi

administrasi perpajakan dapat berhasil, dibutuhkan: (1) struktur pajak

disederhanakan untuk kemudahan, kepatuhan, dan administrasi, (2) strategi

modernisasi yang cocok harus dikembangkan, (3) komitmen politik yang kuat

terhadap peningkatan administrasi perpajakan. Menurut Chaizi Nasucha (2015:69-

77), empat dimesi modernisasi administrasi perpajakan, yaitu:


24

1) Struktur organisasi.
2) Prosedur organisasi.
3) Strategi organisasi.
4) Budaya organisasi.

2.4. Modernisasi Pajak 2016

Salah satu modernisasi perpajakan jilid pertama yaitu modernisasi di

bidang peraturan perpajakan. Hasilnya berupa pengesahan Undang-Undang No.

28 Tahun 2016 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dan

UU No. 36 Tahun 2016 Tentang Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) oleh

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Presiden membawa perubahan pada

perpajakan di Indonesia. Pokok-pokok perubahan yang ada dalam undang-undang

pajak ini tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip perpajakan yang dianut

secara universal yaitu keadilan, kemudahan/efisiensi administrasi, serta

peningkatan dan optimalisasi penerimaan Negara dengan tetap mempertahankan

sistem self assesment. Amandemen ini merupakan salah satu langkah besar yang

dilaksanakan guna mendukung modernisasi perpajakan yang sedang terjadi di

DJP, sehingga diharapkan dalam jangka menengah maupun jangka panjang dapat

meningkatkan peneriman negara seiring dengan meningkatnya kepatuhan wajib

pajak. Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2016, terdapat pokok-pokok

perubahan mengenai Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, antara lain:

1) Ketentuan mengenai pengambilan, pengisian, penandatanganan dan


penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) dapat dilakukan melalui media
elektronik.
2) Batas akhir penyampaian SPT Tahunan PPh yang sebelumnya paling lambat
tiga bulan diubah menjadi paling lambat empat bulan setelah akhir tahun
pajak.
25

3) Sanksi administrasi berupa denda bagi WP yang dengan kemauan sendiri


mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya setelah dilakukan
pemerikksaan tetapi belum dilakukan tindak penyidikan, diturunkan dari
200% menjadi 150%
4) Daluwarsa penetapan pajak dan daluwarsa penagihan dipersingkat dari
sepuluh tahun menjadi lima tahun sejak berakhirnya masa pajak, bagian tahun
pajak atau tahun pajak.
5) Dalam rangka mendorong WP mengungkapkan penghasilan yang belum
dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh sebelum tahun 2016, WP diberi
kesempatan untuk menyampaikan pembetulan dengan diberikan pengurangan
atau penghapusan sanksi administrasi, dengan syarat pembetulan tersebut
dilakukan pada tahun pertama berlakunya UU ini.
6) Paling lama satu tahun setelah berlakunya UU ini, WP Orang Pribadi yang
sukarela mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP diberikan penghapusan
sanksi administrasi atas pajak, kecuali terdapat data atau keterangan yang
menyatakan bahwa SPT WP tidak benar atau lebih bayar.

Salah satu bentuk modernisasi perpajakan di Indonesia adalah dengan

disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan

melalui proses panjang dan melibatkan stakeholder termasuk pengusaha yang

mencerminkan keadilan dan kesetaraan kedudukan antara fiskus dan Wajib Pajak.

Penurunan tarif, penekanan cost of compliance, law enforcement yang lebih tegas

kepada Wajib Pajak tidak patuh, kesetaraan fiskus dan Wajib Pajak merupakan

poin-poin dalam tax reform UU PPh. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2016 ini

disahkan pada tanggal 23 September 2016 dan mulai berlaku tanggal 1 Januari

2009. Pokok pikiran yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2016

tentang Perubahan Keempat Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak

Penghasilan antara lain sebagai berikut (Darmin Nasutin, 2009).

Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.03/2009 tentang

perubahan peraturan Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah atas

penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu. Peraturan Menteri Keuangan ini

dimaksudkan untuk memberi insentif dalam mengatasi dampak krisis ekonomi


26

global yang sedang berkembang di dunia dan untuk menjaga stabilitas

perekonomian khususnya sektor tertentu yang diatur pada Peraturan Menteri

Keuangan ini. Diharapkan denngan adanya stimulus tersebut, prospek penerimaan

negara dari ekspor produk-produk pada usaha tertentu yang diatur dengan

Peraturan Menteri Keuangan tersebut dapat ditingkatkan. Sehingga dapat menjadi

faktor penggerak usaha yang terkait di Indonesia hingga mampu meningkatkan

pendapatan nasional yang diharapkan mampu meningkatkan penerimaan pajak

dari sektor usaha tersebut.

