Anda di halaman 1dari 4

Nama : Kornelius Rendy

Nim : A1012181223
Mata Kuliah : Tugas Meringkas Hukum Pajak

Terdapat perbedaan definisi pajak secara hukum dan secara ekonomi dari pajak.
Ahli ekonomi meyakini bahwa tidak semua transfer finansial ke sektor publik dapat
dikategorikan sebagai pajak. Dalam sistem perpajakan modern, pemerintah memungut
pajak dalam bentuk uang, tetapi pembayaran secara natura maupun kerja atas pajak
adalah karakteristik dari pajak tradisional atau pre-kapitalis dan fungsinya setara.
Sistem perpajakan dan pengeluaran pemerintah atas pemasukan pajak menjadi topik
yang sering diperdebatkan dalam konteks politik maupun ekonomi. Pemungutan pajak
dilakukan oleh institusi publik misalnya Direktorat Jenderal Pajak di Indonesia, Canada
Revenue Agency di Kanada, the Internal Revenue Service (IRS) di Amerika Serikat,
atau Her Majesty's Revenue and Customs (HMRC) di Inggris. Saat pajak tidak
dibayarkan, pemerintah dapat menetapkan sanksi hukum seperti denda, penyitaan
aset, dan bahkan penahanan kepada pihak yang terbukti melakukannya.
Leroy Beaulieu
Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak yang dipaksakan oleh
kekuasaan publik dari penduduk atau dari barang, untuk menutup belanja pemerintah.
P. J. A. Adriani
Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang
terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-
undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan
yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung
tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH
Pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang
langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.
Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang merupakan
sumber utama untuk membiayai public investment.
Ray M. Sommerfeld, Herschel M. Anderson, dan Horace R. Brock
Pajak adalah suatu pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah,
bukan akibat pelanggaran hukum, namun wajib dilaksanakan, berdasarkan ketentuan
yang ditetapkan lebih dahulu, tanpa mendapat imbalan yang langsung dan
proporsional, agar pemerintah dapat melaksanakan tugas-tugasnya untuk menjalankan
pemerintahan. Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya
dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa
adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya
kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan penguasaan
barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam
penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.
Pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang
Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara
yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat''. Keberadaan
pemungutan pajak pertama kali yang diketahui terjadi di Mesir Kuno sekitar 3000 –
2800 SM dimana sistem pajak yang dikenal berupa sistem pajak yang bersifat variabel,
yaitu berdasarkan tinggi air sungai Nil. Bentuk perpajakan yang paling awal dan paling
luas adalah corvée dan persepuluhan. Corvée adalah kerja paksa yang diberikan
kepada negara oleh petani yang terlalu miskin untuk membayar bentuk perpajakan
lainnya (“tenaga kerja" dalam bahasa Mesir kuno adalah sinonim untuk pajak). Dari
berbagai definisi yang diberikan terhadap pajak, baik pengertian secara ekonomis
(pajak sebagai pengalihan sumber dari sektor swasta ke sektor pemerintah) atau
pengertian secara yuridis (pajak adalah iuran yang dapat dipaksakan) dapat ditarik
kesimpulan tentang unsur-unsur yang terdapat pada pengertian pajak, antara lain
sebagai berikut:
1. Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan
ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan, "pajak dan pungutan lain yang
bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."
2. Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat
ditunjukkan secara langsung. Misalnya, orang yang taat membayar pajak
kendaraan bermotor akan melalui jalan yang sama kualitasnya dengan orang
yang tidak membayar pajak kendaraan bermotor.
3. Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah
dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik prasarana maupun
sarana.
4. Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib
pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan.
5. Selain fungsi budgeter (anggaran) yaitu fungsi mengisi Kas Negara/Anggaran
Negara yang diperlukan untuk menutup pembiayaan penyelenggaraan
pemerintahan, pajak juga berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau
melaksanakan kebijakan negara dalam lapangan ekonomi dan sosial (fungsi
mengatur / regulatif).
Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat yang dalam hal ini sebagian
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak - Kementerian Keuangan. Adapun pajak-pajak
pusat yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi:
Pajak Penghasilan (PPh)
PPh adalah pajak yang dikenakan kepada orang pribadi atau badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu Tahun Pajak.[note 1] Yang
dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal baik dari Indonesia maupun dari
luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Definisi
tersebut diberikan oleh Pasal 4 ayat (1) UU PPh yakni UU No 7 tahun 1983 yang telah
diubah terakhir dengan UU No 7 tahun 2021. Dari definisi tersebut penghasilan
mempunyai 5 (lima) elemen:
1. tambahan kemampuan ekonomis Dari kacamata akuntansi, tambahan
kemampuan ekonomis dapat diartikan sebagai tambahan sisi aktiva di
neraca/laporan posisi keuangan wajib pajak yang tidak dibarengi dengan
penambahan utang/liabilitas atau modal.
2. diterima atau diperoleh wajib pajak Penggunaan kata diterima untuk wajib pajak
yang menggunakan stelsel kas dalam pembukuannya, sedangkan kata diperoleh
untuk wajib pajak yang menggunakan stelsel akrual dalam pembukuannya.
3. baik dari Indonesia maupun luar Indonesia (world wide income) Indonesia
menggunakan world wide income dalam pengenaan pajaknya. Oleh karenanya
bagi wajib pajak dalam negeri, penghasilan dari manapun baik dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia harus dilaporkan di SPT.
4. dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak yang
bersangkutan Penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dapat
dipergunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak. Oleh
karenanya biasanya penghasilan diukur dari pola konsumsi maupun kekayaan
wajib pajak.
5. dengan nama dan dalam bentuk apapun Pengenaan pajak atas penghasilan
dilakukan tanpa memperhatikan jenis, bentuk maupun nama penghasilannya.
Oleh karenanya selama memenuhi definisi penghasilan meskipun bentuknya
dalam bentuk barang (bukan kas) maka tetap disebut sebagai penghasilan.
Dasar hukum diberlakukan PPh adalah UU No. 36 Tahun 2008 Tentang
Perubahan Keempat Atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan, yang
kemudian diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan.[15]
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan PPnBM
PPN adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak atau Jasa
Kena Pajak di dalam Daerah Pabean berdasarkan UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak
Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang
diubah terakhir kali dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan
Perpajakan.
Pajak Bumi dan Bangunan
Berdasarkan Undang-undang nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994,
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan Pajak Negara yang dikenakan terhadap
bumi dan atau bangunan. Sejak berlakunya UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak
Daerah dan Retribusi Daerah maka kewenangan pemerintah pusat untuk melakukan
pemungutan PBB hanya pada sektor Perhutanan, Perkebunan dan sektor
Pertambangan sedangkan PBB sektor Pedesaan dan Perkotaan dialihkan ke
pemerintah Kabupaten/Kota.
Bea Meterai
Bea meterai menurut UU Nomor 10 Tahun 2020 merupakan pajak yang
dikenakan atas dokumen yang bersifat perdata dan dokumen untuk digunakan di
pengadilan. Pajak atas dokumen sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor
2020 tentang Bea Meterai. Pada Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.
134 Tahun 2021 menjelaskan tentang Tarif Bea Meterai yang ditetapkan sebesar Rp
10.000,00.[16]
Bea Keluar / Bea Masuk
UU No. 10 Tahun 1995 jo. UU No. 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan.
Cukai
UU No. 11 Tahun 1995 jo. UU No. 39 Tahun 2007 tentang Cukai, yang kemudian
diperbarui dengan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
[15]
Pajak Daerah
Pajak-pajak yang dikelola oleh Pemerintah Daerah baik di tingkat Provinsi
maupun Kabupaten/Kota berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), yang kemudian diubah dengan
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD)[17], yang dikelola oleh Dinas Pendapatan
Daerah (Dipenda), antara lain:

 Pajak Provinsi
 Pajak Kabupaten/Kota

Anda mungkin juga menyukai