Program dan kegiatan reformasi perpajakan 2016 diwujudkan dalam

penerapan administrasi perpajakan modern dengan model KPP modern seperti

diuraikan diatas diharapkan DJP dapat memberikan pelayanan prima kepada

masyarakat dalam masalah perpajakan. Untuk mensukseskan pelayanan prima

tersebut DJP telah menyiapkan pelayanan ekstra pada setiap KPP Modern yang

memiliki ciri khusus antara lain struktur organisasi berdasarkan fungsi, perbaikan

pelayana bagi setiap wajib pajak melalui pembentukan Account Representative

(AR) sebagai ujung tombak pelayanan dan perantara antara DJP dengan WP yang

ditugaskan melayani setiap Wajib Pajak berdasarkan keputusan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 43/PMK.03/2009.

a. membimbing/menghimbau WP dan memberikan konsultasi teknis


perpajakan.
b. memonitor penyelesaian pemeriksaan pajak, proses keberatan, serta
mengevaluasi hasil banding.
c, melakukan pemutakhiran data WP dan menyusun profil WP.
d. menginformasikan ketentuan perpajakan terbaru.
e. memonitor kepatuhan WP melalui pemanfaatan data dan SAPT (Sistem
Administrasi Perpajakan Terpadu).
f. menyelesaikan permohonan surat keterangan yang diperlukan WP.
g. menganalisis kinerja wajib pajak.
h. merekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka intensifikasi.
27

Sehingga setiap WP dapat menanyakan hak dan kewajiban perpajakannya

kepada setiap AR di KPP Pratama yang telah ditunjuk untuk masing-masing WP

sesuai dengan wilayah kelurahan. Pembentukan contact center: complain center,

call center, non filers activation center. Dimana pengaduan yang diterima oleh

complain center akan dikoordinasikan dengan unit terkait dan akan ditindaklanjuti

dalam waktu 3 hari kerja dan jenis-jenis pengaduan termasuk mengenai

pelayanan, konsultasi, pemeriksaan, keberatan, dan banding. Adapun media

penyampaian pengaduan dapat melalui e-mail, pos, nomor telpon bebas biaya,

atau langsung.

Melalui sarana, prasarana, dan pendukung lainnya yang lebih modern

meliputi Pertama, Help Desk dengan tekonologi knowledge base pada Tempat

Pelayanan Terpadu atau dikenal TPT (service counter). Kedua, pelayanan dengan

menggunakan sistem komunikasi dan teknologi informasi terkini yang dikenal

dengan sebutan e-system antara lain e-payment (pembayaran pajak secara online),

e-registration (pendaftaran wajib pajak melalui internet), e-filling (pelaporan

pajak melalui internet), e-spt (pengisian SPT dalam media digital), dan e-

counseling (konsultasi secara online). Ketiga, Built in control system:

pemanfaatan sistem teknologi informasi untuk pengawasan internal termasuk

pengawasan data. Keempat, petugas pajak yang berkualitas tinggi berbasis

kompetensi. Kelima, penerapan Kode Etik Pegawai yang diawasi oleh Komite

Kode Etik Pegawai, Komisi Ombudsman Nasional, Tim Khusus Inspektorat

Jenderal Departemen Keuangan, dan 2 Subdirektorat Kantor Pusat DJP yang

menangani Pengawasan Internal. Keenam, Sistem remuneraasi yang lebih baik


28

dengan adanya TKT (Tunjangan Kegiatan Tambahan). Ketujuh, layar sentuh

informasi perpajakan (Touch Screen). Kedelapan, Sistem antrian dan LCD

Proyektor berikut electric screen layaknya di Bank. Kesembilan, tersedianya

ruang konseling/closing cenference serta brosur, leaflet, dan majalah perpajakan.

Kesepuluh, tersedianya Bank/Tempat Pembayaran Pajak (bekerjasama dengan

PEMDA setempat/Kantor Pos). Layanan unggulan tersebut antara lain : Pelayanan

Penyelesaian Permohonan Pendaftaran NPWP: 1 hari kerja sejak permohonan

diterima lengkap; Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pengukuhan Pengusaha

Kena Pajak (PKP): 3 hari kerja sejak permohonan diterima lengkap; Pelayanan

Penyelesaian Permohonan Restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN): 2 bulan, 4

bulan, 12 bulan.

2.5. Penelitian Sebelumnya

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Patsal (2012),

yang dilakukan di Kota Makassar dengan mengungkapkan bahwa sistem

administrasi perpajakan modern berpengaruh terhadap efektivitas pelaksanaan

pemeriksaan fungsional.

Penelitian lain juga dilakukan oleh Masri dan Martani (2013), yang

dilakukan di Padang dengan mengungkapkan bahwa modernisasi sistem

administrasi perpajakan berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Pengusaha Kena

Pajak untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar pajaknya.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Aminah (2014), yang dilakukan di

kota Surakarta dengan mengungkapkan bahwa struktur organisasi dan budaya

organisasi berpengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak.


29

Penelitian ini juga dilakukan oleh Razif, Rahmawati, (2017), yang

dilakukan di surabaya dengan mengungkapkan bahwa Modernisasi sistem

administrasi perpajakan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepatuhan

wajib pajak.

Penelitian ini juga pernah dilakukan oleh Dina Nafia1, Sunandar (2016),

yang dilakukan di Denpasar Timur dengan mengungkapkan bahwa Secara

simultan Sistem administrasi perpajakan modern berpengaruh positif dan tidak

signifikan terhadap efektivitas pelaksanaan pemeriksaan fungsional.

Matriks persamaan dan perbedaan penelitian ini dengan penelitian

sebelumnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

Tabel 2.1.
Matrik Persamaan dan Perbedaan Penelitian Sebelumnya
Peralatan Persamaan Perbedaan
No. Peneliti Dependent Independent Hasil Penelitian
Analisis
1. Patsal Analisis sistem Efektivitas Hasil penelitian Sistem Efektivitas
(2012) regresi administrasi pelaksanaan membukjtikan bahwa administrasi pelaksanaan
linier perpajakan pemeriksaan sistem administrasi perpajakan pemeriksaan
sederhana fungsional perpajakan modern modern fungsional
berpengaruh terhadap
efektivitas pelaksanaan
pemeriksaan fungsional.
2. Misra Analisis modernisasi tingkat modernisasi sistem Sistem Wp dan
(2013) regresi sistem kepatuhan administrasi perpajakan administrasi objek pajak
linier administrasi WP berpengaruh terhadap kepatuhan
sederhana tingkat kepatuhan Pengusaha
Pengusaha Kena Pajak Kena Pajak
untuk memenuhi
kewajibannya dalam
membayar pajaknya
3. Aminah Analisis struktur kepatuhan bahwa struktur Kepatuhan Struktur
(2014) regresi organisasi wajib pajak organisasi dan budaya wajib pajak organisasi
linier dan budaya organisasi berpengaruh dan budaya
berganda organisasi terhadap kepatuhan WP organisasi
4. Razif, Analisis Modernisasi kepatuhan Modernisasi sistem Modernisasi Wp dan
Rahmawati, regresi sistem wajib pajak administrasi perpajakan sistem objek pajak
linier administrasi berpengaruh positif dan administrasi
(2017) perpajakan
sederhana signifikan terhadap
kepatuhan
kepatuhan wajib pajak WP
5. Dina Analisis Sistem efektivitas Sistem administrasi Sistem efektivitas
Nafia1, regresi administrasi pelaksanaan perpajakan modern administrasi pelaksanaan
Sunandar linier perpajakan pemeriksaan berpengaruh positif dan perpajakan pemeriksaan
(2016) berganda modern fungsional tidak signifikan modern fungsional
terhadap efektivitas
pelaksanaan
pemeriksaan fungsional
30

2.6. Kerangka Pemikiran

Sebelum penerapan administrasi modern pada KPP Pratama Kota Banda

Aceh, wajib pajak membayar pajak secara manual dan antrian yang sangat

panjang, sehingga wajib pajak enggan membayar pajak, di karenakan banyaknya

waktu terbuang di kantor pajak. Setelah penerapan administrasi modern DJP

merubah semuanya adanya perbaikan mutu pelayanan secara kesinambungan,

adanya fasilitas untuk kemudahan dan kenyamanan pelayanan kepada wajib

pajak, adanya AR yang berkewajiban melaksanakan bimbingan dan himbauan

kepada wajib pajak dan menginformasikan semua perubahan peraturan, merespon

pertanyaan atau permintaan lain berkaitan dengan pelaksanaan kewajiban atau hak

perpajakan, dan sistem administrasi yang berbasis Teknologi Informasi. Dengan

meningkatkan pelayanan KPP Pratama Kota Banda Aceh maka, wajib pajak dapat

membayar dengan tepat waktu dan dapat menggali wajib pajak yang baru,

sehingga penerimaan KPP Pratama lebih meningkat.

Adapun yang menjadi kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah

sebagai berikut:

Sebelum Penerapan ADM Sesudah penerapan ADM


Modern 2007-2008 Modern 2009-2020

Penerimaan PPH sebelum Penerimaan PPH sesudah


penerapan administrasi Penerapan administrasi
modern pada KPP Pratama modern pada KPP Pratama
Kota Banda Aceh Kota Banda Aceh

Uji Beda

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual Penelitian


31

2.7. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu anggapan sementara yang akan dibuktikan

kebenarannya dalam suatu penelitian, hipotesis untuk penelitian ini dapat

dinyatakan, yaitu:

Ho1 : Tidak terdapat perbedaan penerimaan PPh sebelum dan sesudah

administrasi modern pada KPP Pratama Kota Banda Aceh.

Ha1 : Terdapat perbedaan penerimaan PPh sebelum dan sesudah administrasi

modern pada KPP Pratama Kota Banda Aceh.

Ho2 : Tidak terdapat peningkatan penerimaan PPh secara signifikan setelah

adanya penerapan administrasi modern pada KPP Pratama Kota Banda

Aceh

Ha2 : Terdapat peningkatan penerimaan PPh secara signifikan setelah adanya

penerapan administrasi modern pada KPP Pratama Kota Banda Aceh.

Anda mungkin juga menyukai